PROLOG
So I
sneak out to the garden to see you.
We
keep quiet, because we're dead if they knew
So
close your eyes... escape this town for a little while.Oh, Oh....
Sekalipun lagu Love
Story miliknya Taylor Swift itu sudah sering kali menjadi daftar playlist langganan dimobilnya, Juliet
masih saja menyanyikan lagu tersebut sambil menyetir Honda Jazznya. Kali ini ia
akan mendatangi sebuah tempat. Tempat yang sudah lama sangat ingin ia kunjungi.
Tempat ia menorehkan kenangan terindah dengan sebatang pohon sebagai saksinya.
Melaju
dengan sangat berhati-hati, Juliet menyusuri jalan besar yang berkelok-kelok
dan akhirnya berhenti di Kawasan Puncak Bogor. Udara sejuk langsung menyapanya
saat ia turun dari mobil. Gadis itu kemudian berlari kecil menelusuri bukit-bukit
hijau yang berada ditempat itu. Ia menghentikan langkah kecilnya tepat disebuah Villa mewah bertingkat dengan
desain bergaya Eropa. Dari sini ia dapat merasakan hangat sinar matahari pagi
yang menembus kulitnya. Juliet memejamkan matanya dan menarik nafas
dalam-dalam. Bibirnya mengulum senyuman kecil yang turut mengundang kemunculan
lesung pipinya. Rambutnya yang panjang terurai seakan menari indah dibelai
semilir angin.
Tempat
itu masih sama dengan tiga tahun yang lalu. Deretan pepohonan hijau yang masih
sama, Udara ditempat ini masih segar, dan juga perkebunan teh yang masih
membentang sepanjang jalur Utara hingga Selatan. Perpaduan ketiga bentang alam
ini menghasilkan siluet pemandangan yang masih sama menakjubkan. Seakan hendak
mencari sesuatu Juliet berputar kearah deretan pepohonan tersebut. Ternyata
ukiran tersebut masih ada.
Mendadak
ia teringat peristiwa waktu itu. Peristiwa manis tiga tahun lalu yang membuat hidupnya
serasa sempurna. Peristiwa yang terjadi disini. Tentang dirinya dan cowok itu.
Tiga kali Juliet menyebutkan nama cowok yang sudah tinggal lama disudut hati.
Perlahan-lahan ia membuka mata almond indahnya...
Sepasang
mata coklat Hazzel milik seorang cowok yang berada didepan Juliet saat ia
membuka mata berhasil membuatnya tersentak kaget. Tatapan mata itu seakan
menjawab semua sesuatu yang selama ini ia rasakan_kerinduan yang amat dalam.
Juliet memandang sang pemilik mata itu dengan saksama untuk menyakinkan hatinya.
Wajah itu putih bersih. Tingginya yang diatas rata-rata membuat sosok itu
seolah tampak tegap. Sekalipun rambut shaggy
pendeknya sedikit berantakan, pesonanya
mampu membuat jantung Juliet berdegup kencang, menciptakan setiap debaran hebat
saat berada didepannya.
Apakah ini benar-benar kamu?
Apakah kamu berhasil membawakan aku
bukti yang terakhir?
Pertanyaan Juliet itu
seakan terjawab ketika ia merasakan genggaman erat dijemarinya yang membuat
hati gadis itu bergetar persis seperti tiga tahun yang lalu ditempat ini...
Bab 1
Pagi itu awal hari yang cerah disekolah Kasih Bangsa.
Paling tidak, sejak matahari pagi seolah mengobral gratis sinarnya pada seluruh
makhluk hidup, tanpa kecuali. Jujur saja cerahnya pagi ini tidak sama dengan
suasana hati Juliet. Mendung dan gelap.
Saat itu pukul tujuh pagi, tepat ketika bunyi bel
pertanda masuk kelas dikumandangkan. Seperti biasa kebijaksanaan sekolah
sebelum masuk ke kelas, terlebih dahulu harus baris didepan kelas. Para siswa
meluruskan barisannya. Ibu guru sudah berada didepan pintu kelas menyalami siswa yang mengucapkan
salam. Begitulah tradisi yang sudah dari sejak sebelum zaman kemerdekaan hingga
sekarang.
Sampai akhir pelajaran pertama dimulai, cewek yang
bernama Juliet Danniela itu masih belum menunjukan tanda-tanda semangat.
Sepertinya termometer semangat yang biasanya menunjukan angka positif sekarang
menurun drastis hingga mencapai titik negatif. Tangannya yang kurus dibiarkan
menompang wajahnya yang berwarna kuning langsat. Ia biarkan tubuh mungilnya
tenggelam dibalik seragam putih abu-abunya yang tampak kebesaran. Rambut
panjangnya yang lurus dan berwarna hitam diikat asal-asalan, sehingga terlihat berantakan
dan kacau. Gadis itu mendongakkan kepalanya kearah langit-langit kelas. Sumpah,
kalau saja dia punya mesin waktu pasti ia akan putar secepatnya agar ia bisa
pulang cepat kerumah tanpa harus sekolah.
Juliet menengokan
kepalanya ke kanan dan ke kiri, melihat keadaan sekitar. Teman-teman
sekelasnya sibuk memperhatikan pelajaran matematika yang diberikan oleh ibu Eva.
Tapi, apa ia peduli? Tidak. Mau diperhatikan atau tidak juga sama saja.
Sama-sama tidak ada yang nyangkut diotaknya disaat begini. Demi Tuhan, Rasa
malas ini tidak dapat ia hindarkan. Ia hanya ingin menyelesaikan tangisannya
yang belum selesai tadi malam. Tangisan yang membuat matanya sedikit bengkak
pagi ini, tapi untungnya tidak ada yang menyadari hal ini karena semua
kebengkakan itu tertutupi oleh kacamata yang gadis itu pakai. Matanya menatap
kearah bangku kosong yang belum terisi. Cowok pemilik kursi itu belum datang. Apa dia tidak masuk sekolah hari ini?
Andre Christian. Cowok sekelas Juliet yang sudah menjadi pacarnya
selama 6 bulan sebelum akhirnya mereka putus tadi malam. Juliet bersama Andre
memang sekelas dari kelas satu. Dulunya mereka duduk depan belakang. Sekarang
tahu mengapa hari ini Juliet gak ada semangat? Ya, tak lain dan tak bukan
penyebabnya adalah satu kata itu. Putus.
Waktu terus berlalu dan jarum pendek jam sudah menunjukan
angka delapan. Pelajaran matematika yang sejak awal membosankan kini semakin
membosankan bagi cewek itu. Otaknya tidak memberikan sedikit perhatian pada
mata pealajran yang membuatnya merasa arlegi saat mendengar namanya, meskipun
bisa dibilang nilainya sangat bagus untuk pelajaran ini. Juliet memang berbeda
dari anak yang lain. Biasanya kalau kita sudah tidak menyukai suatu pelajaran,
nilai kita pasti jelek, tapi ini tidak berlaku bagi gadis itu. Hal ini lantaran
Juliet mengikuti les private. Jadi dia hanya belajar saat di lesnya saja. Sebenarnya
dulu ia menyukai pelajaran ini, bahkan bisa dibilang sangat suka. Hingga ada satu
guru baru yang membutakannya terhadap semua hal yang mengasyikan di matematika,
Bu Eva. Biasanya Ia tidak pernah absen baik dalam hal memperhatikan atau lebih
tepatnya berpura-pura memperhatikan pelajaran Bu Eva. Maklum mau bagaimana pun
Juliet dinobatkan sebagai murid teladan oleh semua guru. Nilainya hampir selalu
bagus di setiap pelajaran dan absensinya yang tidak ada sakit, ijin, apalagi
alfa. Tapi pikirannya saat ini sedang berkecamuk pada 5 hruf tersebut,
P-U-T-U-S. Bahkan, untuk menulis saja ia malas.
“Juliet!” suara lantang Bu Eva menggema disudut ruangan
kelas. Bu Eva memanggil nama Juliet dari depan kelas. Suaranya membuat Juliet
terkesiap sekejap. Ia menjawab sapaannya dengan tak semangat.”Nak, coba kamu
kerjakan soal nomor 12 dibuku cetak halaman 123 tentang program linier!
Kerjakan didepan kelas agar teman-temanmu mengerti!” lanjut beliau sambil menyodorkan
spidol hitam ke meja Juliet.
Tanpa punya hak menolak ia menerima komando dari sang
guru. Tangannya mulai membuka halaman
yang dimaksud, lalu membacanya sekilas dan beranjak kedepan kelas untuk mulai
mengerjakan soal itu.
Secepat kilat ia pun menyelesaikan soal tersebut dipapan
tulis. “Sudah, Bu. Bener gak,bu?” tanyanya ragu. Saat ini otak cerdasnya tidak
bisa sepenuhnya dipakai.
Bu Eva memperhatikan tiap detail jawaban yang tertulis
dipapan putih itu. Kini matanya mulai merujuk kearah hasil. “Ini salah Juliet.
Sejak kapan 1 dibagi ½ sama dengan 1/2. Macam mana kau ini? Biasanya apa yang
kau kerjakan benar semua?” Bu Eva menunjukan jawaban akhir yang salah. Juliet
dengan cepat memperhatikan dan memperbaikinya sebelum Bu Eva mengoceh panjang
lebar lagi dengan logat Bataknya.
Astaga
Ibu Eva, bisakah anda memaklumi kegalauan muridnya yang baru putus saat ini?
“Nah, begitu nak. Lain kali kerjakan yang teliti.”
Anak-anak lain mulai sibuk mencatat jawaban dipapan
tulis. Juliet ikut mencatat dibukunya sambil setengah malas. Lalu kemudian Bu
Eva kembali melanjutkan penjelasannya. Kali ini Juliet mencoba mengikuti
teman-temannya untuk dapat berkonsentrasi pada materi. Ia mulai membaca
catatan-catatan yang Bu Eva tulis dipapan tulis dengan tulisan tegak bersambung
khas milik guru tersebut.
Cara menentukan persamaan garis lurus
a.
Bentuk umum persamaan garis lurus:
ax+by+c=0
b.
Apabila garis melalui (a,0) (b,0) maka
persamaan garisnya adalah ax+by=ab.
TENG!!!
Bel
pergantian pelajaran sudah dibunyikan. Ternyata Tuhan mengabulkan doanya. Kali
ini guru bahasa Indonesia mereka tidak dapat memberikan ilmunya karena sakit. Kabar
gembira ini baru saja disampaikan oleh Febbi, sang ketua kelas.
“Hei , lo kenapa Jul?” suara itu sangat ia kenal. Siapa
lagi seseorang yang dapat mengerti perasaannya kapanpun, selain Dytha,
sahabatnya dari SMP.
“ Gak apa-apa kok.” jawab Juliet dengan sendu.
Dytha membelai rambutnya dan memegang bahunya dengan
lembut. “Ceritain aja masalah lo kayak biasa, gue selalu ada buat lo kok.
Lagian ini juga pelajaran kosong dan kita juga gak dapat tugas sama sekali.”
Juliet
hanya tersenyum tipis. Senyum yang sering dijadikannya tameng. Ia berusaha
membendung air bah yang siap melanda keluar dari matanya. Perlahan Ia mulai membuka mulut menjawab
pertanyaannya yang pertama. “ Gue putus,Tha,” ucapnya lirih.
“Kok bisa? Gara-gara masalah kemarin?” tanya Dytha serius.
Juliet
hanya megangguk perlahan sambil membentangkan kepalanya diatas tangan yang ia lipat
diatas meja.
“
Emang dia masih gak percaya kalau lo sama Miko itu gak ada hubungan apa-apa? Terus
waktu lo nanya apa maksud dia “mention” mesra Nancy di twitter ?” Dytha tetap
sabar menanti jawaban. Ia seakan sangat tahu bahwa saat ini temannya itu sedang
berusaha menahan bendungan yang sudah mau jebol. Setelah menghela napas dan
mengendalikan emosi Juliet menjawab pertanyaannya.”Iya, dia gak percaya sama
gue, Tha. Padahal gue udah berusaha ngejelasin sama dia yang sejujurnya. Gue
udah nanya sama dia soal itu dan soal kedekatan dia sama Nancy, mantannya itu.
Dia cuek saja. Dia bilang hanya hubungan sebatas teman.”
“Gitu
ya? Hmm... Hubungan lo sama Miko gimana? Kenapa gak lo minta dia aja yang
jelasin semuanya?” tanya Dytha lagi.
“Gue
udah minta dia jelasin ke Andre,tapi Andre gak mau ngerti. Katanya sih Miko
sempet berantem sama Andre. Tahulah, Tha. Gue pusing pake banget.” Juliet mencoba menenangkan dirinya kembali.
Matanya mulai memanas menahan bulir-bulir air mata yang sewaktu-waktu bisa
mengalir membasahi pipinya. Untung saja tidak ada yang memperhatikan obrolan
mereka. Semua siswa sibuk dengan kesibukan masing-masing. Ada yang pergi
menghilang ke perpustakaan, bahkan kekantin. Saat ini kelas benar-benar sepi.
“Tapi
ini emang ini semua salah lo sama Miko sih Jul. Kalau aja lo dengerin gue. Gue
kan udah bilang jangan deketin Miko.” Dytha mulai menasihatinya dengan nasihat
yang sama setiap hari, tanpa ia ketahui fakta yang sebenarnya.
“Gue
itu gak pernah deketin Miko. Dia aja yang kemenelan deket-deketin gue. Gue itu
udah sampai maki-maki dia, tapi dia tetap gak tahu diri.” Juliet mulai
sesegukan.
Dytha
hanya mengangguk perlahan lalu berdeham pelan. “ Sepengetahuan gue, dia
orangnya emang begitu. Semua cewek dia embat,bahkan kucing cewek dibedakin
mungkin diembat juga sama dia.” Dytha tertawa kecil. Juliet tahu dia sengaja
melontarkan lelucon itu semata-mata untuk membuat Juliet ketawa, tapi saat ini
Juliet sudah terlalu tidak mengenal apa itu ketawa. Bahkan Juliet tidak tahu, kapan
terakhir Juliet ketawa semenjak ia terjerat masalah ini. Semua terlihat menjadi
lebih suram.
“
Ya udahlah,Jul. Let it Flow. Gak usah
diambil pusing. Lagian gue yakin kok. Kalau Andre beneran cinta ke lo. Pasti
dia akan minta balikan lagi.” Dytha menepuk bahu Juliet untuk kedua-kalinya
secara lembut.
“Gak
mungkin, Tha,” jawab Juliet. Matanya meratap sendu.
“Kenapa?”
tanyanya balik
“
Soalnya gue yang mutusin dia. Pasti sekarang dia benci banget sama gue. Gue
nyesel kenapa gue bisa seemosi dan segegabah itu ngambil keputusan. Saat itu
yang ada dipikiran gue cuma satu hal. Buat apa pacaran sama orang yang gak bisa
percaya sama kita. Bukankah cinta harus berlandaskan kepercayaan baru bisa berdiri
kokoh?” Juliet menjawab pertanyaan Dytha kembali. Kali ini ketika sampai
diakhir kalimat pertahanan Juliet pun
jebol. Air mata mulai berjatuhan. Cewek itu kemudian menyandarkan kepala Juliet
kebahunya lalu mengusap rambut Juliet dengan jari-jarinya. Rasa hangat mulai
menjulur hingga keperasaanya. Seperti kehangatan yang tulus dari seorang sahabat.
Sentuhan yang dapat membuat Juliet menjadi sedikit tenang.
Dytha
hanya diam mendengarkan isak tangis yang keluar dari mulut Juliet. Akhirnya
Juliet agak tenang dan sudah dapat mengontrol emosinya agar tidak merengek-rengek seperti anak SD atau
memaki-maki dirinya sendiri karena menyesal pacaran sama orang yang gak bisa mempercayainya.
Dytha kemudian menyuruhnya mencuci muka di WC. Kebetulan WC ini tidak jauh dari
kelas, hanya berjarak sekitar 5 meter saja.
***
Pelajaran
terakhir selesai. Semua murid berhamburan keluar ke gerbang utama. Juliet
berjanji kepada Dytha untuk bermain kerumahnya. Hal itu mengharuskan Juliet untuk
pulang bersama cewek satu ini. Juliet merogoh saku bajunya untuk mencari
blackberry yang sudah tidak aktif sejak kemarin. Juliet harus menghubungi
mamanya dahulu kalau mau kemana-mana agar mama tidak meyuruh Pak Udin untuk
menjemputnya. Setelah mengetik pesan dan mengirim ke nomor ponsel mama
tercinta. Juliet bermaksud mau mengecek pesan kalau-kalau saja Andre mengirim
pesan kepadanya. Mata Juliet kemudian mendapati sebuah BBM. Perlahan ia buka.
Ternyata bukan dari Andre, melainkan dari... MIKO. Mau apalagi anak itu mengrimi aku sebuah image yang berupa screenshot ?
Juliet
menyesal mengapa rasa kekepoannya
muncul disaat-saat begini dan memaksaya membuka image tersebut.
Andre Christian
@Nancy Pricilia Makasih ya. Kamu
jangan lupa makan. Ntar sakit loh.
Gue bukannya bermaksud buat
manas-manasin lo, Jul. Tapi lo liat sendiri kan tingkah cowok lo itu udah
keterlaluan.Mungkin siang ini aja dia gak ngingetin lo makan.
Cewek
itu memelototi baik-baik tulisan dan gambar yang Miko kirimkan.
Astaga!!! Matanya nyaris copot melihatnya.
Tangannya bergetar. Hatinya serasa ditusuk ratusan bambu runcing. Nyeri. Dytha
kemudian merampas blackberry dari tangan Juliet seketika ia melihat ekspresi
Juliet tadi.
“Udah,
Jul. Gak usah dibalas. Saat ini Miko pasti berusaha ngehancurin hubungan lo!”
Dytha buru-buru menon-aktifkan blackberry yang dipegangnya lalu mengembalikan
Blackberry itu kepada Juliet .
“Tapi
Tha. Tadi... Belum sempet Juliet melanjutkan kata-kata Dytha kemudian
menginterupt perkataannya.
“Percaya
sama gue. Jangan pernah lagi berhubungan dengan Miko. Dia penyebab lo putus, Jul.”
Ia kemudian menatap Juliet lekat-lekat sambil memegang kedua lengan gadis itu
yang kecil, lebih kecil dibandingkan dengan lengannya. Juliet hanya terdiam.
Setengah hatinya tidak bisa di tuntut untuk mendengarkan dan percaya dengan
perkataan temannya itu. Hal ini pada akhirnya membuat Juliet merasakan
penyesalan yang sangat hebat. Penyesalan yang disebabkan oleh kebodohan dirinya
mengikuti naluri yang ternyata salah dan tidak mengikuti apa perkataan Dytha
karena ketika Juliet tersadar saat itulah dia sudah terlambat......
Bab 2
“Tempat
ini lagi!”
Perkataan
itulah yang Juliet katakan berulang-ulang kali dalam hatinya saat sampai
disuatu tempat yang didepannya terdapat spanduk besar bertuliskan“BIMBINGAN
BELAJAR SMART”. Cewek itu berhenti didepan pintu kaca depan tempat itu sambil
menyakinkan diri untuk dapat melangkah masuk ke dalam. Bukan karena ia membenci
bimbingan belajar. Satu-satunya hal yang membuatnya tidak ingin masuk lantaran
keberadaan seseorang yang tidak ingin ia temui ditempat ini. Sebenarnnya dia
ingin sekali pindah tempat les, kalau saja keinginannya tersebut disetujui oleh
mama. Sayangnya, mama menolak keinginan putrinya karena sudah membayar setahun
penuh untuk putrinya agar bisa belajar ditempat bimbel yang sangat terkenal
ini.
Tarik
napas dalam-dalam, lalu Juliet berusaha menyakinkan diri sendiri bahwa dia
bisa. Itu adalah kebiasaannya yang dapat menjadi motivasi kecil jika ia harus
melakukan hal berat. Akhirnya Juliet memantapkan langkahnya dan masuk menuju
ruangan lantai dua. Ruangan kelas bimbel. Ruangan itu tidak terlalu luas.
Keempat sisi dindingnya dilapisi wallpaper biru lembut,membuat ruangan menjadi
hangat. Meja belajar persegi panjang yang dipasang bersama bangku-bangku
tersusun rapi. Tepat di dinding paling depan tergantung whiteboard besar. Pendingin ruangan yang dinyalakan membuat ruangan
ini sangat sejuk.
“Hi Kak.” Sapa Juliet kepada Kak Rendy. Kak
Rendy adalah salah satu guru disini. Dia mengajar anak kelas SMA, termasuk
kelasnya Juliet.
Gadis
itu memutuskan untuk duduk disalah satu bangku yang kosong. Disebelah kirinya
duduk Vania yang sedang tekun mengerjakan tugas dari sekolah. Rok jeans selutut
dan baju kemeja putih membuat penampilan cewek bernama Vania itu kelihatan
elegan. Atau itulah kesan yang didapat dari awal Juliet mulai mengenalnya.
“Hmm,
Jadi gimana hubungan loe sama Andre?”
Pertanyaan
itu begitu tiba-tiba dan mengejutkannya. Dia harus mengangkat kepalanya dari
buku tugas dimeja. Tepat disamping kanan Juliet, kursi yang tadinya kosong itu
telah diisi oleh Miko.
“Penting
banget ya buat lo tahu!?” jawab Juliet sambil langsung mengalihkan kembali
pandangannya.
“Sebenarnya
gak penting sih. Cuma berhubung gue ada didalam masalah ini dan gue yang
dijadiin tersangka penyebab hubungan kalian retak jadi terpaksa deh gue akuin
ini penting buat gue.”
“Dia
orang udah putus. Puas lo? Lo itu ya cowok yang paling banci, paling jahat yang
pernah gue temuin.” Tiba-tiba Dytha yang baru datang langsung menggeser cowok
tersebut dari tempat duduknya, lalu duduk disebelah Juliet dan menjawab
pertanyaan yang dari awal tak kunjung Juliet jawab.
“Bagus
deh,” jawab Miko singkat tanpa ada reaksi penyesalan atau reaksi-reaksi
lainnya.
“APA??
BAGUS?? LO INI BENER-BENER YA!! Dytha yang sudah geram kini semakin tambah
geram. Tangan kanannya sudah ia kepalkan dan hampir saja menyambar muka cowok
itu.
“AAAAAAA..
KALIAN INI BISA DIEM GAK SIH, TERUTAMA LO, MIK. PUAS KAN LO!” Juliet yang sudah
tidak bisa menahan emosinya akhirnya berteriak. Tanpa mereka bertiga sadari kak
Rendy yang sudah melihat mereka dari tadi kini mulai berdeham keras.
Miko
tidak membalas reaksi Juliet. Sehabis ‘dehaman’ kak Rendy, ia langsung pindah
tempat duduk. Ini hal yang baru pertama kali yang cowok itu lakukan. Biasanya
ia selalu duduk disamping Juliet, meskipun sudah diusir berapa kali dia punya beribu alasan
untuk tetap bertahan dan membuat Juliet membiarkannya duduk disana.
Hari
ini adalah hari ketenangan Juliet saat berada diles. Perubahan Miko yang
mendadak jadi pendiam sejak peristiwa tadi sampai waktu les berakhir. Berbeda
banget dengan Miko yang biasanya, Miko yang selalu mengangunya. Miko yang gak
pernah bisa diem. Miko yang dengan segala kekonyolannya sukses membuat Juliet
darah tinggi, mulai dari membuat blackberry dia ke-back
up semua datanya, menguncinya diruangan les sendirian saat les selesai (hal
yang satu ini hampir buat Juliet nangis), membaca message diblackberry Juliet
yang diambilnya diem-deim seperti seorang maling handal,dan masih banyak lagi
tindakannya yang kelewatan batas. Tapi, whatever. Bukannya ini lebih baik ya? Setidaknya
satu-satunya pengusik dalam hidup Juliet tidak lagi mengusiknya.
Malam
pun sudah mulai larut. Les sudah selesai dari setengah jam yang lalu. Sekarang
tempat ini menjadi sedikit sepi. Yang ada hanya beberapa anak,termasuk Juliet
yang menunggu jemputan.
Juliet
dari tadi bolak-balik gelisah melirik jam berulang kali. Jarum pendek sudah
berada diangka delapan dan jarum panjang sudah menunjuk angka,tapi Kak Derry
belum juga datang. Tidak biasanya kak Derry (sepupu Juliet) telat. Ya, kalau
telatnya 15 menit wajar, nah ini telat 30 menit. Hampir 1 jam dia menunggu
disini.
“Belom
dijemput? Mau sampai kapan nunggu disini? Gak ditelpon aja kakak lo?” Suara
Miko teredengar. Ternyata tanpa ia sadari cowok itu belum pulang dan dari tadi
memperhatikannya.
“Belom.”
Ia menjawab singkat dengan nada seacuh-acuhnya.
“Udah
ditelpon?” tanyanya lagi.
‘Ya
Tuhan, ini orang cerewet amat ya.’ batin Juliet. “Belom. Gue lupa bawa hape,” jawabnya
lagi dengan nada yang sama.
“Lo
apal nomornya? Mau minjem hape gue?” tanyanya kembali sambil menyodorkan
samsungnya ke hadapan Juliet.
“Gak
usah gak perlu. Ntar juga datang. Ngapain lo ngurusin gue disini. Pulang aja
sana!” Juliet menepis handphone Miko yang ada dihadapannya dengan maksud
mengusir spesies menyebalkan yang sedang berdiri disampingnya.
“Gue
mau nungguin lo. Lagian gue juga males pulang.”
Juliet
sedikit heran mendengar jawaban cowok itu. Aneh. Untuk apa dia nungguin Juliet
pulang. Saudara bukan, sahabat bukan, pacar apalagi. Lagian siapa juga yang
memintanya buat nungguin ? Gadis itu hanya mengerutkan alisnya memandangi dia
sebentar lalu berkata “Terserah.” Sambil mengangkat kedua bahunya.
Setengah jam kemudian...
Juliet
masih mondar mandir didepan tempat les yang sudah ditutup sejak 5 menit yang
lalu. Dan sekarang tempat ini benar-benar-benar sepi. Ruko-ruko disebelah
kanan-kiri tempat les mulai tutup. Hanya ada dia dan cowok menyebalkan itu yang
dari tadi gak jelas ngapain.
“Lama
amat sih kakak lo itu!” katanya memecahkan keheningan saat itu.
“
Ya emang kenapa? Lagian lo kan udah gue suruh pulang dari tadi.”
“
Yakin? Ntar lo nangis-nangis lagi pas gue pulang. Lagian gue gak percaya kalo
lo gak takut sendirian disini. Orang waktu gue kunciin lo didalem aja pas itu
lo teriak-teriak histeris sampai nangis. Apalagi disini, Kalau kata orang sih
ini tempat horor banget kalau malem. Bukan Cuma hantu-hantunya aja yang
merajalela tapi preman dan bencong-bencong yang nyari mangsa juga merajalela.
Gue gak kebayang kalo gue tinggalin lo disini. Bisa-bisa lo teriaknya lebih
histeris dan bukan cuma nangis tapi pingsan.” Miko mulai meledek Juliet.
Nyebelin.
Juliet
memperhatikan sekitarnya. Sepi, gelap,dan entah kenapa semua itu menjadi horor
tiba-tiba. Mulai terlihat 2 orang banci yang lewat dijalan sambil memegang
gitar bernyanyi-nyanyi. Ada juga satu orang gila yang memegang sebuah boneka
ikut bernyanyi. Seketika ucapan Miko yang awalnya dikira hanya bohongan
ternyata terbukti. Juliet takut setengah mati sama yang namanya orang gila.
Apalagi boneka yang dipegang orang gila itu menyeramkan. Boneka itu terlihat
kusam hitam dengan rambut yang sedikit aut-autan, matanya juga sudah hilang sebelah.
Lebih parahnya lagi bibir boneka itu sama lebarnya dengan orang gila saat dia
tersenyum dan melihat kearah mereka. Sudah dipastikan bibir-bibir lebar itu
mampu menelan Juliet dengan seluruh rasa takutnya.
Jantungnya
sudah berdegup kencang sangking ketakutannya. Telapak tangannya juga sudah
mulai basah dialiri peluh keringat dingin. Bulu kuduknya saja sudah berdiri. Otaknya
sudah mulai berkhayal ke arah film-film horor. Gimana kalau tiba-tiba boneka
yang dipegang orang gila itu hidup sendiri? Siapa tahu aja kan, boneka itu
mirip boneka Anabelle difilm The Conjuring? Lalu boneka itu membuat orang gila
dan bencong-bencong itu kesurupan dan siap untuk menyantapnya dan membawanya
keneraka jahanam... Buru-buru Juliet menyingkirkan imajinasi itu jauh-jauh dari
pikirannya.
“Lebay
lo!” dengus Juliet sambil menahan rasa takut yang ada di imajinasi otaknya dan
berusaha untuk tetap cuek. keep calm,
Jul, ujarnya dalam hati.
“
Alahh udah takut aja,” kata Miko kemudian ketawa. Masih menyebalkan.
“Udah
pulang sama gue aja.” Ia kemudian menarik tangan Juliet secara paksa. Lalu
menyodorkan sebuah helm putih. Juliet hanya diam. Berdiri mematung. Ini antara
harga diri atau hidup dan mati. Pilihan yang cukup sulit.
“Cepetan!
Kalo dalam hitungan ketiga gak mau naik,gue tinggal,” lanjutnya lagi. Cowok itu
udah siap dimotornya. Ia mulai menghitung
Satu
Dua
Ti..
“ Iya-iya, gue naek.”
Juliet
naik kemotor. Kalau bukan karena beberapa alasan sumpah deh Juliet gak bakal
mau naik ke motor itu. Ini yang dinamakannya terpaksa.
***
Ducati
hitam Miko berhenti didepan perlataran depan rumah gadis itu.
“Turun.”
Suara
itu menyadarkan Juliet yang dari tadi berusaha menahan ngantuk karena angin
semilir yang bertiup mengalunkan alunan lembut dan perlahan membelai tubuhnya
dengan alunannya.
Juliet
turun dari Duccati itu dan melepas helm.
“Makasih”
ucapnya datar. Tanpa basa-basi cowok itu kemudian pergi melaju bersama dengan
Ducatinya.
Bab 3
Juliet
menghembuskan napas panjang, lalu mulai bernyanyi kecil, menyanyikan lagu yang
sesuai dengan apa yang ia rasakan saat ini. Bukan untuk meratapi kesediahan
atau berlarut-larut didalamnya, tapi percaya atau tidak dengan menyanyikan lagu
seperti itu rasa tak enak dihatinya berangsur hilang. Lagu itu adalah satu hal
yang dapat membuat mood Juliet kembali. Yang perlu diketahui oleh semuanya,
Hobi Juliet hanya ada dua menyanyi dan membaca buku. Juliet lebih suka membaca
novel atau bernyanyi didalam rumah daripada menjelajahi Mall di malam Minggu.
Sejak masuk anggota paduan suara satu tahun yang lalu, dia belajar banyak dari
Ibu Dessy. Belajar dari hal-hal kecil sampai ke hal besar mengenai musik, mulai
dari membca not balok, melatih pita suara, membuka suara dalam, bahkan
menciptakan suara sopran. Hal-hal tersebut mempunyai ketertarikan tersendiri
baginya.
Gadis itu berjalan
santai melewati koridor kelas yang sama dengan koridor yang ia lewati kemarin, dan
kemarin, dan kemarin-kemarinnya lagi. Diamatinya area itu sekilas pandang, mengingat
memori-memori lama bersama Andre.
Tak lama Juliet sampai dikelas, kelas 11 Ipa dua
yang berada dideretan paling ujung. Juliet langsung duduk ditempatnya, selang
beberapa menit bel berbunyi. Bersamaan dengan bunyi bel, Andre masuk kekelas.
Cowok itu masuk??? Juliet mulai melirik kearahnya secara diam-diam. Sepertinya
Andre benar-benar muak dengannya. Buktinya dia tidak menyapa Juliet sedikitpun,
bahkan meliriknya saja gak. Mungkin benar yang dibilang orang, “Jangan punya
banyak mantan kalau kamu tidak ingin punya banyak musuh”. Padahal,sebelumnya
mereka putus baik-baik. Ya, meskipun Juliet yang mutusin. Juliet tetap berjanji
sama dia untuk tetap jadi sahabatnya,bahkan dia menyetujuinya. Dia bilang,”
putusnya sebuah hubungan,bukan menjadi alasan untuk memutuskan tali
persahabatan”. Tapi sudahlah. Mungkin dia sudah lupa dengan janji yang
diucapkan sejak 3 hari yang lalu, hari dimana mereka putus, setelah 2 hari yang
lalu mereka berdua sudah lost contact.
No bbm, no message,no phone, apalagi
ketemuan. Lagian 3 hari yang lalu dia tidak masuk. Nampaknya Juliet harus mulai
menata kembali hatinya yang sudah porak-poranda ini. Sebenarnya Juliet juga
heran sama dirinya sendiri. Ya jelaslah, orang dia sendiri yang mutusin, eh dia
sendiri yang galau. Toh, Andre kayaknya baik-baik saja. Sangat baik malah.
Bel istirahat terdengar
sangat keras. Bel tersebut sekaan menyulap air muka murid-murid yang tadinya
ngantuk plus bete menjadi fresh dan
semangat lagi.
“Jul, ke kantin yuk!” ajak
Dytha yang dari tadi selama pelajaran Pak Usman memegang perutnya.
Cacing-cacing perutnya sudah memintanya untuk makan makanan. Cewek itu menahan
kelaparannya dengan memakan sekeping biskuit dari Lea.
“ Malas lah, Tha.
Lagian gue juga bawa bekal. Udah lo makan bekal gue aja.” Juliet merogohkan
tangan kelaci meja tempatnya menaruh bekal. Tangannya nampak meraba-raba
dikolong yang gelap itu dan menemukan sesuatu. Benda dengan bentuk persegi, bukan
kotak bekalnya karena kotak bekalnya berbentuk lingkran. Tanpa banyak berpikir
lagi, ia segera mengeluarkan benda tersebut setelah mengeluarkan kotak makannya
dari sana.
“ AAAAA.. “ Juliet
berteriak histeris seperti melihat sekotak harta karun didalam benda persegi
yang dipegangnya erat-erat. Padahal Benda tersebut hanya CD originalnya Taylor
Swift yang terbaru. Ralat. Harusnya narasinya kayak gini. “Sumpah demi apa! benda
itu CD original Tayrlor Swift yang
terbaru”.
Dytha langsung tersedak
air karena terkejut mendengar teriakan kencang Juliet. “Gilaa lo, Jul. Lo mau
bunuh gue?” Dytha akhirnya dapat berbicara setelah minum air dibotolnya sambil
terbatuk-batuk. Wajahnya berubah menjadi merah tomat.
“ Sorry, Tha,” katanya
sambil nyengir kuda. “Lo tau gak ini apa?” tanya Juliet padanya kemudian.
“ Tau. Itu cuma CD
Taylor Switft yang gak sengaja lo temuin dilaci lo,” ucapnya dengan muka datar,
ekspresi datar sedatar-datarnya. Hanya ada sedikit penekanan di kata “cuma”.
“ Gak pake cuma,Tha. Lo
tau gak Taylor Swift itu siapa?” tanya Juliet balik dengan muka sumringah amat
berbanding terbalik dengan muka Dytha.
“ Tau. Taylor Swift itu
penyanyi barat terkenal yang karenanya lo sampe mati ngefans sama itu
penyanyi,” jawabnya lagi. Dytha kembali melanjutkan perkataannya dengan melemparkan
pertanyaannya kepada Juliet “Dan lo tau gak tindakan lo tadi mengakibatkan apa?”
Juliet menggeleng
dengan muka innocent “Gak.”
“Lo itu hampir buat gue
mati keselek 1 potong biskuit.”
Kontan saja tawanya meledak saat mendengar
ucapan Dytha. Sesuatu kemudian melintas diotak Juliet. “Kira-kira siapa ya yang
ninggalin CD kek gini dilacia gue? Tau amat dia gue suka Taylor. Sengaja kali
ya ini orang.”
“Mana gue tahu. Emang
tadi pagi lo gak ngelihat ini CD dilaci lo?”
Juliet menepuk dahinya.
“Oh iya. Gue gak liat tadi pagi soalnya... Juliet menghentikan perkataan Juliet
karena mendengar dehaman keras seseorang dari balik pintu kelas. Orang itu
kemudian menghampiri mereka dan menunjukan mukanya.
MIKO. Juliet dan Dytha bersama-sama menyebut
nama laki-laki itu.
Orang yang diteriaki
namanya itu hanya tersenyum gak jelas. “Gimana suka gak sama albumnya?”
Pertanyaan tersebut
mendapat anggukan spontan dari Juliet. “Jadi ini punya lo?” tanya Juliet yang
langsung memberikan kembali CD yang ada ditangannya itu.
Cowok tersebut menolak
pemberiannya. “Gak usah. Gue sengaja bawain ini buat lo. Gue punya banyak
dirumah. Gue tau lo pencinta Taylor. Jadi sesama penngefansnya Taylor kita
harus saling berbagi.”
Dia masih tidak percaya dan memandangi CD itu
lekat-lekat. Apa coba maksud cowok itu ngasih dia kaset ori yang mahalnya
selangit? Seperti mengetahui isi pikirannya cowok itu tertawa keras. “Lo percaya
gue hampir punya semua albumnya yang ori? Gue gak bermaksud apa-apa kok. Cuma
mau berbagi.”
“Oh iya? Gue juga. Hampir sih tepatnya. Gue
masih ada yang kurang,” jawab Juliet tak mau kalah. “Emang lo punya yang mana
aja?” tanya Juliet penasaran. Fakta yang kedua, Juliet emang selalu antusias
kalau hal tersebut berhubungan dengan penyanyi yang sudah lama ini ia gemari.
“ Mulai dari awal ya? Gue punya yang red album, speak now album, Fearless
album, The Taylor Swift Holiday
colecction dan masih banyak lagi yang laen.”
Juliet hampir saja tidak bisa menutup
mulutnya mendengar semua album-album Taylor yang barusan diucapkan oleh cowok
tersebut. Ia menyebutkannya satu-persatu dan berurutan. “ Sejak kapan lo jadi Swifty?”
tanya Juliet lagi dengan semangat yang menggebu-gebu.
“Udah lama lagi. Menurut gue gaya nyanyi
Taylor itu keren, lagu-lagunya juga cocok banget sama kualitas suaranya.” terang
cowok itu
Kali ini Juliet hanya bisa setuju dengan
pendapat cowok itu. Dia sampai lupa kalau yang didepannya sekrang itu Miko.
Cowok yang sudah membuatnya harus kehilangan Andre.
“Oh iya, Jul. Gue punya rekaman konser
aslinya Taylor Di LA pas waktu itu. Kebetulan sodara gue yang di LA ngerekam
langsung. Mau gue bawain?” tawar Miko
Juliet mengangguk cepat. Lalu menggeleng.
Seharusnya dia bisa menahan sedikit nafsunya dengan Taylor Swift. Ternyata fans
fanatik susah banget ngilangin sekejap saja rasa fansnya.
Miko kembali tertawa. “ Oke deh, gue bawainlah
kapan-kapan.” ucapnya lagi
“Atau
besok nih? ” Miko kembali tertawa lebih kencang dari sebelumnya.
“Kenapa tertawa?” tanya Juliet pada cowok itu
yang dari tadi hanya tertawa mendengar respon spontan bodohnya.
“Habis lo lucu. Muka lo kayak orang yang lagi
dipadang pasir ngeliat aer. Mupeng banget tau,” ucap cowok itu lagi.
“Ishh Miko. Gak lucu tau.” kata Juliet
menggerutu.”Gak usah. Gue gak butuh kok.”
Miko masih tetap tertawa. Sejenak tawanya
kemudian berhenti “ Gue mau bawain Taylornya besok. Mau lo butuh kek. Mau lo
gak butuh kek. Gue tetap bawain.” Cowok itu mengangguk pasti.
Senyum yang gak diundang itu terulum dibibir
Juliet mendengar perkataan Miko. “Terserah lo deh, Mik. By the way thanks ya Cdnya.”
Miko hanya tersenyum tipis. Ia puas. Akhirnya
kini ikan besar tersebut jatuh ketangannya. Ternyata teknik awal playboy yang ia benar-benar ampuh.
Juliet segampang iitu masuk kedalam jebakannya. Kalau saja dari awal dia tahu
gadis seperti Juliet itu menyukai hal berbau Taylor Swift disertai dengan
sedikit perilaku manis, tentu saja dia tidak perlu repot-repot untuk mengambil
perhatian Juliet dengan caranya selama ini. Sebentar lagi Juliet akan jadi
pacarnya.
Tanpa disadari oleh kedua pihak, selain Dytha
yang tentunya menaruh ekspresi cemberutnya lantaran tidak suka dengan Miko,
masih ada sosok lain yang dari tadi melihat pembicaraan mereka dari balik
pintu. Andre. Cowok itu terlihat sangat geram dan berlalu pergi meninggalkan
ketiga orang didalam kelasnya sebelum jejaknya ketahuan.
***
Semenjak peristiwa itu, hubungan Juliet
dengan Miko terjalin lagi. Mereka bahkan tambah akrab. Sikap Miko yang
tiba-tiba berubah baik, perhatian, romantis mengubah pandangan Juliet terhadap
Miko. Miko sering mengantarkan Juliet pulang kalau pak Udin telat menyusulnya,
Miko sering menghampiri Juliet ke kelasnya untuk sekedar berbincang tentang
Taylor Swift, Miko juga beberapa kali mengajarkan Juliet mengerjakan tugas seni
rupanya. Semua cara Miko lakukan agar mereka menjadi lebih banyak waktu untuk
berduaan. Perlahan-lahan kehadiran Miko mulai mengisi kembali ruang hampa di
hatinya. Seperti maling ulung Miko sukses membobol brankas hati Juliet.
Kedekatan Miko dan Juliet semakin menuai
bisik-bisik gosip yang gak jelas. Gosip yang sempat membuat juliet stress dan
tak mau sekolah. Gosip apa lagi kalau bukan gosip permasalahan putusnya
hubungan Juliet dengan Andre yang dikarenakan perselingkuhannya dengan Miko.
Gosip seperti apa itu? Juliet tidak habis pikir motif apa dan siapa orang yang membuat
gosip murahan semacam itu? Orang-orang itu mungkin hanya sekumpulan orang bodoh
yang tidak mengerti siapa dia dan seenak jidat ngejudge dia sembarangan.
Seperti halnya Juliet, gosip tersebut juga
sampai ditelinganya Miko. Cowok itu hanya santai saja. Ia tidak mau terlalu
menganggapi gosip itu. Katanya gosip itu sama sekali tidak penting baginya. Gosip
sama dengan Angin lalu yang akan membawamu menjadi dikenal.
Bab 4
“Ngapain lo, Jul
senyam-senyum sendiri?” tanya Dytha pada pagi hari ketika dia dan Juliet berada
dikantin saat istirahat.
“Gak apa-apa. Siapa
coba yang senyum-senyum. Lo aja yang alay,” kata Juliet menjawab pertanyaan
Dytha.
Dytha yang tidak
percaya dengan perkataannya langsung saja merebut handphone Juliet secara paksa
dan membaca semua message di BBM .
‘Aduh mati aku.’ desah Juliet dalam hati. Dytha pasti
benar-benar marah kalau melihatnya masih saja berhubungan dengan Miko. Juliet
juga tak tahu, kenapa dia tidak bisa menuruti perkataan Dytha dan semuanya dia
lakukan berkebalikan dengan perkataan Dytha.
Dia membalas pesan Miko, Dia sering keluar bareng Miko, sering ke kantin
bareng miko dan lain-lainnya sama Miko (Eits, tapi gak semuanya juga sih).
Walaupun dia ngelakuin semuanya sembunyi-sembunyi. Jangan salah, bukannya dia
mau membohongi Dytha. Dia hanya membuatnya untuk tidak marah-marah saja.
Beribu cara sudah Juliet lakukan untuk
menjauhi Miko, namun cara-cara itu hanya bertahan 3 hari paling lama. Miko
sudah benar-benar bisa mengubah perasaan Juliet. Entah kenapa sulit sekali bagi
Juliet untuk menajuhinya. Juliet merasa sosok Miko yang begitu istimewa. Ia
selalu membuat Juliet merasa senang dengan cara-caranya, kejahilan Miko yang
awalnya membuat Juliet sebal, kini dia malah merindukannya, dan hal itulah yang
membuat Juliet tidak bisa kehilangan Miko.
“Ohh bagus ya, Jul. Kan
udah gue bilang. Jauhin Miko! ” tegas Dytha yang hampir berteriak kencang.
“Maaf, Tha,” ucap Juliet
sesal. Sesuatu yang sudah ia tutup-tutupi akhirnya ketahuan juga.
Dytha hanya memandang Juliet lekat-lekat. “Lo
kan gak boleh ketemuan lagi sama dia. Lo bilang sendiri kan. Waktu di kantin
kemarin itu pertemuan lo sama Miko yang terakhir. Pokoknya lo jangan pergi sama
dia ntar sore,” ujar Dytha masih dengan nada membentaknya.
“Tapi, Tha.. Kata Miko
ntar sore ada sesuatu penting yang mau dia omongin.”
“Issh lo ini ngerti
bahasa Indonesia gak sih? Jauhin Miko!” Nada suara Dytha makin meninggi. Juliet
hanya bisa mengangguk pasrah. Segitu bencinya Dytha sama Miko. Awalnya juga
Juliet membenci Miko seperti Dytha, tapi rasa benci itu berangsur menghilang
begitu saja, seakan logikanya sudah dibutakan oleh semua kebaikan dan perubahan
sikap Miko padanya.
“Iya deh nanti gue coba
ngomong ke dia.”
“Terserah lo deh, Jul.
Gue capek jelasinnya ke lo. Lo juga gak pernah mau ngerti. Lo bilang lo gak mau
digosipin yang enggak-enggak sama Miko, tapi lo nya sendiri malah begitu.
Orang-orang pasti mikir kalau lo itu beneran selingkuh sama Miko, Jul”
“Tapi,Tha. Kenapa
orang-orang nganggepnya begitu? Sementara Andre mungkin juga kan sekarang udah
pacaran sama Nancy. Orang diaorang kayaknya dekat banget sih. Kenapa dia gak
dianggap selingkuh juga? Dia malah lebih parah.” Juliet tidak bisa menerima
tudingan Dytha.
“Taulah. Lo orang
sama-sama parah. Pusing gue sama lo orang.”
Dytha pun berlalu meninggalkan Juliet
kekelas. Juliet mengejarnya. Namun langkahnya begitu cepat membuat Juliet
tertinggal.
***
Sore itu sudah beribu
alasan yang Juliet keluarkan, tapi Miko tetap menjemputnya kerumah. Akhirnya
Juliet terpaksa pergi dengannya. Kijang Hitamnya melesat sangat kencang. Juliet
tak tahu tujuannya cowok tersebut mau kemana. Ia hanya bilang mau membawanya ke
tempat yang indah.
“Kita mau kemana sih?
Kok dari tadi jauh banget gak nyampe-nyampe?”
tanya Juliet penasaran.
“ Lo liat aja nanti.”
Miko berkata sambil membelokkan mobil barynya ke jalan yang lebih sempit. Dia
memasuki gang kecil diantara dua bangunan besar. Juliet menengok celingukan
kekiri dan kekanan. Tempat ini benar-benar asing baginya.
Juliet bertanya-tanya
dalam hati. Sebenarnya dia ini mau dibawa kemana sih?
Beberapa saat kemudian Miko memberhentikan
kijangnya tepat didepan gedung
dengan bangunan atap berbentuk kubah setengah lingkaran, dengan tembok berwarna
biru.
Julie dan Miko berdiri
didepan pintu besar bangunan itu. Bangunan itu terlihat unik. Ada sebuah patung
salah satu tokoh besar di Indonesia, Ismail Marzuki.
“Tempat apa ini, Mik? tanya
Juliet lagi. Juliet takjub dengan tempat ini begitu ia memasukinya. Bangunan
itu begitu besar dan juga mewah dengan gambar-gambar bintang dan susunan tata surya.
Mereka sudah berdiri didepan sebuah loket untuk masuk kedalam. Disana terlihat
replika baju astronot serta gambar kehidupan jaman dinosaurus. Ketika masuk
jauh kedalam lagi, terlihat beberapa diorama susunan tata surya, serta beberapa
batu meteorit yang pernah jatuh di Indonesia. Benar-benar Astronesiatik.
Miko menggandeng Juliet yang masih terpesona dengan
semua ini. Gila!! Baru pertama kali dia melihat tempat sekeren ini.
Mereka memasuki sebuah
gedung pertunjukan, seperti bioskop. Di bagian tengahnya terdapat sebuah proyektor berwarna
biru bertuliskan Carl Zeis. Proyektor
ini yang dapat menggambarkan suasana bintang di angkasa ke atas kubah. Posisi
kursi dapat dimiringkan hingga Juliet dapat terlentang untuk memudahkan dalam
melihat ke atas kubah. Miko tersenyum, “ Ini Planetarium. Lo
belum pernah kesini? Bentar lagi kita mau nonton pertunjukan.”
Benar kata Miko. Selama pertunjukan itu Juliet seakan dibawa terbang ke angkasa, sehingga
begitu dekat dengan bintang-bintang. Materi yang ditayangkan adalah seputar
tata surya. Menceritakan posisi bintang-bintang dalam konstelasi astronomi.
Jadi bentuk-bentuk bintang Virgo, Libra, Sagitarius, Leo dan lain-lain
digambarkan dengan cukup jelas, termasuk formasinya dan letaknya di malam hari.
Selain itu dijelaskan juga benda-benda langit ada bulan, komet, asteroid,
matahari, planet dalam tata surya, lengkap dengan ukuran dan sifat-sifatnya.
Pertunjukan berakhir, namun
Juliet dan Miko masih duduk di sana.
“Jul, tahu gak, dulu waktu
kecil gue pingin banget punya satu bintang yang selalu gue lindungin.” Miko
menatap Juliet dalam-dalam. “Iya
benaran. Dari kecil gue selalu pingin jadi hero kayak peterpan buat
ngelindungin orang-orang yang gue sayang. Miko memegang lengan Juliet. And you know what? U’re the most priceful
star i’ve ever had. I’ll never let it go whatever happened. I’ll protect u no
matter what because i want tobe your hero.” I love u, Jul.
Wajah Juliet yang putih
mendadak memerah. Dia terperangah. Juliet hanya terdiam, namun dihatinya muncul
beribu pertanyaan. Lututnya mulai berubah menjadi selembek dodol.
“Kok diem?” tanya Miko
padanya.
“ Ehh ngg,, Itu tadi maksud lo apaan?” Lidahnya
mendadak menjadi selengket permen karet hingga sulit untuk berbicara.
“Kalau cowok ngomong ‘i love u’ ke cewek itu artinya apa?”
Juliet kembali terdiam. Sepertinya Miko bisa
membaca pikirannya. Ia kemdian berkata “Gue gak minta lo jawab sekarang kok.
Tapi yang jelas gue udah ngungkapin semua perasaan gue ke lo.”
Juliet masih terdiam mematung , membisu,
mendadak dia terserang gejala stroke alias susah ngomong.
“Ya udah, gak usah dipikirin sekarang. Kita
jalan lagi, yuk!”
***
Pukul lima tiga puluh mereka keluar dari
tempat itu karena menyadari jam pengunjung sudah habis, Miko membawa Juliet ke
suatu tempat yang katanya gak kalah indahnya dengan Planetarium.
Mobil kijang Miko berhenti disebuah taman.
Ternyata pada malam hari taman ini tidak juga kehilangan keindahannya. Miko
menarik Juliet berjalan ke rerumputan hijau dan duduk disana. Dari sini mereka
dapat melihat dengan jelas panorama langit malam dengan pernak-pernik tata
surya.
Langit begitu cerah sekali. Bulan sabit masih
bersinar ditemanin dengan bintang disekitarnya sangat indah. Juliet dan Miko
duduk berdua menatap langit malam itu. Mungkin itu merupakan langit terindah
yang pernah dilihat Juliet sepanjang malam.
“Indah ya, Jul?” tanyanya kemudian
“Ngg.. Iya banget.”
Miko menatapnya sambil tersenyum “Sama
indahnya kayak lo, dimata gue.”
Sialan! Jurus gombal Tomcat satu ini kembali
sukses membuat pipi Juliet merona lagi. Oh,ya Juliet dari dulu selalu menjuluki
Miko dengan julukan tomcat. Cowok tomcat menel yang punya jurus gombalan maut
yang memabukkan mantan-mantannya. Kali ini kenapa dengan mudahnya dia terkena
gombalan itu?
“Eh,Mik. Kalau boleh gue jujur. Gue juga
sayang sama lo. Gue juga gak tahu sejak kapan perasaan gue berubah. Tapi gue
gak yakin sama perasaan lo ke gue.. Gue takut kalau.. Ng maksud gue...” Juliet
yang awalnya ragu mengungkapkan perasaannya akhirnya mengungkapkannya juga. Miko
yang seakan tahu arah pembicaraan kini mulai menginterupt perkataan Juliet.
“Gue tahu predikat gue
sebagai playboy disekolah buat lo gak yakin sama perasaan gue. Tapi semua orang
bisa berubah, Jul karena cinta. Terserah lo mau percaya apa gak, tapi gue janji
sama lo gue gak akan pernah deketin cewek lagi. Gue cuma mau sama lo.”
“Tapi kenapa harus gue?
Bahkan gue gak cantik. Gue gakk...
Lagi-lagi cowok ini tahu arah pembicaraan.
Untuk kedua kalinya ia kembali memotong ucapan Juliet yang belum selesai dengan
meletakan jari telunjuknya kebibir Juliet. Tindakan yang membuat Juliet semakin
merona saja.
“Mungkin semua orang,
termasuk lo mikir gak ada yang spesial dari lo, tapi buat gue ada sesuatu di lo
yang maksa gue dan ngebuat gue sayang sma lo.”
Ucapan Miko tadi
benar-benar membuat Juliet tak bisa berkata-kata lagi.
Sumpah! Hari ini Dia benar-benar grogi, bahkan lebih grogi dari ada saat
pertama Andre menembaknya lewat SMS. Baru kali ini Juliet ngerasaiin ditembak
secara langsung kayak difilm romance
yang pernah dia tonton. Juliet gak tahu dengan perasaan Miko. Kenapa dia begitu
mudah mengutarakan perasaannya? Apa karena dia sudah terbiasa mengatakan
perasaannya ke cewek?
Angin bertiup pelan
menyapu daun-daun yang berguguran dijalanan. Miko mengantarkan Juliet pulang
menyusuri jalanan yang hanya diterangi lampu jalan.
“Jul, gue janji akan
berubah demi lo. Gue janji gue gak akan deketin cewek lagi. Gimana?”
Juliet tersenyum,
lesung pipinya langsung kelihatan. Kemudian ia meletakan tangannya ke dadanya.
Matanya menatap Miko “Makasih ya, Mik. Hari ini bener-bener spesial. Gue peraya
kok sama lo. Dan..”
“Dan..?”
“ Aku mau jadi pacar
kamu.”
Tanpa sadar ia
mengucapkan 5 kata tersebut. Lima kata yang membuatnya merasakan satu
penyesalan yang dalam. Ternyata kata hati itu tidak selalu benar...
Sejak hari itu, Juliet
menjalankan hari-barunya sebagai pacar Miko. Mereka ke kantin berdua, istirahat
berdua. Ke perpustakaan berdua. Semuanya serba berdua. Layaknya pasangan siswa
siwi di sekolah. Hal ini sontak saja membuat teman-temannya bergidik tak
percaya. Mereka semua bertanya-tanya dari awal. Apalagi Dytha. Juliet masih
terbayang wajah kolotnya Dytha waktu Juliet bilang, dia sudah resmi berpacaran
dengan Miko. Namun tetap saja, dari semua itu yang kontan membuatnya terkejut
adalah Andre yang mengucapkan selamat kepada Juliet dan Miko dengan wajahnya
yang sedikit kusut.
Hari ini adalah hari
jadi seminggu Juliet dengan Miko. Gak terasa cepat sekali waktu berlalu. Semua
banyak berubah. Tapi tidak halnya pada teman-teman Juliet yang bersih kukuh
menyuruh Juliet untuk putus. Berita terakhir tentang Andre yang Juliet dengar
sekarang Andre sudah jadian juga dengan seorang cewek. Yang mengejutkan cewek
itu bukan Nancy, melainkan Tika, teman kecilnya.
Sudahlahh. Lupakan.
Kenapa Juliet harus mikirin Andre. Sekarang dia sudah punya Miko. Miko
pacarnya. Miko juga menepati janjinya untuk berubah. Ia tidak berhubungan
dengan cewek lagi, selain Juliet. Sudah terbukti. Dan mereka sering tukeran
handphone.
Banyak juga
guru-guru yang mengetahui hubungan mereka. Mau gimana lagi? Miko dan Juliet
memang anak-anak yang terkenal dipengamatan guru. Tapi ya sudahlah. Yang
penting hubungan mereka itu tetap berjalan mulus sesuai harapan.
Kebahagiaan itu selalu menyelimuti hubungan
mereka. Hubungan yang semakin lama semakin romantis dan membuat orang-orang
iri. Juliet berharap Miko bisa mengajarkannya dia apa arti kesetiaan dan cinta.
Juliet benar-benar merasa Mikolah sosok yang akan menghapus hipotesisnya
tentang cinta yang hanya bertahan selama enam bulan. Namun sayang, harapannya harus
dia tutup dalam-dalam, saat 3 bulan sudah berakhir. Dan disanalah Miko kembali
menjadi sosok seorang Miko.
Bab 5
Juliet menekuk wajah mungilnya.
“Apa bener kali ya cinta itu cuma bertahan 3 sampai 6
bulan aja?”
Dytha yang mendengar pertanyaan yang tiba-tiba terlontar
keluar dari bibir Juliet tertawa.
“Ihhh kok ketawa?” Juliet mendengus kesal.
“Ya habis lo bisa ngomong kayak gitu. Entah dapat
referensi dari mana kali? Emang lo habis baca buku apa? Karangan siapa?”
“Ihh Dytha gue serius. Gue sih gak baca buku, tapi
menurut pengamatan gue sih begitu. Lo ingat gak waktu si Rasty sama Doni
pacaran? Mereka berantem pas tiga bulanan terus habis itu gak lama kemudian
putus. Lo sama mantan lo juga. Pas udah tiga bulan berantem melulu.” terang
Juliet panjang lebar kepada Dytha yang nampaknya mulai mencerna perkataan
Juliet.
“Bukan berarti cinta cuma bertahan tiga bulan, tapi itu
karena tiga bulan itu adalah titik jenuh dan banyak terjadi masalah-masalah
muncul jadi kalau kita bisa bertahan menghadapi itu semua, kita gak bakal putus
kok. Lo liat tuh si Lea sama Mario mereka udah mau setahun juga
langgeng-langgeng aja.”
“Iya juga ya. Tapi kan Jarang, Tha.” Juliet manyun.
Mukanya sudah seperti origami yang ditekuk dan dilipat-lipat gak keruan.
“Lagian lo kenapa tiba-tiba ngomong begitu? Berantem lagi
tah sama Miko?”
“Ember.”
“ Kalo ini kenapa lagi? Gara-gara Vella lagi? Tumben lo
lagi berantem gak nangis. Akhirnya.”
Juliet kaget melihat Dytha yang bisa langsung menebak
penyebab kami berantem. Ya, Vella, sahabat ceweknya Miko. Perlakuan Vella ke
Miko dan perlakuan Miko ke Vella itu baginya lebih dari sekedar sahabat. Juliet
sudah bisa merasakannya, bahwa Vella memang menyimpan perhatian khusus pada
Miko. Mungkin saja kan hal-hal seperti di lagunya Zigas terjadi, sahabat jadi
cinta. Juliet sudah pernah membahas hal ini dengan Miko, hanya saja dia
selalu menganggap ini berlalu. Kata-katanya selalu berhasil menyakinkan Juliet
bahwa antara dia dengan Vella tidak ada apa-apa. Entahlah setiap dia berkata
semacam itu otak dan hati Juliet menjadi tidak sinkron. Otak Juliet tidak bisa
mempercayai sepenuhnya, tapi hati malah menaruh kepercayaan yang besar. Juliet
tetap harus berusaha mengambil sugesti positif kalau Miko dan Vella tidak ada
hubungan apa-apa. Setiap mereka melakukan hal yang menunjukan kalau mereka
‘lebih dari’ seorang sahabat, Juliet coba berpikir kalau ini semua hanya
pikirannya yang terlalu berlebihan karena tidak mau kehilangan Miko. Lagian
juga dia yakin Miko sangat menyayanginya.
“Gue
udah nangis semalem,” katanya sambil menunjukkan matanya yang masih sedikit
bengkak tapi tidak terlalu terlihat.
“Udahlah,
Jul. Lagian lo juga sih. Gak mau dengerin kata gue. Gue kan udah....”
Juliet
langsung memotong perkataan Dytha. Ada sesuatu yang harus ia ceritakan
kepadanya sebelum Juliet lupa. Sebenarnya dari kemarin Juliet mau cerita pada
sahabatnya satu ini. “Gue tahu kok. Waktu itu Miko bilang sama gue, kalau dia
itu deketin gue cuma untuk balas dendam sama Andre, soalnya si Andre itu udah
ngerebut cewek yang dia sayang dulu sebelum dia jadi playboy. Dia ngomong itu udah lama banget...”
Sekarang
Dytha gantian memotong perkataanku. “Gila lo! Udah tau kayak gitu bukannya
diputusin. Udah gue bilang dari awal Miko itu cuma maenin lo. Ihh mana itu
anak? Biar gue kasih pelajaran dia.” Nada bicara Dytha mulai meninggi,
nampaknya emosinya sudah mulai meluap-luap.
Juliet
berusaha menenangkan Dytha yang nampaknya salah paham. “Ihh dengerin dulu gue
belum selesai. Dia bilang ternyata seiring berjalannya waktu dia malah sayang
beneran sama gue. Pas itu dia kasih pilihan buat gue mau ngelanjut hubungan apa
gak. Terus dia juga bilang kalau mau marah, maki-maki aja dia.”
“Terus
lo gak marah sama dia?” Mata bulat Dytha menatap Juliet tajam.
Juliet
menghela napas panjang lalu menjawab pertanyaannya “Gak. Mana bisa gue marah
sama dia, bahkan gue mau ngelanjut hubungan sama dia sampai sekarang.”
JULIET?!!?
Suara
teriakan Dytha yang memanggil namanya melengking diruangan kelas. Juliet secara
sigap langsung menutup mulutnya. Dytha mulai mengatur napasnya yang naik turun.
Juliet tidak tahu apa yang terjadi sama anak itu. Apa aku salah? Emang apa salahnya maafin seseorang, kan setiap orang
pernah saja melakukan kesalahan. Lagian Miko kan juga bilang dia sekarang
benar-benar sayang sama aku.
Setelah
ia berhasil mengendalikan dirinya, Dytha kembali berbicara lagi
“Ya
ampun, Jul. Niat awal dia aja udah buat maenin lo. Dia jadiin lo buat alat
balas dendam, Jul. Gak habis pikir gue sama itu orang. Gue juga gak habis pikir
sama lo. Sumpah! Gue heran kenapa pula gue punya sahabat yang sabar dan
tololnya luar biasa kayak lo. Lo orang berdua sama-sama gila!”
Cinta kan bisa membuat seorang
Einstein pun menjadi tolol, Tha. Apalagi gue yang otaknya tidak sepintar
Einstein.
“Ya
habis kayak mana geh? Gue gak bisa marah sama dia. Gue sayang sama dia.”
“Sayang?
Apa sih yang lo lihat dari dia? Ganteng aja gak? Dia cuma lelaki menel yang
berlagak sok playboy dan bersikap sok manis ke semua cewek. Dan gue yakin lo
udah kena rayuan manis dia. Yang namanya Playboy
yang tetap terus akan jadi playboy.”
“Iya
sayang, eh bukan. Mungkin perasaan gue ini bukan hanya sayang, tapi cinta. Kita
gak punya alasan untuk bisa cinta sama seseorang karena cinta itu murni datang
dari hati, tanpa dipikirkan. Kalaupun ada cinta yang beralasan berati cinta itu
yang dia rasakan bukan dari hati melainkan dari otak karena hanya otak dan
pikiran yang mampu membuat alasan.”
Dytha
hanya menatap Juliet lekat-lekat. Juliet rasa ia mulai mengerti bagaimana
perasaannya sekarang.
“Ya
udah lah, Jul. Kita jangan ngomongin Miko lagi dari pada gue jadi darah tinggi
dibuat lo.” Dytha sudah putus asa. Sekuat apapun dia menyakini Juliet, tetap
saja cinta itu lebih bisa megontrol hati dan perasaan juliet. Buktinya Juliet
mau-mau aja jadian diem-diem sama Miko, tanpa bilang dulu sama dia. Susah.
Malam
ini langit begitu indah. Juliet duduk diteras depan rumah memandangi
bintang-bintang yang seakan tersenyum menyapanya. Dia mulai merogoh saku celana
tidur dan mengeluarkan blackberrynya yang bergetar.
Miko:
Lagi sibuk gak?
Juliet
segera membalas pesan dari Miko. Oh, iya aku lupa. Juliet dan Miko memang
selalu begini. Setiap mereka berantam pasti gak akan pernah lama. Paling lama
juga sehari. Habis itu baikan, bahkan dia jadi lebih romantis sehabis iu.
Me:
Gak kok. Kenapa?
Miko:
Mau nelpon nih. Boleh?
Juliet
membaca dua kali pesan dari Miko. Juliet membacanya sambil mengusap-usap mata
berulang kali. Perasaan senang menyeruak dari hatinya. Dulu dia sering banget
nelpon pas di awal-awal pacaran. Juliet selalu seneng denger suara dia dibalik
telpon, dengar nyanyiannya dia. Suara
Miko emang bagus kalau lagi nyanyi. Sudah lama dia dan Miko tidak pernah
telponan. Kenapa hari ini dia tiba-tiba mau nelpon? Tuh, kan benar. Dia jadi
lebih romantis emang kalau habis berantem. Buru-buru Juliet berlari mengambil
seperangkat headset kuning didalam
kamar.
Setelah
semua siap. Juliet kembali membalas pesannya.
Me:
Boleh. Telpon aja sekarang.
Selang
beberapa menit, blacberrynya
berdering. Juliet cepat-cepat menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan
masuk.
“Hallo.” Sayup- sayup suara Miko terdengar.
“Iya
halo sayang. Tumben nelpon. Kenapa, nih?” Juliet langsung saja menanyai
pertanyaan yang sudah mutar-mutar diotaknya.
“Kangen
denger suara kamu.”
Spontan
kata-katanya membuat hati Juliet begejolak. Untung saja pembicaraan ini lewat
telepon. Jadi Miko gak tahu wajah Juliet mulai memerah dibwah sinar sang bulan.
“Jiahh..
Dia malah gombal,” ucap Juliet kemudian sambil tesenyum malu.
“Ihh
malah dibilang gombal coba. Emang salah nelpon kalau kita nelpon pacar? Orang
biasanya aku juga sering nelpon geh.”
“Gak
kok.” Juliet cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
“Lagi
ngapain? Jadi gimana tadi disekolah. Mau cerita? Tadikan aku gak ketempat kamu.
Sebenarnya tadinya aku mau ke kelas kamu minta maaf. Maaf ya, aku tadi minta
maafnya cuma lewat SMS.”
“Gak
apa-apa lagi. Harusnya aku loh yang minta maaf. Oh tadi dikelas seru gila. Pas
pelajaran ekonomi....”
Belum
selesai Juliet bercerita tiba-tiba sambungan telpon dari ujung sana putus.
Juliet coba telpon balik. Juliet pikir pulsa Miko habis. Sayangnya telpon direject olehnya. Beberapa detik kemudian
dia sms.
Miko:
Sorry ya sayang. Tadi itu aku lagi
nungguin Vella. Aku tadi sendirian didepan rumahnya. Dia lama banget dandannya.
Terus aku nelpon kamu deh. Kamu beneran gak jadi pergi pesta? Kalau kamu mau.
Aku suruh Bryan jemput kamu. Biar ntar kita bisa jadi pasangan pollow.
Me:
Gak usah. Gak apa-apa kok. Have fun
ya diparty. Jangan lupa makan yang banyak.
JLEEEBBB!!!
Perkataan
Miko bagaikan sebilah pedang yang mengoyak habis seluruh hatinya. Sehabis membalas pesan itu. Air mata mulai
turun bagaikan hujan deras yang membasahi pipi Juliet. Saat ini air mata yang
banyak itu tidak cukup untuk mengobati luka besar dihatinya. Semuanya mati
rasa. Perasaannya juga seakan sudah mati dari awal. Terlalu sering perasaannya
dibohongi. Dibohongi Miko juga dibohongi dirinya sendiri.
Juliet tersadarkan oleh sesuatu. Pesta. Dia
lupa kalau hari ini pesta Natasha.Dia memang bilang gak mau datang kepesta sih.
Dan seketika otaknya mulai mendapatkan pertanyaan yang dari tadi dia tanya ke
Miko”mengapa ia menelponnya?” Sekarang
dia mulai tidak bisa mengendalikan pikirannya yang sudah menghambur kemana-mana
lantaran sms tadi. Miko cuma nelpon aku
karena dia jenuh nungguin Vella, Miko lebih memilih jemput Vella dan menyuruh
Bryan untuk menjemputkku. Aku yang statusnya saat ini sebagai pacar dengan
sembarangan dia menitipkan aku seperti barang keorang lain. Sungguh tak
bisa dipercaya.
Juliet
tambah menangis sejadi-jadinya. Air matanya yang sudah jatuh dari tadi sekarang
bukan hanya membasahi pipinya, tapi juga sprei kasurnya. Bukan untuk pertama
kalinya Juliet merasa begini. Juliet merasa seperti malaikat telah
menerbangkannya tinggi-tinggi dengan kepakan kedua sayapnya, namun ketika dia
berhasil terbang dan mencapai ketinggian, mendadak sayap yang ia berikan, ia
minta kembali. Dan dia terjatuh. Sakit. Hanya kata itu yang mampu menggambarkan
persaannya saat ini. Sesuatu kecil menusuk hati perlahan hingga dalam. Dan dia
terus mencoba menahan semuanya. Tuhaann!!! Sampai kapan dia akan sadar?
Juliet
menarik napas pajang dan memejamkan matanya sejenak. Dia mulai menyakinkan
persaannya lagi berkali-kali. Dan hal ini entah sudah berapa kali ia lakukan. ‘Tenang, Jul. Mungkin Miko tidak enak sama
Vella. Ingat Miko sama Vella hanya sahabat.’
Tanpa
mengecek kembali pesannya tadi dibalas atau tidak. Dia langsung tidur. Hanya
tidur bisa membantunya melupakan semua kenyataaan yang tadi ia dengar.
****
Pagi
itu, Juliet memasuki kelas seperti orang yang tidak punya semngat hidup. Hampir
sama seperti awal dia putus dengan Andre. Dytha dan Lea menyapanya dengan
senyuman mereka. Juliet benar-benar tidak ada nafsu untuk tersenyum dan hanya
berlalu menuju tempat duduknya. Kemudian menenggelamkan wajahnya disana.
Mereka
mendekati Juliet dan memandangi cewek itu bergantian.
“Lo
kenapa, Jul? Kurang tidur? Nonton moto gp?”
Pertanyaan
Dytha tersebut patut dimasukan kedalam pertanyaan terbodoh sedunia. Juliet yang
kesal menjawab pertanyaan itu dengan ngasal kuadrat.
“Iya
gue nonton moto gp sampai gue nangis semalaman. Gila sedih banget.” Juliet
masih menengelamkan wajahnya dan tidak menatap mereka.
“Hah?
Emang kenapa ada yang mati? Emang moto gp itu sedih ya? Bukannya seru?”
Sekarang
muncul lagi pertanyaan bodoh dari bibir Lea.
Hening.
Kelas memang hanya ada mereka bertiga kalau
pagi-pagi begini.
“Oh
iya, Jul. Gue kemarin liat Miko sama Vella jadi pasangan pollo di ulang
tahunnya Natasha. Gue liat juga Miko datang barengan sama Vella. Lo kok gak
ikut kesana? Bukannya lo mau jadi pollo sama Miko? Lo kok gak bareng....
Belum
selesai Lea berbicara Dytha yang dari tadi menatap Juliet kemudian membungkam
mulut cewek itu. Dytha duduk disamping Juliet memegang bahunya.
“Gue
ngerti kok, Jul,” ucapnya pelan
“Gue
juga,” sambung Lea tak lama kemudian.
Nampaknya
mulai hari ini Juliet harus lebih sering lagi menanamkan sugesti positif
dipikirannya tentang hubungan Miko dan Vella. Sugesti negatif selalu membawanya
kedalam kecurigaan yang nantinya akan merusak sendirinya hubungannya dan Miko.
Dan hal itu gak boleh terjadi. Miko sayang sama dia dan dia sayang sama Miko.
Jadi gak akan pernah mungkin ada orang ketiga diantara mereka.
Bab 6
3 bulan kemudian....
Disini titik
kejenuhan. Juliet penat dengan semua pertengkaran yang selalu ada, bahkan hampir
setiap kali. Hubungan mereka semakin menjauh. merenggang. Seperti sandal jepit
yang hampir mau putus. Tidak seperti awal lagi. Miko juga sepertinya jenuh
dengan hubungan yang semakin lama semakin retak ini. Pertemuan Juliet dan dia
juga sudah sangat berkurang frekuensinya. Bahkan lebih banyak dia bertemu
dengan Vella daripada dengan Juliet. Bayangkan saja! Miko sekelas sama Vella,
ikut ekstrakulikuler yang sama kayak Vella, dan rumahnya juga dekat sama Vella.
Mereka bisa bertemu setiap hari, kan? Kadang Juliet merasa Miko dan Vella itu
cocok. Setiap bersama Vella garis-garis wajah Miko menunjukan kalau dia sangat
bahagia.
Apa yang harus ia lakukan? Membiarkan hubungan ini runtuh
begitu saja atau mencoba bertahan? Bertahan sendirian? Sebuah rumah pun juga
akan roboh pada akhirnya, jika rumah itu hanya punya satu penyangga. Begitulah
perjuangan Juliet. Semua tentang dia sudah berubah. Kini yang ada hanya Juliet
dan cintanya, yang entah kapan akan bertahan.
Kembalilah aku sangat merindukan sosokmu yang dulu.
“ Woii bengong aja ntar kesambet!” seru Dytha yang
setegah berteriak. Suaranya yang menggelegar itu langsung mengangkat Juliet
dari lamunannya.
“Ihh lo ini ngagetin aja,” ucap Juliet sambil mengelus
dada. Matanya melirik sana sini. Mencari sosok manusia. “Dytha, kok lo gak sama
Lea?”
“Ohh Lea. Tadi dia kekelas cowoknya sebentar, katanya si
Mario minjem buku dia. Eh, Jul, si Lea ngajakin ke toko buku tuh. Buat beli
milimeterblok. Biasa untuk matematika yang selalu rempong.”
“Ohhh gitu, “ ujarnya singkat.
Dytha memandanginya dengan tampang mencurigai. Jiwa sok
menebaknya mulai keluar. “Berantem lagi ya?”
Juliet hanya berdeham karena males mengeluarkan satu
katapun untuk menjawab pertanyaan Dytha.
“Pasti tentang Vella lagi. Ampun dah gue. Gak bosen tah
lo udah 5 bulan masih aja berkelut dengan masalah yang lama.”
***
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Juliet segera
menumpuk buku ke dalam tas dan menarik Dytha keluar kelas. Langkah mereka
diikuti oleh Lea sambil tertawa dari belakang mereka.
Dytha
dan Juliet kemudian berhenti. Tepat didepan kami ada seorang cowok. Siapa lagi
kalau bukan pacar Lea. Sumpah! Lea dan
pacarnya itu so sweet banget,
walaupun mereka udah jadian dari lama tapi Juliet jarang melihat mereka
berantem. Bahkan hampir tidak pernah. Hubungan mereka ini bisa membuat satu
sekolah, termasuk Juliet menderita tekanan batin.
“Ohh
iya aku lupa hari ini kamu sama temen-temen kamu mau ke toko buku. Kalo gitu
aku gak usah nganterin kamu kerumah ya?” tanya Mario sambil menepuk pundaknya
Lea pelan. Matanya memandang lurus ke Lea. Dan inilah yang Juliet suka. Juliet
menyukai cara Mario menatap Lea seakan hanya Lea lah cewek yang ada dimata dia.
Lea
tersenyum. Wajahnya mulai melembut. “ Iya gak usah. Hati-hati ya dijalan.”
“
Iya kamu juga.” Mario berlalu melambaikan tangannya ke Lea. Ia juga tidak lupa
melambaikan tangan ke Juliet dan Dytha.
“CIEEEE.”
Juliet dan Dytha tersenyum menggoda Lea.
“
Apaan sih?” Lea pun berlalu dengan acuh. Sementara, Juliet dan Dytha masih
sibuk mengejeknya dengan meniru cara pembicaraan Aldi dan Lea tadi.
***
Mereka
bertiga sampai di toko buku 15 menit kemudian dengan angkot hijau yang selalu
lewat di luar gerbang sekolah. Toko buku Gramedia itu selalu ramai. Ketika
masuk kedalam toko mereka langsung menyerbu bagian penjualanan alat tulis. Dengan
sigap mata mereka menemukan benda yang semula dicari.
Setelah
membeli satu benda itu, Juliet mengajak Lea ke lantai atas toko itu yang
menjual kumpulan buku-buku. Mengapa harus Lea? Karena alam semesta juga pasti
tahu kalau gadis yang bernama Dytha itu paling alergi dengan buku, kecuali
majalah. Majalah yang berisi artis-artis K-pop. Apa lagi yang gadis itu cari
kalau bukan info tentang idolanya,G-dragon. Leadernya
Big bang.
“Ihh
kok lo orang gak ngajakin gue ke atas?” protes Dytha
“Ya
lo juga biasanya males kalau nungguin gue di rak novel. Kata lo ngeliat buku
bikin lo alergi.” Juliet menimpali protesan Dytha.
“Mungkin
aja ada majalah baru diatas. Gue mau lihat lah.” Dytha kemudian berlari
mendahului mereka. Juliet dan Lea hanya mengeleng-gelengkan kepala sambil
mengernyitkan alis mereka. Dasar Dytha!
Lea
sibuk di rak novel. Juliet memang menyuruhnya menjelajahi rak novel selama dia
masih sibuk menjelajahi rak buku pelajaran. Siapa tahu ada novel yang bagus. Dytha
dengan asyiknya berdiam diri membaca majalah K-pop sambil tersenyum autis.
Pasti dia ngelihat muka gantengnya Oppa
GD.
Juliet
berlari kecil menuju ke rak pelajaran yang terletak disudut toko. Mata
Almondnya berkonsentrasi mencari buku ekonomi akuntansi yang kemarin dia lihat,
hanya karena lupa membawa uang jadi dia tidak membelinya Kelihatannya buku itu
berpindah posisi. Kemarin dia yakin bener melihat buku itu ada dibagian rak
tempatnya sekarang mencari. Satu persatu sudut
diamati dari atas, bawah, kanan hingga kiri dan balik lagi kiri hingga
kanan. Matanya melebar seketika menemukan buku yang dimaksud tadi.
“Ahh
ketemu juga.” pekiknya riang. Tangannnya memegang buku itu.
Tiba-tiba
seseorang yang tak dia kenal dan tak diundang juga sudah berada disampingnya.
Tangannya menyentuh buku yang Juliet pegang. Dan tanpa permisi atau apa orang
itu menarik buku yang hanya tersisa satu dirak itu dari Juliet.
“Akhirnya
ketemu juga,” ucap cowok itu.
Dia
kemudian dengan seenaknya pergi meninggalkan Juliet yang masih
terbengong-bengong ditempatnya.Setelah otaknya benar-benar connect kembali, Juliet langsung melangkah secepat kilat. Dasar cowok gila. Maen seenaknya aja merebut
buku orang. Juliet menghadang cowok itu. Gadis itu berdiri di depan cowok
itu dengan posisi kedua tangan terlentang dan kaki dilebarkan. Cowok itu terkesiap
kaget. Spontan dia mundur kebelakang. Tanpa buang waktu lagi, Juliet langsung
menyambar buku ditangannya. Eh, sayangnya gerakan cowok itu lebih gesit
darinya. Buku itu tidak berhasil diambil. Masa Juliet perlu maki-maki ini orang
sih?
“Woii,
maaf ya mas. Itu buku tadi gue yang nemuin duluan. Mas jangan maen asal ngambil
aja dong. Cari aja buku yang laen kan masih banyak,” ucapnya geram
Cowok
itu menatap Juliet dari atas sampai bawah dengan pandangan aneh. Ingin sekali
Juliet mencakar-cakar muka cowok itu yang halus.
“Sorry
ya mbak, tapi sekarang buku ini toh ada ditangan saya. Jadi kenapa gak mbak aja
yang nyari buku laen? Bukannya mbak bilang buku masih banyak?”
Juliet
hanya terdiam geram sambil menggertakan giginya. Jelas-jelas tadi yang megang buku itu aku dan dia yang merebutnya tanpa
permisi.
“Ihhh
lo ini jadi cowok kok gak mau ngalah sih sama cewek? Dasar cowok yang gak tahu
sopan santun! Tadi kan yang megang buku itu gue. Dan lo rebut-rebut gak
bilang-bilang,” pekik Juliet kemudian. Teriakannya yang cukup kencang tadi
membuat beberapa orang melirik ke arah mereka.”
“
Karena gue gak pernah memandang perbedaan gender. Gue anggap cewek sama cowok
itu sederajat, jadi buat apa gue ngalah. Dasar cewek gila seenaknya aja bilang
orang gak tahu sopan santun! Gue memerlukan buku ini. Gue mau beli. Udahlah gue
lagi buru-buru nih!” Nada suaranya mulai meninggi.
Ya Tuhan. Ini cowok bener-benr deh.
Udah nyeramahin aku, sekarang dia malah bilang aku cewek gila. Siapa coba yang
patut dibilang gila? Juliet juga perlu buku itu.
Semakin banyak mata yang memandang kesini. Sosok Dytha dan Lea juga ikut
memperhatikan mereka. Aduhh!! Bikin malu sunggut
Juliet.
Cowok
itu kemudian memutuskan untuk mengalah. Ia tidak mau membuat sensasi yang lebih
memalukan lagi di toko buku ini. Ia mengatur nafasnya pelan-pelan agar emosinya
tidak kembali memuncak.
“Eh cewek galak! Ini lo ambil aja bukunya.
Lagian gue bisa aja kok nyari ditoko buku laen besok. Atau sekalian ke penerbitnya
langsung.” Cowok itu memberikan buku yang ditangannya kepada Juliet. Dengan
menahan hasratnya yang gatal sekali ingin mengambil buku itu. Juliet pun menolaknya. Harga diri lebih
penting dari buku itu. Bisa-bisa cowok sombong itu semakin songong.
“Gak
usah gak perlu. Ambil aja tuh ambil,” tolaknya mentah-mentah.
“
Ya udah. Gue mau kembaliin lagi ini buku ke rak. Kalau-kalau lo berubah
pikiran. Sekali-sekali beramal sama orang yang lebih membutuhkan.” Cowok itu
menekankan kata ‘membutuhkan’ dengan nada mendalam.
Hah? Apa kata cowok
itu? Dia kembaliin ke rak dengan alasan
mau beramal sama gue gitu? Ya Ampun kenapa di Indonesia harus ada makhluk aneh
macem dia.Tadi dia mati-matian mau ini buku. Sekarang... Tapi bagus sih.
Seengaknya gue bisa ngambil habis cowok itu meletakannya dan harga diri gue
masih terpandang.
Juliet
berpura-pura tidak peduli. Cowok itu melakukan apa yang dia katakan. Buku itu
dia kembalikan lagi ke rak buku. Setelah cowok itu pergi dari rak itu dan
berjalan ke kasir dengan buku yang ia pegang ditangannya. Juliet menyelinap ke
rak itu diam-diam lalu mengambil buku itu. Dari kejauhan cowok itu
memperhatikannya sambil tersenyum.
Dytha
dan Lea, juga Juliet telah menemukan apa yang mereka cari. Juliet mendapatkan
buku itu, Lea mendapatkan novelnya, Dytha mendapat majalah terbaru K-pop.
Mereka memutuskan untuk pulang. Dytha
dan Lea terus saja menanyai Juliet beribu pertanyaan yang berkaitan dengan
insiden ditoko buku tadi. Hal itu membuat aku harus kembali menahan emosinya
yang tadi sudah terpecahkan oleh cowok itu. Susah juga kalau punya sahabat
kepo.
***
Pintu
terbuka. Udara sejuk karena pendingin ruangan yang baru saja dihidupkan mama
membuat Juliet sedikit lega. Seengaknya pendingin ini gak hanya menyejukan
raganya yang sudah dibanjiri keringat, tapi juga jiwanya yang sudah membludak
emosi.
Juliet
melempar tasnya ke sembarang tempat lalu menyandarkan punggungnya kesofa
berbentuk bunga matahari ditengah kamar cewek itu. Ia memejamkan matanya yang
sudah lelah. Sudah cukup hari ini ia menderita kelelahan dibuat cowok di toko
buku tadi. Otaknya tiba-tiba masih berputar mengingat kejadian memalukan ditoko
buku itu.
Dia
kembali mengerang kesal. Sungguh keteraluan sekali cowok yang tidak tahu sopan
santun itu.
Ahh,
sudah. Dia memaksa otaknya untuk tidak mengingat peristiwa tadi. Sekarang yang
benar-benar dia butuhkan adalah waktu untuk berhibernasi. Baiklah tanpa
membuang-buang waktu Ia langsung beranjak dari sofa itu ke ranjangku yang super
empuk. Tangannya meraih bantal Hello Kitty kesayangannya dan merebahkan kepala
diatas sana. Perlahan matanya pun terpejam.
Sayup-sayup
suara ponsel membangunkannya. Juliet mendadak kaget ketika menemukan ponselnya
dan melihat jam dibagian atasnya. Jam sudah menunjukan pukul 7 malem. Astaga!
Dia tidur 4 jam
Juliet
membaca sms yang masuk dikotak masukku.
Aku mau pergi sama temen-temen
kerumah Vella hari ini. Dia ngadain BBQan. Boleh kan aku pergi?
Apalagi
ini? Barusan juga dia bangun dari tidur yang menenangkan. Sekarang dia sudah
mulai dibuat kesal lagi. Juliet menimbang, sedikit bingung menjawab pertnyaan
dari sms Miko tadi. Alhasil dia merelakan keegoisannya dan membiarkan Miko
bersama Vella. Gak mungkin kan dia menganggu hubungan Miko dan
sahabat-sahabatnya, bahkan dia saja tidak pernah melarang Juliet pergi bersama
Dytha dan Lea. Juliet tidak tahu pada akhirnya keputusannya ini membuat sebuah
penyesalan.
Ya udah gak apa-apa. Have fun ya disana.
Tak
lama kemudian hp-nya bergetar lagi, menandakan dia sudah membalas pesan Juliet.
Thanks ya. Oh iya, sayang,
kemungkinan aku pulang agak maleman. Gak apa-apa kan?
Sebenarnya
hati meronta tapi apa boleh buat. Dengan keyakinan dan kepercayaan Juliet
kembali membalas smsnya
Iya gak apa-apa. Yang penting masih
bisa sms-an.Paket BBM aku lagi habis.
Kali
ini balasan sms datang lebih cepat.
Ya pastilah. Masa aku lupa sama
pacar sendiri sampai gak balas sms kamu. Love u.
Dua
kata terakhir itu sangat sering dia ucapkan belakangan hari ini. Kata yang
membuat Juliet sedikit senang dan takut. Juliet takut semakin sering kata itu
diucapkan, makna kata itu akan menghilang. Juliet hanya bisa menghela napas
panjang.
Eh, aku mandi dulu ya sayang. Ntar
kalau udah aku sms lagi.
Juliet
berharap mandi dapat menyegarkan kembali pikirannya.
Sedikit
tenang. Itu yang ia rasakan sehabis mandi. Juliet kembali fokus pada hp-nya.
Membalas satu persatu sms yang masuk dari Miko.
Tak
terasa waktu semakin malam. Dan sekarang sudah pukul 11 malam. Matanya memerah
dan sedikit gatal. Ia menguap lebar menahan rasa kantuk yang sudah menyerang
hebat.
Gak tidur? Bukannya biasa jam
segini kamu udah tidur?
Begitulah
sms yang baru saja sampai. Kali ini balasan darinya memang agak lebih lama.
Belum ngantuk kok. Kamu gak pulang?
Juliet
kembali menunggu pesan darinya. Untuk menahan rasa kantuknya ia putuskan
membaca novel yang ia baru dipinjam. Sudah 2 jam menunggu, namun tak ada balasan.
Mata mulai lelah. Juliet sudah tak kuasa menahan kantuknya. Matanya mulai
terpejam dan dia tertidur.
Inilah
yang dilakukan anak jaman sekarang. Bangun pagi buka Hp dulu lalu tidur lagi.
Sangat bertolakan dengan lagu anak zaman dahulu. “Bangun pagi ku terus mandi
tidak lupa menggosok gigi....
Miko:
Pagi sayang.. aduh ngantuk nih
semalem begadang nginep dirumah Vella. Yang laen payah udah pada tidur.
Matanya
membelakak kaget membaca sms yang baru masuk itu. Sebisa mungkin Juliet
menunjukan kecemburannya. Sayangnya dia tahu itu percuma. Miko bukan termasuk
cowok yang peka. Ia kembali mengetik.
Salah sendiri. Udah kemarin sms
terakhir gak dibales.
Kali
ini hp kembali berbunyi
Miko:
Sorry kemrin keasyikan maen jadi
sampai lupa bales sms kamu. Kemarin seru banget maen monopoli sama vella sampai
gak tidur, padahal yang laen udah pada tidur. Cuma aku sama dia yang bergadang
maen itu.
Ya
ampun ini cowok! Dada Juliet terasa semakin sesak. Bisa gak sih itu orang berhenti membahas nama cewek itu? Vella, Vella
dan Vella. Udah kayak gak ada nama laen aja. Dia sadar gak sih kalau sekarang
dia lagi ngomongin cewek laen didepan pacarnya.
Juliet
tidak mau membalas pesan terakhir Miko. Lebih baik dia segera mandi sebelum
terlambat kesekolah.
***
Juliet
memasuki kelas dengan muka selecek baju yang tidak digosok bertahun-tahun.
Jengkel, kesal, marah semua bercampur aduk. Dan semua ini gara-gara sms yang
terakhir tadi pagi.
Baru
saja 5 menit duduk santai dibangku sambil menadahkan kepalanya ditangan, Bu
Rini sudah berjalan ke arah kelas. Tidak seperti biasanya, semua anak-anak
langsung duduk rapi ditempatnya dan pada diam.
“Woii
ada anak baru!” teriak Kevin, salah seorang anak-anak kategori spesies langka
dikelas ini. Siapa coba murid selain
Kevin yang berani mandi disekolah saat gurunya sedang ijin ke kamar mandi?
Padahal saat itu dia tidak bawa handuk atau apapun. Begitu masuk kelas dan
ditanya oleh guru itu, dia menjawab dengan santai dan jujur “Saya
kepanasan,bu.” Penampilannya saat itu persis seperti orang mandi, basah semua.
Untung saja saat itu kebetulan lagi mati lampu jadi alasan Kevin masih bisa
diterima akal sehat. Pokoknya kelas tanpa aksi-aksi gokil yang selalu dibuat
sama anak ini, suasananya jadi sepi kayak kuburan.
Kevin
pun langsung kembali ketempat duduknya ketika sadar Bu Rini sudah ada didepan
pintu melihat aksinya barusan.
Semua
terdiam menatap kearah anak cowok yang sedang berdiri didepan kelas itu. Sosok
itu bagaikan magnet besar yang menarik semua pusat perhatian dikelas. Tubuhnya
tinggi menjulang, dan wajahnya yang oval memancarkan senyuman pesona, gaya
orientalnya yang persis kayak artis Korea
membuat sorotan kekaguman diantara anak-anak cewek, kecuali Juliet
tentunya.
Ibu
Rini mempersilahkan anak itu untuk memerkenalkan dirinya.
“Nama
saya Alexander Romeo. Tapi cukup panggil saja saya Romeo,” ucapnya.
“Gilaa!
Udah orangnya ganteng, keren pula namanya!” kata Cindy pelan.
“Baru
kali ini gue lihat Kim Hyung Joong di Indonesia.” Terdengar lagi suara pelan
teman sebangkunya Cindy, Vanya. Cewek ini termasuk daftar anggota fans
fanatiknya Kim Hyung Joong.
“Baik
Romeo, Silahkan pilih tempat duduk kamu.”
Romeo
mengangguk hormat, lalu mulai mencari tempat duduk yang menurutnya strategis. Ini ada apaan sih! Gilaa rempong banget
kali milih tempat duduk doang. desah Juliet pelan. Cewek-cewek lain mulai sibuk mencari
perhatian. Mencoba menarik perhatian cowok itu agar duduk disebelah mereka. Ia
sedikit heran sama tingkah temen-teman ceweknya yang lain, bahkan Dytha juga.
Juliet
kembali menadahkan kepala ditangannya. Ngantuk. Itu yang saat ini ia rasa. Dia
sama sekali tidak peduli, bahkan ia saja tidak mendengar namanya dengan jelas.
Ngelihat mukanya juga cuma sekillas.
Cowok
itu menghampiri meja Juliet. Gadis itu langsung terbangun dari posisi santainya
dan spontan duduk dengan posisi yang tegak.
“Hai,”
sapa cowok itu dengan suara yang terdengar seperti bentakan pelan. Juliet
menoleh. Sekarang Juliet dapat melihat wajahnya dengan jelas. Tunggu dulu!!
Wajah itu, sepertinya gak asing. Dia yakin, dia pernah ketemu orang ini, tapi
dimana ya?”
“Boleh
duduk disini, kan?” lanjut cowok itu lagi sambil menggerak-gerakan tangannya
kedepan wajah Juliet.
“Ehh.”
Lagi-lagi Juliet kaget dibuatnya. Secepat mungkin Juliet langsung menghilangkan
rasa kaget. “Tapi..” Belum sempat Juliet melanjutkan perkataanku, cowok itu
telah duduk manis disebelahnya seakan menebar semua pesona yang ia miliki. Juliet
benar-benar muak. “Disini ada orang, cuma sekarang orangnya lagi sakit. Mungkin
besok udah bisa masuk.”
“Ohh
ya? Tapi sekarang kan dia belum masuk. Jadi tempat ini kosong. Pernah dengar
gak kata-kata yang bilang “siapa cepat dia dapat?” Ya kalau dia masuk suruh aja
dia pindah tempat lain,” jawab Romeo enteng.
Juliet
tercengang. Alisnya berkerut-kerut bingung. Ini
cowok udah gak waras ya? Gimana bisa dia maen asal ngerebut tempat duduk orang?
Emangnya kursi sekolah kayak kursi bis kali. “siapa cepat dia dapat!”
“Juliet.”
Suara
Ibu Rini yang dari tadi melihat mereka pun terdengar.
“Iya
bu?” Jawab Juliet setengah-setengah.
“Kenapa
kamu tidak membiarkan Romeo duduk disebelah kamu? Kamu harus berperilaku baik
sama anak baru. Kamu tidak boleh begitu!”
“Tapii
bu.. Bukannya gitu, ini kan tempatnya Ferlin. Nanti kalau dia masuk gimana, bu?
Suruh aja dia yang cari tempat duduk lain. Kan kursi kosong masih banyak,bu.”
Lagi-lagi
bu Rini mengeluarkan suara cemprengnya “Ya sudah, nanti kalau Ferlin masuk, ibu
suruh dia duduk dibelakang Adi. Untuk sementara ini, Romeo duduk disebelah
kamu! Soalnya ibu yakin kamu bisa mengajari Romeo sampai dia bisa beradaptasi
dengan kelas ini.”
Juliet
hanya menepuk dahi dan mengangguk pasrah. Ia terima nasibnya sebagai anak yang
mendapat predikat baik dimata guru. Yang
benar saja? Bu Rini nyruh aku buat mengajari dia? Bodo amatlah. Ngeliat gayanya
yang songong itu aja bikin aku males.
“Bu,
kenapa gak Romeonya duduk disebelah Cindy aja?”
“Tidak
bisa,sudah! Sudah! Sekarang kita lanjut ke pelajaran,” tolak bu Rini.
Juliet
kira Romeo tidak akan mengusik ketentramannya karena dia anak baru. Ternyata
salah. Baru kali ini Juliet ketemu cowok yang bawelnya minta ampun kayak dia.
Dari tadi minta kenalan, nagajakin ngobrol. Pokoknya sok kecakepan banget deh.
Tapi emang cakep sih, jadi wajar.
Juliet tidak begitu memperdulikannya, hanya ia
jawab pertanyaannya yang gak jelas itu dengan singkat.Bukannya Juliet malas mau
contact sama cowok yang satu ini,
tapi ini pelajaran Bu Rini. Kalau ketahuan ngbrol dipelajarannya, Bu Rini akan
memamanggil anak itu dan menanyai pertanyaan-pertanyaan abis-abisan ke
tersangkanya. Kayak gini nih!
“Gilaa..
Beruntung banget gue duduk dibelakang dia. Seengaknya masih bisa ngeliat dia
dari belakang.” Kata Reva pelan, namun terdengar sampai ketelinga Juliet.
“Sumpahh!
Ganteng banget.” Sekarang, Nella. Manusia yang duduk disebelah Reva. Kali ini
suara Nella yang lebih cempreng dari Bu Rini itu terdengar cukup keras.
“
Kalian berdua ini ribut aja kerjaannya!” Bu Rini yang mendengar suara Nella
langsung saja angkat suara. Kalau sudah begini pasti cewek itu tidak akan
selamat dari ocehan dan omelan bu Rini. Nella menutup mulutnya seketika sedikit
salah tingkah. Kali ini Bu Rini menatapnya tajam. Setajam silet.
“Nella,
kamu ini ya dari kemarin. Ibu perhatikan kamu ribut terus. Kamu punya telinga
berapa?”
Nella
menjawab dengan cepat sambil memegang telinganya “Dua,bu!”
“Mulut
kamu ada berapa?” Bu Rini kembali bertanya kepada Nella.
“Satu
bu,” jawab Nella lagi.
“Nah,
bagus. Jadi itu berarti kamu?”
Dengan
cepat, tegas, dan tanpa keraguan Nella langsung saja menyambar pertanyaan Bu
Rini “ Normal bu.”
Tawa
seisi kelaspun meledak, termasuk Juliet. Apalagi setelah ia melihat ekspresi Bu
Rini dan Nella yang sama-sama kebingungan. Bu Rini mengernyitkan dahinya,
sementara Nella menggaruk-garuk kepalanya.
***
Sudah
ia duga, pasti sehabis istirahat Juliet bakalan di kerumunin dan ditanya-tanya
sama kumpulan anak-anak cewek.
Semuanya
pada berkomentar yang hampir rata-rata sama. Dan pusat komentar mereka siapa
lagi kalau bukan Romeo.
“Beruntung banget ya, Jul, lo bisa
duduk disebelahnya.”
“ Romeo itu ganteng banget ya, Jul.
Lo liat gak gayanya itu lohh kayak Kim hyung Jong.”
“Romeo itu cowok yang bener-bener
cowok ya. Coba dia duduk disamping gue. Lagian kenapa lo sih gak nyruh bu Rini
dudukin Romeo di samping gue.”
Dan
itulah beberapa example cerocosan
kata yang keluar dari mulut anak cewek yang kira-kira jumlahnya 15 orang.
Bayangkan saja! Bisa gila dia lama-lama.Untung saja Juliet dapat ide cemerlang
untuk bisa dengan cepat melarikan diri dari mereka dengan alasan mau bertemu
Miko. Sebenarnya emang iya sih. Dia mau minta penjelasan Miko tentang SMS-nya
tadi pagi.
“
Ihhh lo orang ini rempong semua. Kalau mau duduk aja semuanya dibangku gue.
Biar puas bisa deket sama Romeo yang gak jelas itu! Udahh ah gue mau ketempat
Miko dulu!”
“Dasar
Juliet Munafik. Padahal dia seneng bisa duduk didekat cowok itu. Lagaknya aja
sok jelek-jelekin cowok itu. Kata Nella meledek Juliet. Kalau udah mulai
begini, Juliet mulai kesal. Mulut Nella emang suka asal jepret kata kayak
ketapel. Dia kalau ngomong gak dipikir dulu.
“Ihh
Gila lo ya. Siapa coba yang Munak?”
“Terus kalau gak Munak apa? Oh iya gue tahu, pasti mata
lo itu udah min 10 kalau gak picek secara dia sama Miko kan beda jauh. Miko itu
kan cuma cowok playboy yang tampangnya pas-pas’an.” Nella mulai mengeluarkan
sindiran-sindirannya.
“Hah? Apaan si Nel? Kok bawa-bawa Miko?” Juliet berusaha
menahan emosinya yang sudah mau mendidih. Segera ia membalikkan badannya untuk
pergi.
“Suka-suka gue dong. Dasar cewek picek yang bego!”
Apa dia mengataiku
cewek Picek yang bego?Benar-benar dia itu. Juliet langsung berhenti.
Padahal tadi langkah kaki sudah didepan pintu. Dan sekarang Juliet kembali
marah-marah menengok kearah belakang tempatnya duduk sambil berjalan keluar.
“Lo ini gila si Nel. Gue itu bukan cewek pi..”
AAAA
Teriaknya kesakitan. Dia menabrak seseorang yang mau
masuk pintu. Kepalanya menabrak tubuh yang keras itu. Romeo. Cowok itu lagi!
“Eh lo gak apa-apa kan?” tanyanya pada Juliet.
“Aduhh. Lo ini kalau jalan bisa gak sih liat-liat
sedikit. Udah tau ada orang didepan pintu maen asal nabrak aja,” cerocos
Juliet.
“Ya lo. Masa ngobrol marah-marah didepan pitu. Salah
siapa coba? Gue kan buru-buru tadi mau ngambil raport gue sama ijazah buat
dikasih ke kepala sekolah.” terangnya. Juliet tidak memperdulikannya dan hanya
berjalan.
Eh, wait-wait!
Eh, wait-wait!
Juliet menghentikan langkahnya lagi. Kayaknya dia ingat
deh siapa cowok itu. Benar kan. Habis ketbrak otaknya bisa mengingat kembali.
Dia...
Astaga!
Juliet hampir memikik histeris
Dia itu kan orang yang pernah Juliet temui ditoko buku
waktu itu. Orang yang udah bikin Juliet malu-semalu malunya.
Mendadak otaknya menjadi panas. Kenapa dia harus ketemu
sama orang itu lagi? Sekali ketemu dia saja sudah membuatnya gila dan tertekan
rasa malu dan sebel teramat hebat waktu itu. Apa jadinya hari-hari dia yang
harus ketemu sama cowok itu dalam 6 hari dsekolah ini dari jam 7 pagi sampai
jam 3 sore?
***
Setelah istirahat pelajaran ekonomi pun berlangsung. Bu
Endang memasuki kelas dengan buku peganganya yang berwarna hijau. Kalau Ibu itu
sudah membawa buku hijau itu, berarti bakalan diadakan kuis mendadak.
Bu Endang mengeluarkan spidol bertinta hitam dan menulis
satu pertanyaan di papan tulis putih itu. Hanya satu soal yang ia tulis. Ini
berarti soal itu benar-benar tidak mudah dikerjakan.
Juliet yakin, baru beberapa hari yang lalu ia melihat
bentuk soal yang hampir mirip berikut jawabannya di buku yang baru ia temukan
di toko buku waktu itu. Juliet mempercepat jari-jarinya dan mengeluarkan buku
itu. Kali ini buku itu sangat berguna untuk menambah point.
Beginilah kalau seorang Juliet sudah berhadapan dengan
soal, tidak akan berhenti dan tidak akan peduli terhadap sekitarnya sebelum
soal dihadapannya selesai. Mau ada angin topan, angin puting beluin angin
bahorok dan angin-angin lainnya tidak akan memberhentikan Juliet kalau dia lagi
asyik mengerjakan satu soal. Dengan catatan moodnya
dalam kondisi baik-baik saja seperti sekarang. Miko sudah minta maaf kepadanya
tadi.
KETEMU!!
Jerit Juliet dalam hati karena sadar kalau ini didalam
pelajaran. Buru-buru dia memandang ke papan tulis ingin mencoba mengerjakan.
Betapa kagetnya dia ketika melihat sudah berdiri satu sosok cowok yang sedang
mengerjakan soal itu dan HAMPIR SELESAI. Berulang kali dia mengusap-ngusap
matanya, sesosok manusia yang tadi ada di sampingnya sekarang sudah berada
didepan menyelesaikan soal itu dengan benar dan dengan cara singkat yang tidak
terlalu berbelit-belit kayak yang ada dibuku, tapi mudah dimengerti. Dia pun
sukses menuai pujian dari Bu Endang dan deretan pujian kekaguman lainnya yang
dilontarkan melalui bisikan-bisikan yang cukup keras. Juliet masih terperanjat
kaget menatap jawaban yang tertera dipapan tulis. Biasanya yang mampu mengerjakan
soal kuis mendadak selalu Juliet. Tapi kali ini.... Sial kalah cepat.
Berulang kali Juliet masih mengusap-ngusap matanya,
sesosok manusia yang tadi ada di sampingnya sekarang sudah hendak kembali
ketempat duduk. Juliet masih menatapnya heran saat cowok itu sudah kembali.
Ingat ya tatapan heran, bukan tatapan kagum. Sama sekali gak ada niat Juliet
untuk kagum sama cowok ini. Dia sudah merebut point kuis yang harusnya sekarang
Juliet dapatkan.
“Dasar curang kalau seandainya gue tahu kalu ada cara
secepat itu, pasti gue yang udah maju duluan.” Juliet mendumel dengan suara
sekecil-kecilnya agar cowok yang disebelahnya tidak mendengarnya. Ternyata
diluar perkiraan Juliet, tidak hanya otaknya yang tajam, pendengarannya juga.
Dia tersenyum sambil menatap Juliet.
Juliet gelagapan dan mengatupkan bibirnya.
“Lagian lo kurang cepat sih! Padahal ada cara singkatnya dibuku itu. Di halaman
seratus dua puluh sembilan bagian cara-cara smart mengerjakan soal,” kata cowok
itu kemudian sambil menunjuk kearah buku kuning yang ada didepan Juliet. Hal
ini membuat Juliet bertambah yakin kalau dia benar-benar cowok menyebalkan yang
ada ditoko buku itu. Dan buktinya sekarang dia masih sama menyebalkannya.
Juliet yakin dia pasti cowok itu. Untuk membuktikan keyakinannya, Juliet pun
bertanya terang-terangan kepada cowok itu.
“Lo kok bisa tahu isi buku ini?”
“Ya tahu lahh. Kan buku itu dijual di toko buku dimana
aja.”
“ Ishh bukan itu pointnya.” Juliet mendengus kesal, gagal
membuat cowok itu mengaku kalau dia tersangka tertuduh.
“Maksudnya apa sih? Iya lah gue tahu. Gue juga punya buku
yang sama kali dirumah.” Cowok itu terlihat menahan tawa mencoba menyembunyikan
sesuatu.
Juliet menganga lebar, kalau cowok itu adalah orang yang
sama yang ditoko buku kemarin dari mana dia bisa dapat bukunya? Apa mungkin dia
beli ditempat lain? Atau kepenerbitnya langsung seperti katanya tempo hari.
Hebat banget dia kalau sampai ke penerbitnya langsung.
“Gue udah ngincer buku ini dari awal sebenarnya. Terus
begitu gue mau beli, eh ada cewek galak yang marah-marah ke gue. Dia bilang gue
ngerebut buku itu darinya. Padahal kan siapa cepat dia yang dapat.” Cowok itu
tetap menahan tawanya sambil memperhaikan ekspresi Juliet yang saat ini
benar-benar tidak bisa dijelaskan lagi. Marah, kesal, jengkel, kaget, sebal.
Semuanya berkumpul jadi satu bahkan sudah mengubun-ubun diotak. Akhirnya cowok
itu secara gak langsung mengakui kalau dia manusia yang menyebalkan ditoko buku
itu.
Seakan
bisa membaca pikirannya dengan indera keenam atau indra ketujuhnya. Dia berkata
“ Iyaa lo bener kok. Gue orang yang lo temuin di toko buku itu.” Balasnya tanpa
ekspresi yang jelas.
Ya
Tuhan!
Juliet
kembali menepuk dahinya dan dia keceplosan teriak. Cepat-cepat Juliet tutup
mulutnya seketika memperhatikan Bu Endang yang dari tadi menatapnya. Sambil
berdeham keras perempuan itu melepaskan kacamata yang membingkai mata besarnya
lalu menatap tajam ke arah Juliet.
“Juliet,
Ibu sering kali bilang kalau ibu sedang ngejelasin jangan ribut. Jangan
mentang-mentang kamu pinter terus kamu mau ribut seenaknya aja.”
“Ii..yaa,bu.
Maaf,” jawabnya sambil sedikit menunduk. Jujur saja kemarahan Bu Endang membuat
Juliet sedikit takut. Apalagi bu Endang kalau sudah membenci satu anak saja,
nilai afektif diraport anak itu pasti gak jauh-jauh dari huruf “D”. Kalau saja
saat ini Juliet diberikan Jin baik hati yang mau mengabulkan 3 permintannya.
Permintaan yang pertama ia ingin cowok itu lenyap dari hadapannya, permintaan
kedua ia ingin cowok itu segera pergi dari kelas ini, permintaan ketiga tentu
saja ia tidak mau bertemu cowok ini lagi.
Juliet
hanya bisa menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Kalau saja ini bukan
di kelasnya Juliet sangat ingin untuk meremas, memaki berteriak marah pada
sosok spesies yang saat ini duduk di sampingnya tanpa persetujuan apapun dari
dirinya. ‘Keep calm,Jul.’ batinya. Dia
mencoba untuk tenang, mengelus dadanya. Meskipun saat ini puncak kemarahan
Juliet sudah setinggi menara Eiffel.
“Jul,
itu bacaannya apa sih? Gue gak kelihatan nih. Pinjem catetan lo sih.” Lagi-lagi
makhluk spesies di sampingnya berbicara lagi. Berani sumpah deh. Rasanya
suaranya itu saja sudah cukup membuat telinga Juliet tercemar polusi suara.
“Apaan
sih? Ya kalau gak kelihatan pindah kedepan. Gue belum selesai.”
“Ya
elah. Ya udah gue pinjem catetan lu nanti tunggu lu udah selesai,” ucapnya
enteng
“Emang
siapa juga yang mau minjemin lo?”
“Yaelah
pelit amat sih.”
“Bodo
amat.”
“Pelit.
Juliet Dannilea Pelit. Harusnya itu nama panjang yang cocok buat lo.” Cowok itu
tertawa kecil membuat Juliet melirik tingkah konyolnya itu sebentar.
“Sin....”
Belum sempat Juliet menyelesaikan perkataannya, dia tersentak kaget dan menutup
mulut rapat-rapat saat melihat sosok Bu Endang yang bak jelangkung yang
kedatangannya tidak di undang. Tamat
sudah riwayatku.
“Juliet,
Romeo. Kalian ini Ibu perhatikan ribut terus dari tadi. Kalau kalian ribut
lagi. Ibu akan kasih E nilai Afektif kalian.”
Matanya yang besar berbingkai kacamata hitam itu menatap mereka. Tatapan Bu
Endang seakan begitu tajam, menusukkan seribu jarum ke mata Juliet. Ia
mengangkat tangan besarnya yang memegang sebuah penggaris panjang kemudian menunjuk
kearah kursi kosong didepan. Atas nama semua hantu dan sejenisnya, ibu ini sama
persis seperti sosok malaikat kematian yang sedang menunjukan pintu neraka
dengan tangannya yang memegang tongkat besi.
Juliet
tersentak diam. Ini sudah menyangkut nilai raport. Hal yang baginya antara
hidup dan mati. Dia perhatikan cowok disampingnya terlihat biasa-biasa saja
mendengar ucapan Bu Endang tadi. Dia malah masih sibuk melihat sebuah buku
didepannya lalu mencatatnya teliti.
“Iya,
bu. Saya tadi hanya meminjam catatan Juliet saja kok, Bu,” kata Romeo.
Mendengar Romeo menyebut namanya. Juliet melayangkan tatapan mata kearah cowok
itu.
Eh tunggu dulu sepertinya dia mengenali buku
yang berada didepan Romeo itu. Ya ampun itu kan bukunya. Dengan terpaksa Juliet
merelakan bukunya dipegang makhluk spesies aneh macam dia. Mau tak mau Juliet
harus menunggunya selesai mencatat baru bisa mencatat lagi. Untung saja tadi
dia hampir selesai mencatat.
Bab 7
Hari ini Juliet lagi bete. Soalnya kemarin sudah dibikin
kesal plus malu sama cowok yang tampangnya cakep sih, tapi nyebelin abis. Sampai
sekarang pun Juliet masih kesal. Hari ini untuk pertama kalinya dia, Juliet
Danniela, Siswi teladan disekolah dimarahi tiga guru sekaligus gara-gara cowok
itu. Dasar cowok aneh! Apa coba kata yang tepat selain aneh buat tuh cowok?
Super aneh? Atau amat sangat aneh?
“Lo itu kenapa sih? Mukanya lecek terus begitu?
Marah-marah terus kerjaannya semenjak duduk disebelah Romeo? Padahal ya, gue
aja pengin duduk sama dia. Nah lo, malah antipati banget sama dia,” ucap Lea
ketika sedang makan bakso di kantin bersama Juliet.
Juliet tidak berkomentar apa-apa. Dia sudah terlalu asyik dengan semangkuk baksonya.
Begitulah kelakuan cewek ini kalau sudah ketemu dengan yang namanya makanan,
apalagi kalau lagi lapar. Dia ini pegang satu prinsip “Perut senang, hatipun
tenang”
“Aduh, Jul. Romeo itu mungkin blasteran orang Korea ya?
Mukanya aja sebelas dua belas sama Kimbum. Malah kalau kata gue masih cakepan
Ro.. Lea masih saja membanggakan cowok itu. Sampai-sampai membandingkannya
dengan artis kedemenan Juliet selain Taylor Swift. Juliet mana bisa
menerimanya. Langsung saja cerocosan andalannya itu menyebabkan Lea menjadi
korban mulutnya. Jangan menghina Kimbum kalau tidak mau berhadapan dengan
Juliet, Fans fanatik Kimbum.
“What?are you crazy
or stupid?” Dasar gila. Lo gak salah banding-bandingin Kimbum sama itu
orang. Gue aja gak sudi Kimbum gue dibandingin sama dia...”
“Slow ,Jul. Coba deh sekarang lo ngadep kebelakang.”
Sebelum Juliet melanjutkan cerocosannya kembali Lea menemukan sesuatu yang bisa
meembuatnya selamat.
“Apaan sih lo, Lea? Lo gak usah nyoba buat cari bahan
obrolan baru disaat gue lagi mau menjelaskan kesalahan lo yang bener-bener
fatal!” Juliet nampak tidak peduli
dengan omongan Lea. Yang ada dipikirannya hanya menyadarkan Lea kalau dia
bener-bener salah sudah menomorduakan Kimbum. Nampaknya Lea bakal kena
‘kutukan’ dari Juliet.
“Serius, Jul. Coba lo nengok kebelakang.” Sesaat muka Lea
mulai serius. Juliet membalikan tubuhnya kebelakang sesuai perkataan Lea.
Matanya mendapati sosok makhluk yang membuat dia kaget setengah mati.
“Gue tinggal dulu ya, Jul.” Lea pun pergi seakan tak mau
menjadi nyamuk diantara mereka.
“Miko, sejak kapan kamu ada disini?”
“Cukup lama sih untuk ngeliat kamu marah-marah kayak
tadi. Sumpah lucu banget.” Miko kemudian tertawa keras. Tawa yang dari tadi
berada dalam tahanan akhirnya bisa terlepas keluar.
“ Ih.. Apaan lah. Orang marah malah dibilang lucu..Hmm
tumben kesini. Biasanya lebih milih maen monopoli sama temen kamu diatas?” Juliet mengerutkan alisnya dan memandang aneh
kepada cowok itu. Sebenarnya juga terdapat tatapan ‘cemburu’ dari Juliet yang
gak pernah ditangkap oleh Miko, entah karena Juliet yang terlalu pandai
menutupinya atau karena Miko yang berpura-pura tidak tahu. Siapa sih yang gak
cemburu kalau setiap istirahat, Miko malah lebih milih buat maen sama Vella dan
teman-temannya dari pada berduaan mojok sama dia? Jelas-jelas yang pacar Miko
itu dia bukan Vella. Ia hanya bisa menghela napas panjang dan berpura-pura
tidak peduli dengan cowoknya sendiri.
“Mau ketemu kamu lah.”
“Oh ternyata masih ingat juga ya kalau punya pacar,” kata
Juliet sambil tertawa sumbang. Miko kemudian memegang tangan ceweknya.
“Kamu marah ya?” tanyanya pelan. Kedua tangannya
menyentuh pipi Juliet. Ia mengangkat wajah Juliet dan memaksa cewek itu untuk
menatapnya secara langsung. Entahlah meskiupun Ia sudah berusaha mencoba
menyakinkan Juliet dengan cara yang biasa ia lakukan, tapi kini Juliet tidak
menangkap binar ketulusan dari matanya yang seakan ikut hilang seperti
garis-garis cinta yang memudar.
“Gak kok. Aku gak apa-apa,” kata Juliet bohong. Ini yang
paling menyakitkan. Bohong kepada diri sendiri.
“Ya udah deh. Jul, nonton yuk? Aku sama Vela mau nonton
hari Minggu.” Dia memandang Juliet
lekat-lekat, tapi tak dapat menangkap maksud mata Juliet yang juga terpaku
menatapnya dengan tatapan lelah.
“Ohh. Gak deh. Ntar aku ganggu kalian berdua.” Begitu
kata yang keluar dari mulutnya, namun maksud hati ini meminta Miko tidak pergi.
“Apaan sih,Jul? Ya gak bakal lah,” katanya
“Ya dah kalau mau pergi ya pergi aja.” Begitu ucap Juliet lemas. Dia menghela nafas
panjang menahan sesak di hati. Hatinya mencelus. Kenapa ya semua cowok didunia
ini gak peka?
“Kamu kenapa sayang? Lagi badmood, ya? Kok jawabnya kayak gitu?”
Juliet menghela nafas kedua kalinya. Ini cowok
bener-bener gak peka apa bego sih?
“Gak apa-apa kok. Cuma sedikit bete aja.”
“Oh. Ya udah geh gak usah bete-bete terus. Cepet tuwir
ntar!” canda Miko yang bagi Juliet sama sekali gak lucu. Melihat Juliet hanya
tersenyum kecut, Miko masih menatapnya seperti biasa, namun entah mengapa kali
ini rasa tatapannya itu beda. Tidak ada kepingann-kepingan cinta didalamnya
lagi. Juliet jelas tak melihat tatapannya yang dulu yang penuh cinta.
Sesaat hening...
Mereka sudah tidak bertemu tatap lagi setelah Miko
melepaskan tatapannya dan menatap arloji hitam yang melingkar ditangan.
“Kenapa? Ada pratikum lagi?” tanya Juliet menebak
“Tau aja. Iya tapi ntar 10 menit lagi kok baru bel.”
Begitu ucapnya, tapi semua tingkah dia saat menatap jam itu mengisyaratkan
kalau dia benar-benar ingin pergi sekarang juga.
“Ya udah masuk aja sekarang. Dari pada ntar telat.”
“Ya udah deh sayang. Aku pratikum dulu,ya?”Cowok itu
mengusap kepala Juliet pelan. Lalu ia pergi. Ia benar-benar pergi.
“Apa, Jul?”
Juliet berusaha menyusun kalimat dengan baik tanpa
terbata-bata lagi.
“Tadi Miko bilang dia mau nonton sama Vella. Terus dia
minta ijin ke gue.”
Kedua sahabat Juliet itu menggeleng kaget.
Lea mendesis “Sinting itu cowok. Apa coba maksudnya?”
“Terus lo kasih,Jul?” tanya Dytha antusias.
Aku mengangguk pelan. “Lagian kan tadinya Miko ngajak
gue. Guenya aja yang gak mau. Gue takut ngeganggu.”
Kali ini Dytha berteriak “APA?” Teriakannya itu sempet
membuat penghuni kelas menengok ke arah mereka bertiga. Juliet secepat kilat
menyambar mulut Dytha dengan tangannya.
“Elo itu gila atau bodoh sih? Harusnya lo gak perlu takut
ganggu. Lo kan pacarnya. Nah sementara Vella siapa? Cuma sahabatnya woi,” kata
Dytha yang berusaha mengatur volume suaranya menjadi lebih kecil.
“Nah justru itu. Gue takut Miko nganggep gue ganggu
persahabatan dia sama Vella. Lagian dia aja have
fun aja ngeliat gue jalan sama lo orang.”
Kali ini Lea yang memarahiku. Mungkin karena dari tadi ia
sudah menahan amarahnya yang sudah mencapai ubun-ubun.
“Sumpah lo ini kayaknya perlu kursus cinta deh. Jangan
Inggris aja yang lo kursusin. Soal cinta lo parah banget begonya. Bahkan
kayaknya lo sama adek gue yang masih SMP aja pinteran adek gue deh. Kalau
sekali dua kali sih boleh lo ngasih waktu buat Miko sama Vella. Tapi kalau
setiap hari itu sama aja mau nyerahin pacar lo ke tangan Vella tau gak?”
Juliet mencerna baik-baik perkataan Lea sambil berjalan
menuju ketempat duduk karena ibu Eva sudah ada didepan pintu kelas.
***
Sampai selesai Bu Eva memberikan soal matematika Juliet
masih belum bisa berkonsentrasi dengan pelajaran. Dari tadi dia hanya sibuk
memperhatikan sekumpulan soal yang sempat ia catet, namun belum ada satu pun
dari ketigapuluh soal dipapan tulis yang dia kerjakan. Juliet hanya menatap
soal-soal itu seakan mengharapkan soal itu bisa terjawab sendiri sambil
mengoret-ngoret sesuatu dikertas buraman.
“Jul, nomor 12 lo ketemu gak?”
Juliet tiba-tiba tersentak dengan suara yang
menghamburkan semua lamunannya. Suara yang amat ia kenal, tapi paling gak suka
ia dengar.
“Apa sih lo? Berisik amat jadi orang,” kata Juliet
seketus-ketusnya. Biar makhluk disampingnya itu bisa diam.
“Nomor dua bel.. Romeo terdiam saat melihat buku Juliet
yang hanya berisi soal-soal tanpa ada jawaban sama sekali..
“Lo kenapa, Jul?” tanya Romeo pelan.
“Bukan urusan lo. Lagian lo ini udah nyebelin. Kepo amat
sih jadi orang.”
“Yee. Ditanya baik-baik malah ngebentak-bentak. Jadi
cewek sensi amat sih lo? Jangan-jangan tiap jam lo PMS lagi,” kata Romeo kemudian ia kembali melanjutkan
pekerjaannya.
Juliet hanya memelototi makhluk didepannya. Ya Tuhan kuatkan aku untuk menghadapi
makhluk stress semacam dia. Buatlah dia ngerti kalau hari ini yang namanya
Juliet Dannilea tidak ingin diganggu.
Dua jam berlalu
dan Juliet belum mengerjakan apa-apa. Untung saja ke 30 soal itu dijadikan
pekerjaan rumah oleh Bu Eva. Jadi Dia bisa mengerjakannya nanti malam mungkin
atau nanti sore. Yang jelas sekarang pikirannya sedang kacau balau.
Sadar dari tadi
diperhatikan Juliet menangkap basah mata Romeo dan memelototinya.
“Lo kenapa sih,Rom? Ngefans sama gue? Udah bel malah
masih disini. Kekantin kek apa kek. Risih gue deket-deket lo.”
“Oh ternyata lo denger bel juga. Gue kira dari tadi lo
kesambet. Gue kan Cuma mastiin lo gak kesambet.”
Juliet mendengus kesal. “Kalau gue kesambet gue gak akan
nyia-nyiain waktu gue buat nyekik leher lo.”
“Gila sumpah ternyata selain galak lo psycopat juga ya.”
Romeo tertawa cukup keras. Sampai-sampai benar-benar membuat Juliet ingin
menjadi psycopath dan segera membunuhnya. “Cepetan lo pergi dari sini kalau gak
gue bunuh lo sekarang juga.”
“Yakin ngusir gue? Gue pastiin lo bakalan nyesel mau
ngusir gue. Tadinya gue berniat baik mau minjemin jawaban soal tadi ke lo
karena gue udah selesai, tapi ya berhubung kayaknya lo gak butuh secara lo udah
pinter dan lo juga ngusir gue. Gue pututsin buat ngebatalin niat baik
gue.” Romeo yang kesal membalikan
badannya dan melangkah pergi meninggalkan Juliet.
Selama beberapa detik Juliet tertegun ditempat.”Kenapa
Romeo baik sama dia ya? Apa ada udang dibalik batu? Tapi tadi sepertinya dia
benar-benar berniat meminjamkan catatannya buktinya saja saat ngomong dengan
Juliet tadi dia membawa catatannya. Sebenarnya Juliet butuh sih catatan itu
secara mood nya kan lagi labil dan
susah diajak kompromi. Mungkin aja seharian ini dia gak bakalan niat ngerjain
soal-soal itu. Padahal soal itu mesti dikumpul besok pagi. Apa dia ambil aja ya
tawarannya Romeo?
Merasa tak mau menolak kesempatan berlian, Juliet
cepat-cepat mengejar Romeo. Tanpa ba bi bu aku segera mengambil catatan Romeo.
“Kalau niat baik ke orang jangan setengah-setengah,” katanya
setelah mendapatkan buku itu berada ditangan.
“Habisnya yang mau di baikin juga kayaknya gak mau nerima
niat baik gue.”
“Eh, lo jangan netting
ke gue melulu geh. Coba kalau lo jadi gue. Tiba-tiba gue baik banget sama lo.
Lo pasti mikir dua kali kan?”
“Gue gak kayak lo.”
“Ya ya ya.. Gue ngaku salah deh. Gue ngalah. Lagian
sebagai oang waras kita harus ngalah kan sama yang lebih gila?”
“Nah kan sekarang lo bilangin gue gila. Oh ya udah. Gue
benar-bener gak akan sudi lagi minjemin catetan gue.” Romeo pun membalikan
badannya. Juliet seribu persen yakin dia mau pergi.
Sumpah cowok ini benar-benar membuatnya naek darah.
Sebenarnya niat gak sih minjemin catetan? “Dasar nyebelin. Ya udah kalau gak
mau pinjemin,” umpat Juliet meronta-ronta sebal. Tanpa dia duga Romeo berbalik
arah dan menghampirinya.
“Gue becanda lagi. Nih kalau mau minjem. Ambil ajaa. Lagian
lo sih sensi amat orang cuma becanda juga.”
Juliet
hanya bisa menunduk malu. Mungkin memang dia yang kelewatan sensi sama ini
cowok. Padahal sebenarnya dia baik. “ Soal tadi .Sorry,” ucapnya sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatel.
“Oh. Ya udah sih. Gue udah biasa kok dibentak-bentak sama
lo.” Dia tertawa kecil sambil menyikut Juliet pelan.
Juliet jadi ikutan tertawa kecil melihatnya.“Ya habisnya
lo selalu bikin gue emosi tingkat dewa sih.”
“Gitu kek dari tadi. Bengong melulu. Kesambet sadako baru
tahu rasa lo.” Selesai mengucapkan kata itu Romeo dengan santai
meninggalkannya. Dari hari itu, Romeo selalu memanggilnya dengan sebutan
hantu-hantu lainnya.
***
Benarkan dugaannya. Mood
Juliet belum bisa diajak kompromi. Rasanya Juliet malas ngapa-ngapain. Dari
tadi dia hanya tiduran di kasur yang super empuk sambil nungguin bunyi BBM yang
masuk. Nyatanya NIHIL. Miko sama sekali tidak menghubungi nya. BBM gak, SMS
gak, telepon apalagi.Pikiran aku mulai melayang kearah-arah negatif. Katanya
ini yang dinamakan galau. Sebagaian dari hati ngomong iya, sebagian lagi bilang
gak.
Juliet putuskan
untuk mengerjakan PR yang tadi diberikan Bu Eva, lebih tepatnya lagi menyalin.
Untung saja dia meminjam buku cowok sinting. Jadi besok pagi dia gak usah
susah-susah datang pagi-pagi hanya buat nyalin jawaban. Lagian sialnya harus
Juliet akui cowok itu amat pintar, jawabannya pasti hampir benar. Secara Romeo
kelihatannya anaknya pintar.
Sambil menulis Juliet masih berpikir. Juliet baru sadar
kalau ternyata dibalik sosoknya yang nyebelin cowok sinting itu baik juga. Apa
yang membuat Juliet sebel sama dia, ya? Kalau dipikir-pikir dia emang gak ada
salah sama Juliet sih, kecuali satu. Insiden di toko buku. Juliet juga bingung kenapa ngelihat dia aja
udah bikin emosi aku kayak diaduk-aduk. Padahal menurutnya kayaknya dia ini gak
pernah sampai segitunya deh sama orang. Apa
mungkin gue yang terlalu sensi? tapi kalau dipikir-pikir dia itu emang suka
nyebelin kok sama gue. Sama gue aja sih kayaknya. Kalau sama yang laen gak deh.
Ohooo.. Kenapa
malah mikirin si cowok sinting? Harusnya yang mesti lebih dipikirin saat ini
kan Miko. Suara batin Juliet menyalahkan semua yang dari tadi sempat ia
pikirkan. Sekejap semua pikirannya berubah. Semua pikirannya dipenuhi kata-kata
itu
Kalau
sekali dua kali sih boleh lo ngasih waktu buat Miko sama Vella. Tapi kalau
setiap hari itu sama aja mau nyerahin pacar lo ke tangan Vella tau gak?
Vella dan
Miko...Nama-nama itu berterbangan didalam benak Juliet hingga membuat Juliet
merasakan kegalauan semakin mendekati klimaks. Kegalauan yang benar-benar tak
bisa dia hilangkan dengan tidurnya. Hingga larut malam. Juliet masih saja
dibayang-bayangi ketakutan akan kehilangan sosok Miko.
Bab 8
Juliet
berjalan gontai ke kelas. Pagi itu ia sangat lesu seperti orang yang kekurangan
makan selama 3 hari. Wajah putihnya terlihat pucat dan yang lebih terlihat lagi
mata hitamnya Juliet yang sudah pasti disebabkan karena semalaman ia tidak bisa
tidur nyenyak. Celakanya, begitu terjaga satu-satunya orang yang ada
dipikirannya saat itu hanya Miko.
“Lo kenapa, Jul?” tanya Dytha dan Lea bersamaan ketika
melihat Juliet yang dengan lemas berjalan ke kursinya.
“Muka lo gitu amat. Kayak habis gak tidur sebulan.” Dengan tangannya Dytha mengangkat dagu Juliet
dan memperhatikan benar-benar wajah sahabatanya itu. Juliet lalu menepis tangan
Dytha. Ia kemudian menggunakan kedua tangannya
untuk menompang kepalanya.
“Miko kesini gak?” tanya Juliet pelan. Suaranya terdengar
serak. Mungkin karena semalaman ia menangis.
“Gak tuh. Emang lo kenapa lagi sama Miko? Udah gue bilang
kan. Putusin Miko. Kalau gak lo harus jadi cewek tegas sedikit sama Miko biar
dia gak ngedeketin cewek laen lagi selain lo.”
Juliet hanya menghela nafas kecewa. Rupanya benar-benar
tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Ia pikir dengan tidak mengirimkan pesan
singkat ke Miko, cowok itu akan
nyamperin Juliet kekelas dan minta maaf karena semalaman gak ngasih kabar.
Miko memang benar-benar sudah berubah. Juliet merasakan semua
itu.. Kalau saja Miko tidak menghampiri
dia sampai istirahat pertama selesai. Ia benar-benar yakin ia sudah kehilangan
Miko detik itu juga....
“Jul, lo udah
ngerjain PR Bu eva? Gue berani taruhan lo pasti belum ngerjain ya? Mau minjem
punya gue gak? Buruan salin mumpung masih ada waktu.” Cerocos Lea yang sifat sok baiknya sekaligus sok tahunya
kumat.
Perkataan Lea
tadi sontak membuyarkan lamunan Juliet. “Oh yang itu udah.” Mendadak Juliet
jadi ingat sesuatu.
Astaga!
Ia
membongkar semua tasnya. Untung saja ia menemukan buku bersampul biru yang
bertuliskan nama “Alexander Romeo.” Ia tidak bisa membayangkan kalau
seanndainya saja buku itu ketinggalan pasti ia sudah ditelan hidup-hidup sama
sang pemilik buku.
Lea mengernyitkan dahinya saat melihat Juliet yang sedang
memegang erat sebuah buku sambil menghela nafas. “Lo ngapain Jul? Lo bawa buku
PR lo kan?”
“PR gue udah selesai kok. Gue udah minjem buku orang
kemarin. Eh bukan, dia kok yang minjemin ke gue.”
“Lo minjem siapa Jul?” tanya mereka berbarengan.
Juliet tidak menjawab pertanyaan dari mereka. Ia hanya
memberikan buku yang ada digenggamannya tadi. Mata Dytha dan Lea nyaris tidak
berkedip saat membaca sang pemilik buku. Lea sempet mengucek-ngucek matanya
berulang kali.
“Jul, coba deh lo baca. Ini minus dimata gue yang nambah
atau apa?” Lea memberikan buku biru itu kepada Juliet lagi dan menyuruh Juliet
membaca nama pemilik buku. Sempat kesal Juliet menjawab “Apaan si Lea? Lo ini
kayak gak bisa baca sendiri aja. Itu kan tulisannya Alexander Romeo.” Mendengar
ucapan Juliet kedua sahabatnya itu hanya saling memandang bingung. Juliet
refleks memegang mulutnya. Ia sendiri mendadak bingung juga. Tumben sekali Aku mengingat nama cowok
menyebalkan itu. Apa mungkin ketika orang sedang galau ingatannya akan berkerja
lebih baik?”
“Apa
manggil-manggil nama gue? Nama gue bagus ya makanya disebut-sebut terus?” Suara
berat itu tak asing ditelinga Juliet.
“ Ge-er amat sih lo jadi orang. Gue cuma mau balikin buku
lo aja. Nih. Makasih.” Dengan malas Juliet melempar buku biru itu kemeja
sampingnya.
Cowok itu mengambil bukunya kembali sambil mengumpat
kesal. “ Lo ini udah dipinjemin juga. Mulanginnya harus baik-baik dong maen
asal lempar aja. Untung aja buku gue gak kenapa-kenapa. Coba kalau dia jatoh
terus cedera. Lo bakalan gue tuntut.”
“Apa sih? Lebay banget jadi cowok,” ucap Juliet dengan
nada yang amat sangat malas. Ia benar-benar malas saaat ini untuk berdebat
dengan cowok itu. Lagian Juliet gak salah kali ini. Romeo memang sedikit
berlebihan dengan gurauannya yang sama sekali terdengar JAYUS.
“Tunggu dulu deh. Lo habis ngapain, Jul? Gantiin
perannnya sadako? Gila muke lu mirip banget,” kata Romeo sambil tertawa keras.
Juliet memelototi Romeo. Cowok ini benar-benar
menyebalkan bin saiko. Memangnya dia gak bisa lihat apa kalau Juliet sekarang
benar-benar lagi galau? Masih aja digangguin.
“Ih rese amat sih lo itu jadi orang. Dasar cowok.....”
Juliet belum sempat menyelesaikan ucapannya . Dengan
santai seperti tanpa dosa Romeo tersenyum lebar dan meninggalkannya. Romeo
benar-benar paling bisa membuat Juliet naik pitam, bahkan disaat sedang
galau-galaunya. Sebenarnya dia itu manusia apa bukan sih? Atau dia memang
makhluk spesies baru yang kerjaanya bikin orang emosi. Namanya Emosi maker spesies.
“Gue pikir lo orang udah baikan. Gak tahunya masih sama
aja,” kata Dytha. Lea hanya menggeleng-geleng kepala melihat sahabatnya Juliet
yang saat ini sedang menyumpahi Romeo dengan sumpah serampahnya. Mulai dari
cicak garong, kecoak sarap, kutu kupret, dan semua binatang menjijikan laennya.
***
Juliet
mendengarnya lagi. Semua kata maaf dan seribu alasan yang Miko berikan
kepadanya. Siang itu entah mengapa Juliet terlalu muak dengan semua alasan
klise Miko. Mulut mungkin bisa bertentangan dengan hati. Seperti saat Juliet
menjawab jawaban yang selalu ia berikan saat cowok yang dihadapannya itu minta
maaf.
“Iya gak-apa-apa kok. Aku ngerti.”
Kata-kata
yang keluar itu seharusnya “Iya aku
ngerti kamu itu lagi gak mau diganggu sama Vella, tapi coba deh kamu ngertiin
juga perasaan aku. Aku ini pacar kamu, Mik.” Ingin sekali Juliet
mengeluarkan unek-unek yang saat ini memenuhi ruang hatinya, tapi ia lebih
memilih diam. Sebelum hubungannya dengan Miko yang sudah terancam punah akan
benar-benar punah. Juliet mau Miko sendiri yang akan menyadari bahwa didepannya
berdiri seorang wanita yang setia sama dia yang rela berkorban perasaan demi
dia.
“Makasih ya, sayang. Udah maaafin. Aku janji deh gak
bakal ulangin lagi. Aku sayang kamu.”
Sebenarnya saat ini Juliet ingin sekali berteriak,
marah,dan memaki-maki. Aliran darahnya sudah ada dipuncak kepala mendengar kata
“janji”dari Miko yang nyatanya selalu saja ia ingkari. Sebenarnya juga Juliet
ingin sekali menangis, meraung-raung mendengar kata “sayang” dari Miko yang
sama sekali tidak terselip perasaan apapun didalamnya. Tapi semua itu tidak
mungkin ia lakukan sekarang. Ia hanya bisa tersenyum sambil menahan tangisnya
Ya
Tuhan kuatkanlah hati aku untuk membuktikan rasa sayangku padanya...
***
Memang cuma Miko
yang bisa dengan segera mengobati kesedihan Juliet dan menggantinya dengan
kegembiraan. Mungkin itulah yang menyebabkan Juliet gak rela kehilangan Miko.
Walaupun ia sering dibuat sedih karena Miko, tapi herannya cuma Miko juga orang
yang bisa membuat dia seneng bukan main.
Malam itu Miko mendatangi rumah Juliet dan mengajaknya candle light dinner direstoran yang membuat Juliet hanya bisa menelan ludahnya.
Restauran yang amat romantis.
Restoran dengan interior bergaya Eropa klasik dan
dekorasi yang penuh dengan keglamouran membuat Juliet berdecak kagum. Penataan lightingnya yang sengaja dibuat redup
dan adanya musik-musik klasik yang mengalun indah dari sang biolist membuat candle light dinner ini benar-benar
sempurna dimata Juliet.
“Thanks ya
sudah ngajakin aku kesini.”
“U’re welcome dear.
Ini sebagai tanda permintaan maaf aku kekamu. Sorry ya udah bikin kamu marah terus.”
“Udahlah gak usah dibahas lagi. Mungkin akunya aja yang
kekanak-kanakan. Maafin aku juga ya udah ngambek gak jelas sama kamu.”
Juliet tersenyum seketika merasakan hangatnya tangan Miko
yang memegang tangannya lembut. Alunan musik First Love, Utada Hiikaru terdengar dari gesekan dawai biola.
Mereka saling bertemu tatap, membuat Juliet larut dalam tatapan itu. Kalau ada
film-film yang paling romantis yang pernah kalian tonton coba deh nonton lagi
karena kira-kira begitulah susasana malam Juliet dan Miko.
Senyum Juliet masih nampak hingga pagi menyapanya. Kali
ini berbeda 180 derajat dengan yang kemarin. Ia memasuki kelas dengan rona
kebahagian yang terpancar jelas di wajahnya.
“Pagi, Tha. Pagi Lea,” sapanya saat melewati tempat duduk
kedua temannya.
Sapaan Juliet kontan mendapatkan pandangan aneh dari
kedua temannya itu. “Lo kesambet apaan, Jul? Semangat banget kayaknya,” tanya
Lea seraya menyipitkan matanya.
Juliet gantian melirik kearah mereka gemas “Kemarin gue
lemes salah. Sekarang gue semangat salah. Apaan kali?”
“Ya kan aneh, Jul. Emang ada apaan sih?” Kali ini gantian
Daletha yang buka suara. Juliet kembali melirik muka teman-temannya yang penuh
dengan penasaran itu sambil tersenyum
“Ihhh Jul, cerita geh! Penasaran nih!”
“Mau tau?? Yakin? Demi apa?” Juliet tersenyum jahil. Lea
dan Daletha menjadi kesal. “Ih lo mah. Dasar, ya!”
“Jadi gini....”
Belum sempat Juliet menyampaikan kisah gembira yang
menimpa dirinya. Seorang cowok datang menuju kesebelah meja Juliet dan
meletakan tas punggungnya dikursi kosong. Mendadak Juliet jadi ingin menyapa
cowok tersebut. Hitung-hitung cowok itu bisa masuk menjadi orang ke duapuluh
yang Juliet sapa.
“Hai Romeo,” sapa Juliet sambil tersenyum. Romeo menatap
Juliet sambil bergidik geli. “Lo sekarang kesambet apaan lagi? Kemaren sadako
sekarang apaan? Simanis dari Jembatan Ancol? Senyum-senyum sok manis gitu bikin
gue merinding tau gak!”
“Apaan sih? Orang gue mau berniat baik aja sama lo. Emang
lo ini, ya gak bisa dibaikin. Maunya dibentak-bentak. Bukannya bersyukur pagi
ini gue lagi Happy jadi gak
marah-marah sama lo,” omel Juliet.
“Apanya gak marah-marah? Kalau gitu sekarang lo lagi
ngapain? Marah-marah kan?”
Juliet mendengus.
“Dasar cowok sinting. Sumpah ya. Lo jadi orang rese amat.
Mendingan tadi gue gak usah negor lo duluan. Susah banget sih mau baik sama lo.
Emang lo itu mau bikin dosa gue nambah kayaknya.” Romeo beranjak dari tempatnya
berdiri tanpa memperdulikan ucapan Juliet. Tindakan Romeo itu sukses menyihir
emosi Juliet yang tadinya amat senang sekarang jadi amat dongkol. Romeo memang
satu-satunya orang yang dalam waktu singkat bisa membuat Juliet cepat terkena
seragan darah tinggi.
“Udahlah Jul. Kok lo sekarang jadi marah-marah sih.
Mendingan cerita aja sama kita-kita. Mumpung gak ada penggangu lagi,” kata Lea
sambil mengelus pundak Juliet.
“Iya. Lagian lo sih. Kenapa coba tiap liat Romeo
bawaannya kesel melulu?”
Juliet cemberut.“Ya lo liat geh, Tha kelakuan cowok yang
dipuja puji cewek-cewek sekelas termasuk lo orang. Gue kan udah bermaksud baik.
Nyapa dia duluan. Eh dia malah ngomong kayak gitu.”
“Dia cuma bercanda kali, Jul. Ahh lo ini kayak gak pernah
bercanda aja. Harusnya lo ngerasa beruntung tahu. Lo perhatiin geh, sikap Romeo
ke lo sama sikap Romeo ke cewek laen itu beda.”
Juliet menggeleng “Beda apanya? Bodo amat lah. Pokoknya
kalau dia yang bercanda itu gak lucu tapi nyebelin. Ihhh udah sih.. Ngapain
bahas dia?”
“Tau tuh Dytha. Ya udah lo cepet cerita geh. Apakah
gerangan yang membuat anda senang pada hari ini?”
Memang Juliet sepertinya tidak ditakdirkan menceritakan
kesenangannya itu pada teman-temannya. Buktinya baru saja ia akan bercuap
cerita, Ibu Endang sudah datang memasuki kelas.
***
Mungkin apa yang dikatakan orang-orang itu benar “Kalau
hati kita senang. Hari-hari pasti serasa berlalu lebih cepat dan indah.” Juliet
bahkan tak sadar kini ia sudah sampai dipenghujung malamnya.
Ia merebahkan tubuhnya yang mungil itu diatas kasurnya
yang super empuk. Juliet mencari posisi yang benar-benar nyaman untuk dapat
mendapat mendengar suara berat Miko diujung telpon malam itu.
“Kamu belum ngantuk sayang?” tanya Miko saat Juliet
meletakan kepalanya diujung bantal.
“Belum. Udah lama juga ya rasanya gak denger suara kamu.”
Jawab Miko diujung sana. Suara Miko yang begitu tenang saat ditelpon membuat
Juliet seang sekali mendengarnya. Suara itulah yang membuatnya selalu merindukan
sosok Miko.
“Iya kangen tau.” Juliet mengaku lugu. Ia sempat berpikir
mungkin saat ini Miko sedang meringis mendengar pengakuannya.
“Aku juga kangen.” Terdengar tawa kecil Miko diujung
telepon. Miko berdeham dan melanjutkan perkataannya “Jul, besok Vella minta aku
temenin dia lomba Volly.” Mencoba santai Miko kembali melanjutkan perkataannya.
“Besok dia lomba ngelawan anak SMA Citra Kirana. Aku boleh kan sayang datang ke
GOR terus ngasih semangat buat dia?”
Hening seketika. Juliet terdiiam, sementara Miko hanya
menunggu jawaban dari ujung bibir Juliet. Sesaat pikiran Juliet
terbayang-bayang dengan pperkataan Lea waktu itu Kalau sekali dua kali sih boleh lo ngasih waktu buat Miko sama Vella.
Tapi kalau setiap hari itu sama aja mau nyerahin pacar lo ke tangan Vella tau
gak?
Semenit, dua menit tiga menit berlalu Juliet masih belum
membuka suaranya. “Jul? Kamu ketiduran ya?” Suara Miko sedikit lebih keras dan
membuyarkan semua pikiran Juliet.
“Eh Iya sayang. Sorry.” Agak terbata-bata ia kembali
meneruskan perkataannya “Boo leh gaaak saaayang kalau aaaku bilang ennggaaak?”
Kali ini Juliet yang menunggu jawaban Miko. Agak lama suara Miko baru terdengar
lagi. “Iya bolehlah. Kamu kan pacar aku. Jadi kamu gak ngebolehin nih? Iya deh
aku ngerti.”
“Siapa bilang aku gak ngebolehin sayang? Tapi besok kan kamu janji mau nemenin aku ketoko buku.
Kamu lupa?”
“Oh ya udah deh terserah kamu. Aku ngantuk nih sayang.
Kamu masih belum ngantuk?” Juliet hapal banget kata-kata Miko yang selalu ia
dengar ditelepon ketika mereka terlibat perang mulut ditelepon. Juliet mencoba
bersabar. “Iya aku udah ngantuk kok. Love
u.” Dengan terpaksa Juliet menekan tombol merah pada blackberrynya itu. Air
mata yang sedari tadi sudah ada dipelupuk matanya membahana keluar. Ia bingung.
Apakah yang dilakukannya ini sudah benar atau malah ini salah? Ini untuk
pertama kalinya dia menolak permintaan Miko.
Malam yang tadinya Juliet pikir akan menjadi malam yang
indah ternyata malah hancur karena ucapannya tadi. Ia berpkir keras dan
memutuskan untuk segera mengambil blackberrynya. Mata Juliet dengan cepat
mencari-cari kontak Miko. Juliet mulai melayangkan jarinya untuk mengetik
Miko
Ya
udah sayang kalau kamu mau nemenin Vella
gak apa-apa kok. Nanti aku ke toko buku sendririan aja. Maaf ya tadi sempet
ngelarang-larang kamu pergi.
Setelah menekan
tombol enter. Juliet kembali melanjutkan tangisannya. Sebagian dadanya sangat sesak. Ia benar-benar
merasa lelah. Entah mengapa malam yang biasanya tidak dingin itu tiba-tiba
berubah membekukan aliran darah Juliet.
TING TONG.
Bunyi pesan masuk dari blackberrynya. Agak takut Juliet
mengambil blackberrynya. Ia takut tenggelam dalam rasa kecewa ketika
meengetahui bahwa cowok yang ia cintai lebih memilih menemani cewek lain
daripada dia. Antara ragu dan penasaran, namun rasa penasran yang besar itu
akhirnya berhasil menggerakan tangan Juliet untuk membuka balasan BBM dari
Miko.
“Iya gak apa-apa
kok sayang. Aku ngerti.” Ternyata ketakutannya itu tidak terjadi. Ia
menarik nafas lega. Dalam hati bersyukur banget bisa punya pacar sepengertian
Miko.
***
Sinar matahari pagi yang menyeruak masuk kekamar Juliet
membangunkannya dari tidur. Hari Minggu ini Juliet terpaksa bangun pagi karena
janji kencannya dengan Miko. Rencananya Miko mau mengajaknya jalan-jalan
seharian setelah menemaninya ketoko buku.
Cewek
yang masih setengah sadar itu berjalan sempoyongan mengambil handuknya dan
menuju kekamar mandi.
Keluar
dari kamar mandi. Cewek itu mengambil baju yang sudah ia gantung dan langsung
duduk didepan meja riasnya. Sebenarnya Juliet bukan cewek yang suka memakai
kosmetik warna-warni untuk merias wajahnya seperti cewek-cewek biasanya. Juliet
hanya akan menyisir rambut panjangnya lalu sedikit menyapukan bedak dipipinya
yang tirus itu.
“I’m
ready,” ucapnya sambil berjalan ke ruang tamu menunggu kehadiran sang pangeran
yang hendak menjemputnya.
Sejam..
Dua jam.. Tiga jam... Belum ada kabar atau telepon atau tanda-tanda apapun dari
Miko. Miko gak mungkin lupa. Bukannya kemarin dia yang sudah berjanji. Untuk
memastikan semua baik-baik saja. Juliet mengambil blackberrynya dan segera
menelpon Miko.
“H-ha-lo?”
suara Miko terdengar terbata-bata.
“Hei.
Kok belum datang?”
“Sorry,
Jul.. Uhuukk.. Uhuukk.. Aku lagi gak enak badan. Kayaknya aku gak bisa nemenin
kamu hari ini. Gimana ya? Kalau kamu mau aku bisa jemput kamu tapi agak siangan aja ,ya? Soalnya sekarang
kepalaku masih pusing banget.
Gadis
itu menggeleng. Mendadak ia panik mendengar Miko sakit. Kelihatannya agak
parah. ”Kamu sakit apa sayang? Udah minum obat. Ya udah sayang kalau gak bisa
jangan dipaksain. Aku ketoko bukunya nanti sama Dytha aja. Kamu istirahat aja.”
“
Uhuukk Cuma demam biasa aja kok. Udah tenang aja..” ucap Miko lemas.
“Kalau
butuh apa-apa hubungi aku ya? Apa aku temenin kamu aja ya kesana?” Mendengar
suara Miko sekarang Juliet jadi benar-benar mencemaskan keadaan Miko.
“Gak
usah, Jul.. Uhuukk... Nanti ngerepotin kamu lagi. Lagian aku cuma butuh
istirahat bentar kok. Besok juga sembuh.”
“Bener
nih?” tanya Juliet menyakinkan sekali lagi.
“Iya
beneran.. Uhuuk. Uhukk..”
Melihat
Miko yang bersikukuh tidak mau ditemani akhirnya Juliet menerima permintaannya.
“Ya
udah. Isirahat sana! Jangan lupa minum obat ya, sayang. Get well soon, ya.”
“Thanks dear.”
Telepon
berakhir.
Juliet berusaha menghentikan firasat buruk dalam hatinya.
Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia takut terjadi sesuatu
pada Miko. Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat lalu menarik nafas dalam-dalam.
Be calm Juliet.
Everything is okay. Miko akan baik-baik aja.
Pagi-pagi benar
Juliet sudah datang kesekolahnya. Ia sengaja menunggu Miko didepan gerbang
untuk melihat keadannya. Cuaca pagi ini memang sangat dingin. Juliet memasukan
sebelah tangannya kesaku jaketnya, sementara tangan yang satunya ia biarkan
tetap diluar memegang tempat makan berwarna biru berbentuk kotak yang didalamnya
sengaja ia masukan roti sandwich
buatannya untuk Miko. Ia sangat hapal sekali kebiasaan Miko yang sering lupa
sarapan. Biasanya Juliet akan bersikap biasa saja. Ia hanya sesekali
mengingatkan di telepon, tapi kemarin mendengar Miko sakit Juliet menjadi
khawatir dan memutuskan untuk membawakannya susu hangat.
Agak lama mencari-cari sosok Miko. Akhirnya matanya
menangkap sosok itu yang akan berjalan menuju gerbang. Senyum Julietpun
berkembang. Ia berlari kecil menghampiri Miko.
“Ciee yang udah sembuh,” kata Juliet setelah memperhatikan
wajah Miko yang cerah.
“Iya lah. Kalau sakit terus ntar gak bisa ketemu kamu.”
Miko memamerkan senyumnya kepda Juliet. Juliet sedikit tertawa kecil “Bisa
gitu,ya. Baru aaja sembuh udah bisa gombal.” Juliet membasahi bibirnya yang
kering sebentar lalu kembali meneruskan perkataannya “Ini buat kamu.” Juliet menyerahkan botol yang dari tadi ia
pegang ke tangan Miko.
“Apa ini, Jul?” tanya Miko heran.
“Kamu kan baru sembuh. Jadi mau gak mau aku paksain hari
ini kamu harus sarapan.”
“Gilaa perhatian banget sih. Tau gini aku sakit terus,” kata
Miko sambil mengusap sayang rambut Juliet. Juliet hanya menunduk malu. Mereka
berjalan berbarengan meninggalkan gerbang menuju kekelas Juliet. Kelasnya Miko
berbeda dengan kelas Juliet. Miko kelas 11 Ipa 2 dan Juliet kelas 11 Ipa 3.
Sambil tersenyum Miko mengantarkan Juliet sampai didepan
pintu lalu menyuruhnya masuk “Masuk
gih. Udah nyampe dikelas kamu.” Juliet hanya mengangguk pelan dan melambai ke
Miko.
Juliet masih terpaku dibalik pintu kelas sambil menatap punggung
Miko dari kejauhan sebelum ia dikagetkan dengan kedatangan Lea yang tiba-tiba
mencolek tanganya.
“Ciee yang udah baekan,” ledek Lea
“Emang kapan gue berantem?” tanya Juliet bingung.
“Loh. Kata Miko kemarin lo sama dia lagi marahan.”
“Kemarin?” tanya Juliet lagi.
“Miko bilang kemarin lo lagi marah sama dia makanya gak
mau ikut pas dia ajak nonton Volly bareng.”
Juliet masih mencerna perkataan Lea baik-baik. Apa
maksudnya? Volly? Boro-boro mengajaknya nonton Volly. Bukannya kemarin Miko
bilang dia lagi sakit?
“Kemarin Miko nonton Volly?” kejar Juliet cepat.
“Emangnya lo gak tahu? Bukannya kata Miko dia udah
ngajakin lo? Cuma pas itu lo lagi marah sama dia jadi lo gak mau ikut?”
“Seriusan lo, Lea? Lo bercanda kan?” tanya Juliet tak
percaya.
“Benaran. Tanya aja sama Dytha.” Menyadari namanya disebut Dytha hanya
berdeham sambil mengangguk. “Lo nyesel, Jul gak ikut kemarin. Pertandingannya
seru banget. Sekolah kita menang satu kosong. Terus Miko bawai.... Dytha
menampar mulutnya keras-keras. Untung saja ia sadar tidak boleh melanjutkan
ucapannya.
“Kok diam? Miko ngapain Tha? Miko datang kesana sama
siapa?” Mata Juliet benar-benar panas. Emosinya tidak bisa ia kendalikan. Ia
menguncang-guncangkan tubuh Dytha dan terus meminta jawaban Dytha. Dytha masih
terdiam. Saat itu Dytha merasa seperti masuk kejebakan simalakama. Disatu sisi
ia tidak tega melihat Juliet yang saat ini mengemis-ngemis meminta jawaban
darinya tapi disisi laen ia juga tidak tega memberi tahu Juliet.
“Tha, kalau elo memang temen gue. Gue cuma mau lo jujur
ke gue. Gue capek, Tha jadi keledai bodoh yang terus dibohongin.” Suara Juliet
terdengar sendu. Suara menggerakan hati Dytha untuk berbicara.
“Hmm.. Dytha menghembuskan nafas lirih. “Miko... Miko
datang kesana sama Vella. Waktu itu kan gue jadi seksi pengambilan foto saat
pertandingan berlangsung. Terus gue minta si Lea temenin gue buat datang
kesekolah pagi-pagi. Terus gak sengaja kita ketemu sama Miko yang lagi jalan
sama Vella. Kita nanyain lo deh. Katanya lo lagi ngambek dirumah gak mau ikut.
Jadi dia pergi bareng Vella. Udah cuma gitu aja kok.” Dytha berhenti berbicara
ketika melihat Juliet yang sudah berlinang air mata saat membuka kamera Dytha. Tangannya
bergetar. Perlahan-lahan kakinya mulai lemas.
“Lo bohong kan, Tha? Bukan Cuma itu kan? Tapi juga semua
yang ada di foto ini.” Juliet menunjukan beberapa foto yang membuat hatinya
terhujam batu berkali-kali. Foto saat Miko menyerahkan bunga kepada Vella, Foto
saat miko mengandeng mesra tangan Vella, bahkan yang membuatnya terasa terhujam
batu yang amat besar adalah Foto saat Miko mengecup kening Vella. Dengan susah
payah Juliet menelan ludah. Suara Juliet terdengar serak parau. Ironis. Perih.
Pilu. Segalanya terasa menyakitkan bagi Juliet. Bahkan untuk bernafas saja
seakan dada Juliet sangat sesak. Ia benar-benar terluka dua kali lipat daripada
waktu itu. Kebohongan dan kekecewaan sekaligus Miko berikan kepada Juliet.
Harusnya Miko tahu bahwa sosok Juliet itu paling benci dibohongi. Apalagi
dengan hal yang berkaitan tentang perasaan....
Bab 9
Sejak pulang sekolah tadi Juliet masih berpaku di kamar.
Duduk di kasur dengan sekotak tissu didepannya dan lembaran tissu yang
berserakan di kanan kiri. Mungkin cuma dengan menangis Juliet mampu mengeluarkan
semua beban yang saat ini membuatnya memikul barbel ratusan kilo. Ia semakin tidak
tahan dengan rasa sakit yang akhir-akhir ini sering kali ia simpan dalam-dalam
tanpa pernah meminta Miko untuk memahaminya. Ia sudah terlalu lelah
berpura-pura tegar, berpura-pura tuli,
berpura-pura bodoh hanya untuk mempertahankan semua hubungannya dengan
cowok itu. Terlalu banyak kabut-kabut yang mengaburkan kepercayaan Juliet
dengan semua kata cinta dari Miko. Apa yang harus ia lakukan? Bukankah didalam
cinta harus ada kepercayaan? Lantas kalau kepercayaan itu selalu dikaburkan
untuk apa terus bertahan menghadirkan cinta?
Kali ini Juliet menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menenangkan
dirinya. Ia tidak boleh gegabah lagi
mengambil keputusan untuk memutuskan hubungannya dengan cowok itu. Miko...
Mengingat namanya membuat Juliet mengingat cowok itu enam bulan lalu. Juliet
menyadari satu hal. Miko sudah berubah. Perubahan yang sama sekali belum bisa
ia pahami sebab-sebabnya. Apakah perubahan itu disebabkan karena Miko yang
sudah bosen merajut cintanya dengannya? Atau karena Miko telah menemukan sosok
cewek lain yang benar-benar membuatnya merasa nyaman didalam diri Vella?
Enam bulan. Waktu yang cukup lama untuk cinta itu hadir.
Hipotesis Juliet yang menurutnya sudah terbukti nyata “Cinta itu cuma hadir
dalam 3-6 bulan. Lebih dari itu cinta bukan lagi memberikan kisah yang manis,
tapi luka yang mengiris.” Juliet memutar pikirannya menuju masa lalu. Ketika
dia masih bersama Andre. Mereka juga putus setelah 6 bulan .
Apakah hubunganku dengan Miko juga
akan putus? batinnya. Perkataan yang membuatnya
menggeleng keras. Ia sudah benar-benar mencintai cowok ini. Bahkan sudah
terlalu sering berkorban untuk cowok ini. Menjadi sosok wanita tahan banting
yang berpura-pura tahan dengan semua kemesraannya dengan Vella. Entah mengapa
ia tidak bisa mendapatkan kemungkinan hasil dari perjuangannya selama ini?
Namun ia hanya bisa berharap. Hanya kepada cowok itu ia menggantungkan senyum
sekaligus cintanya.
Setelah
menangis dan berpikir lama. Ia semakin lelah. Perlahan-lahan mata almondnya
yang masih basah itu terpejam. Ia terlelap dalam tidur sekaligus mimpinya.
Mimpi indahnya bersama Miko. Seperti waktu 6 bulan lalu.....
Bangun
dari tidur dan mimpinya ia mengaktifkan blackberrynya kembali. Masih belum ada
pesan, panggilan ataupun BBM dari Miko. Juliet ingat jelas. Akhir-akhir ini
nampaknya Miko memang terlalu sibuk entah pada rutinitasnya atau pada Vella.
Miko sudah jarang menelpon apalagi membalas BBM ataupun SMS Juliet. Mereka
hanya bertemu disekolah waktu istirahat saja kadang juga gak.
Hingga malam Juliet masih
terpaku menatap layar handphonenya yang sepi tanpa ada nama “Miko” disana.
Gadis itu menahan kantuknya hingga pukul 2 malam hanya untuk menunggu telepon
dari Miko, sampai ia sadari kenyataan bahwa telepon Miko kemarin adalah telepon
Miko yang terakhir. Miko tak akan lagi pernah menelponnya, meski ia tunggu
berhari-hari.
***
Pagi
itu Juliet kembali memasuki kelas dengan
penampilan yang amat berantakan sama seperti suasana hatinya saat ini. Mata bengkak dengan lingkar hitam
dibawah matanya yang semakin terlihat. Rambutnya yang hanya disisir
asal-asalan. Kaos kakinya yang panjang sebelah. Untung saja ia masih mengingat
satu hal. Memakai ikat pinggang dan tas selempangnya dengan baik.
“Jul,
lo kenapa lagi? Masih mikirin yang kemarin? Udahlah Jul. Udah gak usah
dipikirin lagi.” Lea prihatin melihat Juliet pagi itu. Ia langsung mengelus
bahu Juliet lalu mengambil tempat duduk disampingnya.
Beda
halnya dengan Dytha yang dari tadi hanya menggiti kuku geripisnya melihat
keadaan Juliet saat ini. Ia benar-benar merasa bersalah. “Ehmm.. Jul, sorry.”
Agak terbata-bata Dytha menjelskan permintaaan maafnya. “Gue gak bermaksud
bohongin lo. Gue Cuma gak mau lo kayak gini. Ini semua salah gue. Harusnya gue
gak ngambil semua foto-foto itu. Tadinya gue ikir mau kasih lo lihat foto itu
setelah lo putus sama Miko.. tapi...”
Juliet
tersenyum nanar. “Bukan salah lo kok. Justru gue mau ngucapin makasih sama lo
karena udah nunjukin gue gimana Miko dibelakang gue.”
Senyum
Dytha keluar. Ia menarik nafas lega. “Jadi lo gak marah sama gue?”
Juliet
menggeleng tanpa menjawab.
“Le,
Tha. Gue bingung nih. Gue mesti gimana? Mana Miko gak telepon gue semalem. Apa
nanti gue samperin dia ke kelasnya aja ya?” Juliet kembali menekuk mukanya yang
sudah melebihi baju lecek.
“
Ke kelasnya? Gue yakin Miko pasti gak ad, Jul. Kan anak Ipa dari kemarin sore
berangkat kemah ke Ngison Nando sampe tiga harian.”
Juliet
sangat terkejut mendengar perkataan Lea. Pantas saja waktu dia lewatin kelas
Miko masih ditutup. Ia nampak memikirkan sesuatu.
Tiga hari Miko dengan Vella bermalam lagi.
Dan Dia gak ngasih kabar apa-apa ke gue?
Juliet menggit bibirnya
sekuat tenaga untuk menahan tangisnya.Juliet tahu ia harus bisa menahan
tangisnya agar tidak lagi pecah seperti waktu itu dan menjadi bahan tontonan
teman-teman sekelasnya seperti kemarin.
“Udahlah,
Jul gak usah pikirin Miko lagi. Buat apa Mikirin orang yang cuma bikin lo sakit
hati terus kerjaannya? Kalau perlu waktu dia balik dari kemah lo putusin aja
sekalian.” Kali ini Lea mencoba membuka pikiran Juliet. Memang kedua temannya
ini dari awal tidak ada yang setuju hubungan Juliet dengan Miko. Bagi mereka
Juliet harusnya bisa mendapatkan cowok yang seribu kali lebih baik dari pada playboy tengil cap tomcat itu.
“Udah
ya Jul. Gak usah sedih terus. Jangan buang air mata lo buat orang yang gak
pernah ngehargaiinya.” Dytha memeluk Juliet erat. Sebuah pelukan bisa menjadi
tempat sandaran bagi seseorang yang hatinya benar-benar rapuh.
Sudah
tiga hari Juliet mengawali hari, menatap ponselnya yang sepi tanpa ada kabar
dari Miko. Ia mencoba menahan rindunya yang sudah memuncak. Pada akhirnya
sia-sia. Rindunya kian semakin brutal. Memaksanya untuk mengetahui kabar Miko,
memaksanya untuk menghubungi Miko, dan rindunya yang memuncak ini berhasil
mengalahkan benci dihati. Juliet menyerah dalam kepasrahaannya. Mungkin ia
harus menghubungi laki-laki itu duluan. Mengalah pada kenyataan bahwa dirinya
tak bisa bernapas lega tanpa sosok miko.
Pagi sayang. Sibuk ya? Sampai
gak ada kabar berhari-hari.
Dengan penuh
keraguan, ia berhasil menekan tombol send
message. Ia kembali menunggu terus. Akhirnya.. bunyi nada dering pesan
masuk yang biasanya memenuhi ponselnya akhirnya muncul juga.
Sejam,
dua jam, tiga jam. Perlu waktu lamakah bagi Miko untuk membalas smsnya yang
singkat seperti itu? Oh Tuhan. Ia
mencoba mengerang dalam hatinya. Sesakit
inikah mencintai seseorang? Sesakit inikah perjuangan cinta?
Berulang
kali ia mengirim pesan yang sama seperti pesan diatas.dan sesekali menelpon.
Usahanya itu tidak membuahkan hasil. Ia hampir putus asa, ketika bunyi nada
dering pesan masuk itu hadir.
Miko:
Iya. Kenapa?
Dua kata. Hanya dua kata
ia sudah sangat gembira melihat balasan di ponselnya. Seakan dikomando otaknya,
tangan itu mulai mengetik lagi.
Gak
apa-apa.Cuma kangen aja.
Ia kembali menekan tombol send di ponselnya.
Sejenak ia menghela nafas yang membuatnya sesak. Kalau ada casting pemain drama yang bisa melakoni seseorang bodoh yang lebih
memendam apa yang ia rasakan dalam hati. Mungkin Juliet akan mendapatkan
julukan Best Actor.
Miko:
Oh.
Juliet terus
mengelus dadanya yang kian semakin menuai hantaman luka saat melihat satu kata,
dua huruf, dan satu titik balasan dari Miko.
Kamu kenapa?
Sambil
menunggu balasan Miko. Ia merapatkan kedua tangan dan menopang dagu lancipnya.
Lama.
Lama sekali ia menunggu. Lama sekali balasan itu baru muncul. Kali ini memang
balasannya cukup panjang, namun semakin menyakitkan. Balasan pesan itu yang
seakan menyiramkan asam cuka hatinya yang sudah saat ini mungkin mengeluarkan
nanah.
Miko:
Jul,lo ngerasa gak kita yang sekarang udah
gak sama lagi? Mungkin tanpa kamu sadari perasaan kita juga udah beda. Mungkin
juga kita udah gak cocok lagi.Kamu masih mau ngelanjutin ketidakcocokan ini?
Sia-sia,Jul. Jujur aku udah capek. kita putus aja, ya?Soalnya itu yang terbaik.
Miko
memutuskannnya? Demi Tuhan. Ia harus jawab apa? Ia tidak tahu mengapa ia jadi
berubah sebodoh ini? Sepenuh hatinya ia tetap ingin Miko tidak pergi. Ia tidak
tahu mengapa menulis kata “Ya udah kita putus saja” saat ini lebih sulit dari pada
menahan sakit hati saat membohongi perasaannya sendiri. Ia hanya berharap tanpa
tahu harapan itu terlalu tinggi. Ia hanya menginginkan sosok Miko yang seperti
dulu, membantunya memperjuangkan cinta yang kian kali membuatnya mati rasa.
Apakah dia benar-benar salah?
Kenapa harus putus? Kita masih bisa
memperbaiki semuanya. Kita masih bisa sama lagi kayak dulu,Mik.
Saat menulis
itu Juliet ingin rasanya meronta-ronta, merengek-rengek, berteriak sampai
seluruh alam semesta mengasihaninya. Ia benar-benar rapuh. Perjuangannya yang
terus ia lakukan tidak ada gunanya. Miko tetap ingin pergi. Please,Mik. Liat perjuangan gue. Gue
benar-benar udah berkali-kali dihujam luka, tapi tetap bertahan Cuma demi lo.”
Miko:
Jul, sorry.
Gue benar-benar gak bisa. Ini benar-benar yang terbaik. Kamu itu gak cocok buat
gue,Jul. Kamu terlalu baik buat gue.
Sorry sekali lagi Tapi kita harus putus.Be calm ya. Aku yakin kamu bisa dapetin
yang lebih dari aku. Makasih ya. Sekali lagi maafin aku , mungkin kita emang
lebih cocok jadi teman aja. Aku cuma gak mau ngelukaiin kamu lebih dalam lagi.
Alasan putus
Miko yang membuat Juliet gak habis pikir, benar-benar membuatnya frustasi.
“Terlalu baik” bukankah justru kita harus memperjuangkan yang terlalu baik itu?
Kalau Juliet bisa memutar waktu ia benar-benar tidak akan menjadi sosok
yang”terlalu baik” lagi yang ia kira dapat membuat Miko selalu menoleh
kepadanya.
Lo gak mau ngelukaain gue lebih dalam
lagi,Mik? Tapi sadarkah lo saat lo mutusin gue itu. Saat itulah lo udah
ngelukain gue dalam banget.
Juliet sengaja gak
ngebalas pesan dari Miko. Ia berarap Miko sadar. Gadis itu tidak sama sekali
mendambakan kata putus keluar dari mulutnya.
Bab 10
Ditengah tugas yang berserakan, buku-buku yang
bertumpukan, dan novel-novel yang belum selesai ia baca, Juliet masih
memikirkan cowok itu. Ia pikir saat cowok itu memutuskannya waktu itu adalah
penderitaan terakhirnya karena cowok itu. Tak pernah ia bayangkan cowok yang
sampai sekarang pun masih ia cintai, ternyata masih juga selalu bisa melukainya
walau sudah tak ada hubungan apapun yang mengikat mereka.
Ia rasanya masih belum sepenuhnya mengerti, cowok macam
apa yang ia cintai ini. Cowok yang dulu mengucapkan janji, namun lebih sering
mengikarinya. Cowok yang dengan mudahnya berkata putus tanpa memberi penjelasan
yang membuatnya benar-benar mengerti kesalahqnnya, dan cowok yang selalu bilang
tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan cewek yang saat ini justru selalu
sering berada digenggamannya. Lebih dari itu semua yang membuat Juliet
benar-benar belum paham adalah kenapa sampai sekarang dia juga masih berharap
penuh sama cowok itu?
Semuanya penuh kepalsuan. Itu yang ia dapati selama ini.
Saat pertama kali mendengar fakta yang beredar luas yang memaksanya untuk
menutup telinga kuat-kuat tanpa harus peduli. Miko sudah berpacaran dengan
Vella, sebelum ia memutuskan hubungannya dengan Juliet. Mereka backstreet. Bagaimana bisa seorang
Juliet tidak peduli mendengarnya? Tidak menangis saja ia sudah bersyukur. Ia
semakin merasa seperti orang bodoh saja saat mendengar semuanya dari Mario,
pacar Lea. Lea yang memaksa Mario menceritakan semuanya ketika pulang sekolah.
Semua itu untuk membuka mata Juliet. Pria macam apa yang terus-menerus ia
cintai. Semua itu untuk membuat Juliet sadar kalau selama ini ia mencinta pria
yang salah. Tak ada yang menyangka ternyata Lea salah. Juliet belum juga
sadar,bahkan masih menangais meratapi kisahnya,lalu tenggelam kedalamnya _ semakin
dalam.
Sejak itu, Juliet benar-benar berubah. Ia lebih sering
menyendiri dan memilih untu diam dikelas. Melampiaskan kegalauannya dengan
membaca novel dan buku psikolog lainnya. Ia tidak lagi seceria dulu.
Garis-garis senyum diwajahnya terlihat samar, bahkan banyak yang terhapus.
Juliet benar-benar terlihat seperti orang yang sedang koma. “Hidup segan,
matipun tak mau.”
Ia tidak betah lagi berada disekolah yang dulu selalu
membuatnya tertawa ria saat bersama Miko. Perasaannya semakin berccampur aduk
saat melihat Miko dan Vella terlihat begitu mesra setiap tak sengaja berpapasan
dengan Juliet dipersimpangan lorong sekolah. Miko yang kerap kali menggengam
dan merangkul Vella seperti yang dulu ia lakukan pada Juliet,bahkan lebih
hangat dan dekat.
Pemandangan
itu membuat sekolah yang tadinya merupakan tempat favoritenya Juliet sekarang
berganti menjadi tempat yang terkutuk baginya. Ia benar-benar ingin jam sekolah
yang panjang itu cepat berakhir. Nilainya mendadak jeblok semua, PR yang
diberikan guru dia kerjakan pagi hari dengan meminjam PR Lea atau Dytha. Dia melampiaskan
semua kesedihannya didalam kumpulan buku-buku psikolog agar terlihat sebagai
wanita yang tak tersakiti sekalipun telah dibohongi oleh laki-laki yang ia
cintai. Ini lebih sakit daripda waktu dia memutuskan Andre.
Semua
kepura-puraannya disekolah hanya dapat berakhir ketika malam menyapanya.
Dirumah, tepatnya dikamarnya yang berukuran persegi dan tak terlalu besar, ia
menuangkan semua pikirannya. Menuangkan semua beban-beban sambil mengeluarkan
air mata yang terus ditahannya disekolah
melalui sebuah tulisan-tulisan kecil dalam sebuah dunia maya yang bersimbol
sebuah burung biru.
Malam
ini Juliet kembali melakoni pekerjaannya. Menjadi si Penggalau ria dijejaring
sosial. Tujuannya hanya satu. Miko memperhatikannya. Sekali saja Miko melihat
betapa kerasnya ia berjuang untuk semuanya.
Juliet Danniela @Juliet_Dan. 20 Mei
Dan ketika kamu mulai mengangdeng
mesra tangannya, aku merasa jari-jarimu mulai meremas dan mengoyak perasaanku.
Juliet Danniela @Juliet_Dan. 20 Mei
Bahkan jika
airmata mengisi merendam seluruh tubuhku. Kau tak akan pernah peduli karena aku
dan perjuanganku terlalu kasat mata bagimu.
Juliet memutuskan untuk berhenti
mengetik. Sudah 12 tweet yang ia buat malam ini. Sudah menggalau disana,
sekarang ia memutuskan untuk berpindah tempat galau. Blog!
Astaga! Baru
akan membuka blognya. Tiba-tiba Tweetnya menuaikan replay dari seseorang. Siapa?Apakah itu Miko? Dengan secepat
mungkin ia melihat notification di
twitternya.
Alexander_ Romeo @A_Romeo. 20 Mei
Mulai deh Lebay deh. Dasar sadako
galau.
Juliet
membelakan matanya melihat pembalas Tweetnya. Romeo. Dasar cowok nyebelin itu
Kenapa sih ngeganggu aja?
Dengan kesal Juliet membalas
replay’an dari romeo. Ia menekan tombol panah.
@A_Romeo: Apaan sih lo ini? Rese
banget. Mau gue galau kek gak kek. Kan gak ada hubungannya sama lo!
Kali ini
balasan dari Romeo datang kembali tidak lama setelah Juliet mengirimkan itu.
@Juliet_dan: Lo itu ganggu gue.
Timeline gue penuh dengan kegalauan lo yang tidak bermutu.
Dibuat lebih
kesal daripada sebelumnya. Juliet jadi sama sekali tidak membalasanya. Didalam
hatinya ingin sekali Juliet meruntuki Romeo. Memangnya dia pikir Twitter itu punya bapaknya? Apa coba salahnya galau
di twitter? Galau kan manusiawi. Tanpa Juliet minta, Romeo kembali membalas
pesannya yang tidak dibalas Juliet. Kali ini Juliet membacanya sambil tersenyum
kecil. Cowok itu terkadang lucu juga. Ini untuk PERTAMA KALInya dia tersenyum
setelah putus.
@Juliet_dan: Udah jangan jadi ratu
galau terus. Kata mama seseuatu yang udah kita kasih orang laen gak boleh
ditangisin.
Oke, walaupun sedikit tersenyum
membacanya Juliet tetap saja melakukan hal awal yang ia ingin lakukan. Tetap
membiarkan tweetan itu berkarat tanpa membalasnya dan terus melanjutkan kegiatannya
yang tertunda. Menulis blog.
Aku mengingat
jelas bayanganmu saat itu
Kau berjalan
melewatiku bergandengan tangan
Kau
berpapassan denganku merangkulnya begitu hangat
Bagaikan tak
ada apa-apa
Kau memang
sudah berubah?
Cinta ini
sudah berakhir
Tapi apakah
terlalu tinggi jika aku menginginkan cinta ini tidak memiliki akhir?
Mungkin hanya
aku yang terluka malam ini
Sementara kau
lebih memilih untuk bersamanya
Menghabisi
waktu bersama menaungi kebahagian
Bertemani
airmata
Aku masih
terpuruk dan hatiku tenggelam dalam rindu
Dalam mimpi
pun aku masih tetap mencarimu
Bahkan disaat
kau memilih utnuk meninggalkanku
Hari ini Juliet benar-benar yakin
kalau ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Atau memang begini? Sehabis kita
putus nama akhir kita bertambah satu kata “SIAL” Julliet Danniela Sial.
Kesialan datang bertubi-tubi. Mulai dari bangun kesiangan dan terlambat hingga
sebagai konsekuensinya Juliet harus menyapu halaman sekolahnya dan mendengarkan
ocehan maut pak Suhur dengan hujan alam dimulutnya. Setelah itu belum lagi dia
bernapas, kesialan kedua datang lagi. Ia lupa kalau hari ini ulangan
matematika. Dan sudah bisa dipastikan ia tidak bisa mengerjakannya tadi.
Kesialan ketiga adalah Saat dia kembali dimarahi lagi oleh bu Endang karena
nilainya yang turun. Waduh kalau begini terus gelar Juliet sebagai murid
teladan akan terancam dong!!!
Kesialan yang terakhir ini yang
menurutnya paling parah. Waktu pelajaran bahasa Indonesia ketika Ibu Septi
memberikan tugas kelompok berdasarkan tempat duduk. Ia harus pasrah sekelompok
dengan Romeo. Demi Tuhan! Bagaimana bisa dia bekerja sama dengan makhluk
semenyebalkan Romeo?
Juliet melirik kearah Romeo
disebelahnya. Cowok itu sama sekali tidak apa-apa. Protes saja tidak. Ia masih
dengan gayanya yang sok cool yang membuat Juliet ingin menampar dan menghujat Romeo, walaupun
hampir semua cewek satu kelasnya saat melihat gaya Romeo itu malah meleleh ditempat
(dikira es kali meleleh) atau malah menganggapnya sekeren Justin bieber. Juliet
membuang nafas panjang. Rasanya ia butuh waktu untuk belajar mengendalikan
kesabarannya sekarang juga.
“Aihhh.. Males banget deh sekelompok
sama sadako galau,” Cibir Romeo.
“Ihh siapa juga yang mau sekelompok
sama lo?” balas Juliet tak mau kalah.
“Gue tunggu pas pulang nanti
dikantin. Pokoknya lo udah harus dapetin topik buat artikel kita. ”
“Gila! Dasar Saiko. Tugas itu baru
dikasih hari ini. Lagian kan dikumpulnya masih seminggu lagi.”
“Uwoo.. Ada apa ini? Juliet yang
biasanya paling bisa ngehargaiin waktu dan niat banget sama pelajaran sekarang
jadi males-malesan. Mungkin dia mau dapetin nilai jelek lagi kayak waktu
ekonomi.” Perkataan Romeo kali ini bukan hanya saja mengundang kemarahan
Juliet, tapi saat ini bila saja membunuh itu tidak dosa, Juliet pasti sudah
membunuhnya sekarang.
“Tau apa lo tentang gue. Oke. Gue
pasti udah dapetin topiknya pulang sekolah nanti.” tandas Juliet. Ada satu hal
yang perlu diketahui dari Juliet. Cewek ini paling gak suka diremehkan dan
ditantang. Perkataan Romeo barusan mengandung keduanya. Otomatis Juliet tambah
panas plus tambah galau.
“Kita lihat saja.” Romeo melirik
sekilas ke Juliet sambil tersenyum samar. Gadis itu terlihat berpikir keras
mencari topik.
***
Juliet menatap Romeo sebal. Yang
benar saja cowok itu? Ia hanya terlambat tiga menit saja dimarah-marahi. Gak
bisa ngehargain waktulah. Ngegalau teruslah. Atau apalah yang membuat
seolah-olah Juliet telah melanggar peraturan negara.
“Bawel banget sih. Mendingan kita
cepetan bahas habis itu cepetan pulang. Bisa gila gue lama-lama deket lo.”
“Siapa juga yang mau deket sama lo
lama-lama. Emang lo udah nemuin topiknya?”
Juliet tersenyum penuh kemenangan.
“Udah dong.” Sejenak Juliet mengeluarkan catetan dan kotak pensilnya lalu
melanjutkan perkataannya “Gue dapet tiga topik yang menarik...
Belum sempat Juliet melanjutkan
perkataannya. Romeo sudah menyemburnya dengan penyangkalan “Gue kan mintanya
satu topik. Kalau tiga jadi lebih susah milihnya. Mendingan lo ambil yang
paling bagus dari ketiganya.”
Juliet mengelembungkan pipinya.
Cowok ini ada benarnya juga. Ia segera memilih topik yang menurutnya paling
bagus. Topik yang dari awal ingin ia ajukan.
“Ehmm.. Oke.
Kalau gitu topik kita tentang pengaruh putus pacaran dengan prestasi siswa.”
“Gilaa lo ya.
Dasar tukang galau. Bisa gak sih lo ngambil topik yang benar sedikit.”
Juliet memeloti Romeo yang dari tadi
hanya menghardiknya saja. Semua yang ia lakukan seakan salah. “Ihh lo ini
bisanya nyalahin gue aja. Emang apa coba yang salah dari topik gue? Lagian
emang lo udah punya topik.”
Romeo melotot balik ke Juliet. “Udah.
Dan yang pasti topik gue lebih bagus dari pada punya lo. Gue mau ngambil topik
Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasinya.
“Nggak. Gue gak setuju. Topik apaan
itu. Pasaran.”
Romeo menatap Juliet tidak terima.
“Eh masih mending topik gue kemana-mana ya daripada topik lo yang gak jelas
itu.”
“Tapi kan ini tugas kelompok.
Semuanya harus berdasarkan kesepakatan bersamal!” Juliet ngotot dan menekankan
kata ‘kesepakatan’.
“Ya terus lo maunya gimana? Topiknya
apa jadinya. Ribet banget ya lo ini. Bikin kita semakin lama aja,” kata Romeo
kesal.
Juliet tampak sedang berpikir keras.Ia harus nemuin topik yang bagus sampai
Romeo setuju sama topiknya dan gak ada alasan cowok itu buat menolak.
Romeo tak mau kalah. Saat ia melihat
Juliet sedang berpikir. Ia juga berpikir menemukan topik baru yang nanti pasti
akan disetujuin Juliet.
AHAA! Teriak mereka serempak disertai
dengan gebrakan meja dari keduanya yang sepat membuat ibu kantin melirik tindakan
mereka.
“Pengaruh Sosial Media terhadap Ilmu
sastra,” kata mereka berbarengan. Juliet tersentak kaget dan menutup mulutnya.
Kenapa kali ini bisa-bisanya pikirannya sejalan dengan cowok nyebelin itu?
Romeo lebih kaget lagi daripada Juliet, namun ia tetap masih bisa untuk kembali
ke gayanya yang biasa “cool.”
Juliet tersenyum sumringah. Akhirnya
mereka berhasil mendapatkan topik dan ia bisa cepat pulang dari sana lalu
terbebas dari makhluk menyebalkan, Romeo.
“Jul, jangan lupa besok bawa buku
sadura buat topik kita. Jangan ngegalau aja.” Belum sempat Juliet menjawab
Romeo sudah melambaikan tangan dan meninggalkan Juliet.
Dasar cerewet.
Besok gue bawain tumpukan buku kehadapan lo. Biar lo puas. Makan tuh buku. Juliet tertwa
pelan. Ia buru-buru pulang karena ingin segera mampir ke Gramedia. Tanpa Juliet
sadari apa yang dilakukan dan diperintahkan Romeo telah menumbuhkan semangat
belajarnya kembali.
***
BRAAKKK
Juliet menjatuhan tumpukan buku tebal
diatas meja Romeo. Nyaris Romeo kaget melihat betapa banyak buku-buku memenuhi
mejanya. Romeo melirik Juliet mengisyaratkan Juliet untuk menjelaskan semuanya.
“Lo kan minta gue bawain buku yang
berhubungan dengan topik kita. Lo lupa?”
“Gue ingat, tapi gak sebanyak ini
juga Juliet. Lo benar-bener sakit kayaknya.” Juliet tersenyum kecil dihatinya.
“Ya terserah lo. Pokoknya gue udah bawain.Sekarang lo mesti baca terus rangkum semuanya. Oke?” Sekarang senyum
dihatinya tadi ia perlihatkan. Senyum puas penuh kemenangan.
Romeo membelalakan matanya. Gadis ini
benar-benar hendak mengerjainya. What’s
up girl. Lo harus liat dengan siapa lo bermain sekarang. “Jul, kayaknya gak
perlu deh. Kan lo tuh yang bawa bukunya jadi kenapa gak lo aja yang baca?
Lagian gue juga udah nemuin buku yang pas buat topik kita.” Romeo merogoh laci
dimejanya dan mengeluarkan sebuah buku tipis. Mungkin juga lebih tipis dari
pada buku catetan Juliet. “Ini buku gue.. Jadi terserah lo. Lo mau baca itu
atau buku-buku lo harus terpaksa sia-sia karena lo lebih milih buat foto copi
buku gue.”
Juliet mendengus kesal. Ia gagal
mengerjain Romeo. Sekarang masa dia yang harus dikerjain Romeo? Disuruh foto
copi semua isi buku itu? Males amat deh. Sia-sia dong usaha dia ngeborong buku
ini. Ia cepat memutar otaknya “Well, kalau kayak gitu gak adil. Buku tipis lo
itu emangnya udah muat semuanya? Kalau gak lengkap lo mau apa? Gimana kalau
semua buku ini kita baca? Biar lebih banyak apa yang bisa kita dapat. Gue
separuh dan separuhnya lo. Jauh lebih adil kan?”
Romeo manggut-manggut Cerdik juga ini cewek. “Oke. Gue sih
gak masalah. Toh gue juga dirumah gak ada kerjaan. Gue lebih milih baca buku
daripada ngegalau di sosmed.”
“Ihh...” Juliet menggeram kesal.
Tangannya sudah terkepal saat ini. Dan ia tidak akan segan-segan meninju muka
mulusnya Romeo jika Romeo membuatnya tambah kesal sekali lagi.
“Kalau gitu ntar pulang kita
kerjainnya dirumah gue. Lo bawa semua buku lo itu.”
Apa? Juliet hampir menganga lebar
selebar-lebarnya. Cowok ini sudah gila? Rumah cowok itu saja Juliet tidak tahu.
Mana Pak Udin, supirnya hari ini tidak masuk. Tadi pagi saja Juliet terpaksa
naik bis. Untung aja jarak dari rumahnya ke sekolah gak jau-jauh amat. Nah ini,
masa ia harus naik bis lagi dengan bawa semua buku yang segudang itu terus
nyari-nyariin alamat cowok itu. Kalau ia nyasar gimana? Kalau rumah cowok itu
jauh gimana?Kan berat! UH! Membayangkannya saja sudah sangat berat.
“Rom, Gak usah gila deh. Gue kan....
Romeo menginterupt perkataan Julie
“Gue anterin lo. Tenang aja. Gue ini cowok idaman para gadis. Baik dan ganteng
itu sudah sepaket.”
Juliet mengangkat sebelah alisnya
memandang manusia super pede didepannya dengan tatapan aneh “Kalau kayak gitu
kenapa gak lo aja yang kerumah gue? Jadi gue kan gak perlu repot-repot kerumah
lo. Lo juga gak perlu repot-repot nganterin gue.”
“Gue gak mau. Cuma ada dua pilihan.
Lo berangkat sendiri kerumah gue. Atau gue jemput? Ya gue sih gak mau lama-lama
ya.”
Juliet menimbang ragu. Benar-benar
menjengkelkan sekali Romeo ini. Belum sempat Juliet menjawab Romeo sudah pergi
melangkah meninggalkannnya. Cepat-cepat Juliet berlari dan menangkap lengan
besar itu. “Iya udah deh,” jawabnya pasrah dengan muka sebete-betenya.
Juliet menunggu didepan gerbang.
Dengan tak sabar ia melirik arloginya. Haduh.
Romeo itu! Kenapa juga dia gak langsung pulang? Masih sempet-sempetnya aja dia
ngobrol saa temen-temen basketnya. Gak tahu apa orang lumutan nungguinnya.
Juliet mengomel didalam hatinya.
“Jul, jadi ikut gak? ” tanya Dytha.
Hari ini Juliet memang sempet janji mau pulang bareng Dytha. Sebelum akhirnya
si Romeo gila itu menyuruhnya mengerjakan tugas dirumah cowok itu.
“Gak,Tha. Makasih ya.”
“Loh, emang lo jadi balik sama
siapa?” tanya Dytha panik.
“Gue sama Romeo.”
Dytha melongo sejadi-jadinya
mendengar perkataan Juliet. Tak mau salah paham Juliet cepat-cepat menambahkan.
“Iya, nanti kita mau nyelesaiin tugas karya tulis bahasa indonesia.”
“Ohh.” Dytha mengangguk sambil
tersenyum penuh arti.
“Apasih, tha?” tanya Juliet melihat
tingkah Dytha. Juliet tahu persis apa yang saat ini Dytha pikirkan.
“Ciee ada yang kerumahnya Romeo nih.
Denger-denger sih. Banyak cewek yang mau tahu rumah Romeo dimana. Katanya sih
rumahnya gede banget terus....”
“Bodo amat lah, Tha. Gue gak peduli.
Mau rumahnya segede benua Asia juga gue gak peduli.”
“Kenapa sih lo itu kayaknya sebel
banget sama Romeo? padahal dia kan baik, cakep lagi.” Penilaian Dytha tentang Romeo
membuatnya ingin mengeluarkan semua isi perutnya.
“Ya karena dia nyebelin. Coba lo liat
deh dia itu ya kerjaannya kalo gak ngejek gue ya ngerjain gue. Pokoknya yang
bikin gue emosi lah. Lo itu gak bosen-bosennya ya nanya kayak gituan sama gue,”
kata Juliet bersungut-sungut.
“Oh ya? Awas Jul. Benci yang tanpa
alasan bisa menghadirkan cinta, karena cinta juga tanpa alasan, Jul. Tapi Jul,
coba deh lo pikirin lagi. Lo bisa agak-agak semangat kayak hari ini gara-gara
Romeo kan? Cinta bisa membawa seseorang ke jalan yang lebih baik.”
Juliet tertawa keras menanggapi
pernyataan Dytha yang konyol itu. Bagaimana mungkin dia bisa jatuh cinta dengan
makhluk semenyebalkan itu. HELLO!!! Ini didunia nyata bukan di novel atau
film-film. “Lo gila, Tha. Gue masih galau kok. Siapa bilang gue semangat?”
Dytha mengernyitkan dahinya
memandangi Juliet heran “Apanya yang gila? Apa coba yang bisa buat lo gak
terpikat sama Romeo? Dia ganteng, baik... Belum sempet Dytha mengeluakan jutaan
pujiannya. Juliet buru-buru memotong perkataan Dytha. Kupinya mendadak panas
kalau dengar Romeo dipuji-puji. “Tapi tetap aja dia nyebelin. Nyebelin. Titik.
Gak pake koma dan gak pake titik koma.”
“Siapa yang nyebelin?” Suara cowok
itu mengagetkan Juliet. Romeo datang dengan motor Vixion hitamnya. Juliet
langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Bisa gawat kalau dia mengatakan yang
ssebenarnya. Romeo pasti akan berubah pikiran dan dia terpaksa naik bis. Juliet
tebak Dytha pasti tidak mau mengantarkannya. Orang seperti dia disibukan oleh
macam-macam les. Pulang sekola belum juga kerumah, Dytha pasti langsung ke
tempat les dulu. Buru-buru Juliet mengalihkan pembicaraan. “Gak kok. Bukan
siapa-siapa. Ayo cepetan. Gue nungguin lo sampe jamuran disini tau!”
Dytha hanya menertawakan tingkahnya
Juliet. “Jul, gue pulang ya. Hati-hati cinlok.” Sumpah. Temannya itu memang
menyebalkan.
“Ya udah cepetan naek,” kata Romeo
kemudian. Ia memakai sebuah helm hitam lalu memberikan sebuah helm lagi ke
Juliet.
Juliet memperhatikannya kagum. Keren.
Dari dulu ia sempet bermimpi ingin naik motor Vixion dengan seorang cowok.
Kalau saja saat ini ia sedang naek motor ini bersama Kimbum itu akan lebih dari
keren. Buru-buru Juliet mengaburkan pikirannya dan bergegas naik.
Sepanjang perjalanan Juliet menghujat
Romeo yang membuat dia hampir mati. Rumah Romeo yang jauh dari sekolah hanya
ditempuh dalam waktu sepuluh menit. Sampai sekarang saja jantung Juliet masih
belum bisa berhenti berdegup kencang. Entah karena ia ketakutan atau ada
perasaan yang tak benar-benar ia ketahui muncul tiba-tiba.
Juliet sempat terperangah saat
melihat rumah besar Romeo. Dengan garasinya yang luas dan terparkir 5 mobil
sekaligus didalamnya. Ia baru tahu kalau Romeo punya mobil sebegitu banyaknya,
tapi gak heran sih. Romeo kan orang kaya. Yang bikin dia heran itu, mengapa
Romeo lebih memilih untuk naek motor?
“Jul, cepetan masuk. Ngapain lo
bengong?”
Juliet cepat-cepat masuk mengikuti
Romeo.
Demi Tuhan. Ia tidak bisa menahan
decak kagumnya dengan rumah Romeo. Bukan hanya besar, tapi rumah ini
benar-benar bernuansa klasik. Rumah itu berinterior mewah dengan
lukisan-lukisan kuno. Semua perabotannya dibuat sewarna dengan desain catnya.
Terdapat juga beberapa vas dan bunga disetiap sudut ruangan. Indah.
“Mau ngerjain dimana?”
“Terserah lo aja.” Jawab Juliet
“Gue sih biasanya ngerjain tugas di
belakang. Deket kolam.” Romeo langsung menuju ke tempat yang dimaksudnya.
Kembali Juliet mengagumi rumah ini
saat Romeo membawanya ke tempat itu. Entah harus disebutnya apa. Mungkin taman.
Tempat itu begitu hijau. Dengan tanaman-tanaman hias dan bunga yang berwarna
warni. Juliet bisa mendengar gemercik-gemercik air yang berasal dari kolam
ikan. Jauh dari tempat duduknya saat ini. Ia melihat sangkar burung besar juga
satu kandang besar kelinci. Disudut lainnya Juliet melihat sebuah ayunan kecil
dimana talinya dililit dengan bunga hiasan plastik.
“Jul, tunggu bentar ya. Gue mau ganti
baju dulu. Apa lo mau ngintip gue?”
“Barusan pulang, Rom? Terdengar suara berat seorang laki-laki
setengah baya.
“Eh papa. Iya nih, Pa. Papa temenin
Juliet ngobrol dulu ya. Romeo mau ganti baju”
Romeo sudah benar-benar stress. Ia meninggalkan
Juliet dengan papanya saja. Ini kan benar-benar akwards moment buat Juliet. Juliet benar-benar bingung harus
ngobrol apa. “Siang om,” sapa Juliet sesopan mungkin. Biar bagaimanapun Juliet
harus bersikap sopan didepan orang yang lebih tua darinya.
Juliet tersenyum sambil memperhatikan
laki-laki itu. Laki-laki itu memegang rantai anjing Siberian hitam putih
berukuran kecil. Juliet melongo. Ia sangat suka sekali dengan anjing. Perlahan
anjing itu menghampirinya dekat sekali. Jemarinya yang mulai gatal tidak
sabar ingin segera merengkuh anjing itu.
Tiba-tiba anjing tersebut langsung
menghambur keangkuan Juliet.
“Kamu suka anjing juga?” tanya
laki-laki itu
Juliet hanya mengangguk sambil
mengelus-ngelus anak anjing itu, seperti seorang ibu yang sedang mengelus
anaknya.
“Pantesan kelihatannya Bowie suka
sama kamu.” Laki-laki itu tertawa melihat anjingnya yang saat ini duduk manis
dipangkuan Juliet. “Oh iya, nama kamu siapa?” tanya laki-laki itu kemudian.
“Juliet, Om.” Juliet kembali
tersenyum. Laki-laki itu nampak mmemeperhatikan Juliet. Ia enampakkan
senyuamannya “ Kamu pacarnya Romeo?”
Pertanyaan tersebut membuat Juliet
merona. Dengan terbata-bata ia menjawab pertanyaan laki-laki itu “Bu.. Bukan
om. Saya temennya kebetulan ada kerja kelompok.”
“Pasti kamu teman dekatnya. Selama
yang saya tahu. Anak itu belum pernah membawa cewek kerumahnya.” Juliet kembali
tersentak kaget dengan pernyataan laki-laki itu. Laki-laki itu kembali
melanjutkan perkataannya “Banyak sekali cewek komplek perumahan sebelah yang
naksir sama Romeo. Setiap kali mereka datang kesini membawakan makanan, tapi
entahlah anak itu. Sampai sekarang teman cewek aja gak punya. Makanya om heran
ngelihatnya bawa kamu kerumah. Benar kamu gak punya hubungan apa-apa dengan
Romeo?”
“Kita ada kerja kelompok, Om. Jadi
makanya dia bilang kerjainnya dirumah dia aja,”
“Sepengetahuan saya anak itu biasanya
lebih memilih untuk belajar kelompok dirumah orang lain daripada dirumahnya
sendiri. Tapi gak apa-apa sih. Kalau Romeo suka sama kamu. Om setuju kok. Kamu
kelihatannya anaknya baik, cantik lagi. Perisis sama kayak mamanya Romeo dulu..... Laki-laki itu menatap nanar ke depan.
Mengulas kembali besitan masa lalunya yang suram.
Juliet masih terbengong-bengong
mendengarnya. Perisis seperti ibunya
Romeo. Bukannya kabarnya Ibunya Romeo sudah meninggal?
“Hayoo papa ngomongin apaan?
Ngomongin Romeo ya?” Tiba-tiba Romeo muncul ditengah pembicaraan mereka.
Laki-laki setengah baya itu tertawa mendengar pertanyaan anaknya. “Kamu ini. GR
aja. Siapa yang ngomongin kamu?”
“Tau. Memang gitu om kalau disekolah
juga gitu. Pedenya gak kehabisan.” Perkataan Juliet membuat laki-laki itu
tertawa hingga bahunya beguncang. “ Memang begitu. Romeo-romeo. Biasanya kalau
didepan cewek lain kamu menjaga imagemu.
Dengan gaya cuekmu yang cool.” Laki-laki itu tertawa. Setelah beberapa detik,
Juliet yang gantian ketawa.
“Orang tadi Papa cuma muji Juliet. Papa setuju kalau kamu pacaran sama
dia. Kalian cocok.”
Tidak hanya Romeo, Juliet dua kali
lebih kaget mendengar perkataan laki-laki itu. Bahkan tanpa disuruh pipi Juliet
lebih merah lagi.Cocok? Apa gak salah?
Kalau gue pacaran sama Romeo bisa-bisa baru sedetik juga udah putus lagi.
Lagian siapa juga yang mau pacaran sama orang semenyebalkan dia.
“ Papa ini. Ngelantur aja
ngomongnya!” sahut Romeo. Ada sekilas ekspresi yang terlihat samar... seperti
ekspresi malu.
“Ya sudah kalian kerjakan saja
tugasnya. Papa tinggal dulu.
Laki-laki itu mengambil anjingnya
yang tertidur dipangkuan Juliet kemudian beranjak pergi. Sepeninggalan Laki-lai
itu. Romeo dan Juliet kembali ketujuan awal. Mengerjakan tugas. Hebatnya empat
jam lebih mengerjakan tugas. Mereka belum ada berantem-beranteman seperti
adegan mereka disekolah.
Selesai mengerjakan tugasnya Romeo
mengantarkan Juliet kembali kerumahnya sesuai dengan janjinya.Namun kali ini
dengan mobil, bukan dengan motor. Alasannya dia gak mau Juliet masuk angin kena
angin malam,, melihat badan Juliet yang kurus cungkring pasti gampang masuk
angin.
Juliet sampai dirumah dengan selamat . Tapi Wew banget. Dia baru ingat mamanya pasti
akan ngomel abis kalau tahu dia pulang malam-malam sama cowok.
Wajah mamanya yang nampak khas kalau
sedang marah muncul dibalik pintu. Juliet tersenyum kaku “Ma.. ehmm tadii Ju..
Mama melototi Juliet. Namun
tatapannya berubah seketika melihat Romeo disampingnya. “Maaf, tante, saya tadi
habis pulang ngerjain tugas sama Juliet. Kami benar-benar lupa kasih tahu
tante. Juliet gak salah kok tante. Saya yang menyuruhnya mengerjakan tugas
dirumah saya, jadi kalau mau marah, sama saya aja, tante.”
Nampaknya kata-kata Romeo berhasil
meluluhlantakan hati seorang calon mertua galak dihadapannya. “Ya udah kalau
nanti ada kerja kelompok lagi bilang dulu sama tante supaya tante gak
khawatir.”
“Iya, tante pasti. Sekali lagi saya
minta maaf, ya.” Pandangan Juliet mengarah pada Romeo. Dalam hatinya dia
memaki-maki cowok didepannya itu. Demi apa? Itu cowok berubah menjadi seorang
yang jauh lebih sopan. Padahal kalau sama Juliet gak ada sopan-sopannya. Dia
benar-benar penjilat ulung.
Mama memperhatikan Romeo dari ujung
kepala sampai ujung kaki sabil tersenyum aneh.
“Eh, Tunggu dulu. Kamu kan anaknya
Pak Hadi Himawan? Nama kamu Romeo, kan?” Juliiet menganga lebar, mengetahui
mamanya ternyata mengenal Romeo.
Romeo mengangguk. Dia sebenarnya juga
bingung. Kenapa wanita itu bisa mengenal papanya. “Tante kenal sama papa?”
“Ya jelas, orang papa kamu teman
lamanya tante. Sekarang papa kamu juga jadi teman bisnisnya suami tante,
papanya Juliet.
APA??? Papanya Romeo teman bisnisnya
papa? Teman lamanya mama? Kebetulan yang seperti apa itu? Dunia ini begitu
sempit. Sangat sempit sampai-sampai Juliet merasa terdesak dan ingin segera
keluar dari dunia ini.
“Oh gitu, ya tante. Oh iya tante. Kapan-kapan
kita lanjutin lagi obrolannya. Soalnya ini udah malem tante. Saya pulang dulu,
ya? Takutnya saya ganggu malam tante sekeluarga.” Romeo menyalami tangannya
Juliet. Mamanya Juliet tersenyum lembut. Matanya berbinar-binar seolah-olah
didepannya itu adalah sosok calon mantu idaman alias pacar Juliet yang selama
ini dicarinya. Juliet bisa memperhatikan tatapan mama yang meliriknya
seolah-olah menginsyratkan sesuatu yang sudah pasti akan ia tolak
mentah-mentah.
Setelah Romeo meluncur jauh dengan
mobilnya. Mama kembali memelototi Juliet,tapi kemudian tersenyum nakal “Hayoo..
Akhirnya Anak mama udah bisa move on, ya.
Udah bisa jalan bareng sama cowok lain. Untung aja cowoknya anaknya baik. Jadi
mama setuju aja deh.”
Aduhh!! Juliet menepuk dahinya keras.
“Ih .. Mama ini itu cuma temen Jul, kok. Gak usah aneh-aneh deh! Udah ah Juliet
mau mandi, kerjain pr terus tidur.” Juliet cepat-ceppat melarikan diri dari
mamanya sebelum mamanya menyodorkan pertanyaan semacam introgasi.
***
Sudah hampir seminggu Juliet mengerjakan
tugas bareng. Entah dari mana datangnya semangat pada diri Juliet. Kadang
mereka mengerjakannya dikantin, tapi lebih sering dirumahnya Romeo. Hari ini
hari terakhir mereka mengerjakan tugas itu karena besok tugas itu harus
dikumpul. Jadi mau gak mau, selesai gak selesai tugas itu mesti dikerjakan
secepat-cepatnya. Berkat kerja kelompok ini hubungan Romeo dan Juliet agak
membaik, meskipun disekolah mereka masih sering bertengkar, namun frekuensinya
lebih jarang.
“Akhirnya gue selesai juga.” Kata
Juliet tersenyum lega menatap hasil kejaannya di laptop.
“ Coba sini gue lihat. Biasanya kan
lo kan suka typo-typo kalau ngetik.” Juliet dengan bete memperlihatkan hasil
pekerjaannya kepada Romeo.
“Lumayan,” komentarnya singkat.
Juliet mendengus sebal yang benar saja. Hasil kerja Romeo aja dari
tadi belum kelar-kelar. Padahal dia cuma ngerangkum hal-hal apa aja yang
penting buat dipresentasiin nanti.
“Mana kerjaan
lo?” tanya Juliet sewot.
Romeo nyengir kuda, memamerkan gigi
-gigi putihnya. “Ini. Gue sih udah selesai dari kemarin. Gue tinggal baca-baca
buku laen kalau-kalau dapat informasi baru yang belum ada. Emangnya lo lama,”
cibir Romeo.
“Ya elo enak cuma ngerangkum doang.
Gue juga bisa kali cepat kalo cuma disruruh ngerangkum doang, bahkan mungkin
gues bisa lebih cepet dari lo,” protes Juliet gak mau kalah.
“Whatever.
Emang susah ya kalau ngomong sama orang gila. Gak mau ngalah. Oh ya Jul. Jangan
lupa bikin daftar pustaka.Besok gue tinggal maju kedepan terus presentasi. Lo
kasih karya tulis itu sama ibu Septi. Eh satu lagi. Fototcopi beberapa juga,
ya.”
Juliet bersunggut kesal melihat
sikap Romeo yang sok bossy itu lagi “Iya bawel.” Lalu jemarinya mulai bermainn
di keypad laptopnya lagi untuk menaati perintah Romeo.
“Lo putus beneran sama Miko?”
Juliet benar-benar berhenti mengetik
mendengar pertanyaan Romeo. Juliet mendongak
dan menatap Romeo. Ternyata benar cowok kepo itu sedang bertanya
padanya.
“Apa peduli lo?” tanya Juliet jutek.
“Gak apa-apa sih. Cuma gue kasihan
aja ngelihat lo sampe sebegininya Cuma gara-gara diputusin cowok macem Miko.”
“Kenapa sih lo kepo banget? Atau lo
mau sibuk ngumbar gosip murahan juga kayak cewek lo, Nella itu.”
“Gue gak ada maksud gitu. Lagian
Nella bukan cewek gue. Gue cuma kasihan aja sama lo. Nilai banyak yang turun,
terus sering ngelamun, terus setiap masuk kelas muka kayak sadako. Mata
bengkak, pucat, rambut berantakan. Cuma demi cowok kayak Miko.Gue cuma mau
mastiin aja lo itu bener-bener cewek bego atau gak? Cewek yang ngancurin
dirinya sendiri cuma demi cowok yang salah.”
Juliet sempet membisu. Kemudian
mencari dalih untuk mengingkari perkataan Romeo “Lo gak pernah ngerasain ada
diposisi gue. Jadi lo gak tau apa yang gue rasain. Lagian Miko itu cowok baik.
Seengaknya lebih baik dari lo. Dan gue yakin dia masih cinta sama gue.”
“Kalau dia masih cinta sama lo sih
dia gak mungkin milih yang kedua terus ninggalin yang pertama.”
Juliet kembali diam. Dalam diamnya
ia mencerna kata-kata Romeo.
“Ya gue sih cuma mau sekedar
nyadarin lo aja. Itung-itung gue juga dapet pahala karena udah nyadarin orang
yang salah,” kata Romeo tersenyum samar. Juliet melirik Romeo yang ternyata
juga meliriknya.
“Makasih, tapi bagi gue Miko itu
penting banget. Gue cinta sama dia. So
gue akan coba buat perjuangin cinta gue itu sesakit apapun itu gue terima. Lo juga bakalan ngerti nanti pada
saat lo benar-beanar jatuh cinta sama seseorang, Rom.”
Romeo memperhatikan Juliet
baik-baik. Ia merasakan seolah-olah kembali ke masa lalu. Dimana hanya ada
pengorbanan sepihak untuk cinta? Cinta yang bodoh. “Gue gak nyangka dibalik
sikap lo yang galaknya ngelebihin sadako, tapi lo cewek yang setia. Harusnya
Miko itu sadar kalau dia udah salah nyia-nyian cewek kayak lo.”
Juliet tersenyum jail, namun separuh
hatinya senang mendengar romeo yang secara gak langsung memujinya. “Lo baru
tahu? Makanya cewek kayak gue ini banyak jadi inceran cowok-cowok,” kata Juliet
kemudian.
Romeo meliriknya jengkel, menyesal
telah memuji cewek itu “Iya tapi lo tetap ajaa cewek bego, bodoh, tolol. Lo itu
salah tau. Apalagi saat lo masang status-status ditwitter. Seakan-akan lo ngemis
inta sama cowok itu. Lo pikir cowok itu terus akan suka lagi sama lo setelah lo
kayak gitu? Gimana kalau cowok itu nambah illfeel
sama lo? Untuk narik perhatian Miko seharusnya lo berubah jadi lebih baik.
Bukan malah ngancurin diri lo. Lebih baik lagi kalolo gak usah harapin Miko
lagi.”
Kembali lagi kedalam diamnya. Otak
Juliet berputar cepat. Kali Ia membenarkan apa kata Romeo. Ia bertekad untuk
berubah dan tidak akan menghancuran dirinya sendiri lagi. Tiba-tiba ia baru
sadar ada sesuatu yang aneh.
Juliet memutar kedua bola matanya
dan melirik curiga kearah Romeo. Dari mana Romeo tahu hubungannya dengan Miko?
Jangankan itu. Romeo aja gak kenal Miko. Juliet tahu benar Romeo bukan orang
yang suka gosip, jadi mana mungkin dia peduli dengan yang namanya gosip. “Eh
tunggu dulu. Dari mana lo tahu hubungan gue saama Miko?” sergahnya cepat.
Romeo tertawa terbahak-bahak
mendengar pertanyaan cewek itu yang akhirnya sadar juga. “Apanya yang lucu? Gue
nanya dari mana lo tahu hubungan gue sama Miko?” Juliet mengulang pertanyaannya
dengan sedikit lebih tegas.
“Ohh itu.. Gue waktu itu sempet
denger sedikit pembicaraan lo sama cowoknyya Lea dikelas pas pulang sekolah.
Jangan salahin gue lah. Pendengaran gue kan memang bagus. Lagian lo sih ngapain
ngomongnya dikelas. Untung gue orangnya gak ember.”
ROMEOOO!!! Juliet berteriak sangking
sebalnya. “LO...
Bleepp!
“HMMMSSPPSSS HMMPPPSHHH!” Repetan
teriakan Juliet berhenti. Romeo buru-buru menutup mulut Juliet yang
mengeluarkan suara besarnya yang lebih nyaring dari pada suara bom meledak.
Juliet terdiam sejenak menyadari tubuh Romeo yang saat ini berada dekat sekali
dengannya sedang menutup mulut Juliet dari belakang. Melihat Juliet yang
terdiam Romeo buru-buru melepaskan tangannya yang menempel dikedua mulut
Juliet.
“DASAR TUKANG NGUPING! ITUKAN
PRIVASI ORANG!” Juliet kembali berteriak kencang. Romeo hanya menutup
telinganya. “Jul, keep your mouth please.
Bokap gue bisa kena serangan jantung denger suara lo yang kayak geledek
itu,” kata Romeo setengah berteriak.
Spontan Juliet menutup mulutnya. Ia
benar-benar lupa saat ini sedang berada dimana. “Ya maaf. Habis lo nyebelin
sih,” kata Juliet sambil mencubit lengan Romeo geram.
ADUHH! Romeo berteriak kecil. “Gila
lo ya. Maen nyubit-nyubit orang aja. Udah tahu kuku panjangnya kayak sadako.
Kuku lo itu merusak kemulusan kulit gue tahu. Pokoknya kalau sampe lo
macem-macam sekarang juga gue mau fisum ini ke KOMNAS HAM.” Romeo buru-buru
melarikan diri dari Juliet
“Dasar cowok sinting! Sini lo!”
Juliet mengejar Romeo. Seketika adegan kejar-kejaran seperti difilm-film
Indiapun terjadi. Tunggu dulu! Ini bukan film India, tapi lebih cocok ke film
Tom And Jerry.
***
Hari ini pelajaran bahasa Indonesia
dimulai. Romeo dan Juliet terlebih dahulu maju dan mengumpulkan tugas mereka
dengan penuh semangat. Ibu septi langsung saja memanggil Juliet dan Romeo maju
untuk mempresentasikan tugasnya.
Awalnya Juliet sedikit gugup. Namun
semuanya berubah ketika Juliet melihat presentasi Romoe yang begitu lancar,
lugas, dan jelas. Setelah presentasi itu berakhir. Juliet sebagai moderator
bertanya kepada Ibu Septi dan anak-anak sekelasnya “Apakah ada pertanyaan
mengenai presentasinya?”
Beberapa pertanyaan yang muncul lalu
dicatatnya. Lalu ia menjawab pertanyaannya itu dengan mudah bersama Romeo.
Mereka berdua benar-benar sudah mengerti betul topik yang mereka bawakan. Hal
tersebut membuat mereka mendapatkan tepuk tangan yang cukup meriah dari seisi
kelas, kecuali Nella. Cewek itu malah manyun, ngoceh-ngoceh pelan saat
pertanyaannya berhasil dijawab oleh Juliet.
Ibu Septi tersenyum puas sekali.
Beliau bangga dengan pekerjaan Juliet dan Romeo yang luar biasa. Ia memberikan
nilai 95 untuk karya tulis yang hampir sempurna dimatanya. Ibu Septi berjanji
akan memuat karya tulis yang dibuat Romeo dan Juliet di Majalah sekolah. Jika
kelak ada perlombaan atau event-event lomba karya tulis tingkat SMA, Ibu Septi
akan menyuruh Romeo dan Juliet berpartisipasi mengikutinya.
Juliet tersenyum senang. Ini memang
pertama kalinya ia mendapatkan nilai bagus setelah putus dengan Miko. Juliet
memandang kearah Romeo yang terlihat senang juga. Ada satu dorongan yang
membuat ia memberanikan dirinya menepuk bahu Romeo “Rom, thanks ya. Akhirnya
gue dapat nilai bagus lagi setelah tiga kali dapat nilai jelek melulu.” Juliet
tersenyum. Romeo sempet terdiam beberapa detik melihat senyuman Juliet yang
menurutnya itu adalah senyumanan termanis yang pernah ia lihat.
Romeo tersenyum balik “You’re welcome. We’re
good team work.” Kata cowok itu bersemangat.
Juliet mengangguk tak kalah semangat.
“Yeah. Good team work.”
Dia terus mengulang kata-kata itu
dalam hatinya We’re good team work. Hal
itu benar-benar tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
Bab 11
WELCOME SUNDAY!!!
Juliet berteriak gembira. Akhirnya Juliet bisa sedikit
berbahagia dengan hidupnya, walaupun hati yang sakit belum sepenuhnya sembuh
dan masih mengharapkan Miko kembali. Perasaannya tiba-tiba saja sudah agak
sedikit lebih membaik. Mungkin sedikit demi sedikit dia sudah tidak akan lagi
meratapi kesedihannya. Disini dia siap untuk menjadi Juliet Danniela kembali.
Juliet sangat senang dengan hari Minggu sama
seperti siswa-siswi biasanya. Bagi Juliet hari Minggu adalah harinya untuk
menenangkan rohaninya dan jasmaninya. Pagi hari sepulang dari ibadah Gereja ia
ada janji dengan Lea dan Dytha.
Rencananya hari ini mereka mau refreshing, nongkrong
dikafe basecampnya mereka lalu ketoko
buku lalu... Juliet bisa membayangkan betapa hari ini akan menjadi sangat
menyenangkan. Sudah lama sekali ia tidak jalan-jalan bertiga bareng kedua
sahabatanya itu. Apalagi saat-saat ini memang dia butuh banget yang namanya refreshing.
Juliet mulai berkeliling ria bersama kedua sahabatnya
itu. Mulai dari Mall didekat rumahnya. Lalu ke kafe untuk makan siang. Dan
sekarang mereka berdua melangkah ke toko buku didekat rumahnya. Memang semua
lokasi-lokasi yang mereka datangi jaraknya tidak jauh dari rumah Juliet karena
biasanya memang mereka selalu disana. Juliet yang memperkenalkan mereka pada
tempat-tempat itu. Beruntung kan punya sahabat yang ruumahnya pas dipusat kota?
Jadi kalau mau kesana-kesini gampang.
Ketika masuk kedalam toko, mereka langsung berlari menuju
rak-rak buku yang tingginya tidak melebihi mereka. Dytha dan Lea menyusuri rak
novel. Juliet tertawa kecil ketika melihat Dytha yang sekarang diam-diam suka
membaca novel. Ya, walaupun novel yang berbau tentang korea tentunya, sepeti SM
Town salah gaul, atau Oppa & I. Juliet memang tadinya mau mengikuti mereka
berdua, tapi saat ini ia lebih menginginkan membaca buku psikologi dan hanya
memandangi mereka sepintas lalu pergi. Juliet mulai menjelajahi rak tersebut
dan menyelami buku-buku di rak itu.
“Buku ini bagus juga.” Juliet
mengambil buku itu dan membaca judulnya “Lima Jurus Mendapatkan Hati Mantan.”
Ia
membolak-balik lembaran-lemabaran buku itu. Ia bertekad untuk membeli buku itu
dan mempraktekannya. Siapa tahu saja berhasil. Juliet tersenyum senang.
Buru-buru ia mencari Lea dan Dytha. Setelah melihat kedua sosok yang ia kenali,
matanyapun berbinar. Ia segera berjalan menghampiri keduanya dan memberitahukan
buku yang ia dapatkan.
“Lea,
Dytha. Cepetan. Lo orang ini lama amat sih. Gue gak sabar nih mau baca buku
bagus yang barusan gue temuin. Pasti lo orag kaget.” Lagi-lagi Juliet tersenyum
gembira.
“Apaan
sih? Emang nemuin buku apa?” tanya Dytha yang masih belum berpaling dari buku
SM Town Salah Gaul yang saat ini ia baca.
“Ini.”
Juliet memamerkan bukunya dengan senyum mengembangnya. Seperti apa yang
dikatakan Juliet sebelumnya kedua sahabatnya itu kaget setengah mati. “Jul, lo
gila ya? Ngapin lo beli buku beginian?” Dytha mulai berkomentar.
“Buset
Jul. Otak lo udah konslet ya. Jangan bilang lo mau pratekin semua isi buku ini
ke Miko?” Sekarang giliran Lea yang menimpali. Kedua pasang mata sahabatanya
itu membelalak ke arah Juliet. Sekarang Juliet seperti sedang disidang oleh
keduanya. Tanpa takut sedikitpun Juliet mengangguk mantap.
Astaga!!!
Sesampainya
dirumah Juliet langsung sibuk membuka plastik tipis buku yang barusan ia beli.
Lea dan Dytha hanya bisa mendengus kesal saat Juliet menyuruh mereka pulang
seakan-akan mengusirnya. Lea dan Dytha dengan terpaksa menuruti Juliet sambil
terus mengomel kepada Juliet yang mengantarkannya sampai didepan pintu gerbang.
Juliet tidak peduli. Toh, walaupun mereka memang marah, tapi Juliet yakin kedua
sahabatnya yang super duper baik itu akan memakluminya.
Pertama,
sebelum mendalami isi buku ini lebih lanjut dan mempraktekannya. Kamu terlebih
dulu harus meyakinkan diri bahwa kamu memang masih benar-benaar mencintai
mantan kamu. Caranya, pejamkan matamu dan sebut nama dia. Lalu ikutilah kata
hatimu. Jika hatimu sudah menjawab “Iya” maka kamu siap melangkah ke lembar
berikutnya.
5
Jurus Mendapatkan hati mantan
Mulailah dengan mencuri
perhatiannnya kembali.
Hentikan mengemis! Mantanmu mungkin
akan menjadi semakin illfil melihat kamu mengemis padanya. Cara mengemis juga
terkesan agak murahan. Carilah cara laen. Misalnya merubah sedikit penampilanmu
menjadi lebih baik. Lalu tunjukan ke dia senyumanmu yang indah. Buatlah dia kembali
terppesona dengan sosokmu lagi....
“Aha.... Ini dia
yang harus gue lakukan” gumamnya pada dirinya sendiri. Ia kemudian meletakan
pembatas buku yang berbentuk persegi ditempat ia terakhir membaca. Buku itu
ditaruhnya kedalam tas sekolah. Sekarang ia sedang sibuk berdiri didepan kaca
sambil memperhatikan setiap lekuk wajahnya. Juliet menyeringai. “Oke Miko,You will see it. Juliet comes
back.”
***
Matahari pagi bersiniar cerah secerah wajah Juliet saat
ini. Gadis itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Hari ini Juliet tampak
berbeda. Rambut panjangnya yang biasanya polos tergerai kini dibalut
pernak-pernik jepit berbentuk bintang berwarna biru. Ia juga sengaja melepas
kacamatanya dan mengantinya dengan softlens biru yang sewarna dengan jepitnya.
Dibagian mata Juliet terlihat coretan tipis eyeliner biru yang membuat matanya
yang agak sipit terlihat lebih besar. Satu lagi yang membuat Juliet tambah
beda. Dia memakai lipbalm ke sekolah. Sebelum pergi, ia menyempatkan dirinya
untuk bercermin lagi. Gadis itu memperhatikan tiap lekuk wajahnya. Setelah
semuanya nampak sempurna, Juliet berangkat.
Tertangkap beberapa mata cowok yang melirik Juliet pagi
itu. Juliet tidak memperdulikan lirikan tersebut dan terus berjalan. Ia sengaja
berbelok arah menuju kelas IPA 2 . Dengan santai ia berjalan melewati kelas
Miko. Sasaran yang sedang diincarnya muncul. Miko yang kebetulan ingin membuang
sampah dilacinya keluar kelas pas ketika Juliet ada di depan pintu kelasnya.
Juliet dengan elegan memamerkan senyumnya. Mata Miko sempat tidak berkedip
memperhatikan Juliet sampai bayangan gadis itu benar-benar menghilang dari
hadapannya.
Juliet tersenyum puas dalam hati. Sesampainya dikelas ia
menyapa dua sahabatnya. Lea yang melihat penampilan Juliet saat itu harus
pasrah tersedak air minum yang tadi ia minum. Beda dengan Dytha yang masih
melongo kayak sapi ompong.
“Biasa aja keles liatnya,” ujar Juliet.
“Sumpah demi apa lo jul? Cakep banget.” Lea memperhatikan
Juliet dari atas kebawah lalu kembali lagi dari bawah keatas.
‘Ke..Ke..sammbet ap..paaa lo Jul?” tanya Dytha
terbata-bata. Dytha terlihat sangat shock melihat Juliet yang saat ini ada
didepannya. Selama 5 tahun sekelas, sahabatan, segenk sama Juliet baru kali ini
dia lihat Juliet benar-benar dandan. Bahkan saat pesta saja Juliet tidak mau
rambut panjangnya diganggu dengan pernak-pernik atau matanya yang polos itu
dioles macam-macam. Is she a real Juliet?
Juliet tidak mengatakan aapun. Ia hanya menunjukan kepada
kedua sahabatnya halaman buku yang ia baca tadi malam. Lalu menuju tempat
duduknya. Kedua sahabatnya itu langsung segera menghapirinya. Mereka
benar-benar tak percaya Juliet akan bertindak segila itu.
“Lo benar-benar gila, Jul. Kayaknya lo harus berobat ke
psikiater,” kata Dytha yang masih berdecak heran. Lea mengangguk,menyetujui
pernyataan Dytha.
“Apa sih lo orang ini. Gue seneng banget. Ternyata ya
buku ini ampuh banget. Tadi gue udah buktiin dan Miko nengok kearah gue.”
Juliet tertawa bangga
Lea memegangi dahi Juliet cepat-cepat untuk mengecek
apakah Juliet benar-benar sedang demam atau sakit atau ada seberkas luka yang
membuat otaknya jadi gila.
“Ihhh apaan sih, Lea? Gue baik-baik aja. Gue gak sakit.
Lo orang kali yang gila.”
“Jeongmal pabbo ya,”
ucap Dytha. Dytha memang suka mengeluarkan kata-kata Korea (yang kira-kira
artinya itu ‘benar-benar bodoh’) disaat dia sedang kesal sama orang. Ini berati
dia mulai kesal dengan Juliet.
“Ini kenapa ya pada ngumpul dimeja gue semua? Gue mau
duduk minggir!” Suara Romeo membuat Lea, Dytha dan Juliet kaget. Mereka
memalingkan muka mereka kearah Romeo. Kali ini giliran Romeo yang tersentak.
Ekspresinya berubah saat melihat wajah juliet disampingnya.
“Ngapain lo liatin gue sampe segitunya? Mau ngomongin gue
cantik?” tanya Juliet dengan PD-nya yang saat ini tingginya melebihi pegunungan
Himalaya.
“GR. Bisa-bisanya lo bilangin gue ke-PD-an padahal
sendirinya lebih PD dari pada gue.”
Mencoba lebih tenang Juliet hanya menganggapi perkataan
Romeo enteng “Lah. Lo kan tadi ngeliatin gue.”
Romeo tampak sedikit berpikir untuk mencari bisa berdalih
“Oh.. Gue tadi emang ngeliatin lo kok. Dandanan lo itu norak. Kayak si manis
Jembatan Ancol yang lagi mau mejeng sama Om-om.”
Okee ucapan Romeo ini sempat membuat Juliet hampir
ngamuk. Apanya coba yang norak? Juliet kan sudah berdandan senatural mungkin.
Ia mencoba untuk tenang. Bisa-bisa penampilannya yang elegan jadi berantakan.
Juliet melirik kearah Dytha dan Lea yang sempet tertwa pelan. Kemudian melirik
ke arah Romeo tanpa menanggapi kembali ucapaan cowok itu.
Romeo hanya mengangkat bahunya dan melangkah pergi. Tepat
setelah Juliet dan kedua temannya tidak memperhatikannya lagi, cowok itu
membalikan badannya yang tinggi. Diam-diam Romeo mencuri pandang ke arah Juliet
lagi. Harus ia akui, Juliet memang terlihat berbeda dari biasa. Jauh
lebih...cantik mungkin. Namun ada satu hal yang perlu diketahui, Romeo jauh
lebih menyukai penampilan Juliet sebelumnya. Dengan semua kesederhanaanya ia
terlihat begitu bersahaja berbeda dengan sekarang. Romeo buru-buru membalikan
badannya lagi sebelum ada yang mengetahui sisi lainnya yang diam-diam mulai
memperhatikan cewek itu.
Sekarang kamu sudah sampai di jurus kedua.
Itu tandanya tahap pertama berhasil kamu lewatin dan membuahkan hasil positif.
Kamu sudah mendapatkan perhatiannya kembali. Setekah itu hal yang pperlu kamu
lakukan selanjutnya adalah : MEMBANGUN KEMBALI KOMUNIKASI DENGANNYA. Ini memang
agak susah. Kamu harus benar-benar mengumpulkan keeranian kamu untuk
menghubunginya duluan. Buang semua gengsi kamu. Carilah topik menarik untuk
dibahas dengannya. Kalau ada kesempatan kamu juga bisa bernostalgia dengannya,
mengingat kembali kenangan kalian. Selamat mencoba!
“lima jurus
mendapatkan hati mantan” Romeo mengintip buku yang dari tadi dibaca Juliet. Ia
tidak dapat menahan keisengannya untuk mengganggu Juliet seperti biasanya.
“Gilaa! Lo satu-satunya cewek yang paling gila yang pernah gue temuin. Niat
banget lo!” Romeo sedikit menyindir Juliet dengan decakan kagum yang
dibuat-buatnya.
“Apa sih, Rom? Lo bisa gak sehari aja gak gangguin gue?
Gak usah kepoin hidup gue! Gangguin aja cewek laen sana. Emang kita punya
masalah ya? Sampai-sampai kayaknya lo itu kepo banget sama gue,” cerocos Juliet
jutek. Matanya bahkan tidak beranjak ke Romeo, meskipun dia sudah selesai
dengan cerocosannya
“Gak gue gak bisa. Emang siapa yang bilang gue ada
masalah sama lo? Ngomong-ngomong nemu dimana buku kayak gini?”
“Bukan urusan lo. Udah sih, Rom. Pergilah sana! Jajan kek
apa kek. Darah tinggi gue lama-lama deket lo!” kata Juliet ketus. Sangking
ketusnya Romeo sampai bener-benar menuruti komando Juliet.
Setelah Romeo pergi, Juliet kembali menimbang-nimbang.
Apa dia harus menghubungi Miko duluan? Terus dia harus ngomong apa? Gimana
kalau Miko gak ngerespon balik dia? Juliet melakukan kebiasaannya disaat ia
bingung. Ia memejamkan matanya dan kembali menanyai hatinya agar mendapat
jawaban yang menurutnya paling tepat. Bukan. Ia
memang bertanya kepada hatinya, tapi bukan hatinya yang menjawab. Suara
egonya yang begitu besar mengalahkan suara hatinya dan dia jatuh kedalam
bisikan yang salah.
Juliet mulai mengetik kata per kata di keypad ponselnya.
Nampaknya ia sudah benar-benar membulatkan tekadnya yang tadi masih berbentuk
persegi delapan.
Hai mik, Apa kabar?
Tanpa ada keraguan lagi Juliet
segera menekan tombol send. Pesan itupun terkirim.
Beberapa detik kemudian Juliet sempet kaget mendengar
nada pesan masuk yang masuk ke ponselnya cepat
amat anak itu balesnya. Kata Juliet dalam hati sambil menyeringai lebar
melihat balasan yang didapatkannya.
Miko:
Baik. Lo sendiri gimana? Tapi tadi gue lihat lo baik-baik
aja. Malah kelihatan tambah fresh..
Ternyata benar. Miko
memperhatikannya tadi. Juliet lompat kegirangan. Ia kemudian berhenti saat
menangkap banyak mata sedang memperhatikannya, termasuk kedua sahabatnya yang
kini menatapnya aneh. Whatever. Dia
tidak peduli lagi dengan semuanya yang penting Miko membalas smsnya.
Secepat mungkin ia membalas pesan singkat Miko tadi. Mereka terus sms’an sampai malam menampakkan
dirinya mengantikan Senja.
Sms
itu ternyata berlanjut hingga berhari-hari. Meskipun selalu Juliet yang memulai
sms itu, tapi Miko ngerespon Juliet sesuai dengan harapannya. Menurut buku yang
ia baca, teruslah coba menghubungi mantannya itu sampai mantannya itu
menghubungi dia duluan. Tidak sia-sia. Miko akhirnya menghubungi dia duluan.
Bahkan hari itu, Miko menelponnya sampai larut alam.
“Halo,
Mik. Kenapa?” Suara Juliet terdengar seperti anak gembala yang selalu riang dan
gembira.
“Gak
apa-apa. Udah lama ya gak denger suara lo,” jawab Miko. Juliet benar-benar
girang. Saat ini tanpa diketahui Miko, Juliet cekikikan sendiri dikamarnya. Ini artinya Miko kangen sama gue.
“Oh.
Iya aku juga kangen...Eh maksud gue. Gue juga kangen” Sebenarnya Juliet sengaja
pura-pura keceplosan aku. Harapannya Miko bisa mengingat saat-saat dulu ia
menelponnya begini.
“Ciieee..
Ya udah,Jul. Gue tau lo kebiasaan manggil ‘aku kamu’. Jadi sekarang agak susah
ganti ke ‘gue lo’. Gak apa-apa kok kalau lo lebih nyaman manggil gue dengan
sebutan ‘kamu’.
Buseett. Ternyata Miko itu mudah
GR. Padahal gue cuma pura-pura keceplosan. Tapi bagus. Peluang lo semakin
terbuka Jul.
“Ehmm...
Sorry ya. Gue masih belum biasa. Gue janji akan biasain. Bisa gawat kan kalau
pacar kamu denger. Eh maksudnya pacar lo denger.” Juliet tertawa kecil. Ia dapat
mendengar suara Miko yang juga tertawa juga. “Oh iya Mik, Nella gimana
kabarnya? Hubungan kalian gimana?” Juliet kembali bertanya. Ia sengaja
mengeluarkan pertanyaan ini.
“Baik.
Ya gitulah.” jawab Mko tak bersemangat. Dan Juliet senang nada tak bersemangat
dari Miko.
“Jul,
kamu.. Eh maksudnya lo belum ngantuk? Tidur gih udah malam!”
Ini
Mikonya. Miko memang sering berkata seperti ini. Pasti diakhir telepon Miko
akan ngucapin “Nite” Biasanya sih disertai “love u” tapi saat ini Juliet tahu
itu belum saatnya.
“Iya
ini gue udah mau tidur,” ucap Juliet bohong. Padahal dia masih senyam-senyum
mana mungkin ia bisa tidur. Ia minimal harus melampiaskan kesenangannya dulu
baru bisa tidur.
“Oh.
Ya udah. Nite, Jul.” Semua tepat seperti yang Juliet perkirakan. Ketika telepon
berakhir. Juliet melompat girang. Ia tertawa keras. Cukup keras untuk membuat
Mamanya terbangun lalu mengetuk pintu kamarnya, menyuruhnya segera tidur.
Malam
ini Juliet tidur enak, bangun enak, sarapan enak. Semua serba enak. Ia terlihat
begitu ceria. Dengan langkahnya yang santai ia berjalan menuju lorong kelasnya.
Eits tentu saja melewati kelas Miko terlebih dahulu. Setlah memastikan Miko
tidak ada dikelas. Juliet kembali berlalu. Sepanjang kakinya menapak dilantai
Juliet terus menearkan senyumnya. Sambil berjalan ia bersenandung kecil
menyanyikan lagu Taylor Swift, Love story.
Romeo
berjalan melewati Juliet. Ia menatap Julliet heran. Lama kelamaan nih cewek semakin aneh. Kemarin udah dandan gak jelas.
Sekarang senyum-senyum sambil nyanyi-nyanyi gak jelas. Jangan-jangan.....
Juliet
memamerkan senyumnya ke hadapan Romeo. “Kenapa Rom? Suara gue bagus? Sampai lo
segitunya ngelihatin gue?”
Romeo
bergidik geli. Bulu kuduknya merinding. Secepat mungkin ia melarikan diri dari
tempat itu. Juliet yang melihat keanehan Romeo hanya mengangkat bahunya terus
melanjutkan langkahnya.
***
SELAMAT!!! Jurus kedua sudah bisa
kamu kuasai. Sekarang kamu sudah sampai di jurus ketiga. Jurus ketiga ini
tentunya lebih susah lagi dari jurus kedua. Selain itu jurus ketiga ini
membutuhkan waktu yang tepat yaitu pada hari ulang tahunnya. Tentunya kamu
ingat dong hari ulang tahunnya?
|
So
jurus ketiga adalah; Memberikannya Kado Spesial di Hari ulang tahunnya.
Agar
mendapat kesan sebagai mantan terbaik dalam hidupnya. Kamu harus melakukan
hal ini. Memberikan kado spesial dihari spesial akan membuat seseorang
kembali menyuakaimu. Mungkin dengan begitu kamu akan menyadarkan dia kalau
kamu selama ini selalu memberikan perhatian kepadanya, bahkan sampai
sekarang. Kalau sudah begini. Mantan kamu pasti bakalan luluh deh. Ia pasti
mulai menyesal mengapa dulu ia sempat meninggalkan kamu.
|
Juliet
cepat-cepat mencari kalender kecil yang biasanya selalu berdiri tegak diatas
meja belajarnya. Matanya langsung saja tertuju pada lingkaran merah yang ada
pada bulan Juli. Tepat. Tanggal 2 Juli ulang tahun Miko. Kalau begitu lusa
adalah ulang tahun Miko. Juliet baru saja menyadari hal itu. Sekarang ia
mencari sesuatu lagi. Celengan kelinci besar berwarna pink.
PRANGGG!!!
Dengan
setengah hati Juliet melempar celengan kesayangannya itu ke lantai. Uang-uang
jatuh berhamburan. Mulai dari uang kertas sampai uang logam. Juliet
mengumpulkan uangnya lembar perlembar. Lalu menyusun juga uang logamnya.
Setelah semua terkumpul rapi. Ia mulia menghitungnya dengan teliti. Seratus..
Dua ratus... Tiga ratuss..... enam ratus
dua puluh ribu. Sebenarnya ia sengaja menabung uang jajannya dari tiga bulan
yang lalu khusus untuk membelikan kado spesial buat Miko. Eh ,tapi belum juga
hal itu terwujud ia sudah keburu putus duluan.
Segurat
senyuman muncul dipipinya lumayan
ucapnya dalam hati. Ia menggigiti kukunya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Menggigiti kuku adalah salah satu kebiasaan buruk gadis itu. Gadis itu memang
selalu melakukannya jika sedang berpikir keras. Bukan hanya kuku, dia juga
sering menggigit pena atau pensil. Oleh teman-temannya Juliet mendapat julukan
tikus jadi-jadian. Juliet tidak pernah sama sekali menganggapi julukan itu.
Setidaknya dengan kebiasaan buruk itu dia dapat menemukan ide brilian. Seperti
sekarang ini. Baru sepuluh menit berpikir ia sudah tahu kado spesial apa yang
akan ia berikan ke cowok itu.
Jam
tangan. Juliet ingat betul Miko adalah salah satu kolektor jam tangan. Miko
sangat menyukai jam tangan. Apalagi jam tangan merk-merk terkenal seperti
Alexander Christie. Sekarang masalahnya hanya ada satu. Dimana Juliet bisa
mendapatkan jam tangan branded dengan harga KW? Juliet mulai memutar lagi
otaknya. Cewek itu masih menggigiti kukunya yang sudah mulai geripis. Setelah
lampu ide menyala diotaknya. Juliet langsung keluar dari kamarnya. Secepat
kilat dia turun dari tangga dan mencari sang mama. Mata Juliet berbinar saat
melihat mamanya ternyata sudah pulang dari arisan. Wanita setengah baya itu
sedang sibuk memasak didapur.
“Ma..”
Panggil Juliet dengan nada amat manja. Atau lebih tepatnya sengaja
dimanja-manjakan. Mamanya Juliet yang seakan mengetahui kebiasaan anak
perempuan satu-satunya ini hanya berdeham kecil.
“Ma,
waktu itu ya kalau Juliet gak salah ingat mama pernah bilang kalau mama punya
teman yang punya toko jam branded tanpi harganya murah. Jul....
Belum
juga Juliet menyelesaikan perkataannnya mama yang seakan menggetahui arah
pembicaraan Juliet mau kemana langsung memotongnya “Kamu mau beliin kado buat
siapa?” tanya mamanya yang hapal banget kalau anaknya, Juliet Danniela itu gak
suka pakai barang-barang berkelas yang terlihat glamour. Juliet lebih mencintai kesederhanaan.
“Ehmm
itu ma.. Anu.. temen Juliet, ma. Lusa temen Juliet ulang tahun?” Kata Juliet
terbata-bata. Ia berusaha mengatur kata-katanya.
“Teman?
Ohh Lea? Atau Dytha?” tebak mama langsung.
“Bu..
Bukan ma.” Juliet merasa bingung. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak
gatal. Apa yang harus ia katakan? Dia tidak mungkin berbohong dengan mamanya.
Seumur hidupnya Juliet belum pernah berbohong dengan orang yang paling dia
sayangi.
“Terus?”
Mama mematikan kompor gasnya. Dengan telunjuknya ia menuding muka Juliet yang
saat ini kelihatan tegang. “Ohh mama tahu. Kamu pasti mau kasih pacar kamu yang
waktu itu datang kesini, kan?”
Pacar?
Juliet bingung. Ia mengingat-ingat lagi siapa orang yang dimaksud mamanya. Gak
mungkin mamanya lupa bahwa Juliet sudah putus sama Miko berminggu-minggu yang
lalu. Juliet ingat persis mamanya yang melompat ria karena Juliet tidak
berpacaran lagi dengan Miko. Wanita itu tidak begitu menyukai Miko yang katanya
kurang sopan. Juliet bahkan masih ingat perkataan mamanya mengenai Miko “Untung
deh kamu akhirnya bisa melek juga. Mama kan udah bilang Miko itu gak baik untuk
kamu. Liat aja tuh anaknya gak begitu sopan, gak cakep-cakep amat lagi. Mending
kamu balikan lagi sama Andre.” Mama Juliet ini memang terkadang suka menilai
orang dari wajahnya. Juliet yang saat itu sedang sakit hati hanya bisa cemberut
dan berprasangka buruk kalau dia putus sama Miko itu gara-gara siang malam
mamanya mendoakan mereka putus. Saat itu Juliet sempet agak kesal sama mamanya.
Bagaimana tidak? Disaat Juliet sedang ditimpa petaka, mamanya malah menganggap
petaka itu anugerah.
“Jul?
Kok diem? Ituloh pacar kamu yang waktu itu nganterin kamu. Yang kata kamu itu cuma
temen kamu. Yang anaknya om Hadi Hermawan.”
Ohh..
Ya Tuhan Juliet baru inget. Pasti yang dimaksud mama adalah Romeo. Buru ia
menggeleng kuat. “Bukan, ma. Jul kan udah bilang dia itu cuma temen Juliet.”
“Yah
sayang cuma temen padahal anaknya kayak sama baiknya kayak Andre. Mama suka.
Mukanya juga ganteng. Kayak pemain drama Korea yang sering mama tonton itu.
Siapa sih? Lupa mama namanya.”
Hadeh.
Juliet menepuk mukanya. Begini resiko punya mama yang gaulnya ngelebihin dosis
ibu-ibu yang seharusnya. Mamanya Juliet ini memang gemar sekali nonton film
yang berbau-bau Korea. Sama persis kayak Dytha. Mereka sama-sama cocok. Kalau
udah nonton film korea bareng, Juliet jadi bingung sebenarnya anak mamanya itu
Juliet apa Dytha?
“Ihh
mama ini. Apaan sih? Malah ngomongin yang gak penting. Bukannya cepet jawab
pertanyaan Jul.”
“Ohh iya mama hampir lupa. Mama baru mau jawab kalau Jul
kasih tahu mama dulu kado itu buat siapa?” desak mamanya yang memang pada
dasarnya kepo itu.
Kali ini Juliet kalah telak. Ia terpaksa harus mengatakan
apa adanya. Dengan sedikit mengatur ucapannya Juliet mulai berkata “Mi..Miko,
ma.”
“Apa? Miko?” Mata mamanya nyaris keluar saat mengucapkan
kata Miko. Juliet yang tersentak itu refleks melagkah mundur. Setelah
jantungnya yang tadinya hampir mau copot itu sudah teratur. Ia berusaha
bersikap tenang kembali dan mencari ide untuk merayu mamanya
“Iyaa ma, Miko. Juliet mengangguk dan mengeluarkan
cengiran lebar.” Lusa kan Miko ulang tahun. Juliet pingin aja ngasih kado ke
dia. Dia kan dulu sempet jadi orang terpenting di hidup Jul, ma. Waktu Juliet
ultah kan dia juga ngasih kado buat Jul.”
“Kamu gak balikan lagi dengan Miko kan?” tanya mamanya
was-was.
“Gak kok, ma.” Juliet tertawa kecil dalam hatinya. Gak balikan kok, tapi belum saatnya,ma.
Juliet mulai menerawang. Ini bukan berarti bohong kan? Lagian kan dia Cuma
bilang gak kok, bukan gak akan. Gak kok bukan berarti gak akan, kan?
“Ya udah bagus deh,” jawab mamanya singkat. Sumpah! Suara
mamanya itu menunjukan kalau dia sangat lega. Apalagi wanita setengah baya itu
juga mengelus dadanya.
Juliet mendesah dalam hati. “Ya ampun, ma. Terus jadi
nama toko temen mama itu apa?”
“Ohh itu. Ya udah, besok sore mama anterin kamu kesana.”
‘Makasih, ma. Mama baik banget.” Juliet langsung memeluk
dan menciumi mamanya dengan manja.
***
Sore hari ini Juliet sudah berada bersama mamanya di toko
jam milik tante Sherren. Mama Juliet memang selalu menepati janjinya. Dalam
hatinya, Juliet bersyukur sekali punya mama seperti mamanya sekarang ini. Sementara
Juliet sibuk memilih. Mamanya sibuk mengobrol dengan Tante Sherren yang adalah
teman arisan mamanya. Seingat Juliet, teman-teman mamanya pasti semuanya rame.
Liat aja gaya bicaranya itu rempong pake banget. Ngomong aja pake “Jeng-Jeng”
segala. Dasar ibu-ibu.
Ketemu! Akhirnya Juliet melirik jam analog merk Casio
berwarna black silver. Dari segi ukurannya jam ini tidak terlalu besar, juga
tidak terlalu kecil. Strapnya sepertinya nyaman dipakai. Ada aplikasi tanggal
dan stopwatchnya juga. Yang membuat jam ini tambah keren adalah lightnya yang bisa menyala saat gelap.
“Ma, Jul mau yang ini. Yang ini keren, ma. Juliet menunjuk jam tersebut. Mamanya hanya
mengangguk tanda setuju.
“Berapa
harganya, Tante?” Juliet memandangi tante Shereen yang sedang mengambil jam
yang tadi Juliet tunjuk. Wanita itu seumur dengan mamnaya. Bedanya dandanannya
yang terlalu menor membuatnya terlihat agak lebih tua. Dilihat dari penampilannya
Tante Shereen ini tipe ibu-ibu yang suka tampil mewah. Mulai dari anting,
kalung sampai gelang keroncongan yang banyak seperti toko emas berjalan,
membuat Juliet hanya mampu menelan ludah. Juliet yang tidak terlalu mengerti
tentang perhiasan saja sudah bisa menebak kalau itu semua MAHAL!
Sembari
tersenyum ramah tante Shereen menyebutkan harga jam itu. Sebenarnya harganya
delapan ratus lima puluh ribu.” Juliet agak kecewa mendengar harganya yang tidak
sebanding dengan uangnya. Ia cemberut. Namun tante Shereen melanjutkan
erkataannya. “Karena kamu pinter milih model
jam. Dan kayaknya jam ini bakalan kamu kasih ke orang yang spesial,
tante kasih kamu diskon deh. Harganya jadi enam ratus ribu aja.”
Raut
muka Juliet berubah seratus delapan puluh derajat. Ia memamerkan senyum
lebarnya “Makasih tante.” Tante Shereen hanya mengangguk sembari memasukan jam
yang Juliet pesan kedalam sebuah kotak berwarna hitam sewarna dengan jam itu.
***
Hari
yang ditunggu-tunggu Julit tiba. Hari ini hari ulang tahunnya Miko. Sepulang
sekolah Juliet mengajak Miko ketemu di kafe tempat biasa mereka mojok. Kafe ini
tidak jauh dari sekolah. Juliet menunggu sampai sekolah benar-benar sepi. Ia
tidak mau siapapun mengetahui ini lalu menyebarkan gosip sembarangan yang
menyebabkan Vella tahu . Juliet tidak mau rencana yang dibuatnya gagal
berantakan.
Miko
menjemputnya didepan gerbang. Juliet cepat-cepat masuk ke mobil Miko saat cowok
itu mengisyaratkan Juliet untuk masuk.
Tak
lama juga mereka sampai. Juliet memilih tempat dimana biasanya ia duduk dengan
Miko. Tempat favorite mereka. Juliet memang sudah mengatur rencananya ini
matang-matang. Ia berharap Miko dapat terbawa suasana masa lalu dan cepat-cepat
memintanya balikan.
“Kenapa,
Jul?” tanya Miko yang sudah duduk ditempatnya.
Juliet
berusaha tersenyum semanis mungkin didepan cowok itu. “Ini Mik. Gue Cuma mau
ngucapin selamat ulang tahun aja ke lo kok. Happy birthday ya,” ucap Juliet
sambil memegang kedua tangan Miko. Miko sedikit tersentak dengan apa yang
dilakukan Juliet. Melihat Miko yang terkejut, Juliet langsung mencabut
pegangannya itu.
“Sorry
mik,” ucapnya pelan.. Miko hanya tersenyum sambil memegangi tangannya yang tadi
dipegangi Juliet. “Thanks ya Jul. Lo ternyata masih ingat ulang tahun gue.”
“Sama-sama.
Oh iya Mik. Gue bawa kado spesial buat lo.” Juliet berkata dengan suara yang
benar-benar lembut agar Miko terpesona. Juliet merogoh tasnya. Ia mengeluarkan
kotak berwarna hitam dan memberikan kepada cowok itu.
“Apa
ini, Jul?” tanya Miko.
“Buka
aja,” sahut Juliet. Gadis itu tersenyum
lebar sambil memandang wajah Miko. Seperti apa yang diperintahkan Juliet, Miko membuka
box hitam itu. Perasaan kaget bercampur senang nampak diwajahnya.
“Suka,
Mik? Sini biar gue pakein.” Juliet
kemudian mengambil jam itu lalu memasangkannya di lengan besar Miko.
Huuu...
Mata mereka bertemu. Mereka berpandangan cukup lama.Sampai akhirnya Jam itu
benar-benar terpasang di tangan Miko. Juliet buru-buru mengalihkan pandangannya
dari Miko.
Miko
masih terdiam di tempatnya memandangi Juliet. Ia merasa gadis di depannya ini
sangat berbeda. Bukan mantan pacarnya yang dulu pernah ia campakan begitu saja.
Juliet terlihat lebih cantik, lebih manis, lebih romantis, dan lebih segalanya.
Kalau saja tidak ada status yang mengikatnya dengan cewek lain, hasrat
laki-laki Miko sudah pasti akan membawanya untuk menyentuh bibir Juliet.
“Bagus,
Mik. Oh iya,Mik. Udah sore. Gue pulang dulu ya?” kata Juliet cepat-cepat. Tak
tahu kenapa ia tiba-tiba ingin segera pulang. Padahal justru semakin lama ia
dekat dengan mantannya , probabilitas ia untuk mendapatkan Miko semakin besar.
Lengan
besar Miko mencekalnya, tepat sebelum Juliet benar-benar berajak dari
tempatnya.“Tunggu,Jul. Biar gue anter aja,” kata Miko tulus. Mau tidak mau
Juliet hanya mengangguk setuju. Ia senang bukan main. Akhirnya Miko mau nganterin gue pulang. Gak sia-sia deh.
Tak
butuh waktu lama untuk Miko mengantarkan Juliet sampai kerumahnya.
“Udah
nyampe, turun gih, Jul.”
“Thanks,
Mik.” Juliet membuka pintu mobil.
“Sama-sama.
Thanks juga ya buat kadonya.” Miko menutup kembali pintu mobil dan melambaikan
tangannya kepada Juliet. Setelah mobil Miko menjauh. Juliet baru masuk
kerumahnya sambil berteriak dan melompat-lompat kesenangan. Mamanya sampai
dibuat kaget mendengar teriakannya.
Mamanya
hanya menggelengkan kepala saja melihat tingkah anaknya yang digolongkan lebay.
Mama Juliet tidak tahu apa yang membuat anak satu-satunya begitu senang hanya
karena Miko mengantarkannya pulang. Ia tidak habis pikir. Kenapa anaknya itu
menjadi terlalu berlebihan seperti kayak habis pergi kencan dengan artis Korea?
Kalau memang Juliet mengira Miko mirip Kimbum sepertinya mamanya sempet
memikirkan untuk membawanya ke dokter mata. Sebenarnya kalau saja Juliet
ditanya tentang kesenangan luar biasa yang tiba-tiba muncul pada dirinya,
Juliet juga masih benar-benar tidak mengerti. Gadis itu mengira ia senang
karena hatinya yang masih mencintai Miko sebentar lagi bakal mendapatkan cinta
Miko kembali. Jauh dengan kenyataan yang tidak ia sadari, bukan hatinya yang
senang, namun egonya yang sedang beraksi.
Pulang
dari dianterkan Miko, Juliet yang sudah puas melampiaskan kesenangannya kembali
masuk kekamarnya. Dia membaca buku itu lagi. Buku ajaib yang sangat ampuh. Ia menyeringai
lebar tiap hari membaca kata ‘Selamat Anda telah Berhasil’ di buku itu. Lembar
perlembar sudah ia baca. Kini ia sudah sampai hampir dipenghujung akhir lembar.
Ini dia jurus
keempat.
Berpura-pura
pacaran.
Ini kunci terakhir sebelum kamu
benar-benar mendaptkan pintu hati Sang mantan kembali. Jurus ini memang
sedikit rumit. Menggunakan jurus ini harus hati-hati. Kita membutuhkan
partner yang tepat untuk melakukan jurus ini. Seseorang yang bisa
membuatnya benar-benar percaya kalau itu memang pacar kamu. Tentu saja
orang itu tidak boleh kalah tampang dibandingkannya. Itulah kesulitannya,
kamu harus mencari seseorang yang jauh lebih keren dari pacar kamu yang
sekarang. Hal yang kamu perlu perhatikan disini. Kamu jangan sampai
benar-beanr jatuh cinta sama orang itu. Carilah seseorang yang tepat,
misalnya sahabat kamu atau siapa yang membuat kamu yakin tidak akan
menyukai orang tersebut. Walaupun kamu harus berakting yang meyakinkan,
jaangan sekali-sekali menggunakan emosi kamu. Fokus pada mantan kamu.
Jika kamu melihat ekspresi cemburu
darinya. Berati mantan kamu benar-benar masih menaruh hati sama kamu. Jurus
ini sebenarnya hanya untuk mengetahui hal pennting itu. Jika kamu berhasil
kamu akan melangkah sukses ke jurus ke lima. So, pasti peluang kamu
mendapatkan mantan sudah ada didepan mata.
Selamat
mencoba!
|
Beda
dengan sebelum-sebelumnya, Juliet membaca lembaran ini dengan muka tololnya.
Siapa orang yang akan ia gunakan sebagai partner? Dia tidak punya sahabat
cowok. Masa iya, dia terpaksa berhenti di jurus ini. Ia tak mau semuanya jadi
sia-sia. Larut malam ia masih memikirkannya. Sekarang ia benar-benar yakin
semakin lama ia berpikir keras, kukunya juga akan semaki habis ia gerogoti
dengan tak berperi kemanusiaan.
Juliet
baru ingat kalau ia besok harus sekolah dan bangun pagi. Juliet melihat jam
analog yang tegantung didindingnya. Jarum panjang jam itu menunjukan angka
sepulu, tapi jarum pendeknya enunjukan angka dua.
Juliet
jadi semakin stress karena tidak bisa tidur. Belum lagi esok ia harus kembali
remidial ekonomi. Ini pertama kalinya ia mengikuti remidial ekonomi. Biasanya
nilai ekonomi Juliet selalu diatas sembilan puluh. Sekarang otaknya tambah
melilit. Ia mencoba berhenti memikirkan hal yang membuatnya tidak bisa tidur
lalu mulai menghitung banyaknya domba-domba dalam imajinasinya agar mengundang
rasa kantuk dalam dirinya. Satu domba, dua domba dan seterusnya... Sampai
hitungan ke seratus lima puluh sembilan domba dia terlelap.
Bab 12
Ini efek dari tidur yang kurang dari enam jam.
KESIANGAN!!!
Juliet
baru bangun setelah pintunya hampir mau didobrak dengan mamanya. Ia langsung
buru-buru menyambar handuknya. Mandi asal-asalan, menyisir rambutnya
asal-asalan pokoknya semuanya serba asal-asalan. Belum sempat juga berpamitan
dengan mamanya Juliet langsung saja naik ke mobilnya. Untung saja Pak Udin
sudah ada didalam. Juliet langsung bisa capcus ke sekolahh.
“Jalan
yang kebut, pak!” perintahnya. Pak Udin tidak menjawab, tapi dia juga tidak
menolak permintaan Juliet. Mungkin karena terlalu berkonsentrasi dengan mobil
yang dibawanya saat ini.
Juliet
sampai diperkarangan sekolah tepat satu menit sebelum gerbang SMAnya
benar-benar ditutup. Dengan tergopoh-gopoh ia menaiki tangga dan berlari
menyusuri lorong-lorong menuju kekelasnya. Juliet menghela nafas lega saat
melihat belum ada guru didepan kelasnya.Untung dia belum terlambat.
Ia
berjalan ketempat duduknya dengan lemas diiringi suara cacing yang kerucukan
diperutnya karena ia belum sempat sarapan. Selagi masih ada waktu Juliet
terlebih dahulu merapikan baju dan kondisi rambutnya yang mungkin saat ini
berantakan melebihi orang gila.
Tak
lama setelah itu, Ibu Endang datang memasuki kelas. Kelas yang tadinya berisik
menjadi tenang. Guru ini memang beda dari guru lain yang selalu menyuruh
murid-murid berbaris dulu didepan kelas sebelum pelajaran.
Bu
Endang menyambut salam yang kami berikan lalu mengambil posisinya didepan
kelas. Dengan suaranya yang tidak selantang Bu eva, namun terdengar cukup
keras, ia menyuruh sebagian anak-anak yang mengikuti remidial pindah ke bagian
sebelah kanan dan yang tidak ikut remidial bergeser kesebelah kiri.
Juliet
buru-buru menggeser ke bagian sebelah kana. Ia
membawa semua peralatan tulisnya. Lalu menghembuskan nafas dalam-dalam.
Setelah memberikan persiapan selama sepuluh menit, Bu Endang langsung saja
memulai remidial itu. Wanita itu membagikan soal yang sudah diketiknya.
Dengan
keyakinanan penuh Juliet mengerjakan soal itu. Ia bertekad ini akan menjadi
remedial terakhir baginya. Untung saja ditengah kesibukannya membaca dan
mengerjakan jurus-jurus dalam buku itu ia masih menyisakan sedikit waktunya
untuk belajar serius.
Juliet
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan soal remidial yang
biasanya akan jauh lebih mudah daripada ulangan pertama. Setelah memeriksa jawabannya
berulang kali dan yakin, Ia memberanikan diri menyerahkan lembar pekerjaannnya
kepada Bu Endang dan kembali duduk ditempatnya semula disebelah Romeo.
Juliet
memperhatikan Bu Endang yang detail meneliti semua jawaban Juliet. Hanya dalam
waktu sepuluh menit. Bu Endang sudah bisa memeriksa semua jawaban juliet. Ia
mulai menggoreskan balpoint merahnya dan memberikan angka sebagai nilai disana.
“Juliet!”
Ibu Endang memanggil Juliet, menyuruhnya mengambil hasil remidial itu. Sambil berharap-harap cemas Juliet langsung mengambil
kertasnya.
“Laen
kali jangan melakukan hal bodoh lagi.” Kata Bu Endang yang sempet membuat
Juliet bergidik takut. Sekarang ia seratus persen ragu ia akan lulus. Sampai
kertas itu ada ditangannya ia masih belum membukanya. Ia takut kalau ia tidak
lulus lagi.
Setelah
berada ditempat duduknya, Juliet memejamkan mata dan berdoa, baru pelan-pelan
membuka kertasnya. Belum sempat ia melihat hasil ulangannya. Tangan Romeo
menyambar kertas itu. Romeo melihat hasil remdial Juliet.
“Lama
amat sih bukanya!” protes Romeo yang gregetan melihat Juliet.
“Bodo
amat. Yang lihat juga gue. Kenapa lo yang sewot? Sinilah kembaliin!” pinta
Juliet.
“Kalau
gue gak mau gimana?” Romeo tersenyum jail. Kebiasaannya kembali kambuh.
Menjaili Juliet.
“Heh!
Dasar Nyebelin.. cowok gil..” Bentakan Juliet yang membahana tedengar ditelinga
Bu Endang. Dengan langkah tegapnya Bu endnag menghampiri meja Juliet.
Kali
ini cewek itu membawa penggaris panjang ditangannya. Mampus aku!
“Juliet,
Romeo. Kalian ini ribut lagi. Kalian ini mengganggu konsentrasi yang lagi pada
remidial. Dengan jari telunjukya
menunjuk kearah Romeo lalu ke arah lubang hidung Juliet bergantian. Ya ampun.
untung saja Bu Endang memasukan jari telunjuknya kesana. Pasti lubang hidung
Juliet bertambah lebar sepersekian inchi. “Kenapa kalian selalu berantem
disetiap pelajaran saya? Mau kalian saya pindahkan?” Bu Endang mengeluarkan
volume suaranya yang keras, membuat mereka sempat terkaget-kaget.
“Pindahin
aja, Bu! Pindahin didekat saya aja, Bu” Suara Nella terdengar tanpa disuruh itu
sempet membuat Juliet mual. Tiba-tiba Juliet menyadari ada sedikit pintu
harapan untuknya agar dapat terbebas dari makhluk yang bernama Romeo itu.
Dengan
terbata-bata Juliet menyusun sederetan kata yang ada diotaknya “I.. Ya, Bu.
Piinndahhhiiin aja, Bu. Disamping Nellaa kan koosong ,Bu.”
Romeo
yang merasa terancam akhirnya melakukan pembelaan diri. Masa iya dia arus duduk disebelah nenek
sihir? Nggaak mau. Apapun caranya yang penting ia harus terbebas dari
Nella.“Jangan deh bu. Saya janji tidak akan lagi ribut-ribut sama Juliet.
Pliiss bu jangan pindahin saya. Saya cuma mau duduk sama Juliet. Lagian ya bu
saya cuma konsen kalau duduk sama Juliet aja.
Dan saya juga maunya cuma duduk sama Juliet.” Perkataan Romeo tadi
sempet membuat respons-respon berbeda.Ibu Endang yang tersenyum cemerlang, Hampir satu kelas
bersorak “Ciee”, dan Juliet masih terbengong-bengong melihat ke arah Romeo. Gila kali ya. Sinting kali. Apa coba maksud
ini cowok?
Tiba-tiba
pikiran ibu Endang berkeliaran kemana-mana. Ibu itu mengingat film
Ganteng-ganteng Serigala yang semalam ditontonnya. Tatapannya yang tajam
seperti seorang hakim yang sednag menuduh terdakwa tertuju pada Juliet, Romeo, dan
Nella. “Ohh ibu mengerti. Kalian itu berpacaran, kan?” Bu Endang menunjuk
kearah Juliet dan Romeo. Demi Tuhan dan seluruh Dewa-Dewi, Juliet semakin mau
pingsan saja mendengar tuduhan Bu Endang yang gak tahu berakar dari mana. “Dan
kalian berantem itu karena ada yang menggangu hubungan kalian. Bisa dibilang ada pihak ketiga.” Ibu Endang
kemudian memalingkan telunjuknya kearah Nella yang sekarang speechless karena dituduh sebagai pihak
ketiga.
“Jawab!
Kenapa pada diem aja?” Pertanyaan Bu Endang yang disertai hentakan meja didepan
Juliet dengan mistar panjang yang tadi ia
pegang cukup membuat Juliet untuk yang entah keberapa kalinya kaget.
“Iya
bu” Jawab Juliet spontan, dibawah alam sadarnya. “Eh gak, Bu.” Buru-buru Juliet
menambahkan sebelum Ibu Endang semakin berpikir yang macam-macam,
“Jadi
iya apa gak?” teriak bu Endang sekali lagi.
“Iya
bu.”
“Enggak,bu.”
Romeo
dan aku menjawab pertanyaan bu Endnag dengan jawaban berbeda. Wanita itu seakan
belum puas dengan pertanyaan kami, masih memelototi kami secara bergantian.
“Iya,
bu. Saya sama Juliet pacaran. Makanya saya gak mau hubungan saya sama Juliet
semakin rusak gara-gara saya duduk sama Nella.” Pernyataan Romeo tadi membuat
Juliet dan seisi kelas terbengong-bengong. Ada beberapa anak cewek, termasuk
Nella langsung berteriak histeris. Beberapa anak cewek laennya langsung
memasang muka hopeless berat. Juliet
sendiri masih shock berat lantaran pernytaan Romeo tadi cowok ini sudah sinting atau gila atau miring.
“Engg..
Belum
sempat Juliet menjelaskan kata yang sebenar-benarnya ibu Endnag sudah membuat
kesimpulan tersediri. “Kalau gitu benarkan tebakan saya?” Kata wanita itu
menyeringai lebar. “Sebenarnya saya sudah menduga hal ini dari kemarin-kemarin.
Bagus kalau kalian akhirnya mau jujur.” Ibu itu kemudian melangkah pergi sambil
bergumam.”Bakalan ada gosip baru nih dikantor. Sepasang murid teladan
berpacaran.” Gumaman yang cukup keras dan bisa didengar oleh Juliet. Juliet
hampir lupa kalau gurunya yang satu ini memang heboh ngegosip dan ngepoin
urusan siswa. Demi apapun Juliet benar-benar murka dengan makhluk disampingnya
yang sekarang malah mengeluarkan tampang innocent. Apa coba guru satu ini?
Penting banget kali!
“Lo
itu udah gil..
Belum
juga mengeluarkan semua makianya untuk cowok disampingnya itu. Ibu Endang
kembali lagi berdiri didepan mereka. “Oh ya satu lagi. Kalau ada masalah
diantara hubungan kalian jangan dibawa-bawa ke sekolah. Ribut atau pacarannya
nanti aja diluar jam sekolah. Apalagi pas jam kelas saya. Bisa-bisa saya akan
menyuruh kalian putus sekarang juga. Awas kalau nilai kalian turun. Jangan sampai
kalian ibu bawa ke BK!” ancam Bu Endang.
Bel
istirahatpun berbunyi. Setelah kepergian Bu Endnag dari kelas, sorakan memenuhi
seisi kelas, membuat pipi sekaligus kuping juliet panas dan emosinya serasa mau
meledak. Sekarang ia merasa lebih baik ia menghilang saja.
“Heh.
Tunggu!” Juliet memanggil Romeo judes. Suara yang seharusnya membuuat semua
orang merinding mendengarnya malah sukses membuat satu kelas bersorak tambah ramai
“Apaan?”
tanya Romeo santai seakan gak terjadi
apa-apa.
“Lo
itu gila atau apa hah? Tadi itu...eemm ewwwmmm.” Mendadak Juliet tidak bisa
melanjutkan perkataannya. Tangan Romoe menutup mulutnya sama seperti waktu
mereka ada di rumah Romeo. Mereka berada sangat dekat, bahkan jarak mereka
tidak sampai satu inchi. Juliet bisa merasakan hembusan nafas Romeo. MENDADAK
Jantung Juliet semakin dag dig dug. Untung saja saat ini wajah Romeo langsung
tidak tepat berada didepannya. Bisa-bisa dia mati berdiri sekarang. Oh my God help!
Dari
belakang Romeo mendekatkan bibirnya ketelinga Juliet berusaha agar suaranya ini
hanya didengar Juliet “Kalau masalah yang tadi gue minta maaf. Gue bisa jelasin
semuanya malam nanti. Sekarang gue akan ngelepasin mulut lo kalau lo diem.”
Adegan ini tentunya menjadi tontonan gratis. Ada anak beberapa anak cewek yang
semakin mengagumi Romeo lantaran Romeo terlihat romantis seperti adegan mesra
difilm-film, sementara fans fanatik Romeo lainnnya malah memaki-maki,mengutuk,
dan semakin senewen dengan Juliet. Ada juga beberapa anak cowok yang mengira
kalau mereka mau berciuman. Pokoknya mereka ramai mengelilingi sepasang Adam
dan Hawa didepan itu.
Romeo akhirnya melepaskan tangannya dari mulut Juliet.
Akhirnya Juliet bisa bernapas lega. “EH CO...” Juliet berteriak
sekencang-kencangnya saat Romeo meninggalkannya. Mendengar suara Juliet, Romeo
langsung berbalik kebelakang dan mengeluarkan suara yang terdengar lebih besar
dari teriakann Juliet memotong ucapan Juliet “Jangan Lupa. Nanti malam gue
jemput.” Dia benar-benar pergi setelah
mengeluarkan seringai yang lebar dan melambaikan tangan kepada Juliet.
Baru saja Juliet akan membalasanya. Perkataan Romeo
tersebut menghasilkan sorakan dan beberapa pertanyaan yang cukup keras dari
seisis kelas. Sekarang kuping, otak, badannya semuanya terasa panas. Hingga
Juliet hanya bisa terdiam seakan terintimidasi oleh sorakan, beribu
pertanyaan,dan satu lagi tatapan murka para fans Romeo. Ya Tuhan! masa indah
SMA Juliet jadi hancur.
***
Malam ini Romeo menjemput Juliet. Sebenarnya mama Juliet
tidak mengijinkan anaknya itu pergi karena ia mengira Juliet akan pergi bersama
Miko. Sebenarnya Juga Juliet gak niat pergi. Ia malah senang kalau mamanya
tidak mengijinkan dia pergi. Lagian berurusan dengan makhluk yang bernama Romeo
itu adalah hal yang paling menyiksa batin, jiwa, dan raga Juliet.Ternyata
setelah mamanya melihat siapa yang menjemput, tak ada hujan, tak ada badai
mamanya langsung mengijinkan Juliet pergi.
“Pokoknya saya janji tante, Juliet akan sampai dirumah
sebelum pukul sembilan malam,” ucap Romeo. Mama Juliet hanya tersenyum menatap
Romeo dengan tatapan seorang mertua yang mengingkan seorang mantu. Hal ini
benar-benar membuat Juliet mual. Dasar Romeo manusia bermuka dua!
Wuussss...
Sepanjang perjalanan itu Juliet hanya diam. Habis dia
tidak tahu harus ngomong apa. Lagian diia juga masih kesel sama manusia satu
ini. Mobil Romeo berhenti di sebuah tempat makan lesehan.
“Turun!” perintahnya. Kemudian Romeo turun dari mobilnya
dan cepat-cepat mengambil tempat duduk lesehan.
Juliet malah diam dengan tampang toolol mengucek-ngucek
matanya. Ia masih tak percaya dengan pemandangan didepannya. Alexander Romeo
yang katanya anak salah satu konglomerat, banyak dipuja-puji para wanita,
berwajah seperti artis Korea kesasar itu ternyata sering makan ditempat
beginiaan.
“Ngapain bengong? Cepetan sini.” Juliet buru-buru
menghampiri Romeo dan duduk didepannya.
“Kenapa? Lo gak biasa makan ditempat beginian? Mau
pindah?” Tanya Romeo seketika memperhatikan wajah Juliet.
“Eh. Gak kok. Gue cuma gak nyangka aja. Anak kayak lo
biasa makan ditempat beginian.”
Romeo hanya tersenyum. Oh God, ini karena efek kelaparan atau efek ngantuk yang membuat
Juliet melihat senyum Romeo itu sama persis kayak senyum Kimbum. Ternyata cowok
itu juga mempunyai lesung pipi disebelah kanannya. Ia baru sadar. Gara-gara melihat
muka Romeo Juliet jadi hampir lupa kalau yang sekarang berada didepannya itu
adalah makhluk yang sudah mempermalukannya. Ini saat yang tepat buat Juliet
melampiaskan kemurkaannya.
“Eh. Gue lupa gue kan harusnya marah sama lo. Sekarang lo
mending cepetan jelasin sama gue. Maksud lo itu apaan? Ngaku-ngaku pacar gue.
Bikin malu aja. Lo tau gak sih gue itu gak sudi bener-benar gak sudi
menghancurkan image gue untuk jadi pacar lo!” Juliet mengomel panjang lebar dengan
gaya ibu-ibu yang sedang mengomeli anaknya. Tak lama setelah ia ngomel. Segelas
teh manis yang baru saja disajikan oleh pak Dedi, pemilik rumah makan lesehan
ini langsung diserutnya.
Romeo yang dimarahi oleh Juliet malah tertawa geli
melihat Juliet sekarang. “Lo sih makanya ngomongnya pake titik koma. Jangan
kayak kereta ekspress gitu.”
“Ishh lo ini, ya. Gue itu tadi marah sama lo. Ini kenapa
lo malah ngetawain gue? Ya Ampun. Bisa gila gue ngomong sama orang kayak lo,”
dumel Juliet sewot.
“ Ya udah gak usah ngomong,” timpal Romeo.
ARGGHHH Juliet berteriak kesal. Darahnya sudah mendidih.
Ia sudah tidak peduuli sekarang dia berpijak ditempat apa atau seberapa banyak
orang yang memperhatikannya. Yang jelas ia benar-benar pingin bunuh diri
sangking kesalnya. Cowok ini memang paling bisa membuat Juliet cepat meninggal
karena terkena darah tinggi.
Romeo mendadak malu saat semua orang memperhatikan mereka.
Sambil memperhatikan kanan-kirinya Romeo memegang tangan Juliet dengan tangan
kirinya dan menempelkan telunjuk kanannya dimulut.
“SUUSSTTTT! Berisik
tau! Gue malu ini diliatin.”
“Gue juga semalu ini
pas lu ngaku-ngaku jadi pacar gue dikelas. Tau rasa kan lo!”
“Iya
deh sorry. Ini gue ngajak lo kesini itu justru mau minta maaf. Sorry kalo tadi
siang gue sempet ngaku-ngaku jadi pacar lo.”
Juliet
masih acuh tak peduli. Ia tidak menaruh rasa simpati sedikit pun pada cowok
ini. Cowok ini seenaknya aja.”Emangnya
dengan satu kata Sorry semua bisa dimaafin. Kalau gitu ngapain ada penjara? Gue
tetep gak terima.”
“Jul,
pliiss dengerin gue dulu. Gini, sebenernya gue itu tadinya mau nawarin lo buat
jadi acar ura-pura gue habisnya gue udah merinding dibuat semua cewek-cewek
sakit jiwa yang deketin gue. Apalagi si Nella cs. Gue bener-bener terganggu
sama mereka. Mereka neror semua orang yang ada dideket gue buat kasih tahu
alamat, no handphone, pokoknya semua tentang gue. Terus tadi pas pelajaran
ekonomi, Bu Endang malah ngomongin kita pacaran, ya udah deh gue gunain
kesempatan ini.” Romeo nyengir lebar.
“Buseet
itu sih enak di lo. Tapi gak enak di gue. Gak bisa. Pokoknya besok lo harus
udah klarifikasi kesemua oranng kalau kita gak pacaran,” jawab Juliet ketus.
“Jul,
Pliisss bantuin gue sekali aja. Gue bingung harus gimana lagi Gak mungkin kan
gue marahin mereka satu-satu? Atau gue ceplosin sekalian kalau gue gak respect
sama mereka? Gue juga capek terus menerus diganggu privasinya. Jadi cuma ini
satu-satunya biar mereka sadar. Tolongin gue ya? Gue waktu itu aja udah
minjemin catetan gue ke lo.” Romeo berbicara dengan tatapan yang memelas.
Kelihatannya cowok ini benar-benar butuh bantuannya.
Ihh apaan sih ini cowo?
Jadi waktu itu dia gak ikhlas minjemin buku ke gue? Nyesel gue minjem buku dia.
Mending gue nyalin jawaban Lea atau Dytha aja deh waktu itu.
“Kalau
hanya rasa kagum mereka yang kelewatan ke gue, gue yakin setelah mereka tahu
gue udah ada cewek, mereka gak akan gangguin gue lagi. Mereka akan mengagumi
gue dengan normal. Menurut gue ini cara yang paling baik.” Mata Romoe berbinar
saat menerangkan semua ini ke Juliet.
“Ya
terus? Kenapa gak lo cari cewek beneran aja. Lagian ya. Cewek mana sih yang gak
mau sama lo, kecuali gue?” Juliet tetap menolak. “Atau jangan-jangan lo itu..”
goda Juliet. Sekali-sekali gantian dia yang menjahili cowok itu.
“Gilaa
lo. Gue normal,ya! Cuma gue belum nemu aja yang cocok sama gue.”
“Elo
yang gilaa.. Masa dari sabang sampe merauke cewek tersebar diseluruh indonesia,
satupun gak ada yang cocok sama lo?”
“Bukan
cuma itu juga sih alesannya,” jawabnya ragu. Sorotan matanya berubah sendu.
“Terus
apaan?” tanya Juliet penasaran.
“Lo
ini mau tahu aja. Ngomoin orang kepo, sendirinya lebih kepo.”
“Lah
ini kan masalah yang menyangkut gue. Wajar dong gue kepo.”
“Hmmm..
Gue takut jatuh cinta, Jul. Cuma orang-orang bodoh yang mau jatuh
cinta.Termasuk lo. Gue gak pingin lagi kehilangan seseorang yang bener-bener
gue sayang. Gue pernah kehilangan nyokap gue. Dia mutusin buat pergi dari bokap
gue. Dia pergi sama laki-laki laen. Katanya dia capek ngebohongin bokap gue
terus-terusan. Dia gak tega ngebohongin orang yang baik sama dia selama ini. Dia
ternyata gak cinta sama bokap gue. Padahal bokap gue udah setia banget sama
dia. Gue sama bokap gue udah berusaha nyariin nyokap. Tapi Nihil. Dia benar-benar
udah pergi ke luar negeri sama mantannya yang dulu. Semenjak itu bokap gue
merasa kehilangan, gue juga sama. Ya, meskipun bokap gak pernah ngelarang gue
buat deketin cewek. Dari situ gue mutusin gak pernah ada niat buat berhubungan
sama cewek manapun. Gue takut kehilangan kayak bokap gue disaat sudah berhasil
memiliki orang yang dicintai.” Romeo menerawang jauh ke depan. Ia mulai
tenggelam dalam kisah masa lalunya yang menyakiykan. Dari sana Juliet menemukan
sosok baru dalam diri Romeo. Pantes saja dia ngomongin Juliet cewek bego, waktu
Juliet ngehancurin dirinya demi Miko. Mungkinkah Romeo tidak akan pernah
percaya cinta itu bukan suatu kebodohan yang harus ditakuti?
“Rom,
sorry. Gue gak bermaksud nyinggung masa lalu lo. Tapi gak semua cewek kayak
gitu kok,” kata Juliet menyesal. Dengan susah payah cewek itu menelan ludahnya.
Mengapa ia begitu juga tiba-tiba merasa ikut sedih melihat Romeo yang seperti
ini? Tangan Juliet memegang bahu Romeo lembut. Juliet termasuk orang yang
paling gak tegaan. Apalagi kalau udah ngelihat orang-orang yang lagi galau.
Pasti dia cepet-cepet berempati. Juliet memutar otak agar bisa kembali mengganti suasana.
“Terus
kenapa harus gue yang jadi pacar bohongan lo? Karena lo terpesona sama
kecantikan gue gitu? Atau karena lo liat gue ini cewek yang paling setia?” tanya
Juliet sambil nyengir lebar sembari
mengedipkan salah satu matanya dihadapan Romeo. Romeo jadi tertawa
terbahak-bahak melihat tingkah Juliet. Ia sebenarnya tahu Juliet ini bermaksud
mengalihkan pikirannya sekaligus membanggakan diri.
“Gilee.
Udah mulai bisa PD ya gara-gara duduk deket gue? Bukan Jul. Cuma setelah gue
pikir-pikir nih ya. Kayaknya diantara semua cewek disekolah lo itu termasuk
cewek yang katarak akut. Soalnya cuma lo yang gak bisa ngeliat kegantengan gue.
Biasanya kan cewek normal setiap gue senyumin udah histeris gitu. Tapi ini gak
berlaku sama lo. Jadi ada dua kemungkinan. Lo katarak atau lo yang gak normal.
Jadi gue aman deket orang katarak kayak lo”
“Lo
yang gila. Banci lo berani-beraninya nyimpulin gue dengan pernyataan bodoh
kayak begitu. Cari aja cewek katarak sekalian!” umpat Juliet kesal.
Romeo
mulai tertawa lagi. Gadis yang berada didepannya ini memang sangat sering
membuatnya tertawa. Menjahili Juliet merupakan kegemaran Romeo. Bukan tanpa
alasan Romeo mau menjahili Juliet, tapi itu Romeo lakukan karena Romeo merasa
Juliet mirip sekali dengan mamanya Romeo
dulu saat Romeo kecil menjahilinya. Juliet dengan mamanya Romeo itu sama-sama
suka senewen, galak, dan jutek banget, tapi sebenarnya mereka lembut dan perhatian. Romeo harus mengakui itu. Lewat
Juliet sedikit demi sedikit kerinduannya kepada mama dapat disinyalir.
“Jadi
lo mau gak jadi pacar bohongan gue?” tanya romeo sekali lagi.
“Gak.
Habis gak ada untungnya di gue. Lagian alasan lo untuk jadiin gue acar
pura-pura lo itu gak jelas. Harusnya lo cari cewek tomboi yang bisa tahan banting
diintimidasi sama ratusan fans lo. Terus berani-beraninya lo masih bisa banggai
diri lo sendiri waktu memohon sama seseorang, masih bisa-bisanya juga lo
jelek-jelekin orang yang lo lagi mintain pertolongan. Padahal kan hidup mati lo
ada ditangan gue.”
“Ya
ampun, Jul. Ya udah gini. Gue mau jadiin lo pacar bohongan gue karena lo
satu-satunya temen cewek gue. Yang kedua karena mungkin cuma lo yang nolak muji
gue tampan. Jadi gak mungkin kan lo bisa naksir sama gue? So kita bisa maenin ini dengan tanpa perasaan. Atau jangan-jangan
lo nolak karena lo takut suka beneran sama gue ya?”
“Ih
GR sekali mas. Sabar ya gue berpikir.” Juliet berpikir keras menimbang tawaran
Romeo. Haruskah ia menolong cowok itu? Apa untungnya bagi dia?
“Ya
udah gini deh. Kita simbiosis mutualisme. Gue minta lo jadi pacar bohongan gue
terus lo boleh deh nyuruh gue apa aja. Asal jangan suruh gue kawinin lo aja.”
Ia
mendapatkan gagasan berlian hasil pemikirannya selama lima menit. Betul. Dia
bisa menggunakan Romeo menjadi pacar bohongan dia untuk membuat Miko cemburu
seperti yang ada di buku itu. Juliet tersenyum lebar.
“Jul,
ditanya malah senyam-senyum. Sebenarnya dengan menjadi pacar bohongan gue itu
aja lo udah dapatin keuntungan. Dua sekaligus. Yang pertama lo jadi mendapat
predikat pacar orang paling ganteng disekolah. Yang kedua lo bisa buat kisah
baru didunia, Handsome and The beast.”
Juliet
memelototi Romeo yang malah semakin tertwa kencang. “Iya terserah lo aja deh.
Atur aja. Gue cuma minta satu aja. Lo harus bantuin gue bikin Miko cemburu.”
“Ohh
cuma itu doang mah gampang. Lo gak tahu, bukan Cuma muka gue aja yang mirip
kayak artis Korea,tapi akting gue juga.
Pasti ide lo ini lo dapetin dari buku gak jelas apaan itu ya gue lupa.”
“Lima
Jurus mendapatkan hati mantan.” Kata Juliet menerangkan buku ajaibnya. “Udah ah
bawel. Gue mau makan. Lo jangan bikin gue muntah denger lo yang dari tadi sibuk
ngebanggain diri lo.” Juliet langsung melahap makanan yang berada didepannnya.
Romeo
baru sadar kalau makanan itu sudah dingin, berati lama juga mereka mengobrol.
Sebelum kena omelan Juliet dan mama Juliet, Romeo dengan lahap memakan habis
makanan didepannya dan mengantarkan Juliet pulang. Seperti biasa dengan motor
Vixion dan kekuatan ngebutnya.
Bab 13
JULIET DANNIELA PACARAN
DENGAN ALEXANDER ROMEO.
Berita
ini mendadak menjadi hotnews
disekolah Juliet. Perasaan belum nyampe 24 jam Romeo memberikan pernyataannya
kemarin, tapi kini sepertinya berita ini sudah menyebar kepenjuru dunia sampai
ke dunia maya sekalipun.
Juliet
dan Romeo berakting mesra. Pada dasarnya mereka memang jago dibidang itu.
Juliet yang memang anak teater dan Romeo yang ngaku punya bakat akting yang
hebat. Mereka berjalan memasuki kelas dengan bergandengan. Kekantin berdua.
Kemana-mana berdua. Seperti perangko yang nempel terus dengan amplopnya. Setiap
mereka melangkah semua mata melirik mereka. Seakan-akan mereka pasangan
sensasional seperti pasangan pangeran William dan Kate Midelton. Intinya mereka
benar-benar sukses membuat pertunjukan drama romantis. Bahkan Dytha dan lea
saja percaya kalau Juliet berpacaran dengan Romeo. Juliet ingin memberitahukan
Lea dan Dytha sesungguhnya, tapi hal ini bertentangan denga perjanjian yang
dibuatnya dengan Romeo. “Tidak boleh ada satu orangpun yang tahu sandiwara
ini.”
Padahal
dibalik kamera, Juliet sering memaki-maki Romeo setiap Romeo menggandeng
tangannya didepan Nella. Sebaliknya
Romeo sering menghujat Juliet setiap mengamit tangan Romeo didepan Miko dan
Vella.
Hari
ini mereka melakukan film mereka episode ke dua.
Juliet
mengamit tangan Romeo saat melewati kelas Miko setelah memastikan Miko ada didepan kelasnya bersama Vella.
“Sayang,
kamu tadi nyuruh aku nemenin kamu maen basket, kan?” kata Juliet mulai mengatur
skenarionya.
Romeo
tadinya sempet bingung kalau saja ia tidak melihat Juliet yang tiba-tiba
mengedipkan sebelah matanya. “Iya dong. Kan biar semangat maennya kalau ada
kamu.” Romeo kemudian merangkul Juliet dengan lembut.
Disaat
ini Juliet hanya bisa menahan tawanya yang sebentar lagi mau pecah melihat
ekspresi muka Miko yang benar-benar cemburu. Vella aja sampe sadar kalau Miko
dari tadi memperhatikan kearah Juliet terus. Berulang kali Vella berusaha
memalingkan tatapan Miko ke Juliet. Berulang kali itu juga Juliet harus menahan
tawa.
Mereka
berjalan meninggalkan lorong kelas Miko. Juliet tersenyum puas melihat
kecemburuan Miko. Kini ia yakin sedikit lagi rencananya akan berhasil. Miko
akan kembali kepelukannya.
AWWWW..
Teriak
Juliet. Dengan sigap Romeo menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuh
Juliet. Kepalanya menempel di dada Romeo sehingga ia bisa mendengar jelas
degupan jantung cowok itu. Juliet terdiam dengan tampang akwardsnya. Selama beberapa detik Juliet dan Romeo saling
bertatapan sebelum akhirnya Romeo melepaskan pegangannya dari tubuh Juliet
dengan sedikit kikuk.
Juliet
memaki-maki jantungnya yang sekarang berdebar tak keruan. Ia menyesali kebodohannya
menabrak jendela kelas karena berjalan terus menghadap kearah belakang. Matanya
hanya fokus kearah Miko tanpa melihat jendela yang terbuka didepan.
“Jul,
Jul, lo gak amnesia kan?” tanya Romeo yang kembali bisa menguasai keadaan.
“Lebay
lo. Ya... Ya..eng..gak lah,” kata gadis itu sedikit terbata-batta
“Itu
luka di jidat lo sakit gak?” tanya Romeo lagi. Tanpa menunggu jawaban Juliet,
Romeo langsung mengeceknya sendiri. Disentuhnya pelan-pelan dahi cewek itu.
AWWW..
Juliet menjerit kesakitan. “Lo mau nyiksa gue? Sakit tau.”
“Siapa
yang mau nyiksa lo? Sini gue obatin. Kita ke UKS sekarang!”
Romeo
menyeret-nyeret Juliet yang tidak mau ke UKS. Butuh perjuangan bagi Romeo
mengantarkan Juliet ke UKS dengan selamat. Tadinya Romeo sempat ingin menendang
cewek itu langsung ke UKS, sehingga
tidak menyusahkan dia. Tenaganya tidak terbuang sia-sia hanya untuk menyeret
cewek yang menurut Romeo lumayan berat itu.
Juliet
duduk dikasur UKS yang tidak seberapa luas. Ia memperhatikan Romeo yang sedang
mengambil kotak P3K didalam sebuah lemari jati. Seumur-umur ia baru pertama
kali ini berada diruang UKS yang sering dipakai siswa.
“Aduhh
sakit tahu. Bisa gak sih ngobatiinnya pake hati dikit.” teriak Juliet saat
Romeo mengusapkan kapas yang sudah ditetesi obat merah didahinya. Ini sudah ke
lima kalinya Juliet berteriak aduh.
“Bawel
amat sih lo. Lagian lo juga sih, jalan matanya gak dipake. Kebanyakan liat
kebelakang sih. Makanya Jul, move on dong!”
Romeo tertawa cukup kencang. Ia masih mengingat jelas ekspresi mukanya
Juliet yang menurutnya bakalan jadi ekspresi terlucu di on the spot.
“Ihh
rese banget kali. Orang jatuh malah diketawain.” Juliet manyun. Bibir bawahnya maju sekitar satu centi.
“Udah
gue obatin juga. Gue pacar yang bertanggung jawab kan?” Masih semat-sempatnya
cowok ini membanggakan diri. Romeo mengambil sehelai perban dan menempelkannya
pelan-pelan ke dahi Juliet. “Udah, masih sakit gak? Selamat ya lo jadi pasien
pertama dokter Alexander Romeo.”
“Iya
dok. Makasih ya udah bikin kepala saya jadi ikutan sakit.”
Ide
Jahil Romeo kumat membawanya untuk menggoda Juliet lagi. “Jul, gue tahu obat
apa yang langsung bisa buat luka lo sembuh.” Romeo mendekatkan wajahnya ke
wajah Juliet. Dengan suara pelannya ia berkata “ciuman.”
“Dasar
cowok saiko!” Juliet mendorong tubuh Romeo jauh-jauh. Kemudian dia pergi
meninggalkan Romeo yang masih tersenyum senang memegangi dadanya yang tadi
mendapat dorongan keras dari Juliet.
***
Sudah
sebulan Romeo menjalankan aksi kepura-puraanya dengan Juliet.Masing-masing
merasa sama-sama untung. Fans-fans Romeo yang tidak lagi meneror teman-teman
dekatnya atau membawakan Romeo makanan atau hal-hal gila lainnya. Intinya fans
Romeo tidak lagi mengganggunya. Namun lebih dari itu semua keuntungan yang
sebenarnya tidak terduga adalah hubungan mereka tambah dekat. Kedekatan itulah
yang membuat semuanya tak lagi sama. Ada perasaan lain yang Romeo rasakan.
Entahlah. Ia tidak tahu harus menyebutnya apa. Ia jadi lebih sering
memperhatikan Juliet. Memang sejak awal juga Romeo merasa ada yang beda di
cewek itu. Kayaknya rasa ketertarikan sematanya ini sudah berubah menjadi...
Nun
jauh di belahan dunia lainnya....
Pagi-pagi
sekali Juliet sudah mendapatkan pesan masuk ke ponselnya. Dari Miko. Belum saja
di buka, Juliet sudah nyengir lebar. Sambil senyam-senyum Juliet membaca isi
SMS itu.
Miko
Jul, kok lo gk prnh
crta ttg pcr lo? Oh iya gue sklian mau ksh selamat.. Cieee selamat ya udh pcran
sm org paling polpuler disekolah.
Miko
menanyai hubungannya dengan Romeo? Apa ini berati dia benaran cemburu? Kalau
gitu perkiraan Juliet memang benar. Miko benar-benar cemburu. Juliet
mengetikkan balasan.
Oh itu. Ya org gue jg
bru pcran sm dy. Baru sebulan. Emang lo barusan tahu sekarang? Btw thx ya.
Miko:
Sebenarnya gue udah
yakin kalau lo orang pacaran. Terus gue baru tambah yakin sekarang waktu deger
gosip lo orang dari temen-temen Vella. Kalau gitu kpn2 kta bs double date dong?
Juliet
membaca balasan SMS Miko berulang-ulang. Double date? Seriusan Miko ngajakin
dia double date ? Juliet sedikit berpikir. Sebearnya dia malas kencan sama
Romeo walaupun cuma pura-pura doang. Tapi nampaknya Miko sengaja menjebak
Juliet untuk mengetahui apakah Juliet beneran berpacaran dengan Romeo? Dengan
terpaksa Juliet menerima ajakan Miko.
Boleh. Hehehe. Tapi
buat apa ya?
Miko:
Buat have fun aja. Oh iy,
gimana klo double datenya besok aja? Bsk
Minggu tuh! Klo mau kita lngsung dtg aja kekafe biasa, Jul. Jam 7 malem.
Matilah!Besok?!
Juliet gelagapan.
Mau...
Gakk.. Mauu.. Gakk..
Ah
sudahlah apa boleh buat. Nekat-nekat aja deh.
Blh tuh, Mik.
Miko:
Bye Jul, see u tomorrow. Gue tnggu
ya. Hrs dtg. Ada hal yang pingin gue bicariin sekaligus pastiin.
Sekarang Juliet dibuat penasaran dengan
balasan sms Miko yang terakhir. Pastiin apa? Apa yang harus ia lakukan? Apa
Miko mau mengetes dia Atau Miko sengaja mau bikin Juliet cemburu balik? Otaknya
dipenuhi dengan ribuan pertanyaan. Hanya ada satu orang yang bisa ia minta
bantuannya. Romeo.
Juliet mencari kontak Romeo di
ponselnya. Mampuslah kontaknya gak ada! Dia terkikik geli sendiri saat
mengingat ternyata diponselnya nomor Romeo disimpan dengan nama “Cowok Saiko
yang perlu dibasmi.” Juliet mendapatkan nomor Romeo saat mereka mengerjakan
tugas bareng. Ia satu-satunya gadis berntung yang diberikan nomor ponsel Romeo
oleh orangnya senidri. Semoga masih aktif. Hanya itu satu-satunya harapan
Juliet. Secara, Romeo itu selalu ganti-ganti nomor karena selalu diteror dengan
SMS-SMS yang menumpuk dari fans-fansnya. Dia yang bilang sendiri sama Juliet
waktu memberikan nomor handphonenya itu.
Juliet memencet tombol hijjau dan
menunggu suara Romeo yang menyahut dari seberang.
“Halo?” Ucapanya terdengar sinis. Bahkan
Juliet sempet merinding mendengar suara serak Romeo yang mengerikan ditelepon.
Juliet menghela nafas lalu berusaha
mengumpulkan keberanian untuk merangkai kata-kata. “Ha..Loo.. Ini gue Juliet.”
Diseberang sana Romeo memastikan suara
Juliet. Ia benar-benar kapok waktu itu ada yang menelpon dia dengan
mengaku-ngaku sebagai Ibu Eva lah, tantenyalah, cewek cantik lah, dan berbagai
jenisnya. “Lo beneran Juliet?” tanya Romeo pura-pura. Sebenarnya dia udah yakin
kalau yang disana itu Juliet. Soalnya kalau disebrang sana itu fans-fans Romeo,
pasti mereka udah berteriak histeris dengan suara Romeo. Atau langsung
memutuskan telepon. Terlebih lagi Romeo hapal banget suara cempreng khas
Juliet.
“Iyalah. Tadi kan gue udah bilang. Gue
itu Juliet.”
“Yang bener? Gue gak percaya?” tanya
Romeo lagi dengan suara sinisnya.
“Iya beneran. Ini gue.”
“Gue harus ngetes dulu lo beneran Juliet
apa bukan. Soalnya gue gak bisa ngomong sama sembarangan orang,” kata Romeo
sambil menahan tawa. Juliet hanya menghela nafas panjang dalam hatinya ia
mendumel kesal pada cowok yang saat ini dia telepon. Buset ini nelpon ini orang udah kayak nelpon artis papan atas aja. Pakai
tes-tes segala. Apaan kali?
Romeo kembali melanjutkan aksi jahilnya.
“Kalau lo beneran Juliet, lo harus bisa menjawab pertanyaan ini.”
Juliet mendesah dari balik telepon. Baru
kali ini dia menelpon orang sampe dikasih tes pertanyaan segala.
“Gue punya panggilan khusus buat Juliet.
Panggilan yang menurut gue bener-bener pantes buat dia. Apakah panggilan itu?”
Sumpah demi Tuhan, nada suara Romeo saat ini lebih mirip Feni rose, presenter
acara Silet.
Juliet merasa sepertinya Romeo ini
sedang mengerjainya. Memang cowok itu menyebalkan. “Cewek yang menurutnya
paling cantik sedunia,” jawab Juliet ngasal. “Seriusanlah Rom. Gue gak
maen-maen ini hal penting.”
“Anda salah. Maaf, anda tidak beruntung.
Silahkan menghuungi nomor ini beberapa saat lagi.” Sebelum Romeo yang
menjengkelkan itu memecet tombol merah.
Juliet cepat-cepat menjawab pertanyaan Romeo tadi dengan jawaban yang
secepat-cepatnya dengan kekuatan nyereocos kereta ekspress diselingi dengan
hujan lokal “Sadako galau, sadako bego, Simanis jembatan ancol, dan segala
macam hantu laennya. Lo kira muka gue horor banget kali. Puas lo!” geram Juliet
kesal.
Romeo tertawa puas “Ngaku juga lo kalau
muka lo horor. Ngomong-ngomong ini kenapa lo nelponin gue maem-malem? Kangen
sama gue ya? Kenapa gak nelponnya siang aja? Oh iya lupa hantukan demennya yang
malem-malem.”
“Sial lo.” umpat Juliet. Sudah hampir 10
menit ia menelpon Romeo. Bisa gawat. Pulsa dia yang hanya sebatas lima ribu itu
bisa habis. Juliet langsung berbicara ke point penting. Ia tidak mau
menghabiskan pulsanya utung ngomong dengan cowok yang menyebalkan ini. Sudah
cukup cowok ini tadi membuat pertanyaan konyol yang memakan pulsanya,
“Gini weh. Pokoknya lo harus dengerin
gue dulu. Jangan potong gue dulu sebelum gue selesai ngomong. Tadi Miko sms
gue. Dia bilang besok dia mau kita double date sama dia. Gue bingung kan mau
jawab apaan. Terus gue pikir itu salah satu rencananya buat ngebuktiin kita itu
beneran pacaran apa gak? Nah terus gue iyain deh permintaannya tentang double
date itu. Jadi lo bisa kan hari Minggu double
date?...
TUUUTTTTTTTTT
Telepon terutus. Pulsa Juliet habis.
Hampir saja Juliet membating ponselnya kelantai. Untung ia ingat ponsel itu
merupakn ponsel satu-satunya dia yang dengan susah payah ia beli memakai uang
tabungannya. Kalau dibanting dan rusak? Sama aja Juliet harus menabung dan beli
lagi.
Sekarang ia mesti ngapain? Romeo mana
mungkin menelponnya balik. Tamat sudah riwayatnya.
Pukul enam pagi.
Bunyi nyaring dari nada dering lagu
Taylor Swift “Twenty second” di HP Juliet yang lupa ia silent semalem
berpotensi besar menganggu hibernasi Juliet di hari Minggunya. Dengan mata yang
masih tertutup ia meraba-raba meja kecil disamping tempat tidurnya. Juliet
menemukan ponselnya. Ia menempelkan ponselnya ke telinga.
“Hoaamm Halo?” Juliet berkata dengan
suara serak sambil menguap lebar.
“Sadako.. Lo baru bangun?”
“Aduh, Tha. Hari ini gak ada PR ini hari
Minggu. Kalau lo mau kerumah nanti agak siangan aja deh. Gue ngantuk beratt....
“Woi gila. Ini gue.”
Suara penelpon yang cukup keras dari
sana membuat Juliet bangun kembali ke alam sadarnya. Suara itu bukan suara
Dytha. Dytha gak mungkin mempunyai suara berat yang serak dan menyebalkan
seperti itu. Hanya ada satu orang yang mempunyai suara itu. Romeo.
“Ohh iya sorry-sorry.” Juliet
menyeringai. “Kenapa nelpon pagi-pagi gini?”
“Itu masalah double date yang kemaren. Jadinya gimana? Kenapa kemarin tiba-tiba
teleponnya putus?”
“Double date apaan ya?” tanyanya.
Penyakit pikun tingkat dewanya lupa. Juliet memang pikun akut. Apalagi kalau ia
baru bangun tidur seperti ini. Ia mencoba merefresh kembali otaknya yang masih
belum sepenuhnya tersadar dari alam tidurnya. Begitu ia ingat cerocosan mautnya
mulai keluar “Ohh.. Iya yang kemarin. Tentang Miko. Gilaa, Rom. Gue kira gue
bener-bener udah tamat. Pulsa gue habis kemarin. Kenapa gak lo nelpon gue
semalem aja? Terus jadi gimana? Lo mau gak? Apa gue cancel aja ya? Nanti Miko
curiga gak?”
“Satu-satu ya gue jawabnya, sadako.
Lagian lu nanya gue kayak reporter yang baru bangun tidur aja sih. Jadi gini
semalem itu gue kira lo bakalan nelpon lagi. Jadi gue tungguin kan. Eh gak
taunya lo gak nelpon-nelpon lagi. Ya gue pikir lo cuma mau ngomong itu aja
terus lo tidur. Emang Miko ngajakin double datenya dimana? Kapan?”
“Hari ini. Jam 7 malem. Dikafe tempat
gue sama dia dulu. Jadi lo bisa?”
“Oke. Gue bisa. Kebetulan jadwal
syuthing gue gak ada kalau hari Minggu.’
Juliet mencibir “Jadwal syuthing apaan
lo? Syuthing film Indosiar terus jadi naganya? Jadi beneran bisa nih?”
“Gue berpikir ulang deh, Tadi lo udah
ngehina gue.”
“Idih.. Cowok geh maennya ngambekan. Ya
udah deh sorry. Jadi mau ya?”
Romeo tidak bersuara, cowok itu hanya
berdeham kuat yang menandakan dia setuju. Diujung sana Juliet memekik
girang.”Yes.. Gilaa, Rom. Lo emang the best banget. Udah baik, cakep, ramah
lingkungan, irit BBM, rajin menabung....
Diam-diam Romeo tersenyum lebar. Ada
kesenangan yang tiba-tiba muncul dihatinya. Walaupun ia tahu pujian Juliet ini
memang cuma bisa-bisaan cewek itu saja, tapi ia tetap gak bisa menolak
kenyataan bahwa ia senang mendengar cewek itu memujinya untuk pertama kali.
“Udah deh. Gak usah nyerayu-nyerayu. Gue emang begitu orangnya. Lo aja yang
baru tahu!”
KLIKK!!!
Teelpon diputus oleh Romeo. Ia sengaja
menghindari berbagai hujatan dari Juliet kepadannya.
Jam setengah tujuh sore, Mama Juliet
sibuk mendadani Juliet dikamarnya. Juliet heran. Baru kali ini mamanya
seantusias itu saaat mengetahui Juliet akan pergi makan malem bareng
Romeo.Lihat saja sejak jam 5 sore tadi mamanya sudah menyuruh Juliet berdandan,
memilihkannya gaun, memilihkannya tas, dan memilihkannya sepatu. Juliet melihat
mamanya ini sekan-akan seperti Ibu Tiri Cinderella yang sibuk mempersiapkan
anak-anaknya untuk bertemu dengan pangeran.
TING-TONG
Bel rumah Juliet berbunyi. Mama yang
sudah menebak bahwa itu adalah Romeo segera membukakan pintu depan.
“Malem tante.” Romeo menyapa mamanya
Juliet dengan sopan.
Disertai dengan senyuman lebar mamanya
Juliet menjawab sapaan Romeo “Malam. Julietnya masih diatas. Bentar lagi juga
turun. Kamu masuk dulu aja. Biar lebih enak nunggu didalem.” Mama
mempersilahkan Romeo masuk ke ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu romeo
langsung disuguhkan minuman dan makanan bak orang-orang penting.
Tak lama Juliet yang ditunggu-tunggu dan
dipanggil mamanya keluar dari kamarnya. Pelan-pelan ia menuruni tangga
kamarnya. Suara Heels yang dia pakai terdengar berirama mengikuti langkah
kakinya yang bak Miss Universe yang baru turun dari panggung.
“Ayo berangkat.”
Hening.
Romeo tak mampu berkata-kata saat
menatap Juliet. Cewek itu berbeda sekali. Rambut panjangnya yang biasanya
terurai lurus kini dbuat sedikit bergelombang dibagian bawah. Make up wajahnya
yang tidak terlalu mencolok, berkesan natural. Semua itu makin ditambah
sempurna dengan dress dan sepatu yang digunakan Juliet saat ini. Dress sifon
pendek berwarna putih dam sepatu wedges dengan aksen pita didepannya yang
berwarna putih juga. Juliet terlihat benar-benar cantik.
“Heh. Ayo berangkat.” Juliet mengapit
tangan Romeo. Entah kenapa ia sudah terbiasa mengapit tangan cowok itu sekarang
semenjak ia resmi membuat kontrak perjanjian pacaran pura-pura dengan cowok
itu.
“Eh iya tante, Romeo pamit pergi dulu,
ya!” Romeo menyalimi tangan mamanya Juliet.
“Iya. Hati-hati ya. Julietnya dijagain.
Jangan pulang malem-malem.”
Romeo membukakan pintu mobilnya untuk
Juliet. Hari ini Romeo sengaja meningalkan motor Vixion kesayangannya cuma demi
double date ini. Saat masuk kedalam
mobilnya, ada sesuatu yang tak biasa malam ini. Seorang Alexander Romeo grogi
dekat cewek. Meskipun Juliet tidak bisa melihatnya dengan jelas, lantaran cowok
satu ini pandai betul menutupi perasaan dengan gayanya yang cool itu. Ralat. Bukan cool, tapi sok cool.
“Heh, gue udah cantik belum? Gimana ya
reaksi Miko nanti pas ngeliat gue?” tanya Juliet sambil memamerkan senyumannya
kepada Romeo.
“Biasa aja,” jawab Romeo jutek tanpa
memperhatikan wajah Juliet. Bisa-bisa ia bertambah gugup kalau melihat
senyumannya Juliet. Aduh Romeo whats’s
wrong with you? Disamping lo itu sadako. Kenapa harus deg-deg’an segala?
“Alah. Tadi lo juga pasti pangling
ngeliatin gue.” Juliet cekikikan menggoda Romeo yang bersikap sok cool.
“Siapa bilang?” tanya Romeo masih dengan
tampang baik-baik saja. Padahal Jantungnya kini sudah melompat kemana-mana.
“Gue lah barusan. Lo itu ya. Jadi cowok
itu harus jujur. Romantis dikit kek apa kek. Bisa tersiksa nanti yang jadi
cewek lo.”
“Biasa aja,” jawabnya kembali cuek.
“Emangnya lo bisa jujur? Lo udah berdusta dari dulu karena gak bilang gue
ganteng.”
Juliet terdiam. Ia kalah telak. “Ehm.”
Ia berdeham “Pdnya kumat lagi deh! Tapi iya sih gue akui lo malem ini keren
banget. Mau nyari perhatian sama gue apa ya?”
Bibir Romeo mencuat keatas “Akhirnya lo
ngakuin juga.”
“Iya malem ini doang gantengnya karena
mau nemenin gue double date sama Miko. Oh ya Rom, gue barusan dapet ide. Kalau
gue udah jadian sama Miko, ntar lo deketin aja si Vella. Vella kan cantik tuh,”
kata Juliet iseng.
“Muka lo horor. Gilaa lo maen
jodoh-jodohin gue.”
Juliet tertawa keras mendengar penolakan
mentah-mentah dari Romeo.
Kijang Inova itu berhenti didepan sebuah
Kafe. Banyak mobil yang memenuhi tempat parkir Kafe meyebabkan Romeo agak
sedikit kesusahan mermarkir mobilnya.
“Busett jauh amat,” kata Juliet
menyadari tempat parkir ini lumayan jauh dari depan Kafe.
“Gak usah bawel. Mendingan lo sms
Miko-Miko cowok lo yang gak jelas itu.”
Juliet mengikuti koando Romeo tanpa
banyak nanya
Mik,
udah dimana?
Balasan Miko mendarat dengan cepat.
Miko:
Ud
didlm msuk aja.
Juliet memberitahukan balasan terakhir
Miko kepada Romeo. Sambil berjalan beriringan Juliet memasuki kafe itu dan siap
melakukan sandiwara lagi.
Kehadiran Romeo dan Juliet di kafe itu
sempet membuat beberapa sorotan mata anak muda di Kafe itu memandang kearah mereka.
Juliet menoleh kekanan ke kiri mencari Miko. Juliet tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk menemukan cowok itu. Miko sudah duduk manis mengobrol dengan
Vella di meja no 8. Langsung saja Juliet menarik Romoe kesana.
“Hei” Sapa Juliet kepada mereka “Udah
lama?” tanya Juliet basa-basi.
“Gak
kok barusan.” Terdengar suara ketus Vella.
Miko masih terbengong-bengong melihat
kedatangan Juliet bersama pacarnya. Juliet yang sempet memperhatikan ekspresi
Miko itu berppura-pura acuh, tapi dalam hatinya senang. Setelah sadar dari
keterpukaannya terhadap juliet, Miko langsung berusaha mencairkan suasana.
Memperkenalkan diri kepada Romeo dan tentunya memperkenalkan Vella juga.
Perkenalan itu selesai tepat setelah pelayan kafe menyajikan menu kehadapan
mereka. Juliet mendapati Miko yang mencuri-curi pandang terhadapnya beberapa
kali, tanpa sepengetahuan Vella.
Setelah semuanya memesan makanan. Dua
pasangan tersebut menunggu pesanannya datang sambil sekedar mengobrol. Obrolan
ini menjadi sangat menarik bagi Juliet karena Miko sangat antusias ngobrol
dengannya dan mengacuhkan Vella. Juliet bisa melihat muka betenya Vella yang
benar-benar jelas.
Makanan pesanan
datang. Pelayan kafe meletakkan semua
pesanan diatas meja. Seketika meja yang tadinya benar-benar kosong mulai terisi
penh dengan makanan, mulai dari roti panggang eskrim pesanan Juliet hingga Curly french fries pesanan Romeo. Semua
sudah menggoda lidah mereka untuk segera memakannya.
Ini saatnya bagi Juliet untuk membuat
Miko cemburu.
“Say, cobain geh Ropang eskrimnya enak
banget.” Juliet menyuapi Romeo persis seperti dulu ia menyuapi Miko. Miko melirik
mereka dengan sorotan iri.
Romeo menyeringai lebar langsung saja
menyambut suapan dari Juliet. Kali ini gantian Romeo yang mengarahkan sendoknya
kearah Juliet dan dengan senyumannya Juliet menyambut suapan dari Romeo.
“Sayang, suapin aku dong!” Suara Vella
terdengar bete sekaligus kesal melihat Miko yang dari tadi sibuk memperhatikan
pasangan romanatis didepannya. “Kamu kenapa sih ngeliatin mereka terus?
Cemburu?” Suara keras Vella ini membuat Miko tersentak dan menoleh padanya.
“Apa sayang?” tanya Miko yang sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan
Vella.
“Apa, Apa? Pokoknya aku mau pulang
sekarang juga!” Vella beranjak dari kursinya dan berlari kecil. Miko
cepat-cepat mengejar ceweknya. Juliet dan Romeo hanya mampu melihat adegan yang
mirip sinetron itu dari jarak jauh sambil tertawa pelan.
Sampai dimobil baru tawa mereka meledak.
Hari ini mereka benar-benar beruntunng.
Rencana mereka berjalan lancar,semulus jalan tol. Miko membayar semua
makanan yang mereka pesan karena merasa tidak enak sudah meninggalkan mereka.
Kebetulan kafe itu memang milik pamannya Miko. Sudah dapat makanan gratis,
mereka juga mendapatkan tontonan film gratis. Film yang menceritakan bagaimana
seorang cewek marah-marah dengan pacarnya yang asyik melirik cewek laen.
Juliet puas banget malam ini. Ada banyak
rasa yang beercampur jadi satu dalam dirinya. Dianatara rasa-rasa itu
bersembunyilah ___Cinta.
“Rom, makasih ya. Gak mau mampir dulu?”
tawar Juliet ketika sampai dirumahnya. Ia sampai pukul sembilan malam. Untung
saja belum melanggar batasan yang mamanya berikan kepadanya.
“Gak. Udah malem, Jul. Mendingan lo
ngelanjutin ketawa lo aja.” Perkataan Romeo itu membuat Juliet tertawa kecil.
“Bisa-bisaan lo itu. Ya udah deh. Gue masuk dulu ya.” Juliet membuka pintu
mobil dan bergegas turun. Ia menghentikan langkahnya ketika merasakan hangat
tangan Romeo memegang lengannya “Jul, besok pagi gue jemput ya. Temenin gue .”
“Kemana?” Tanya Juliet penasaran. Ia
baru saja mau memaki Romeo yang hendak menyuruhnya bolos. Untung ingatannya
cepat kembali. Ia ingat besok libur.
“Besok juga tahu. Udah sana tidur. Nite,
Jul.” Romeo menancap gas meluncur pergi jauh meninggalkan Juliet juga sebagian
hatinya.
***
Masih
pukul tujuh pagi. Juliet tidak sekolah. Kebetulah hari ini guru-guru mengadakan
rapat ujian nasional untuk anak kelas dua belas, jadi seluruh siswa–siswi SMA
kasih bangsa diliburkan.
Juliet
sudah bangun sejam yang lalu. Ia duduk di sofa ruang tamu, menunggu kedatangan
seseorang didepan rumahnya.
Gadis
itu mendengar suara deruan mobil kearah rumahnya. Gak salah lagi. Itu pasti dia. Tanpa banyak berpikir panjang lagi,
ia langsung segera pamit kepada sang mama dan berlari keluar menghampiri mobil
itu.
Baru
saja Ia hendak keluar dari Inova hitamnya. Ia melihat gadis itu keluar rumah
dan kini sudah ada didepannya.
“Hei.Gue
pikir lo belom bangun,” kata Cowok itu. Ia masuk lagi kedalam mobilnya,
membukakan pintu mobilnya dari dalam agar cewek didepannya bisa masuk.
“Ini
untuk kedua kalinya lo ganggu hibernasi gue.” gerutu Juliet ketika sudah
memasuki mobil.
Dengan
kecepatan penuh, mobil inova itu langsung melesat. Pagi-pagi begini memang
jalanan sekitar perumahan Juliet masih sepi. Jalan-jalan juga masih pada
lenggang. Tidak seperti biasanya didera kemacetan total. Memang tepat sekali
rencana cowok itu menjemput Juliet jam segini.
“Kita
emang mau kemana sih?” tanya Juliet yang sebenarnya dari tadi bingung melihat
Romeo menyetir tanpa memberitahukannya akan kemana.
“Bogor,”
ucap cowok itu santai.
“Bogor?
Lo mau ngapain? Jauh amat.” Juliet mulai panik, tak lama ia mulai marah melihat
Romeo yang senyum-senyum, tapi tak kujung memberi jawaban. “Lo ngapain
senum-seyum?” Apa Romeo gak tahu? Senyumannya itu buat Juliet tambah panik.
“Gue
mau jual lo di Bogor buat nemenin badak
bercula satu,” jawab Romeo geli.
“Seriusan
mau ngapain? Kalau gak jawab turunin gue aja disini!” Kali ini Juliet kelihatan
serius. Mau tak mau Romeo menjawab sejujur-jujurnya.
“Ya
mau ke Bogor. Gue cuma mau minta temenin lo ke suatu tempat. Sekedar refreshing
lah. Bukannya bersyukur gue udah berniat baik mau ngajakin lo refreshing.”
Juliet
berdecak keras dan menggerutu. Namun ia sama sekali tidak menimpali perkataan
Romeo. Pokoknya awas saja kalau cowok itu
berani macam-macam. Seperti biasa
rasa ngantuknya mulai menjalar. Hal yang perlu diketahui semua orang, gadis
berkulit kuning langsat ini cepat sekali mengantuk jika berada didalam mobil
terlalu lama.
Benar
kan. Ia mulai tertidur.
Disampingnya
Romeo memandangi muka Angelic nya
Juliet yang sedang tertidur sambil tetap fokus ke badan jalan. Diam-diam Romeo
tersenyum. Manis.
Perjalanan
telah berlangsung selama satu jam. Perjalanan yang berlangsung cukup mudah
meskipun jalanan sedikit curam menajak. Sepertinya Romeo sudah terbiasa
ketempat ini sehingga dia terlihat sangat piawai menyetir mobilnya dengna
jalanan yang seperti itu. Mobil Inova hitam milik Romeo berhenti disuatu tempat
dengan udara yang sangat sejuk. Puncak.
Pelan-pelan
cowok itu membangunkan Juliet. “Udah sampai woi.”
Juliet
yang baru bangun mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu menyusuli Romeo keluar
mobil. Apa ia tidak salah lihat? Dimana ini? Juliet melongo beberapa detik,
kemudian mulutnya kembali merapat. Ia memperhatikan tempatnya berpijak dengan
saksama. Udara sejuk tempat itu membuat rasa kantuknya lenyap seketika.
Hamparan kebun teh dan pepohonan membentang mendominasi warna ditempat ini.
Gunung-gunung biru yang sedikit tertutupi kabut dan suara gemercik air terjun
membuat potret pemandangan yang menakjubkan.
“Ini
dimana sih?” tanya Juliet.
“Villa
gue. Kita udah sampe dipuncak.” Telunjuk Romeo mengarah ke sebuah bangunan
mewah bercat putih dengan gaya desain Eropa klasik dibelakang mereka.
“Puncak?
” seru Juliet girang. Seumur hidup cewek itu, baru kali inilah ia mengunjungi
tempat bernamakan puncak. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia harus
mengabadikan momment ini. Dengan sigap ia merogoh kantongnya dan mengambil
ponselnya.
“Fotoin
gue sih! Mau gue masukin instagram nih!” Juliet sangat bersemangat memamerkan
keeksisannya.
“Males,”
jawab Romeo singkat. Lalu ia beranjak dari Villanya menuju ke badan jalan.
Juliet terpaksa mengikuti cowok itu sambil mendesah kesal.Dasar nyebelin!
Mereka
mencoba menelusuri kebun teh tersebut dan sedikit berjalan keatas. Hawanya yang
cukup sejuk khas pegunungan ini membuat Juliet merasa nyaman dan betah
berlama-lama ditempat ini.
“Pelan-pelan
jalannya. Ini agak licin,” kata Romeo memperingatkan.
Mereka
berjalan sampao ke sebelah ata jalan Puncak__ Cipanas melewati kawasan warung
makan dan penjual buah-buahan yang berjajar disepanjang jalan. Mereka melalui
jalan menikung dijalur puncak, dan sampailah mereka di Telaga Warna. Suasana
ditelaga itu begitu eksostis dan asri. Sangat menyatu dengan alam. Apalagi
ditambah dengan hutan hujan tropis yang ada dipinggir danau.
Juliet
kembali dibuat terpukau dengan keindahan Telaga Warna. Ciptaan Tuhan memang selalu indah. Permukaan air telaga itu
tampak berwarna hijau, akibat pantulan cahaya matahari yang melewati celah daun
dari hutan yang sangat hijau sehingga tercermin ke air. Kicauan burung dan
suara gemercik air danau membuatnya tak sabar menjelajahi danau tersebut dengan
perahu bambu.
Romeo
menyewa satu perahu bambu dari seseorang laki-laki paruh baya. Romeo langsung saja
masuk ke perahu itu duluan, baru memegang tangan Juliet dan membantunya masuk.
Mereka
berdua mendayung perahu itu memutari telaga. Juliet mendayung dengan satu
dayungan disebelah kiri dan Romeo mendayung dengan satu dayungan disebelah
kanan. Sesekali Juliet merasakan dinginnya air dengan tangannya. Ia terus
mendayung sambil melihat pemandangan yang ditunjukan oleh cowok yang mendayung
dibelakangnya.
“Sumpah
Rom. Ini gila banget Gue kira yang beginian cuma ada disinetron doang.” Decak
kagum Juliet terlontar dari mulutnya. “Dulu gue pernah bermimpi bisa naek
peraahu berdua dengan Miko. Ya kayak gini. Tapi Miko terlalu cepet ninggalin
gue. Gue kira Miko biisa menghapus hipotesis gue tentang cinta.”
“Hipotesis
apaa? Lo udah kayak mau buat karya ilmiah aja.” Cowok itu mengerutkan dahinya.
“Hipotesis
kalau cinta itu hanya bisa bertahan dalam waktu tiga sampai enam bulan. Lebih
dari itu cinta hanya akan memberikan luka yang mengiris.” Juliet mencoba
menerangkan hipotesisnya.
“Lalu
kalau cinta itu hanya bertahan tiga bulan sampai enam bulan kenpa lo masish
bisa mencintai Miko sampai sekarang?”
Gadis
itu terdiam. Air mukanya berubah. Pertanyaan itu tidak bisa ia jawab. Lebih
tepatnya ia juga tidak tahu apakah sekarang ia benar-benar masih mencintai
cowok itu atau tidak. Romeo menatap wajah Juliet yang berubah lalu dengan cepat
mengalihkan pertanyaan itu “Ya udahlah. Yang penting kemarin kita udah bisa
buat Miko cemburu. Kayaknya juga Miko masih cinta sama lo deh.” Ucapan yang
keluar dari mulutnya barusan membuat dadanya begitu sesak. Akhir-akhir ini
cowok itu merasakan keanehan pada dirinya tiap kali Juliet menyebut nama “Miko”.
Juliet
trsenyum menanggapi perkataan Romeo “Gue kira juga begitu. Yang jelas gue
sekarang udah bisa nyanyiin lagunya JUPE yang aku rapopo.” Gadis itu kembali
tertawa.
Romeo
hanya tersenyum melihat Juliet sebahagia ini. Ini yang hanya dapat ia lakukan
menatap Juliet dari jarak jauh maupun dekat, merasakan senyumnya dan juga ikut
tersenyum seakan-akan tidak pernah ingin kehilangan senyum dari gadis itu.
“Eh,
Rom. Lo itu sebenernya baik tahu. Tapi kenapa sih lo itu nyebelin banget? Perasaan
ke anak-anak cewek yang lain lo lempeng banget, ngomong aja irit banget
kayaknya,” kata Juliet serius.
Romeo
terdiam mendengar pertanyaan Juliet. Wajahnya berbabah serius “Karena...
karena...”
“Karena
apa? Jangan bilang karena gue nyebelin juga. Gue gak akan segan-segan jungkir
balikin lo dari ini perahu.”
Romeo
tertawa “Nah itu tahu. Lagian lo juga kenapa kayaknya jutek banget ke gue?”
Kali
ini gantian Juliet yang terdiam. “Ya karena lo nyebelin. Pake banget. Pake
sangat. Pake amat.”
Romeo
menatap jauh ke danau. Wajahnya kembali serius “Sebenarnya gue itu suka gangguin
lo, suka buat lo sebel karena.. Dia kembali terdiam. Sorotan matanya tidak
dapat didefiniskan jelas. Ada sorotan kehilangan, kesepian, kesedihan, tapi
yang tersembunyi adalah sorotan kerinduan lama yang terpendam “Lo mirip sama...
Nyokap gue.”
Juliet
yang sebenarnya ingin bertanya seperti apa mama Romeo jadi mengurungkan niatnya
ketika mendapati air muka Romeo yang sudah benar-benar berubah drastis.
Setelah
lelah mendayung, Akhirnya perahu itu sampai diujung sungai. Mereka menei dan memilih untuk beristirahat di
sebuah gazebo. Sinar matahari menembus dedaunan dan membentuk seberkas cahaya
yang menyinari gazebo tempat mereka duduk.
“Jul,
gue bawa ini nih!” Romeo meniup gelembung dari sebuah botol yang berisi cairan.
Gelembung-gelembung itu berterbangan ke sekeliling Juliet.
“Gue
gak nyangka lo masih kayak anak kecil.” Juliet tertawa. “Eh minta dong!” Juliet
berusaha merebut botol dari tangan Romeo.
“Males
lah. Katanya tadi kayak anak kecil.”
“Awas
ya! Sampe gue dapet. Gue gak mau balikin lagi ke lo.” Juliet melompat-lompat
mencoba meraih Botol yang dipegang Romeo. Romeo sengaja mengacungkan tangannya
tinggi-tinggi melebihi tinggi tubuh Juliet. Sayangnya Juliet tidak mau kalah.
Ia tetap melompat-lompat sampai membuat Romeo benar-benar menyerah dan memberikan
itu kepada Juliet
Hap.
Juliet
berhasil menangkap. Juliet meniupnya gelembung-gelembung itu kearah Romeo.
“Curang
nih! Itu kan punya gue,” kata Romeo. Saat Juliet mencelupkan tongkat gelmbung
kedalam botol cairan itu dengan cepat Romeo meraih pergelangan tangan Juliet
dan mengayunan tongkat itu. Satu ayunan yang cukup kuat itu menghasilkan banyak
sekali gelembung-gelembung dihadapan mereka kemudian berterbangan hingga
kedanau dan pecah. Lagi dan berulang-ulang mereka mengayunkan tongkat itu
berbarengan. . Menyatukan jemari-jemari mereka berdua untuk memegang tongkat.
Jemari-jemari mereka yang awalnya ragu kini berpaut erat.
“Keren
ya,” ucap Juliet. Kemudian menyimpan botol dan tongkat gelembung itu kedalam
kantongnya.Gadis itu duduk dibawah rerumputan pinggir danau.
Romeo
mengambil tempat duduk disebelahnya“Loh Jul kok disimpen? Kenapa gak di
abisin?”
“Jangan.
Buat gue aja, kalau lagi bosen dirumah gue maenin lah. Oh iya, Rom. Lo sering
ketempat ini?”
“Dulu
iya sih. Waktu nyokap gue masih ada. Dia yang sering ngajak gue sama bokap
liburan ke Villa. Kata dia sih udara Villa bisa buat kita lebih damai.” Romeo
mulai melamun. Dalam lamunannya ia kembali mengingat peristiwa manis bersama
mamanya. Saat Romeo baru berusia tujuh tahun. Di tempat ini biasanya mamanya
akan menceritakan dongeng anak-anak atau menyanyikannya sebuah lagu. Dan Romeo
kecil pun tertidur dipangkuan Sang mama, yang waktu itu ia kira malaikat dari
Tuhan untuknya.
Ketika
ia sadar dari lamunannya ia tersentak ketika merasakan Juliet tengah bersandar
dibahunya.tiba-tiba perasaan itu keluar lagi. Ia juga tidak tahu apa sebabnya?
Mengapa akhir-akhir ini gadis itu berhasil membuat jantungnya berdetak seakan-akan
tersetrum oleh gelombang listrik berkekuatan seribu volt. “Gak gratis loh!”
Katanya. “Nyokap gue juga suka maen gelembungan bareng gue dan bokap. Kadang
gue sering lari-lari mecahin gelembung yang ditiup nyokap gue. Dulu gue pikir
kita itu keluarga yang bahagia banget...” Kata perkata dilontarkan Romeo.
Juliet saat ini memilih untuk menjadi pendengar setia. Ia mendengarkan semua
kisah masa lalu cowok di sampingnya itu tanpa banyak bertanya. Sekarang barulah
Juliet tahu, cowok semenyebalkan dia ternyata mempunyai sisi rapuh.
“Setelah
nyokap gue pergi ngekhianati bokap..” Romeo berhenti sebentar. Mendadak hatinya
begitu pilu. “Gue udah gak pernah lagi ketempat ini. Gue jadi benci tempat ini.”
Air muka Romeo berubah. Kesal. Sama seperti yang Juliet lihat waktu didanau
itu.
“Tapi
pada akhirnya lo memilih ketempat ini lagi sama gue. Kalau gitu kita harus
sering-sering ketempat ini. Cowok saiko, kalau lo kangen sama nyokap lo. Gue
janji bakalan nemenin lo ketempat ini lagi. Kapanpun.” Juliet tersenyum lembut sambil
memegangi pundak Romeo. “Ngomong-ngomong. Thanks banget ya buat hari ini. Gue
seneng banget.”
Romeo
menatap Juliet lurus-lurus. Kedua bola mata mereka bertemu. Masing-masing dari
mereka saling merasakan keteduhan dalam tatapan itu. Kini wajah mereka lebih
mendekkat dari sebelumnya. Semakin dekat. Tidak ada yang bergerak mundur.
Mereka berdua saling memejamkan matanya. Kali ini bibir Romeo sudah hamir
bertemu dengan bibir Juliet... Sedikit lagi kedua bibir itu akan saling
bertemu...
Dan
Juliet tersadar. Cewek itu segera membuka matanya “Uuuddaaahh so-o-re, Pulang
aja yuk!”katanya terbata-bata.
Astaga!
Apa
yang barusan terjadi? Romeo yang masih tidak habis pikir, apa yang bakalan
terjadi kalau saja tadi Juliet gak membuka matanya? Ini gila. Benar-benar gila.
Setan apa yang merasuki dia? Romeo
menggeleng kuat-kuat berharap ini tidak nyata.
***
Romeo
mengantarkan Juliet pulang kerumahnya. Perjalanan pulang benar-benar berbeda
dari perjalanan sewaktu pergi tadi. Dimobil, Keduanya saling diam-diamnya. Tak
ada satupun yang berani mengeluarkan suaranya. Mereka masing-maisng kalut
dengan hal yang terjadi didanau. Seharusnya itu gak boleh terjadi. Perasaann
mereka yang berawal dari kepura-puraan mulai tumbuh. Pelan-pelan perasaan itu
mulai memberontak untuk dijadikan kenyataan.
Mobil
Inova itu berhenti tepat dipekarangan rumah Juliet. Julietbersiap-siap turun
dari mobil. Dengan ragu ia memecahkan keheningan yang dari tadi mmengisi
perjalanan “Gue pulang dulu, ya.” Pada saat ia akan menarik pintu mobil, tangan besar Romeo menarik tangannya.
“Ma---Maafin gue, Jul. Soal tadi aku tidak bermaksud. Gue Cuma kebawa suasana
aja... Lupain aja ya masalah didanau tadi.Anggap aja tadi itu gak terjadi
apa-apa..” Romeo tergagap. Ia berusaha mencari kalimat yang tepat untuk
menjelaskasn semua tindakan bodohnya. Juliet hanya tersenyum samar lalu
perlahan pergi meninggalkannya.
Romeo
menatap punggung Juliet sampai bayangan gadis itu benar-benar lenyap dari
hadapannya. Ia tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya mengatakan Juliet tidak
akan lagi kembali karena memang sebaiknya begitu.
***
Wanita setengah baya
itu sedang berbaring, ia menengadah, sambil menyangga kepanya dengan kedua
tangan. Disebelahnya seorang anak berusia sekitar enam tahun juga sedang
berbaring.
“Ma, kalau Romeo udah
besar nanti. Mama masih mau gak nemenin Romeo kayak sekarang?”
Wanita itu tersenyum
“Iya tentu saja. Tapi ada satu syaratnya.”
“Apa tuh, ma?” Anak itu
meatao mata ibunya lekat-lekat. Mata coklat Hazzel yang mirp sekali dengan
warna bola matanya itu membuatnya benar-benar nyaman. Ada banyak cinta dan
kehangatan didalam sana. Saat ini hanya berharap ia bisa terus melihat tatapan
itu.
“Kamu harus jadi anak
yang baik sebaik papa kamu. Nurut sama kata papa, Ya?” Wanita setegah baya itu
mengacungkan jari kelingkingnya
Romeo kecil mengangguk
perlahan. Ia menyatukan jari kelingkingnya kepada jari besar wanita itu.
Wanita itu
tersenyum.“Mama akan selalu ada disini buat temenin kamu,nak selama yang mama
bisa.” Ia memeluk romeo kecil
Romeo kecil yang belum
mengerti arti ucapan mamanya hanya bisa mengangguk saat berada dalam pelukan
sang mama. Dia merasa ucapan, janji dan pelukan mamanya itu semuanya tulus.
Ia
kembali merindukan tatapan dan pelukan dari seseorang yang sudah
mengkhianatinya dan ayahnya. Bahunya berguncang keras. Berusaha menahan
tangisnya yang ia simpan selama bertahun-tahun.
24
Desember 2003...
Romeo
kira hari itu menjadi malam natal indahnya sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Mamanya benar-benar memanjakannya pada malam itu. Mamanya masih menyiapkan
makanan besar-besaran untuk sekeluarga. Pokoknya semua yang dilakukan mamanya
itu membuat dia sangat senang. Siapa yang sangka? Malam itu malah menjadi malam
tragedi dalam hidupnya bersama sang Papa. Mama Romeo pergi begitu saja.
Meninggalkan dia yang baru berumur delapan tahun dan sang papa. Melalui sebuah
surat, wanita itu menjelaskan alasannya untuk pergi. Alasan yang membuat
papanya terpukul. Ternyata perempuan yang dinikahinya tidak benar-benar
mencintainya.
Mendadak hatinya serasa dihantam palu yang
sangat besar. Sebuah luka besar semakin menganga lebar. Peristiwa pahit itu
mulai menyelubungi benaknya. Seharusnya mamanya adalah satu-satunya wanita yang
paling ia sayangi. Sekarang menjadi sosok yang paling dia benci. Wanita itu
pembohong. Harusnya Romeo tidak semudah itu mempercayai janjinya yang bilang
bakal selalu ada untuk Romeo.
Sejak saat itu banyak yang berubah. Laki-laki
itu tidak mau berhubungan dekat lagi dengan wanita manapun. Ia masih setia
dengan wanita itu. Lagian mereka juga belum sepenuhnya bercerai. Romeo jadi
benci yang namanya cewek. Gak mau deket-deket dengan yang namanya cewek.
Katanya takut menjadi bodoh seperti papanya. Seluruh dunia mungkin mengerti
bagaimana rasanya kehilangan karena dikhianati seseorang yang sangat ia cintai
dalam hidupnya. Menyakitkan.
Bola
matanya terpejam perlahan..Ingatannya beranjak ke insiden tadi sore. Wajah
cewek itu berputar-putar dalam otaknya. Pikirannya kembali terpenuhi oleh
Juliet.
Bodoh!
Cowok
itu mengerang keras sambil memegangi kepalanya yang semakin berat. Demi Tuhan!
ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk mencium gadis itu? Cintakah? Bukan
ini bukan cinta. Cowok iu menepisnya berkali-kali. Namun pada akhirnya ia
menyerah pada kenyataan. Ia harus mengaku kepada alam semesta bahwa ia memang
mencintai gadis itu. Perasaannya tumbuh dengan cepat tanpa bisa ia kendalikan.
Seperti teroris, gadis itu sukses menyelundup dan mengebom semua tembok
pertahanan dihatinya. Sayangnya hati itu terlalu pengecut. Ia tidak mau kembali
mengulang luka lama. Ia tidak mau kehilangan orang yang dicintai untuk kedua kalinya. Ia tidak akan
pernah mungkin mencintai gadis itu dan memilikinya jika pada suatu hari gadis
itu juga akan meninggalkannya. Dan terlebih lagi ia tak berani
mengungkapkannya. Belum siap untuk terluka lagi seperti papanya dulu.
Cukup.
Hentikan semua kebodohan ini! Jika cinta bodoh ini hanya akan kembali membawanya
pada kehilangan. Ia lebih memilih untuk mengubur dalam-dalam sebuah rasa
yang dia sebut cinta itu. Biarlah cinta
itu menggerogoti hatinya dan membuat sekeping luka kecil dari pada cinta itu
kembali menghadirkan luka baru yang besar.
Berarti,
Romeo harus melepaskan gadis itu. Menjauh. Mungkin itu cara yang terbaik. Dari
pada mempertahankannya, namun suatu saat hatinya bisa saja terkoyak habis
dimakan luka. Lalu menjadi semakin bodoh karena diperbudak oleh cinta.Ia
benar-benar tidak sanggup.. Biarlah cinta ini ia pendam hingga suatu saat nanti
cinta ini akan menguap lalu terbang
menghilang bersama awan yang mengapung.
Aku tak akan membiarkan
kebodohanku menorehkan luka lagi, jika pada akhirnya aku harus kehilangan
seseorang yang tak akan pernah bisa ku miliki...
Bab 14
Pagi ini Juliet terkejut saat menuju ke tempat duduknya.
Romeo pindah duduk kebelakangnya. Cowok itu duduk sendirian disana. Beribu pertanyaan keluar dalam batinya. Apa ini gara-gara kejadian di danau itu?
Tapi, Demi apapun. Aku sama sekali tidak
marah kepadanya. Ya walaupun tadinya aku sempat kesal, tapi sungguh saat ini
aku tidak bisa marah kepadanya. Aku sudah memaafkannya. Lagian aku yakin tadi
sore itu memang murni ketidaksengajaan. Aku dan cowok itu saja yang dengan
mudahnya terbawa perasaan. Toh juga ciuman
itu gak terjadi. Gak ada alasan aku buat marah. Terlebih lagi aku memang
tidak mau marah kepadanya.
Juliet meletakan
tasnya dan duduk dikursinya. Cewek itu terlihat sedang berpikir keras. Ia
mengetukan kuku tangan kirinya di meja, sementara tangan kanannya memegang pena
yang ia sedang ia gigiti. Diam-diam ia memperhatikan wajah cowok itu yang kelihatannya
sedang galau akut. Cowok itu menundukkan kepalanya dan meletakannya diatas
kedua tangannya yang terlipat. Sekarang
apa yang harus aku lakukan? Menyinggung soal kemarin? Juliet membatalkan rencananya karena ia tahu
iu hanya akan membuatnya tambah malu saja.
“My baby Romeo
kenapa? Kok lesu amat sih?” Suara Nella terdengar dari kejauhan. Suara
cewek itu menarik beberapa sorotan mata,
termasuk Juliet yang saat ini benar-benar mengamati gerak-gerik Nella. Dengan
langkahnya yang seperti model, Nella mendekati Romeo dan duduk disampingnya.
“Romeo kenapa? Lagi berantem sama Juliet?” tanya Nella. Romeo tidak menjawab
pertanyaan Nella. Ia sedikit terkejut melihat Nella yang tiba-tiba sudah duduk
manis disampingnya. Ingin rasanya ia marah, tapi ia tidak bisa meluapkan
amarahnya kepada orang ini, terlebih lagi karena ia cewek.
Tak kunjung mendapati jawaban Nella kembali berbicara
“Kalau lagi berantem sama Juliet.Biarin aja. Cewek kayak dia itu gak penting.”
Sesekali Nella melirik kearaah Julit. “Putusin aja. Masih ada aku kok yang mau
jadi pacar kamu,” kata Nella dengan senyumnya yang sok manis yang membuat
Juliet ingin mengeluarkan semua sarapan yang ia makan tadi pagi. Kali ini
Juliet mendapati Romeo yang melirik kepadanya. Laki-laki itu kemudian
menghambur pergi entah kemana, tanpa menggubris perkataan Nella sedikitpun.
Cowok itu ternyata pergi ke Toilet. Ketika hendak masuk
ke pintu toilet cowok yang berada disebelah kanan. Samar-samar Romeo mendengar
suara tangisan cewek. Suaranya berasal dari WC cewek yang kabarnya memang
terkenal angker. Pernah ada seorang siswa cewek yang bunuh diri disana. Romeo
memperhatikan kanan kiri sekitarnya. Benar-benar lengang. Dijamin deh kalau ada
jam disana bunyi detik jarum jam pasti akan kedengaran. Ia bergidik merinding.
Pikirannya membawanya ke film sadako.
Tidak! Ini terlalu
menakutkan. Ia bergegas meninggalkan WC itu. Dan...
BRUKKK!!!
Ia
menabrak seseorang. Beruntungnya ia tidak terjatuh. Justru cewek yang ia
tabraklah yang terjatuh. Romeo memperhatikan muka cewek itu dengan keraguan.
Mana tahu yang ia tabrak bukan manusia!!! Gawatt!!!
Sepertinya ia mengenal cewek ini.
Cewek itu berbadan kurus. Tingginya kurang lebih sama seperti Juliet. Ia mempunyai
rambut yang panjangnya hanya sebahu, yah meskipun agak sedikit berantakan. Tapi
benar-benar gak mungkin kan kalau kuntilanak punya rambut yang panjangnya hanya
sebahu? Setelah Romeo yakin bahwa makhluk yang ada didepannya ini bukan
jadi-jadian ia membantu cewek itu berdiri.
“Sorry,” kata Romeo sembari
mengulurkan tangannya. Ia membantu cewek itu berdiri.
“Makasih,” ucap cewek itu sembari
tersenyum. Cewek itu menyambut uluran tangan Romeo.
Tunggu dulu. Keduanya sama-sama
saling berpandangan. “Lo Vella, kan?” tanya Romeo yang barusan ingat.
“Romeo?”
Mata sipit Vella semakin menyipit.
Romeo memandangi Vella baik-baik.
Rambutnya berantakan, muka pucat, hidungnya merah, dan satu hal lagi matanya
merah dan sembab. Ada bekas bulir-bulir air mata yang masih menempel dipipinya.
Sejujurnya Romeo tidak mau terlalu ngambil pusing dengan urusan orang lain,
tapi ia benar-benar tidak tega melihat cewek ini. Gini-gini walaupun sama semua
cewek dia agak antipati (kecuali sama Juliet) tapi dia gak tegaan sama cewek. Rasa
penasarannya muncul. Dengan ragu ia bertanya “Lo kenapa, Vel?”
“Gue
diputusin Miko,” ucapnya lirih. Cewek itu benar-benar terlihat sangat depresi
berat. Mukanya pucat mellebihi Juliet, bibirnya yan putih itu bergetar.
“Kok
bisa?” tanya Romeo semakin prihatin.
“Gue
juga gak tahu. Tadi Miko bilang gue sama dia itu udah gak cocok lagi. Miko
bilang gue terlalu baik buat dia.”
Romeo masih terdiam mendengarkan isak
tangisan Vella. Tapi kata-kata Miko yang keluar dari mulut Vella sepertinya
pernah ia dengar. Oh iya! Ia ingat. Waktu dia dengerin curhatan Juliet dengan
Mario dan Lea sewaktu ia utus dengan Miko. Miko juga bilang begitu kepada
Juliet. Romeo menggeram kesal sendiri. Tangannya seudah membentuk satu kepalan yang siap ia luncurkan seandainya
saja pemilik nama Miko itu ada disini.
Vella berhasil mengendalikan isak tangisnya.
Cewek itu kembali meneruskan kata-katanya lagi “Tapi gue gak yakin, Rom.
Bukannya gue nuduh atau apa. Gue yakin Miko putusin gue karena dia masih
ngejer-ngejer mantannya.”
“Mantannya?” Romeo bertanya penasaran. Apa
yang dimaksud Vella ini adalah Juliet?
“Iya. Dan lo tau mantannya Miko yang gue
maksud itu siapa? Dia itu Juliet, Rom. Cewek lo.” Tangisannya berhenti. Air
muka Vella jadi berubah penuh emosi. Matanya melotot. Dia menggeram kesal
terbakar kemarahannya sendiri. “Bilangin ya sama cewek lo. Jadi cewek itu gak
usah kemenelan. Udah punya cowok juga. Masih bisa-bisaan ngerusak hubungan
orang laen.” Vella berkata tegas. Lalu berlari pergi sambil menabrak sebelah
lengan Romeo.
***
“Jul, gue mau ngomong sama lo.”
Romeo menarik tangan Juliet yangs edang membaca novel didepan kelas. Hari ini
kelas banyak pelajaran kosong. Guru-guru pada pergi mengikuti seminar.
Juliet agak kaget degan sikap Romeo
yang agak kasar barusan. Ia terpaksa pasrah megikuti tarikan Romeo yang
akhirnya berhenti di sebuah lorong kelas tiga. Lorong ini memang sepi. Maklum,
kakak kelas mereka sedang sibuk mempersiapkan ujian.
“Maauu ngomong apa?” Tanya Juliet dengan
segenap keberaniannya.
“Masalah Kita dan Miko,” kata cowok itu
serius.
“Emang
kita ada masalah?” tanya Juliet pura-pura bego. Ia berpikir kalau Romeo masih
mau mengungkit kejadian didanau itu.
Romeo
mengangguk. Terlihat kesedihan yang terselubung dalam wajahnya “Gue...
Juliet masih berdiri menunggu kata
yang yang keluar dari mulut Romeo.
“Guee.. Maauu kita mengakhiri hubungan
pura-pura ini.” Dengan susah payah Romeo merangkai kata-kata yang sangat sulit
untuk ia keluarkan.
Tubuhnya terasa lemas seketika.
Lidahnya berubah menjadi kelu.Kerongkongannya seakan tercekat. Ia terlalu kaget mendengar kata-kata yang
sebenarnya nantipun ia akan mendengarnya. Bukannya memang cepat atau lambat
hubungan pura-pura mereka memang akan
berakhir? Tapi mengapa sepertinya saat mendengar kata-kata itu sebagian jiwanya
telah menghilang. Terlalu banyak kata-kata yang ingin keluar, tapi saat ini
yang keluar dari bibir mungil gadis ini hanya satu kata. “Kenapa?”
“Karena...” Agak lama Romeo berpikir
‘Karena barusan gue liat Vella nangis diputusin Miko. Dan itu gara-gara Miko
mulai ngejer-ngejer lo lagi, Jul. Gue gak tega, Jul sama Vella. Kasihan dia,
Jul. Jadi gue mohon hentikan semua ini sekarang juga.” Gue udah jatuh cinta sama lo.
“Loh? Bukannya bagus ya? Itu berarti
rencana kita berhasil, kan? Bukannya gue juga dulu nangis-nangis gara-gara tahu
Miko pacaran sama Vella. Sekarang Miko mutusin Vella karena dia suka lagi sama
gue. Ini namanya karma, Rom. Cewek itu memang harus dapetin karmanya.” tandas
Juliet.Juliet juga tidak tau mengapa kata-kata itu spontan keluar begitu saja.
Sekarang dalam benaknya dipenuhi dengan dendam. Dendam yang membutakannya
dengan segala hal, termasuk cinta.
“Jul. Demi Tuhan! Gue gak nyangka lo
seegois ini. Lo sadar gak? Perbuatan lo itu jahat banget. Gue gak nyangka lo
sedendam itu sama Vella. Lo ngelakuin semua ini buat ngerusak hubungan Miko
sama Vella cuma buat puasin semua ego lo!”
“Enggak. Gue gak jahat. Gue gak dendam sama
Vella. Gue... Gue..” Juliet terdiam. Tak ada satupun kata-kata yang keluar dari
mulutnya sebagai jawaban.
“Apa? Lo mau berkilah apa lagi? Lo
mau bilang lo ngelakuin ini buat dapetin Miko lagi? Udah jul. Sekarang mending
lo tanya diri lo baik-baik. Lo itu memang cinta atau lo itu hanya tenggelam
dalam obsesi yang dipenuhi ego lo.”
Glekk!! Kata-kata Romeo bagaikan
ribuan panah yang tepat masuk menghujam hati Juliet. Ia mengulangi pertanyaan
Romeo dalam benaknya Gue itu masih cinta
atau ini hanya obsesi belaka?
Ia
masih tidak bisa menjawabnya meskipun beribukali pertanyaan itu ia lontarkan.
“Kenapa diam? Cepet jawab!” Teriak Romeo.
Romeo mengembuskan nafas menahan amarahnya. Ia benar-benar tidak bisa marah didepan
gadis ini. “Jul, meskiun gue gak tahu banyak tentang cinta yang bodoh itu, tapi
seengaknya gue udah belajar banyak dari bokap. Cinta itu cuma perlu ikhlas
karena hati yang berbicara. Disaat kita benar-benar cinta sama seseorang kita
sseharusnya bisa ikhlas melihat orang
yang kita cintai bahagia sama orang laen, Yang lo rasain bukan itu Jul. Itu
obsesi karena yang sekarang sedang berbicara bukan hati lo, tapi ego lo. Ego lu
yang ingin tetap memiliki Miko. Coba pikirin baik-baik, Jul. Kalau memang
menurut lo kata-kata gue barusan salah. Silahkan balik lagi sama Miko. Gue
memang gak punya hak buat ngelarang lo balikan lagi Miko. Dan semoga Miko
memang yang terbaik buat lo.”
Juliet merasa seluruh kata-kata Romeo menyedot
habis semua kekuatan dia. Ia lemas. Dadanya begitu sesak. Air matanya yang
sedari tadi ia tahan mengalir jatuh. Didalam hatinya berselubung bayak hal.
Terlalu banyak, hingga ia tidak bisa melihat rasa yang juga diam-diam
bersembunyi di hatinya. Penyesalan.
Romeo berjalan membalikan badannya
meninggalkan Juliet. Butuh kekuatan tekad yang benar-benar bulat untuk tidak
lagi memeluk Juliet ketika mendengar isakan tangis gadis itu. Sorry jul, Gue cuma gak mau ngeliat lo
tersesat karena dibutakan ego lo. Gue janji, Jul. Gue gak akan pernah buat lo
nangis lagi karena mungkin ini terakhir kalinya gue ngomong sama lo
sebagai Alexander Romeo, cowok bodoh
yang masih memiliki cinta buat lo.
Bab
15
Hari ini sepertinya Juliet belum siap untuk kembali
sekolah. Ia berjalan lemas memasuki lorong kelas. Puluhan sorotan mata
cewek-cewek disekitarnya menyorot tajam ke arahnya.
“Stttt itu Juliet kan? Kayaknya dia nangis deh gara-gara
kemarin baru diputusin Romeo,”bisik salah seorang cewek di depan kelasnya. Tiga
orang cewek disebelahnya hanya mengangguk pelan.
“Gue memang yakin cepat apa lambat mereka akan putus.
Romeo itu Cuma punya gue tau! Buktinya gue yang ngelihat dia kemarin berantem
sama Romeo dilorong kelas tiga. Tuhan emang baik banget udah mau nunjukin tontonan
semenyenangkan itu sama gue,” bisik seorang cewek laennya.
“Yang gue denger si Juliet ini pura-pura pacaran sama
Romeo biar bisa dapetin Miko. Sumpah itu orang jahat banget.” Cewek itu kembali
berbisik. Kali ini ditampah dengan nada sinis.
Terdengar suara hentakan sepatu yang keras dari belakang.
Langkah berat itu semakin mendekat dan dekat...
“Lo orang ini kurang kerjaan banget sih. Gosip didepan
orangnya. Kayak gak ada kerjaan lain.”
Juliet yang sudah berjalan lumayan jauh dari jarak
geromolan cewek itu terpaksa berbalik untuk mengetahui siapa orang yang sudah
membelanya. Seperti suara...
“Miko?” Ia begitu terkejut melihat Miko yang datang
membelanya bagaikan superhero. Miko hanya tersenyum dan mensejajarkan
langkahnya dengan Juliet. “Udah lo tenang aja ya. Gak usah dengerin apa kata
mereka.”
Juliet mengangguk. “Makasih ya, Mik.”
“Jul, pulang sekolah ada cara gak?” tanya Miko sambil
memegang kedua tangan Juliet.
Juliet yang memang tidak mempunyai acara apa-apa waktu
pulang hanya menggeleng pelan.
“Ya udah. Ikut gue ya ke kafe biasa”. Gue mau ngomongin
sesuatu sama lo. menyangkut perasaan
gue. Gue tunggu digerbang pulang sekolah, Sekarang Gue ke kelas dulu ya, Jul.”
Miko membelai rambut Juliet dan pergi kekelasnya.
Deg!
Apa yang mau Miko omongin ke dia? Perasaan? Perasaan
Miko? Jangan-jangan Miko mau ngajakin dia balikan? Lantas mengapa saat ini
perasaannya berubah menjadi biasa saja. Bukankah ini impiannya?
Tanpa ada yang menyadari, Romeo melihat mereka dari
kejauhan. Cowok itu memegangi dadanya yang terasa sesak dipenuhi energi
cemburu. Ia mencoba untuk berjalan biasa menuju kekelasnya. Susah juga buat mencoba gak peduli. Apalagi
menajauh...Gue rasa kebodohan ini semakin bertambah...
***
Ketika pulang
sekolah, Xenia Miko sudah menunggu Juliet di gerbang sekolah. Juliet langsung
masuk agar tidak membuat Miko menunggunya lebih lama.
Miko dan Juliet sampai di kafe lima belas menit kemudian.
Miko langsung mengambil tempat duduk favorite mereka. Juliet duduk didepan
Miko. Dari sini Miko dapat dengan jelas memandangi wajah Juliet.
Begitu mereka datang pelayan kafe langsung menyambut
mereka bagaikan tamu istimewa. Miko langsung memesan pesanan yang dulu sering
mereka pesan dikafe ini.
“Mau ngomong apa Mik?” tanya Juliet sambil memperhatikan
sekeliling mereka. Tak biasanya kafe ini sepi.
“Guee... Gue mau ngomong sesuatu sama lo,” kata Miko yang
nampaknya sedang berumsaha berpikir sederetan kata yang mau ia ungkapkan.
“Ya udah ngomong aja. Justru gue dari tadi nungguin lo
ngomong, tapi lo gak ngomong-ngomong.”
Miko tertawa sumbang. “Guee...” Miko berdeham. Juliet
sedang memasang muka serius mencoba mendengarkan baik-baik perkataan Miko. Miko
menghela nafasnya. Nampak jelas saat ini Miko sedang gugup berat. “Gue tahu ini
mungkin bukan waktu yang pas. Tapi gue cuma mau ngungkapin semuanya. Kalau
sebenernya gue itu masih cinta sama lo, Jul.” Ternyata dugaan Juliet tepat.
Miko mengutarakan isi hatinya karena ia mengetahui fakta yang sebenarnya bahwa
hubungan Juliet dan Romeo yang hanya pura-pura itu sudah END. Habis. Tamat.
Lebih parahnya lagi sepertinya Miko
mengetahui alasan Juliet berpura-pura pacaran dengan Romeo itu karena cuma mau
bikin dia cemburu.
“Lo bukannya masih sama Vella ya?” tanya Juliet pura-pura
tidak tahu. Juliet jadi serba salah. Ia bingung harus ngomong apa.
“Gue sama Vella udah putus, Jul. Gue sadar ternyata gue
masih sayang sama lo.” Kata-kata itu yang dulu sangat ingin Juliet dengar. Itu
impiannya dari dulu. Juliet Danniela, apa
yang lo lakukan? Kenapa lo diem aja. Cepet jawab iya! Sebagian otaknya
membisikan itu, tapi hatinya malah meragu.
“Jul, kok diem aja. Jadi gimana? Lo juga masih cinta sama
gue kan? Gue yakin pasti iya.” tanya Miko memastikan jawaban yang keluar dari
bibir Juliet. Cowok itu optimis Juliet akan menerimanya kembali.
Bukan kata iya yang keluar dari bibir Juliet , melainkan
“ Nggg..Mik, guee..” Juliet memelintir
rok sekolahnya. Tangannya serasa memegang bongkahan es. Jemarinya benar-benar
dingin. Pernyataan Miko yang dulu sangat
ingin ia dengar kenapa sekarang berubah jadi
pernyataan yang sungguh tidak ingin dia dengar. Juliet menggiti bibirnya
memikirkan kelanjutan ucapan yang seharusnya ia lontarkan. “Sorry Mik, gue
butuh waktu.”
JEDARRR!
Ekspresi miko langsung berubah. Wajahnya yang tadi penuh
binar keyakinan bergantikan dengan sedikit guratan kekecewaaan. Harusnya ia
saat ini sudah memeluk cewek itu saat cewek itu berkata “Ya.” Dua kata yang ia
yakin akan keluar dari mulut mantannya itu. “Untuk apa Jul? Bukannya lo masih
sayang sama gue? Dari cara lo sms gue, dari cara lo ingat ultah gue, dan dari
gosip yang bilang kalau lo purapura
pacaran sama Romeo karena lo pingin buat gue cemburu.” Miko memantapkan
hati Juliet untuk segera mejawab “IYA”
“Gak bisa Mik. Gue gak tahu. Tapi gue bener-bener butuh
waktu buat mastiin perasaan gue sekali lagi.”
“Berapa lama?” Tanya Miko dengan nadanya yang terdengar
agak ketus. Mungkin dicampur rasa kecewa.
“Gue gak tahu...
“Besok?” desak cowok itu.
Apa? Besok? Juliet pasti bisa langsung gila. Miko pikir
untuk memastikan persaan itu butuh waktu yang singkat? Salah. Apalagi Juliet sekaranga
masih belum benar-benar mengerti perasaan yang ia rasakan saat ini. Semuanya
jadi Buram. Tidak jelas.
“Terlalu cepet, Mik. Tiga hari lagi?” tawar Juliet.
“Oke.” Miko menyetujuinya.
Lepas dari perbincangan yang serius itu mereka langsung
memakan pesanan makanan merka yang baru datang. Mereka makan tanpa banyak
berkata-kata. Suasana berubah jadi penuh keheningan
Setelah
itu Miko langsung mengantarkan Juliet keumahnya. Perjalanan dimobil terasa
dingin, bukan karena AC mobil yang menyala tapi karena sikap Miko ke Juliet
yang berubah.
***
Juliet
meruntuki dirinya sendiri. Ternyata waktu tiga hari tidak cukup untuk membuat
sebuah jawaban. Jawaban ini benar-benar lebih sulit dari pada soal-soal
matematikanya Ibu Eva. Dua kali lebih sulit.
Apa yang harus gue lakuin?Gue mesti
jawab apa besok?
Juiet
berjalan mondar mandir dikamarnya yang tidak terlalu luas. Ia harus berpikir,
meskipun saat ini otaknya tidak mau berpikir.
Pegal mondar-mandir gak jelas, tapi masih belum dapat
jawaban Juliet merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan memejamkan matanya.
Tiba-tiba otaknya terpikirkan sesuatu. Rasanya otak Juliet sudah benar-benar konslet
karena overload. Bukannya sibuk memikirkan jawaban untuk Miko, sekarang otaknya
malah memutarkembali ingatannya disaat Romeo hampir menciumnya di Danau. Wajah
cowok itu, tatapan cowok itu, bau nafas cowok itu.. aaaa...
Ya ampun Juliet. Apa yang kamu
pikirkan? Miko, jul. Bukan Romeo. Kamu harus memikirkan jawaban untuk Miko
besok. Juliet menepuk pipinya keras-keras berharap bisa
menghilangkan wajah Romeo dari pikirannya?
GLEEKK!
Baru
saja Juliet mau berkonsentrasi, semuanya buyar ketika ia mendengar seseorang
yang menarik gagang pintudan langsung menyelonong masuk tanpa seijin pemilik
kamar. Juliet spontan langsung bangun dari tempat ia berbaring.
“Kata
mama lo. Tiga hari belakangan ini lo lebih sering sendirian dikamar. Ternyata
benar.” Cewek itu langsung menghambur duduk di sebelah ranjang Juliet.
“Dytha.”
Juliet kaget melihat Dytha kekamarnya. Sudah lama ia tidak melihat dua
sahabatnya itu maen lagi kerumahnya setelah ia membeli buku lima jurus
mendapatkan hati mantan.
“Lo
lagi ada masalah apa, Jul? Biasanya kalau lo lagi ngurung diri dikamar pasti
lagi terserang masalah. Lupa ya gue masih sahabat lo jadi kalo ada masalah ya
cerita aja.” Dytha langsung menyuruh Juliet menceritakan masalahnya kepadanya.
Dytha memang selalu menjadi ‘tong sampah’ curhatan Juliet.
Juliet
baru sadar. Akhir-akhir ini ia lebih memilih memendam masalahnya sendirian. “Enggg... Bukannya begitu, Tha.
Terlalu banyak masalah yang jadi beban pikiran gue sampe-sampe gue gak tahu
harus mulai cerita dari mana,” jawab Juliet ngasal. Alasan macam apa itu?
“Oke
gini aja. Gue mulai dari satu hal yang
bikin gue penasaran banget. Lo emang bener pacaran sama Romeo?”
Juleit
menggeleng pelan. Dytha tampak kaget dengan respon Juliet. “Jadi bener lo cuma pura-pura pacaran sama
Romeo? Jadi gosip itu bener?”
Sekarang Juliet mengangguk. Memunculkan beribu
pertanyaan diotak Dytha. 5 W + 1H sudah terangkum disana. Apa yang menyebabkan
Juliet pacaran sama Romeo? Mengapa Juliet pacaran sama Romeo?? Kapan mereka
punya inisiatif buat pura-pura paaran? Dimana mereka menyusun ide gila mereka
itu? Bagaimana Juliet bisa melakukan hal segila itu?
Dari
pada Dytha makin mati penasaran. Ia menyuruh Juliet menceritakan semuanya. Dari
A-Z. Dari alfa sampai omega. Dari ujung sampai ujung lagi deh.
Perlahan-lahan
pikiran Juliet flashback kemasa lalu memaparkan satu persatu cerita-cerita
dalam chip memori ingatannya. Ia mulai dari saat ia membaca isi buku 5 Jurus
Mendapatkan Hati Mantan, persetujuannya dengan Romeo untuk berpura-pura
pacaran, masalah Miko putus sama Vella,
sampai dititik ini. Miko menembaknya dan ia pusing harus menjawab apa. Setelah
menceritakan cerita yang panjangnya melebihi kereta babaranjang. Juliet
menghela nafasnya yang engap. Lalu menelan ludah. Ia terdiam mengumpulkan
kembali oksigen dan berharap Dytha menanggapi ceritanya itu dengan saran yang
lebih panjang daripada ceritanya.
Didepannya
Dytha malah masih terbengong-bengong menganga. Matanya membesar, mulutnya masih
belum merapat dan dia hanya mengangguk-angguk. Ia shock. Bukan hanya shock tapi
sangat amat shock mendengar cerita Juliet yang mirip cerita sinetron stripping.
“Tha,
lo itu dengerin gue gak sih?” Juliet menepuk pundak Dytha dan saat itu juga
mulut Dytha terkatup. Ia sadar Juliet sudah selesai berparagraf-paragraf (bukan
lagi berkata-kata). “Ohh iya gue dengerin. Lo mau denger masukan dari cenayang
cinta didepan lo ini gak?”
“Iyalah,
Tha. Kalau gue gak mungkin capek-capek ceritain itu panjang lebar. Lagian kan
lo yang minta gue cerita.” Juliet cemberut. Temannya ini masih saja sempat
bercanda. Cenayang cinta macam apa dia
itu? Pacaran aja baru sekali. Putus pula.
“Tapi
biasanya juga lo kalo gue kasih saran gak pernah ada yang diturutin. Kayak
waktu itu. Gue udah suruh lo buat gak usah berhubungan sama Miko....”
Juliet
menutup mulut Dytha sambil nyengir lebar. “Ya itu kan dulu, Tha. Lagian lo
ungkit-ungkit terus deh. Kali ini gue bener-bener butuh saran lo. Lagian kan lo
yang maksain gue buat cerita. Lo harus kasih gue saran kek, tanggapan kek. Gue
kan udah nyerocos begitu panjang.”
“Jadi
menurut lo gue harus gimana? Gue harus jawab apa?” tanya Juliet .
“Tunggu
sebentar. Ngomong-ngomong lo udah ngelakuin apa yang Romeo suruh? Lo udah coba
tanyakan hati lo kalau lo sebenarnya masih suka sama Miko apa gak?”
Juliet
mengangguk. “Gue malah dapet jawaban yang aneh. Gue sendiri gak ngerti. Malah
gue makin pusing. Kayaknya memang hati gue ini selalu salah. Mungkin dia lebih
parah begonya dari Nella.”
Tawa
Dytha langsung menyembur keluar. Bisa-bisanya Juliet membandingkan hatinya
dengan otak Nella yang rangking tigapuluh dari tigapuluh murid dikelasnya.
“Makanya Jul, laen kali lo private’in hati lo biar pinternya sama kayak lo.
Emang anehnya kenapa? Hati lo jawab apa?”
“Hati
gue bikin gue ragu kalau gue masih suka sama Miko. Dan yang lebih anehnya lagi
otak gue. Kayaknya gue kena semacam sindrome aneh atau kayaknya gue udah mulai
kehilangan akal sehat gue deh. Masa diotak gue tiap hari isinya itu Romeo
semua. Muka Romeo, suara Romeo, pokonya semua tentang Romeo deh.” Juliet
mengacak-ngacak rambutnya yang tidak bersalah apa-apa.
Dytha
ketawa lebih keras dari sebelumnya. Buru-buru cewek itu membekap mulutnya.
Bisa-bisa Juliet marah-marah sama dia lagi. Atau bicara kayak gini “Lo ini, Tha. Temen apa bukan sih? Orang
lagi bingung malah diketawain.”
“Apanya
yang lucu, Tha. Dari tadi lo ini ketawa melulu. Gue ini lagi bingung malah lo
ketwain. Gue kan minta lo ngasih saran ke gue. Bukan malah ketawain gue.”
“Gak,
gak apa-apa. Sorry sih, Jul. Gue kelepasan. Sekarang gue kasih tau lo ya,
Juliet temen gue paling cantik tapi juga paling oon. Jadi gini. Romeo itu
bener. Kalau lo itu cuma terobsesi sama Miko. Lo itu cuma gak bisa terima harus
kehilangan Miko. Yang lo inginin itu Miko minta balikan sama lo, tapi lo gak
sadar kalo bukan itu yang lo bukan itu yang lo butuhin. Gue sih gak mau banyak
komentar. Cuma mau kasih lo satu pesen aja. Jangan pernah jadi orang pengecut
yang gak pernah bisa move on dari masa lalu lo. Cinta itu sama kayak manusia,
Jul. Kalau udah bener-bener mati gak mungkin dia bisa hidup lagi. Dia hilang
terus digantiin sama cinta baru. Selalu begitu. Bahagia itu sederhana, Jul.
Kalau kita bisa mengikhlaskan kita pasti bisa bahagia. Coba deh ikhlasin Miko
sama Vella. Buang jauh-jauh dendam lo yang cuma buat obsesi lo jadi semakin
besar. Lagian keduanya juga gak ada yang salah. Baik Miko, maupun Vella, mereka
sama-sama benar. Mereka juga manusia. Mereka berhak jatuh cinta dan bahagia
juga, kan? Lo resepin tu kata-kata Gue, Dytha cucunya Mario Teguh.” Dytha
menepuk dadanya kuat-kuat saat sadar dengann apa yang dia ucapkan. Dia mirip
psikolog.
“Tapi,
Tha. Miko barusan nembak gue.”
“Gue
yakin itu karena dia merasa bersalah sama lo. Dia ngelihat lo segitu cintanya
sama dia. Sampe ngelakuin apapun untuk buat dia balik lagi ke lo. Jadi Miko
sedikit nyesel mutusin lo.”
“Tapi
Miko cemburu liat gue sama Romeo makan direstoran pas waktu itu.” Juliet yang
masih bingung.
“Itu
cuma kecemburuan sesaat, Jul. Stop, Jul. Itu yang bicara ego lo. Sekarang gini
aja. Miko sama Vella itu udah klop banget. Perasaan lo ke Miko sama perasaan
Vella ke Miko. Kalau menurut gue pasti lebh besar perasaan Vella ke Miko.
Buktinya setengah hati lo ragu kalau lo masih sayang sama Miko. Didalam cinta
harusnya gak ada keraguan, Jul. Dulu mungkin lo sayang sama Miko, tapi sekarang
udah gak. Semua udah berubah sejak ada seseorang yang diam-diam ngisi
kekosongan dihati lo. Coba deh pake hati lo, anggap aja amal. Lo harus kasih
barang sama orang yang lebih membutuhkan, kan? Yang lebih butuh Miko sekarang
itu Vella, bukan lo.” Dytha tersenyum membelai rambut panjang Juliet. Aura
kebijaksanaan dari cenayang cinta memancar keluar.
“Emang
orang itu siapa, Tha? Emang ada orang yang masuk dihati gue? Tha, kalo ntar gue
nyesel gimana? Terus nasib Miko sama gue gimana? Gue harus relain Miko, gitu?”
Juliet mendesak Dytha dengan pertanyaan-pertanyaannya.
“Udah
ah, Jul. Capek gue ngomong sama lo. Gue udah ngomong panjang kali lebar juga
gak ditangkep-tangkep. Lo gak bakal ngerti-ngerti kalau nanya sama gue melulu.
Harusnya lo ntar malem nanya sama diri
lo sendiri. Ya lo rasain aja sendiri. Sekarang, mendingan lo temenin gue nonton
Running Man aja. Gue bawa kasetnya nih!” Dytha menarik tangan Juliet memberikan
kaset Running man yang sudah ada ditangannya. Juliet hanya bisa pasrah
mengikuti perintah sahabatnya. Itung-itung dengan menonton otak Juliet bisa fresh kembali dan mata Juliet bisa
direfresh oleh ketampanannya Kim Joong Kook.
***
Ini
hari Minggu. Sudah tepat tiga hari waktu yang Miko berikan kepada Juliet untuk
berpikir. Setelah semalaman otaknya mencerna perkataan Dytha dan hatinya sudah
bisa memutuskan, Juliet sudah punya jawaban sendiri. Hatinya sudah mantap.
Tidak ada lagi potongan-potongan keraguan. Semoga keputusan ini benar-benar
yang terbaik.
Miko
menagih janjinya. Ketika jam makan siang tiba, Miko menjemput Juliet di
rumahnya. Ia memperlakukan Juliet seperti seorang putri dihatnya. Membuka pintu
mobilnya untuk Juliet dan mempersilahkan dia masuk kemobil. Waduh. Keromantisan
Miko ini bisa mempengaruhi keputusan Juliet gak, ya?
Ketika
memasuki suasana kafe, Juliet tertegun. Atsmosfer kafe yang biasa itu seakan
disulap menjadi benar-benar romantis. Apalagi ditambah dengan iringan-iringan
musik klasik dari melodi biola.
Miko
menarikan satu kursi untuk Juliiet.Juliet menyambutnya dengan senyum. Belum
sempat memesan makanan. Miko sudah
memegang tangan Juliet dan menatapnya lekat-lekat. Buset. Usaha Miko
untuk meluluhkan hati Juliet agar segera menjawab “iya” memang benar-benar
patut diacungi jempol.
“Jadi
Jul, gimana keputusan lo?” tanya Miko serius.
Rasa
gugup kembali menyambar. Ternyata ini jauh lebih susah daripada saat ia latihan
kemarin malam. Ia mencoba menghela nafas untuk mengurangi kegugupannnya.
Otaknya kembali merangkai susunan kalimat yang sudah di buatnya.
“Mik,
gue.. Pertama gue mau minta maaf sama lo terlebih dahulu. Sorry udah ngeganggu
hubungan lo sama Vella dan bikin lo orang jadi putus padahal seharusnya lo
orang kan masih sama-sama kalau aja gue gak hadir jadi pengganggu hubungan
kalian... Juliet nampak berpikir lagi. Ia mencoba mengingat kata selanjutnya.
Aduh kenapa jadi berbelit-belit begini sih?
“Iya
udah lah Jul. Itu gak usah dibahas lagi. Yang penting sekarang apa jawaban lo?”
Desak Miko yang langsung memotong ucapan Juliet. Menurutnya itu terlalu
bertele-tele. Membuat dia semakin gugup. Ia cuma ingin mendapat jawaban singkat
saja. Cukup dua huruf. Y dan A.
“Gue
belum selesai, Mik. Dengerin gue dulu. Menurut gue lo sama Vella itu pasangan
yang cocok banget. Gue emang jahat, Mik. Gue udah ngerusak semuanya hanya karena
ego gue sendiri. Gue yang terlalu terobsesi sama lo. Gue yang gak bisa terima
kalau gue udah kehilangan lo. Jadi gue putusin.... “
Juliet
menggiigit bibir bawahnya, sementara Miko menatapnya dengan tatapan penuh
harap. “Gue putusin sebaiknya kita temenan aja, Mik.” Juliet menghembuskan
nafas lega. Akhirnya kata-kata yang sudah mengganjal itu keluar juga dari
mulutnya.
Jawaban
Juliet bagaikan geledek disiang bolong yang menyadarkan Miko dari mimpinya dan
membawanya kedalam kenyataan Ia tidak
dapat memiliki mantannya kembali. “Kenapa?” hati Miko mecelos.
“Karena... Juliet kembali mengatur nafasnya yang
memburu. “Ada seseorang cewek yang lebih mencintai lo daripada gue.” Juliet
langsung melepaskan genggaman tangannya. Tepat pada saat itu, seorang gadis
memakai dress brukat hitam berjalan menghampiri meja mereka. Gadis itu
tersenyum kepada Juliet lalu bergantian ke Miko. Syukurlah, ternyata gadis itu datang juga.Ternyata dia percaya sama
omongan gue ditelepon kemarin malam. Ini saatnya gue tebus kesalahan gue, batin
Juliet.
“Vella?”
Miko dengan matanya yang membesar dan mulutnya yang hampir membentuk huruf “O”
melihat gadis itu. Ini semua diluar dugaannya.
“Iya
ini Vella, Mik. Gue sengaja suruh dia dateng kesini. Gue udah ngejelasin
semuanya dan minta maaf ke dia.”
Miko
yang masih tidak mengerti dengan perkataan Juliet bertanya “Apa maksud semua
ini?” Miko menahan geram. “Lo mau mainin gue?” Miko beranjak pergi. Kesal,
marah, kecewa, bingung. Semuanya bercampur jadi satu. Kalau saja di depannya
saat ini bukan dua cewek yang sempet ada dihatinya, Miko sudah mengamuk di kafe
itu.
“Mik,
tunggu. Dengerin gue dulu!” Juliet menahan tangan Miko. Cowok itu sebenarnya
bisa saja menepis tangan Juliet, tapi saat ini Miko memilih untuk diam
merasakan tangan Juliet yang hangat menyentuh hatinya yang begitu dingin.
Juliet
mengisyratkan Vella untuk maju. Gadis itu maju persis disebelah Juliet. Juliet
menarik tangan keduanya dan mempersatukannya. Lalu perlahan Juliet melangkah
mundur. Ia tidak boleh lagi menjadi penengah diantara mereka lagi.
Miko
dan Vella saling berpandangan. Cukup lama. Perlahan tapi pasti benang-benang
cinta yang sempat terputus diantaranya mulai terajut kembali.
“Mik,
Vella ini cewek yang bener-bener mencintai lo. Jangan sia-siain dia lagi. Gue
yakin dia yang terbaik buat lo, bukan gue. Sekali lagi gue minta maaf. Jaga’in
dia baik-baik, Mik buat gue. Jangan nyakitin dia lagi. Longlast ya kalian berdua.”
Rasa
penyesalan dihati Miko pun muncul. Dengan lembut ia menarik kedua tangan Vella
ke atas lalu mengecupnya perlahan “Vel, maafin gue ya,” bisiknya lirih. Vella
hanya mengangguk dan memeluk Miko. Ia menangis bahagia dipelukan dada bidang
cowok itu.
Melihat
pemandangan indah didepannya Juliet benar-benar bahagia. Ya, walaupun gak
sebahagia perasaan Miko dan vella saat ini. Sekarang semua beban yang tadinya
sudah terpelintir, mengggumpal, mengembung kini sudah mengempes hilang begitu
saja. Benar kata Dytha. Bahagia itu sederhana ketika kita bisa mengikhlaskan,
saat itulah kebahagiaan akan datang. Juliet pergi bersama kebahagian
meninggalkan keduanya yang masih berpautan mesra....
***
Siang
sudah berganti senja.. Matahari sudah mulai menunduk bersembunyi. Juliet sibuk
membereskan kamarnya. Hatinya kan sudah rapi sekarang giliran kamarnya yang
perlu ditata kembali. Dari tadi Juliet sibuk mengelap, mengepel, mengganti
sprei, dan menyusun baju-baju dilemari yang berantakan. Baju kumel penuh debu.
Lap masih mengggantung di bahu. Maklum sebagai anak perumahan yang tidak
mempunya pembantu, Juliet terbiasa membereskan kamarnya sendiri.
Lelah
sudah pasti. Ia memijat bahu kirinya dengan tangan sebelah kananya. Gila pegel juga rupanya. Ia baru sadar
kamarnya ini sudah tidak di bereskan selama dua minggu lebih. Mamanya sudah
ngomel-ngomel dari seminggu yang lalu, tapi Juliet tidak juga mengindahkan
perkataan mamanya. Bagi Juliet selama ia masih bisa tidur, berantakan sedikit
tak masalah.
Ya
Ampun! Sangking keasyikan memijat bahunya, ia lupa kalau masih harus
membereskan rak bukunya. Buku-buku sekolahnya sudah bercampur aduk dengan
kumpulan kertas-kertas ulangan atau novel-novel yang ia beli. Jadi setiap pagi
Juliet agak kesusahan menyiapkan buku yang sesuai jadwal pelajaran karena harus
memilahnya lebih dahulu.
Dengan
gesit ia mengumpulkan dan mengelompokan bukunya satu persatu. Buku pelajaran
dengan buku pelajaran disusun sejajar dan diberi pematas. Pembatas dari besi
berwarna cokelat berhiaskan bunga-bunga.
BUKKK!!
Sebuah
buku jatuh tepat dibawah kaki Julit. Halaman buku itu terbuka. Juliet segera
mengambil buku tersebt. Bibirnya sedikit mencuat keatas saat membaca lembaran
yang terbuka.
Jurus Ke Lima: Nyatakan
Perasaan Cintamu kembali
Ini Jurus terakhir di buku
ini. Jurus ini hanya bisa kamu gunakan ketika kamu sudah benar-benar
berhasil menguasai semua jurus. Selain itu kamu juga harus yakin dia
memberikanmu kesempatan kedua untuk bisa bersama dirinya... Barulah kamu
coba jurus ini. Kalau kamu bisa diterima mantan kamu kembali. Selamat kamu
akan kembali melanjuti kisahmu yang sempat tertunda... dengannya.
|
Buku ini memang ampuh. Belum sampai
jurus kelima saja aku udah ditembak duluan sama Miko. Tapi saat ini buku ini
gak aku butuhin lagi. Aku keburu sadar
kalau gak selamanya melihat ke masa depan itu jauh lebih buruk. Satu hal yang
aku pelajari dari peristiwa ini. Mengikhlaskan masa lalu itu jauh lebih
baik.....
Juliet
membawa buku bersampul merah itu ke gudang. Tempatnya biasa meletakan buku-buku
yang sudah tak diperlukannya lagi. Masa lalu ya biarlah berlalu karena masa
depan tentunya sudah pasti akan membuat harimu lebih baru...
Bab 16
Dingin menusuk tulang. Hujan deras yang sesekali disertai
kilat mengguyur sekolah Kasih Bangsa. Pendingin ruangan sudah sejak tadi
dimatikan, namun beberapa siswa masih terlihat memakai jaket dikelas. Tidak
Semua murid menyimak pelajaran sejarah
Proklamasi Bangsa Indonesia. Beberapa diantara mereka membantali kepalanya
dengan kedua tangan yang dilipat di meja lalu mulai mencari posisi yang aman
untuk tidur. Ada yang menutupi mukanya dengan buku, ada yang menunduk, ada juga
yang vulgar tidak menutupi tidurnya. Memang selalu begitu kalau pelajaran
sejarah.
Juliet memperhatikan sekelilingnya. Ia menatap ke arah
jendela kelas menatap kearah luar. Ada yang bilang hujau turun membawa
kegalauan. Melihat rintik hujan yang jatuh, Juliet mengingat sikap Romeo yang
berubah padanya. Dingin dan mendung. Semenjak hubungan Juliet dan Romeo
merenggang, setiap jam dikelas adalah hari Cloudy
nya. Apalagi ketika berpapasan muka dengan Romeo. Cowok itu mengapa sih berubah
tiba-tiba? Dia pikir hati Juliet ini minimarket kali bisa dimasukin tiba-tiba
terus keluar tiba-tiba. Kenapa dia justru malah pergi saat sudah membuat Juliet
jatuh cinta kepadanya? Dasar cowok payah!
Juliet kembali berpikir, mengingat waktu pertama kali ia berjumpa dengan cowok payah itu.
Bukankah selama ini ia menginkan Romeo menjauhinya? bahkan ia ingin Romeo
segera lenyap dari hadapannya. Namun akhir-akhir ini dia sendiri tidak yakin.
Apa ini yang benar-benar ia inginkan? Juliet menyerah. Ia harus mengaku kepada
seluruh semesta bahwa dirinya benar-benar merindukan sosok Romeo kembali
kesisinya. Jadi pacar bohonganpun juga
gak-apa-apa. At least she really wants
him back to her side.
Lagi dan lagi Juliet melirik ke arah bangku kosong
dibelakangnya. Romeo tampak serius memperhatikan pelajaran. Juliet menyesali
diri. Cinta ini begitu menyiksanya. Saat sadar dirinya menyukai Romeo, justru
cowok itu tidak menyukainya. Lebih parahnya lagi Juliet dijauhi oleh cowok itu
seakan-akan Juliet adalah virus besar.
Ia
harus sadar memangnya siapa dia dimata Romeo. Hanya pacar pura-puranya saja.
Perlu digaris bawahi, di perbesar, ditebalkan “PACAR PURA-PURANYA SAJA” .Tameng yang ia gunakan untuk menolak
cewek-cewek cantik yang mengejarnya. Cowok itu pun tidak tergoda dengan
penampilan cewek-cewek cantik yang mengaku fans beratnya, mana lagi mungkin
cowok itu menyukai dia? Apa lagi yang dapat ia perbuat? Juliet mencoba fokus
dan mengalihkan pandangannya kedepan papan tulis. Sudahlah, Jul. Tak usah mengharapkan sesuatu yang terlalu tinggi. Kamu
sudah terlalu cukup disakitkan oleh cinta.
Juliet menarik
nafas kecewa. Rupanya memang Romeo menjauhinya. Salah, lebih tepatnya Romeo
sudah tidak lagi membutuhkan tameng. Mungkin dia sudah punya tameng baru alias
cewek barunya yang benaran. Hingga pelajaran terakhir Romeo tidak menegornya
sama sekali. Lebih parahnya lagi hari ini Juliet tidak menangkap basah cowok
itu sedang meliriknya seperti kemarin-kemarin. Malah begitu bel berbunyi, cowok
itu langsung pergi meninggalkan kelas.
***
Jam dinding dikamar Romeo sudah menunjukan pukul sepuluh
Malam. Tapi Romeo bukannya tidur, malah memeluk gitar kesayangannyya.
Jari-jarinya menari diatas senar-senar gitar. Suara irama lagu Talking To the Moonnya Bruno Mars muai
terdengar. Cowok itu memainkannya lagu
penyanyi favoritenya itu sambil menatap bulan dari balik kaca kamarnya.
At
the night when the stars light up my room
I Sit by my self
Talking to theMoon.. Try to get to youu..
In hopes you’re on the other side
Talking to me too
Kunci nada demi kunci nada dimainkan
tanpa ada nada sumbang. Di lirik terakhir ia berhenti memainkan lagunya. Dengan
tangan yang masih memegang gitarnya.
Cowok itu menatap nanar ke langit-langit. Berpura-pura
tidak mencintai orang yang setiap hari kita temui ternyata juga menyakitkan. Ia
menghela nafas panjang. Mengapa ini begitu sulit? Bahkan ketika ia mulai
merindukan gadis itu, bernafas saja terasa sesak. Gadis itu bagaikan tato
permanen baginya yang sulit sekali untuk dihilangkan dalam pikiran. Semakin ia
meinginkan untuk menjauh, cinta ini semakin menggerogotinya hari demi hari.
Semakin dalam, hingga hatinya seperti berkarat.
Romeo tersentak dari lamunannya. Ia
langsung meletakan gitarnya.Ponselnya bergetar. Ada satu SMS masuk. Ah. Nomor
tidak dikenal. Sebenarnya ia malas untuk membaca pesan yang barusan masuk, tapi
sekilas ia melihat tulisan Juliet disana. Apa matanya mulai dikaburkan juga
oleh gadis itu?
08199697.....
Rom, ini gue Dytha. Kita bisa
ngomong gak? Bsk di mana aja lah. Gue Cuma mau ngebahas mslh lo sm Juliet.
Romeo segera membalas pesan dari Dytha.
Bodoh. Kenapa ia mau? Harusnya dia tidak ada
sangkut-pautnya lagi dengan gadis itu? Cinta ini bahkan mengalahkan logikanya.
Dia benar-benar sudah dibuat bodoh.
08199697...
Oke,
kalo lo tanya maslh apa? Keknya gue ksh tahunya bsk aja deh.
Ia menatap layar ponselnya lagi. Pesan
terakhir sengaja tak ia balas. Ia memutuskan untuk pergi menginjakan kakinya
didunia lain. Dunia Mimpi. Hanya disana pedih yang saat ini menjalar keseluruh
hatiny adapat diobati.
***
Sepulang sekolah, tanpa sepengetahuan
Juliet, mereka pergi ke Kafe. Kafe yang agak jauh dari sekolah.
Mereka hanya memesan dua minuman ketika
pelayan Kafe mengantarkan menu. Tak lama pesanan mereka datang. Romeo menghisap
segarnya orange juice yang baru hadir dimejanya. “Mau ngomong apa?” Tanya kemudian dengan nada
yang benar-benar dingin melebihi suhu minus sepuluh derajat celcius.
Dytha berdeham. Ia berusaha mengeluarkan
kata-kata didala pikirannya dan memberantas hangus kecanggungannya.
“Gue minta maaf, bukannya gue mau ikut
campur masalaah lo orang atau apa. Juliet juga gak pernah minta gue buat ngmong
sama lo. Ini semata-mata inisiatif gue sendiri buat nolongin sahabat gue
sekaligus temen sekelas gue....
Romeo memotong perkataan dytha yang lagi
serius-eriusnya dengan seenak jidatnya “Langsung aja ke intinya!” Sekarang
kata-kata yang keluar dari mulut cowok ini lebih dingin dari awal.
Dytha berpikir. Ragu-ragu ia mengatakan
“ Engg..Juliet mencintai lo.” Cewek itu langsung menggigit bibir bawahnya
berharap semoga tidak ada efek yang menyeramkan sehabis ia mengeluarkan
kata-kata itu.
Kata-kata Dytha bagikan peluru yang tepat
mengenai sasaran.
“Terus?” Romeo berusaha tetap dingin
untuk tidak memperlihatkan apa yang sebenarnya ia rasakan.
Dytha terdiam. Nada bicara omeo yang
sedikit membentaknya membuat dia menjadi sedikit gentar.
“Terus kalau dia suka sama gue, gue
mesti ngapain? Selama ini aja banyak fans-fans gue yang suka sama gue. Tapi gue
biasa aja.” Romeo melanjutkan
kata-katanya melihat Dytha masih teerdiam.
‘PLAK!’ Satu tamparan yag cukup keras
mendarat dipipi Romeo. Romeo memegangi pipinya yang sakit sambil terdiam.
“Berhenti jadi orang pengecut! Cuma
orang pengecut yang lari dari kenyataan. Gue tau lo suka sama Juliet juga,
kan?”
Sekarang gantian Romeo yang terdiam.
“Gue tahu lo sering ngelirik Juliet pas
waktu jam-jam pelajaran. Gue tahu lo sengaja pindah tempat duduk karena lo
mulai sadar lo udah suka sama Juliet,
jadi lo takut tambah jatuh cinta sama dia. Nyatanya semakin lo ngejauhin dia,
rasa cinta lo sama dia semakin tumbuh.” tandas Dytha.
Romeo memucat. Semudah itukah
perasaannya dibaca? Tak usah banyak tanya Dytha juga sudah tahu kalau Romeo
kaget mendengar ternyata Dytha tahu mengenai perasaan yang sudah ia sembunyikan
sebaik mungkin.
“Pliss, Rom. Lo tahu kan ini semua cuma
buat kalian berdua sama-sama sakit. Kenapa coba lo harus memunafikan cinta lo?”
Tergagap-gagap Romeo mengeluarkan kata
yang sebenarnya tidak ingin ia ucapkan “Gu.. Guee... Gue gak cinta sama dia.”
Dytha hampir saja kesal dan ingin
rasanya menggebrak meja didepannya kala saja ia tidak memperhatikan banyak
orang yang sudah memperhatikan mereka dari tadi. Ya Tuhan.. cowok ini benar-benar menguji emosinya.
“Lo bohong. Coba ngomong sekali lagi
kalau lo gak suka sama Juliet.”
Mata Dytha menatap Romeo tajam. Saat ini
tatapan Dytha seperti mesin pengetes kebohongan bagi Romeo. Samar-samar, ia
melihat bayangan Juliet dimata Dytha. Ya, Dia sudah menyakiti gadis itu atau
gadis itu yang menyakitinya.
Romeo mengerang kesal. “Ya, Gue emang
cinta sama dia. Iya lo bener. Terus gue bisa apa? Gue harus apa?” Romeo
berteriak keras-keras.
Demi apapun Dytha bener-bener murka sama
cowok didepannya ini. Ya Tuhan. Dia nanya
dia harus apa? Ini cowok idiot atau apa sih Nyesel gue sempet ngasih predikat
the most wanted man sama dia dulu.
“Ya lo gak usah lagi munafikin cinta lo.
Lo ungkapin semua. Udah. Gitu aja kok susah.” Dytha menahan geram. Kalau sampe
cowok ini mengeluarkan kata-kata yang bisa membuatnya emosi lagi. Ia tidak
segan-segan berteriak lebih kencang dari pada yang cowok itu lakukan. Biarin
saja orang-orang menatap mereka aneh. Biarin orang menganggap mereka gila atau
apa.
Romeo menangkupkan kedua tangannya
dimeja dan memegangi kepalanya yang teraasa berat. “Udah lah, Tha. Lo pulang
aja. Lo gak usah ngurusin urasan yang gak penting ini. Toh lo juga gak tahu apa
yang gue rasain karena lo gak jadi gue.” tandas Romeo.
“Gak Penting? Lo udah gila. Dia itu
sahabat gue. Dan menurut lo, gue bisa
dengan mudahnya ngomong ini gak penting? Ini ciri-ciri kedua dari orang-orang
pengecut. Menganggep semua masalah itu gak penting.” Sekarang dytha benar-benar
berteriak.
Romeo menatap Dytha nanar.”Lo gak pernah
tahu rasanya kehilangan dan dikhianti sekaligus, kan? Jadi lo bisa dengan
gampangnya ngomong kayak giu. Gue cuma gak mau berniat memiliki jika pada
akhirnya gue akan kehilangannya. Cinta itu sesuatu yang bodoh. Mencintai
seseorang juga sama bodohnya.“
“Ya Tuhan Romeo, dari mana lo dapet
presepsi kayak gitu? Emang kenapa lo bakalan kehilangan Juliet? Terus Juliet
bakal ngekhianati lo?” Dytha menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mengerti.
“Iya bisa aja. Disaat gue bener-bener
udah ngungkapin semuanya, tapi dia malah ninggalin gue terus berlari ke Miko.
Bukannya dia suka sama Miko?”
“Masyaoloh... Gue kan bilang tadi
diawal. Juliet cinta sama lo. Sama Lo. Bukan sama Miko.” Dytha sudah sangat
memanas. Nafasnya masiih memburu cepat. Romeo malah terdiam. Dua wajah
bergantian muncul di benaknya. Wajah mamanya dan wajah Juliet. Selama hidupnya
ia hanya mencintai satu wanita, Mamanya yang tega mengkhianati cintanya. Tapi
sekarang cinta membawanya ke orang lain. Dan dia takut mencintai seorang wanita
jika akhirnya cinta itu hanya akan membawanya kembali menapaki kehilangan yang
sama.
“Gue emang gak tahu gimana masa lalu lo.
Lo udah kehilangan siapa? atau kenapa lo bisa dkhianati seseorang yang lo
sayang sampe lo benar-benar jadi kayak gini? Satu hal Rom. Semua orang pernah
kehilangan. Semua orang juga pernah dikhianati. Gue juga pernah.” Ekspresi
Dytha berubah sedih. Ia teringat masa lalunya yang suram karena harus
kehilangan sang ayah pada saat usianya baru menginjak 13 tahun. Saat itu ayah
dan ibunya resmi bercerai. Ayahnya tidak lagi memikirkan perasaan ibunya, dan
ayahnya malah kawin lagi. Matanya memanas. Tapi sebsisa mungkin gadis itu tidak
menangis. Ia mengarahkan bola matanya keatas menatap langit agar air matanya
yang sudah menumpuk dipelupuk mata tidak jatuh. “Kita harus bisa move on dari
masa lalu kalo gak mau jadi orang pengecut. Menurut gue cinta sejati itu
bertahan. Dia akan tetap bertahan sendirian walaupun dikhianati. Memang bodoh.
Tapi tau gak lo? Mencintai dan dicintai seseorang itu adalah hal terindah. Banyak
orang yang sampai rela berjuang mati-matian demi keindahan itu.”
“Ya terus itu bodoh kan? Gue gak mau
berjuang mati-matian kayak gitu? Gak ada gunanya. Cuma bikin kita sakit hati.”
“Tapi kasus lo itu beda, Rom. Lo dan
Juliet sama-sama saling cinta. Lo gak mencintainya sendirian. Dia juga
mencintai lo. Lo gak perlu takut buat kehilangan dia. Ada satu hal lagi yang
mesti lo tahu, Rom. Ketika dua orang saling mencintai, maka dengan segala
kekuatannya, cinta akan melenyapkan segala bentuk pengkhianatan dan
menggantikannya dengan kesetiaan.”
Romeo masih terpengkur menelan
mentah-mentah apa yang dikatakan Dytha.
“Setiap orang punya kisah cintanya
sendiri, Rom. Masa lalunya tentang cinta, tapi gak akan ada orang yang tahu
gimana masa depan cintanya yang pastinya mungkin bakalan beda dengan yang lalu
karena setiap cerita cinta itu berbeda,Rom. Masa lalu itu buat dijadiin
pelajaran, bukan buat ngehambat masa depan,” papar Dytha panjang kali lebar
kali tinggi. Sebagai seseorang yang juga pernah kehilangan sekaligus dikhianati
orang yang begitu ia sayangi.Ia mengerti betul perasaan Romeo.
Romeo mencoba menyerap makna yang
tersirat dari kata-kata panjang yang diucapkan dytha tadi. Bagaikan lampu
penerangan. Kata-kata itu mampu menerangi kembali langkahnya yang gelap.
“Thanks, Tha. Buat semuanya,” ucap Romeo.
Tatapannya mulai melembut. Ia yang tengah kagum pada sosok kebijakan pada sosok
Dytha.
Dytha hanya tersenyum “ Ya udah lo coba
pikirin kata-kata bijak gue.” Kali ini cewek itu membanggakan dirinya dengan
cengiran lebar
“Gue gak nyangka ternyata ada juga Mario
Teguh versi cewek.”
“Gue cucunya kali, gue kira lo Cuma bisa
ngomong panjang sama Juliet aja. Ternyata lo bisa juga bercanda sama gue.”
Mereka tertawa bersamaan. Setelah
minuman dimejanya benar-benar telah kosong. Romeo membayar semuanya sebagai
bentuk ungkapan terima kasih dia kepada seorang Dytha, malaikat dari Tuhan yang
memberikannya secercah cahaya.
***
Juliet melirik berulang kali bangku
belakangnya yang kosong. Sudah tiga hari, semenjak pembicaraan dikafe itu,
Romeo tidak masuk kelas. Tidak ada yang tahu persis mengapa. Banyak fans-fans
Romeo yang berduka karena tidak melihat ‘pencuci mata’ mereka. Kabar burung
yang ada mengatakan kalau Romeo akan pindah ke Amerika lagi. Entah benar atau
tidak yang pasti kabar itu membuat hati Juliet mencelos.
Juliet menompang dagunya dengan tangan
kirinya. Pikirannya kembali mengingat moment-moment bersama keresehan cowok
itu. Apakah ini yang disebut kehilangan?
“Woii, Jul. Ngelamun aja. Pelajaran udah
selesai masih juga ngelamun.” Lea menepuk pundak Juliet cukup keras hingga
membuat Juliet melonjak kaget.
“Apaan sih, Le. Untung gue gak kena
penyakit jantung. Lagian siapa yang ngelamun? Dari tadi gue liatin pelajaran
kok.”
“Liat pelajaran apa liatin kursi
dibelakang?” goda Dytha. Juliet memelototi cewek itu yang malah mesam-mesem
senyum-senyum gak jelas.
“Enak aja. Ngapain gue liatin bangku
yang kosong?” Ungkap Juliet bohong Sebisa mungkin ia menutupi pipinya yang saat
ini mulai memanas.
“Bau-baunya ada yang merindukan pujaan
hati.” Dytha menyengggol bahu Lea. Lea cepat-cepat menarik suaranya. Dia
menyanyikan senandung lagunya Kangen Band, Pujaan Hati.
Hei
Pujaan Hati..
Apa
kabarmu?
Kuharap
kau baik-baik saja...
Kuping Juliet seperti terbakar. Ia benar-benar
sebal melihat kedua temannya tidak pernah berhenti meledekinya. Bahan Lea juga.
Kenapa dia bisa tiba-tiba tahu dan ikut-ikut meledekinya? Ini pasti gara-gara
mulut congornya Dytha yang terlalu besar sebesar baskom.
“Lo orang berdua itu ya sama-sama gila
tau gak?”
“Mending kita orang gila karena ulah
kita sendiri. Nah lo dibuat gila sama cowk yang bernama Alexander Romeo.” Kali
ini Lea yang menunjukan ledekannya.
“Apa sih?!” Juliet sengaja sok cuek.
Gadis itu menutup telinganya dengan kedua tangannya. Dia tak mau dengar ledekan
atau apa-apa lagi dari kedua sahabatnya itu. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Dytha kan sekretaris kelas. Masa iya di
surat Romeo gak ada keterangannya dia ijin kemana? Tapi kalau gue nanyain. Dia
pasti ngeldekin gue. Juliet mendengus. Ia lagi berusaha menemukan lampu ide
dari kepalanya. Ting-Tong! Lampu idenya menyala.
“Eh hari ini kok pada gak masuk ya?”
Tanya Juliet yang sedang bertele-tele.
“Gak tahu juga gue. Cuacanya kali lagi
gak enak.” Jawab Lea ngasal.
“Emang pada sakit ya, Tha?”
“Gak juga sih. Ada yang ijin juga.”
“Ohh.. Emang siapa aja yang ijin?”
Juliet mulai bertanya ke inti pertanyaannya dari tadi. Seakan tahu pembicaraan
akan dibawa kemana, Dytha menyeringai lebar “Romeo ijin kok, Jul. Cuma gak
ditulis dia ijin kenapa. Selamat yak! Lo orang ke 99 yang nanyain Romeo ijin
kenapa pada hari ini.”
Juliet tampak salah tingkah. Ternyata
niatnya terbaca juga dengan Dytha. Sambil tetap menutupi ekspresi saltingnya
dia buru-buru menyanggah Dytha. “Emang siapa juga yang nanyain Romeo. Penting
amat kali nanyain dia. “ Juliet mulai sewot.
Gak
tahu dimana kamu sekarang... Kamu benar-benar membuatku sukses mejadi gila
karena merindukanmu...
Bab17
Happy
birthday to you.. Happy birthday to you.. Happpy birthday.. Happy birthday..
Happy birthday My girl...
Juliet
terkejut saat melihat Sang mama yang sudah membawa kue blackforrest kesukaannya memasuki kamarnya yang memang sering tidak
dikuncinya.
“Selamat
ulang tahun, ya sayang,” ucap mama Juliet sambil mencium kedua pipi putrinya.
Juliet dengan tampangnya yang masih kacau banget. Bau iler dan belek-belek
masih pada nongkrong disepenghujung matanya. Dia hanya bisa terharu menatap
sang mama. Bahkan ia saja lupa kalau hari ini, tanggal 13 Juli adalah hari ulang
tahunnya.
Juliet
meniup 17 lilin keci yang menyala terang benderang dihadapannya sambil
memjamkan mata dan mengucapkan tiga ppermohonan.
“Horee!”
Mama bertepuk tangan keras.” Juliet baru sadar ini adalah hari ulang tahun dia
yang ke tujuh belas, istilahnya sweet seventeen
lah. Ulang tahunnya yang spesial ini justru malah sangat sepi. Ya, walaupun
dia cukup terkesan dengan kejutan yang diberikan sang mama, tapi tetap saja ia
mengingkan papanya ada disini.
“Udah
make a wish, sayang?”
“Udah
dong..” Ucap Juliet semangat.
“Mama
tahu apa salah satu permohonan kamu.” Mamanya Juliet tersenyum penuh arti
dengan wajah yang berpura-pura menebak.
“Apa
coba, ma?” Tanya Juliet
“Gak
usah mama jawab lah. Mama langsung kabulin aja.” Mamanya kemudian berjalan
menuju ruang tamu. Begitu juga dengan Juliet. Ketika sudha menginjakan
langkahnya diruang tamu, ia melihat sosok pria pertengahan lima puluhan,
memakai jas dan membawa kopernya. Pria itu merentangkan tangannya seakan
mengisyratkan Juliet untuk memeluknya.
Langsung
saja Juliet mennghambur kepelukan sang papa. “Papa....” Teriaknya senang
Papa
memeluknya erat, mencium kedua pipinya dan berbisik “Selamat ulang tahun
Juliet. Papa punya kado spesial buat kamu.”
“Apa
itu, pa?” Tanya Juliet. Papanya membelai rambut anaknya dengan sayang. Ia
tersenyum menatap Putri semata wayangnya kini telah menginjak dewasa. Juliet dibawa papa ke perkarangan depan. Mama
mengikuti mereka berdua.
Honda
jazz merah itu terlihat masih mulus dibagian depannya tampak dihiasi pita
seperti kado ulang tahun. Jangan-jangan ini kejutan dari papa untuknya.
Berulang kali ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Berharap yang didepannya bukan
mimpi.
“Taddaaaa..
Mobil buat kamu. Sekarang kamu udah bisa bawa mobil sendiri. Kan anak papa udah
gede. Gimana sayang, kamu suka?” Tanya sang Papa.
Juliet
mengangguk semangat. Bisa membawa mobilnya sendiri itu merupakan impiannya dari
dulu. Dan sekarang ini terwujud. Sumpah, Juliet masih benar-benar belum bisa
percya ini nyata. Ia masih terpaku dengan mobil itu, meraba mobil itu
perlahan-lahan dan masuk kedalam mobilnya. Sesekali ia menampar pipinya
keras-keras untuk membuktikan ini bukan mimpi.
Aduh!
Teriaknya. Sakit. Ini beneran nyata. Bukan mimpi. Sambil bersoraksorak ala
orang kesenangan dapet mobil baru, Juliet menghampiri kedua orang tuanya. Dia
memeluk mereka erat. Juliet hanya bisa mengucapkan terima kasih berkali-kali.
KRIIINGGG!!!
Bunyi
telepon yang cukup keras dari ruang tamu terdengar.Mamanya langsung berlari
mengangkat telepon itu. Ternyata telepon itu dari Dytha.
“Halo?”
“Halo
tante, Julietnya ada? Tadi Dytha hubungin handphonenya gak aktif-aktif. Dytha
mau ucapin selamat ulang tahun ke Juliet, tante. Hari ini kan Jul ulang tahun.”
Mama
Juliet tersenyum. “Ada kok, Tha. Bentar ya tante panggilin dulu!” Mamanya
Juliet langsung memanggil nama anaknya itu keras-keras, tanpa menutup
telepon.Dytha yang mendengar suara mamanya hanya bisa cekikikan dari ujung
sana. Juliet langsung saja mengambil alih pembicaraan di telepon.
“Halo?!”
Ucapnya agak kesal. Orang lagi asyik-asyik dengan mobil barunya udah diganggu
aja.
“Happy birthday, Jul. Ciiee yang udah
tujuh belas tahun juga akhirnya.”
Mendengar
suara Dytha yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Gadis itu tidak
jadi marah-marah.“Makasih ya, Tha. Gila gue seneng banget....”
Baru
saja Juliet mau berbagi kabar tentang mobil barunya. Dytha malah memotong
ucapannya.
“Udah
lo ceritanya nanti aja. Pokoknya sekarang juga lo mesti kerumah gue. Gue ada
kejutan buat lo.”
“Sekarang,
Tha?” Juliet kaget pake banet. Dia aja sekarang masih dengan piyama tidur dan
belek dimana-mana.
“Iyalah
masa tahun depan. Cepetan gue tunggu.”
“tapii,
Tha.. gue belom...”
“Udah
gak ada tapi-tapian. Pokoknya lo arus dateng sekarang. Kalau gak gue sama Lea
yang udah nungguin lo dari tadi bener-bener ngambek.”
TUTTUTTUTT...
Telepon terputus. Dytha memutuskan teleponnya. Juliet masih terdiam kayak orang
bego. Untung dia cepat sadar dan langsung berlari kekamarnya.
Bak buk bak buk!
Juliet naek tangga ala orang yang sedang dikejar-kejar setan.
Sleerrppp!!
Ckitttt! Sebelah kakinya berhenti
diudara. Untung dia berhasil menjaga keseimbangannya. Kalau tidak, pastilah bibirnya yang mungil itu akan
bertambah maju lima centi meter.
“Mau
kemana, Jul?” Tanya mamanya melihat Juliet yang terburu-buru.
“Dytha
suruh jul kerumahnya, Ma.”
Mama
hanya menggeleng-geleng saja melihat tingkah putrinya begitu.
Setelah
mandi bebeknya yang hanya lima menit, buru-buru ia berpamitan kepada orang
tuanya dan menghambur keluar mencari Pak Udin. Mobil barunya belum bisa
digunakan karena Plat mobilnya belum dipasang.
“Tancap
gas, Pak!” Serunya.
Pak
Udin tidak menyahuti permintaan Juliet, tapi dia menambah kecepatan mobilnya.
Dengan kecepatan yang super penuh mobil Juliet sampai jugadi rumah Dytha dalam
keadaan selamat, tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Juliet
langsung disambut oleh Dytha dan Lea yang menunggunya digerbang.
“Gilaa
lo. Lama amat.” Dytha mulai sewot.
“Gue
kan belom mandi, Tha. Lo tahu gue mandi berapa menit? Cuma lima menit.”
Dytha
dan Lea tertawa berbarengan. Mereka berdiri dibelakang Juliet. Dytha menyenggol
tangan Lea seakan memberi kode kepadanya. Dengan sekali sergap. Dytha sudah
berhasil menangkap tangan Juliet lalu mengikatnya dan Lea secepat kilat menutup
mata Juliet. Juliet menggeliat sedikit memberontak dengan kelakuan sahabatnya
yang aneh
“Ahhh!
Ini apa-apaan sih?!” Kenapa mata gue ditutup? Kok gue kayak buronan sih?”
Pertanyaan berbondong-bondong itu tidak mendapat jawaban. Juliet malah
merasakan tangannya sedang ditarik dan dipaksa berjalan. Entah Dytha atau Lea
yang menariknya saat ini. Pokoknya awas aja kalau mereka aneh-aneh.
“Ini
gue mau dibawa kemana sih?” tanya Juliet bingung.
“Masuk
jul,” perintah Dytha yang sudah siap duduk di kursi kemudi mobilnya.
“Masuk
kemana sih? Orang gelep gini. Ntar kalau gue nabrak gimana?” tanya Juliet Ia
meraba-raba jalan didepannya.
Aduhh!
Pekiknya keras saat kepalanya berbenturan dengan bagian atas mobil Dytha. Lea
dan Dytha tertawa keras.
“Lo
orang ini ya awas aja! Pokoknya gak ada sebor-seboran kayak waktu itu.”
“Lucu
ya isengin lo. Sinilah Jul gue bantuin. Pelan-pelan lo agak nunduk kita masuk
ke mobilnya Dytha.” Lea memberi arahan kepada Juliet. Cewek itu masuk kemobil
Dytha tanpa terbentur lagi. Lea langsung mengambil kursinya dibelakang Juliet
dan Dytha. Pintu ditutup. Mereka langsung tancap gas.....
“Bentar
deh, kita ini mau kemana sih? Lo orang mau apain gue sih? Mau culik gue ya?” tanya
juliet curiga.
“Yee..
GR. Males banget nyulik lo. Lo itu makannya banyak,” ledek Dytha.
“Ini
bagian dari surprise, Jul,” sambung
Lea. Dytha memelototi Lea yang keceplosan. Akhirnya cewek itu menutup mulutnya.
“Siapa
yang bilang ini surprise? Lea itu
Cuma bohongan tahu. Ini itu bagian dari hukuman lo . Lo dateng kerumah gue
kelamaan sih. Gak tahu apa kita orang udah nungguin lo lama banget tadi,” omel Dytha.
“Iya
maap.. Kan gue tadi bilang gue belom mandi. Ya ampun masa segitunya sih.”
Juliet mulai panik.
Sepanjang
perjalanan Juliet hanya mengoceh saja. Baerhenti sebentar, nelan ludah atau
sekkedar minum, terus kembali goceh lagi. Gadis itu mengajukan ribuan
pertanyaan kepada dua orang sahbatnya itu. Malangnya tidak ada yang menjawab
satupun pertanyaan darinya sampai akhirnya dia terdiam karena sangking
kesalnya.Dalam batinnya ia mengumpat.
“Jul,
bangun udah sampe,” ucap Dytha. Dytha menepuk pipi Juliet perlahan. Akhirnya
cewek itu bangun juga. Lea cekikikan melihat Juliet. Dia itu, orang lagi panik
bisa-bisaan tidur juga.
“Gilaa
lo orang bawa gue kemana sih? Jauh banget.”
tanya Juliet ketika dia sudah sadar dari alam mimpinya
“Alahh
orang dari aja lo tidur. Mana lagi lo tahu ini jauh apa gak,” protes Lea.
“Ya
tahulah. Orang gue tidurnya lama,” balas Juliet gak mau kalah.
Mereka
menarik tangan Juliet pelan-pelan dan menuntunnya kes uatu tempat. Sekarang dia
bagaikan Si Buta dari gua Hantu yang dituntun oleh dua orang sahabatnya. Juliet merasa ini saat ini dia tidak lagi
berpijak dijalan raya. Ya, jelas lah. Kalau ini jalan raya mungkin dia sudah
mati ketrabak. Lagian disini tidak terdengar suara deru kendaraan. Udaranya
juga begitu sejuk belum terkontaminasi dengan bau asap knalpot atau polusi
lainnya. Jalanan ini tidak rata, sedikit bergelombang. Kadang naik kadang
turun. Kelihatannya seperti bukit. Apalagi sahabatnya juga sesekali mengucapkan
kata ‘hati-hati’ kepadanya. Mendadak, Juliet merasa de Javu. Ini seperti waktu
Romeo membawanya ke puncak. Jangan-jangan ini di PUNCAK.
Setelah
berjalan cukup jauh. Mereka berhenti. Lea melepaskan ikatan di tangan Juliet.
Dytha dan Lea kemudian perlahan-lahan melangkah meninggalkan gadis itu ditempat
itu. Sendirian!
“Akhirnya..
Tangan gue dilepas.” Juliet menghempaskan tangannya yang begitu ikatan itu
terlepas. “Le, Tha. Kok ikatan dimata gue belom dibuka?”
Tak
ada jawaban.
Hening.
Juliet
ketakutan . Dia meraba-raba kebelakang, berharap mendapati sosok seseorang.
Yang benar saja masa sahabat tega meninggalkan dia ditempat yang dia sendiri
gak tahu ini dimana.
Cewek
itu melepaskan ikatan matanya yang cukup kencang dengan tangannya untuk memastikan
sahabatnya masih ada disana dan mereka sedang tertawa penuh kemenangan
karena berhasil membuatnya ketakutan.
Ia
mengerjap-ngerjapkan matanya. Terlalu lama ditutupi kaen hitam pandangan
matanya jadi sedikit kabur. Samar-samar ia melihat sekelilingnya.Ternyata
kosong.
Lenggang.
Ia benar-benar sudah dipuncak. Lebih tepatnya
lagi di suatu tampat yang sepertinya tidak asing baginya. Sial ini kan jalan
keVilla nya Romeo. Villa mewah itu terlihat dari sini. Artinya saat ini jarak
tempatnya berpijak dengan Villa itu tidak begitu jauh. Hanya sekitar tiga sampe
empat meter saja.
“Mampus
gue! Tha, Le, gak lucu lah. Lo orang dimana? Gue mau pulang sekarang juga cepetan.
Lo orang dimana?”
Pertanyaannya
masih belum juga dijawaban. Ia gelagapan gelisah bukan maen. Gadis itu
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak datang berlari-lari kesekitar mencari
–cari.
“Tha,
Le.. gue itung satu sampe tiga nih! Kalau gak muncul juga gue bener-bener
ngambek setahun sama lo orang.” Ancamnya. Iapun mulai menghitung untuk membuktikan
ucapanya. “Satuu... Duaa... Duaa setengah.. Tii...” Juliet mulai belingsatan.
Berteriak-teriak kencang-kencang.mSaat hitungannya mencapai diangka tiga cewek
itu berhenti, bukan karena Dytha dan Lea muncul dihadapannya, tapi samar-samar
dia mendengar sebuah lagu yang amat dia kenal... Bahkan lagu favoritenya..
We were both young when
first saw you
I close my eyes and the
flashback starts
I’m standing there, on
balcony of summer air
I see the lights: see
the party, the ball gowns
See you make your way through
the crowd
You say hello.. Litle
did i know...
Lagu
itu terus membahana. Juliet bercari-cari menggunakan pendengarannya yang
pas-pas’an untuk berharap menemukan sumber bunyi tersebut. Ia berhenti dibawah
pohon cemara yang tidak terlalu besar. Disana ia menemukan tape recorder yang
dari tadi membunyikan lagu itu. Ia menatap pohon ini dengan saksama berharap
menemukan Lea dan Dytha yang lagi bersebunyi dibalik sana.
Tidak
ada. Yang ada hanya sebuah tanda panah berwarna biru. Ia mengikuti tanda panah
itu tanpa melihat kebawah. “Tha, Le. Bener-bener ya lo orang kualat tahu gak
udah ngerjain gue yag hari ini ulang tahun. Dimana sih lo orang? Cepetan lah
muncul. Masa gue harus nangis dulu sih?” Juliet berteriak kencang lagi dan lagi.
Teriakannya melalang buana. Hanya terdengar semilir angin yang menjawab
teriakan Juliet.
PLUKKK!!
Aduhh!!!
Sangking
kalutnya Juliet jatuh. Ia tersandung batu yang cukup besar. Dia melihat kearah
bawah dan kebatu itu. Ternyata di samping batu itu terdapat satu batu lagi yang
ukurannya jauh lebih kecil. Batu itu diletakan disebuah kertas origami
berbentuk hati. Ia mengernyitkan sebelah alisnya sambil mengambil origami hati
yang bertuliskan nomor satu.
Ia
melangkah lagi. Tidak jauh dari tempatnya tadi. Ia kembali menemukan sebuah origami
hati bertuliskan angka dua. Ukurannya agak jauh lebih besar sedikit. Begitu
seterusnya. Setiap langkahnya ia menemukan origami hati dengan warna, ukuran,
dan angka yang berbeda hingga limas belas origami. Tentunya origami kelima
belas-lah yang terbesar.
15
|
Origami terakhir itu
membawanya beridiri tepat disebuah pohon besar yang jaraknya kurang lebih SATU
METER DARI VILLA ROMEO. Firasatnya buruk. Jangan-jangan Dytha dan lea
menjebaknya untuk menembak Romeo. Ia harus cepat kabur dari sini. Celakanya,
sebelum kakinya beranjak. Lagu Taylor Swift itu berbunyi lagi. Cewek itu
bergidik. Ia menemukan tape recorder yang tiba-tiba terjatuh dari pohon itu.
Dia menghampiri pohon itu dan kembali meletakan tape recorder itu diatas salah satu
ranting pohon. Samar-samar dia menemukan tanda love yang lebih besar lagi
dengan ukiran RJ di dalam love itu. Tanpa mau berpikir lebih panjang lagi dia
langsung membalikan tubuhnya dan bermaksud melarikan diri. Dia sudah tidak
tahan lagi. Sekarang firasatnya tambah buruk. Ini benar-benar konyol. Dytha dan
Lea mengerjainya habis-habisan.
Sebuah tangan besar menghadang langkahnya.
Dia berhenti, tapi ketakutan untuk berbalik. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup
kencang. Entah karena ia deg-deg’an atau karena merasa takut. Juliet
mengumpulkan segenap keberaniannnya untuk menengok kebelakang, mengetahui siapa
sosok yang saat ini memegang tangannya. Semoga saja bukan makhluk jadi-jadian.
Begitu berhasil membalikan wajahnya dengan
matanya yang terpejam. Ia membuka matanya perlahan-lahan dan dibuat kaget
dengan sosok makhluk yang sudah berdiri dan memegang erat tangannya. Bukan
makhluk jadi-jadian. Bukan juga Dytha dan Lea, tapi....
“Ro.. romeo?” tanyanya terbata-bata.
Cowok yang dipanggil namanya itu hanya
tersenyum. “Happy birthday, Jul.” Rasanya Juliet ingin berteriak, ingin
melompat, ingin terjun dari puncak ini. Dia tidak dapat menahan aliran darahnya
adrenalinnya yang semakin kencang. Muka gadis itu memerah seketika. Sekarang
jantungnya sudah melompat-lompat dan siap-siap keluar.
“Ma.. ma.. makasih.” Juliet tersipu malu.
“BIASA AJA KELES MUKANYA.” Teriakan itu
berasal dari dalam Villa. Dytha dan Lea keluar dari sana. Ternyata dari tadi
Dytha dan Lea mengintainya melalui jendela Villa itu. Awas saja mereka!
“BERISIK SIH WOI! AWAS AJA LO ORANG!”
Juliet berteriak lebih keras.
“Ya udah lah kita gak mau gangggu acara
romantis-romantisanyya. Bubay.” Dytha dan Lea berlari kembali mask mengunci
mereka dari luar. Juliet mulai berpikir kedua sahabatnya sudah benar-benar
tidak waras. Yang punya Villa siapa? Yang masuk siapa?
“Oh iya, Jul. Gimana sama kado dari gue?
Suka?” tanya Romeo kemudian. Juliet seketika terbengong-bengong dengan tampang
blo’onnya. Mungkin didepan orang ganteng kita terkadang sering tiba-tiba
menjadi bodoh. “Ka.. kado a.. apa?” Juliet masih terbata-bata karena
kegugupannya yang sebesar raksasa.
“Yang tadi dari yang bentuknya hati”
Sekarang muka Romeo yang memerah. Cowok itu buru-buru memalingkan mukanya. Dia
terlihat salah tingkah.
“Ohh origami yang bentuk hati itu.” Juliet
mengingatnya. Aduhh saat ini untuk ngomong aja susah.
“Jadi udah dapetin berapa hati?”
“lima belas,” ucapnya bingung. Kenapa coba
cowok ini nanya-nanya pertanyaan yang bikin dia tambah menggila?
“Yakin lima belas? Gak salah?”
Juliet ragu. Ia mulai mengingat-ingatnya. Jangan-jangan yang dipohon itu. R J tu.
Singkatan dari nama mereka berdua Romeo Juliet. Juliet jadi salah tingkah.
Dia mengumpat kesal dihatinya apa-apaan
sih Jul. Lo ini malah sempet-sempetnya berpikir kayak gitu.
“Jul, lo gak salah ngitung kan? Masa
orang yang jago matematika kayak lo bisa salah hitung.”
APA??? Romeo memujinya? Ini pertama kali
dia memujinya. Tanpa embel-embel jelek terlebih dulu. Demi apapun Juliet bisa
merasakan dirinya ta lagi berpijak dibumi. Mukannya serasa panas terbakar api,
bukan api neraka. Mungkin api dari surga.“Enam belas, ya?” tanyanya ragu.
“Iya. Enam belas. Sebenarnya ada tujuh
belas.” Kernyitan muncul diwajah Juliet, Romeo pun melanjutkan perkataannya.
“Dan... Dan.. setiap hati ukurannya lebih besar daripada yang sebelumnya kan,
Jul. Gak mungkin lo gak bisa bedain ukurannnya. Jadi kesimpulannya nomor tujuh
belas ini yang ukurannya paling besar dari keneam-belas laennya. Hatii yang ke
tujuh belas ini. Itu bukan dari origami atau ukiran, tapi ini hati gue, Jul.
Jadii.. Mau gak .. Loo.. Lo nerima kado terakhir dari gue hari ini?”
Eksppresi wajah Juliet melongo total. Apa
dia gak salah dengar? Apa barusan itu berati Romeo nembak dia? Jantungnya
berdetak lebih kencang dan nafasnya memburu.
“Jadii.. gimana, Jul? Ma..mau nerima hati
gue?” tanya Romeo ragu-ragu. Romeo merasakan pipinya yang mulai menghangat lagi.
Ini pertama kalinya dia nembak cewek.
Ini melebihi permohonannya saat meniup
lilin. Romeo menembaknya. Dia benar-bnar-benar tidak salah denger. Hati Juliet
berbunga-bunga. Bunga mawar, melati, kemoja anggrek, semuanya indah. “Karena di
akhir ending lagu love story itu ‘say yes’ jadi gue say yes aja deh. Daripada
ngubah lirik lagu.” Semburat merah muncul diwajah Juliet setelah berhasil
mengatakan kata-kata didalam hatinya. Sejenak Romeo terdiam tak percaya. Ia
harus menyakinkan sekali lagi bahwa pendengarannya tidak salah.
“Jadi. Itu artinya?”
“Ihh.. Ya udah lah kalau gak denger.”
Juliet jadi semakin salah tingkah.
“Lo nerima gue, Jul?”
“Iya gue mau nerima kado terakhir dari lo.”
Juliet menunduk malu.
Romeo tertawa keras-keras, tak bisa
menyembunyikan kebahagiannya. Spontan ia langsung memeluk Juliet. Cukup lama.
Hingga kedua detak jantung mereka beradu. Perlahan Romeo melepaskan pelukannya
dan sekarang memgang jari-jari mungil Juliet. Romeo menatap Juliet hangat.
Tatapan seperti ini yang Juliet lihat saat Mario menatap Lea.
“Disini gue mau kasih satu dari tiga bukti
ke lo. Kalau pandangan lo tentang cinta yang hanya bertahan tiga sampe enam
bulan. Gara-gara percaya sama hipotesis lo. Gue jadi gila. Sebenarnya gue gak
tahu dari kapan gue udah mulai suka sama lo. Yang gue tahu ada sesuatu didalam
diri lo yang buat gue tertarik. Terus setelah waktu gue sadar rasa suka ini
udah terlanjur berubah jadi cinta. Gue cinta sama lo. Seperti yang gue katakan.
Gue gak mau dibodohin sama cinta. Oleh karena itu gue mutusin untuk ngejauh.
Gue kira ini gak begitu sulit. Kayak kata lo.. Cinta cuma bertahan dalam waktu
tiga bulan. Setelah itu dia akan dengan mudahnya hilang. Tapi tetap aja gak
bisa. Gue tetap cinta sama lo. Gue hampir frustasi tersiksa sama perasaan gue
sendiri dan masa lalu gue. Lo tahu kan? Sampe akhirnya gue sadar satu hal.
Semakin jauhin lo semakin buat gue tambah pingin berada didekat lo, mulai dari
detik ini dan semoga untuk selamanya.”
Terpukau, Juliet mencerna kata perkata dari
ucapan Romeo yang masih memandanginya. “Makasih buat bukti pertamanya.” Juliet
tersenyum manis membalas tatapan cowok didepannya.
“Sama-sama, makasih juga udah ngasih
kesempatan buat gue ngebuktiin hipotesis lo itu. Gue akan kembali bawa bukti
yang kedua dan yang ketiga nanti setelah ini. Dan gue benar-benar mau bikin lo
percaya kalau cinta gue ke lo itu lebih dari itu. Gue rela deh dibodohi sama
cinta.” Romeo tersenyum. Demi apapun senyuman cowok itu terlihat sangat mempesona.
Senyuman itu sepuluh kali lebih mempesona dari senyuman Kimbum atau cowok keren
manapun. Senyuman itu sungguh mampu membuat hatinya yang mati kembali hidup dan
menyimpan nama cowok itu didalamnya.
Perlahan kedua tangan yang dari tadi
bersatu kini saling bergenggaman lebih erat, seakan tak akan terlepas lagi....
Mungkin
kisah cinta ini gak seromantis kisah cinta Romeo dan Juliet sesungguhnya. Ini
cerita cinta biasa. Antara aku dan dia. Bukan cinta sehidup-semati. Ini cinta
hanya cinta sederhana, cukup menyebutnya dengan cinta.
EPILOG
Setahun Kemudian..
Hari
ini sekolah Kasih Bangsa sudah berhasil
meluluskan seratus persen muridnya. Perjuanga dari murid-murid yang sudah mati-matian, menempuh
banyak cara dari yang halal sampai yang tidak halal berbuah manis. Inilah akhir
bahagia dari perjuangan mereka. Liburan selama empat bulan sebelum akhirnya
mereka menjadi Mahasiswa di Universitas yang mereka pilih.
Juliet bersenandung kecil menyanyikan lagu Love Story nya
Taylor Swift yang sudah ia putar berkali-kali disepanjang perjalannannya,
tentunya bersama Romeo.Hebatnya sepanjang Juliet menyanyikan lagu itu dia sama
sekali tidak mengantuk. Mereka menghabiskan hampir setiap harinya mereka pergi
ke Villa Romeo dipuncak. Sebuah bentuk liburan yang menyenangkan setelah
kepenatan saat menempuh ujian.
Pada saat Juliet hendak menyanyikan bait Reef lagu Taylor
Swift yang masih terputar tiba-tiba lagu itu pun mati. Bukan karena pemutar
musik di mobil Romeo yang rusak, tapi Romeo sendiri yang mematikannya.
“Ya Ampun! Kamu reseh banget kali jadi orang. Orang lagi
nanyi-nyanyi juga.” Juliet sewot langsung saja dia menghidupkan kaset itu lagi.
“Ya habisnya dari kemarin-kemarin kamu puter lagu ini
terus. Gak bosen apa?”
“Ini nih..” Juliet mengibaskan tangannya “Susah punya
cowok yang jarang romantis. Coba deh! Selama pacaran aku cuma nemuin
keromantisan kamu pas kamu nembak aku. Udah itu tok. Aku kan muter lagu itu
biar kita bernostalgia sedikit kek atau apa kek. Gak peka-peka sih!”
Romeo menyeringai. “Jadi pingin aku romantis, nih?” Cowok
itu mulai menggoda Juliet.
“Eng... Enggaakk kok. Siapa yang bilang?” Juliet mendadak
gugup menyadari wajah Romeo yang semakin mendekati wajahnya. Mata mereka sudah
bertemu.
“Tapi kalau menurut buku yang aku baca. Omongan yang
keluar dari mulut cewek berbanding terbalik dengan yang ada dihatinya.” Romeo
malah semakin mendekati wajah Juliet sambil menatapnya lekat-lekat.
“Buu.. Bukuu apaan kali? Salah kali itu buku.” Juliet
cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari cowok itu. Bisa mati kena serangan
jantung dia kalau lama-lama melihat wajah sekeren itu. Sial. Kenapa sampai
sekarang Juliet asih belum bisa membiasakan diri dengan pacarnya yang suka tebar pesona itu?
“Oke, berarti bener. Kalau lo mau gue romantis.”
“Engg...”
Juliet tidak bisa melanjutkan perkataannya. Bibir Romeo
sudah mendarat dipipinya. Bibir itu mengecupnya lembut. Begitu lembut hingga
membuat semburat merah keluar dari wajahnya.
Hening.
Juliet masih memegangi pipinya. Sementara Romeo masih terpaku
memandang gadis manis disebelahnya. Tak lama mereka saling bertatapan, sebelum
akhirnya Romeo meraih bahu Juliet dan memeluknya.
“Gilaaa kamu!” Juliet memukuli Romeo pelan-pelan.
Tindakan gila Romeo tadi membuatnya hampir kehilangan jantungnya yang kini
sedang berlarian.
“Jul, waktu itu aku pernah bilang kasih kamu tiga bukti.
Aku masih utang dua bukti kan?”
Juliet mengangguk cepat. Kepingan-kepingan memori di
Puncak itu sudah mendarah daging dalam otaknya. Ia tidak mungkin lupa peristiwa
manis yang terjadi waktu itu.
“Sebenarnya aku udah lunasin bukti kedua. Kamunya aja
yang gak sadar. Gak peka sih!”
“Apaan? Emang bukti kedua apa?” tanya Juliet bingung.
“Bukti kedua, aku bisa bertahan lebih dari enam bulan
sama kamu. Ini malah mau satu setengah bulan. Berarti hipotesis kamu salah
lagi.” Romeo mencubit pipi Juliet gemas.
“Iya deh. Iya salah.” Juliet berpasrah disalahkan. Lagian
kan waktu itu dia nemuin hipotesis begitu bukannya tanpa alasan. Alasan pertama
setiap dia pacaran dia selalu putus di waktu hari jadian keenam bulan, alasan
kedua ya karena teman-temannya juga
kebanyakan galau pas apcaran waktu sudah mulai tiga bulanan. Ini kan juga
termasuk observasi.
“Jadi aku masih punya satu utang, ya?”
“Gak usah utang-utangan sih. Udah kayak pacaran sama
rentenir aja.”
Romeo tertawa. Begitupun dengan Juliet. “Tapi kalau aku
udah ngomong sesuatu pantang buat ngelanggarnya.”
“Emang bukti apaan lagi sih? Aku kan udah ngaku salah.”
“Bukti terakhir itu kesetiaan. Aku mau pergi ke Amerika, Jul. Buat nemenin papa
sekalian juga mau nerusin kuliah disana.”
Nafas Juliet terasa tercekat. Romeo mau pergi. Hei ini
terlalu terburu-buru. Dia baru bahagia selama satu tahun, haruskah
kebahagiaannya itu pergi?”
“Aku bilang aku gak mau bukti apa-apa dari kamu. Cukup,
Rom. Ini gak lucu.”
“Siapa yang lagi ngelawak coba?” Cowok itu malah
bercanda. Lalu Romeo memperhatikan ekspreesi wajah Juliet yang berubah manyun.
“Gak usah dilipet gitu geh. Jelek tau. Aku cuma pergi tiga tahun kok. Waktu aku
pulang pasti aku langsung nemuin kamu. Tunggu aku ditempat ini tiga tahun
lagi.”
Juliet masih diam.
“Kamu gak percaya aku bakalan balik?” Romeo masih
menyakini Juliet. Cowok itu menggengam tangan Juliet lalu menatap matanya
dalam-dalam.
Juliet melihat tatapan dari kedua bola mata berwarna
coklat Hazzel milik Romeo. Tatapan ketulusan tanpa ada sedikitpun kebohongan
didalamnya. Cowok didepannya itu memang telah mengajarkannya banyak hal,
terutama tentang cinta. Perlahan-lahan hatinya mulai membuka jalan untuk
merelakan cowok itu pergi. Saat ini hati yang sedang berbicara mengalahkan
semua egonya, karena ini cinta. Cinta hanya butuh keikhlasan dan kepercayaan.
Dan hati Juliet memilih untuk mengikhlaskannya pergi tanpa takut kehilangan
cowok itu karena ia yakin cintanya akan menuntun Romeo kembali pulang
kehatinya.
Juliet tersenyum samar. “ Ya udah. Pergilah. Awas aja ya
kalau disana matanya jelalatan ngeliatin bule.. awas kalo lupa makan... awas
kalo lupa...” sebelum Juliet meneruskan omelannya yang melebihi panjangnya
jalan raya Anyer ke Panarukan, Romeo langsung memeluk cewek itu kedalam
dekapannya.
“Aku pasti akan merindukanmu.” Bisik Juliet pelan.
Untuk dia yang tercinta dan untuk
dia yang mengajariku cinta. Pergilah! Aku yakin semuanya akan baik-baik saja.
Sebab hatiku sudah berbicara dia mempercayaimu. Kamu akan kembali dan
mengakhiri cerita ini menjadi Happy Ending. Rumahmu hanya satu, Rom. Tepat
dihatiku. Ingatlah untuk cepat pulang kerumahmu karena dia sangat membutuhkanmu
untuk tetap tinggal didalam sana, menetap hingga selamanya... (Juliet)
Jika suatu hari aku sudah berhasil
membawakanmu satu bukti lagi, aku akan membuatmu dan diriku sendiri benar-benar
meyakinkan ini cinta.Terima kasih sudah mengajarkan aku banyak hal tentang
cinta. Aku tak akan menyia-nyiakan penantianmu selama tiga tahun dengan
kerinduan yang bertubi-tubi menyerang. Aku janji, saat kamu berada di tempat
ini kembali, kau akan melihatku dan cinta itu akan kembali menggengammu...
(Romeo)