Total Tayangan Halaman

Rabu, 09 September 2015

it just love story novel

PROLOG
So I sneak out to the garden to see you.
We keep quiet, because we're dead if they knew
So close your eyes... escape this town for a little while.Oh, Oh....

Sekalipun lagu Love Story miliknya Taylor Swift itu sudah sering kali menjadi daftar playlist langganan dimobilnya, Juliet masih saja menyanyikan lagu tersebut sambil menyetir Honda Jazznya. Kali ini ia akan mendatangi sebuah tempat. Tempat yang sudah lama sangat ingin ia kunjungi. Tempat ia menorehkan kenangan terindah dengan sebatang pohon sebagai saksinya.
            Melaju dengan sangat berhati-hati, Juliet menyusuri jalan besar yang berkelok-kelok dan akhirnya berhenti di Kawasan Puncak Bogor. Udara sejuk langsung menyapanya saat ia turun dari mobil. Gadis itu kemudian berlari kecil menelusuri bukit-bukit hijau yang berada ditempat  itu.  Ia menghentikan langkah kecilnya  tepat disebuah Villa mewah bertingkat dengan desain bergaya Eropa. Dari sini ia dapat merasakan hangat sinar matahari pagi yang menembus kulitnya. Juliet memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Bibirnya mengulum senyuman kecil yang turut mengundang kemunculan lesung pipinya. Rambutnya yang panjang terurai seakan menari indah dibelai semilir angin.
            Tempat itu masih sama dengan tiga tahun yang lalu. Deretan pepohonan hijau yang masih sama, Udara ditempat ini masih segar, dan juga perkebunan teh yang masih membentang sepanjang jalur Utara hingga Selatan. Perpaduan ketiga bentang alam ini menghasilkan siluet pemandangan yang masih sama menakjubkan. Seakan hendak mencari sesuatu Juliet berputar kearah deretan pepohonan tersebut. Ternyata ukiran tersebut masih ada.
            Mendadak ia teringat peristiwa waktu itu. Peristiwa manis tiga tahun lalu yang membuat hidupnya serasa sempurna. Peristiwa yang terjadi disini. Tentang dirinya dan cowok itu. Tiga kali Juliet menyebutkan nama cowok yang sudah tinggal lama disudut hati. Perlahan-lahan ia membuka mata almond indahnya...          
            Sepasang mata coklat Hazzel milik seorang cowok yang berada didepan Juliet saat ia membuka mata berhasil membuatnya tersentak kaget. Tatapan mata itu seakan menjawab semua sesuatu yang selama ini ia rasakan­­_kerinduan yang amat dalam. Juliet memandang sang pemilik mata itu dengan saksama untuk menyakinkan hatinya. Wajah itu putih bersih. Tingginya yang diatas rata-rata membuat sosok itu seolah tampak tegap. Sekalipun rambut shaggy pendeknya  sedikit berantakan, pesonanya mampu membuat jantung Juliet berdegup kencang, menciptakan setiap debaran hebat saat berada didepannya.
            Apakah ini benar-benar kamu?
            Apakah kamu berhasil membawakan aku bukti yang terakhir?
            Pertanyaan Juliet itu seakan terjawab ketika ia merasakan genggaman erat dijemarinya yang membuat hati gadis itu bergetar persis seperti tiga tahun yang lalu ditempat ini...








Bab 1                                                        
            Pagi itu awal hari yang cerah disekolah Kasih Bangsa. Paling tidak, sejak matahari pagi seolah mengobral gratis sinarnya pada seluruh makhluk hidup, tanpa kecuali. Jujur saja cerahnya pagi ini tidak sama dengan suasana hati Juliet. Mendung dan gelap.
            Saat itu pukul tujuh pagi, tepat ketika bunyi bel pertanda masuk kelas dikumandangkan. Seperti biasa kebijaksanaan sekolah sebelum masuk ke kelas, terlebih dahulu harus baris didepan kelas. Para siswa meluruskan barisannya. Ibu guru sudah berada didepan  pintu kelas menyalami siswa yang mengucapkan salam. Begitulah tradisi yang sudah dari sejak sebelum zaman kemerdekaan hingga sekarang.
            Sampai akhir pelajaran pertama dimulai, cewek yang bernama Juliet Danniela itu masih belum menunjukan tanda-tanda semangat. Sepertinya termometer semangat yang biasanya menunjukan angka positif sekarang menurun drastis hingga mencapai titik negatif. Tangannya yang kurus dibiarkan menompang wajahnya yang berwarna kuning langsat. Ia biarkan tubuh mungilnya tenggelam dibalik seragam putih abu-abunya yang tampak kebesaran. Rambut panjangnya yang lurus dan berwarna hitam diikat asal-asalan, sehingga terlihat berantakan dan kacau. Gadis itu mendongakkan kepalanya kearah langit-langit kelas. Sumpah, kalau saja dia punya mesin waktu pasti ia akan putar secepatnya agar ia bisa pulang cepat kerumah tanpa harus sekolah.
            Juliet menengokan  kepalanya ke kanan dan ke kiri, melihat keadaan sekitar. Teman-teman sekelasnya sibuk memperhatikan pelajaran matematika yang diberikan oleh ibu Eva. Tapi, apa ia peduli? Tidak. Mau diperhatikan atau tidak juga sama saja. Sama-sama tidak ada yang nyangkut diotaknya disaat begini. Demi Tuhan, Rasa malas ini tidak dapat ia hindarkan. Ia hanya ingin menyelesaikan tangisannya yang belum selesai tadi malam. Tangisan yang membuat matanya sedikit bengkak pagi ini, tapi untungnya tidak ada yang menyadari hal ini karena semua kebengkakan itu tertutupi oleh kacamata yang gadis itu pakai. Matanya menatap kearah bangku kosong yang belum terisi. Cowok pemilik kursi itu belum datang. Apa dia tidak masuk sekolah hari ini?
            Andre Christian. Cowok sekelas Juliet yang sudah menjadi pacarnya selama 6 bulan sebelum akhirnya mereka putus tadi malam. Juliet bersama Andre memang sekelas dari kelas satu. Dulunya mereka duduk depan belakang. Sekarang tahu mengapa hari ini Juliet gak ada semangat? Ya, tak lain dan tak bukan penyebabnya adalah satu kata itu. Putus.
            Waktu terus berlalu dan jarum pendek jam sudah menunjukan angka delapan. Pelajaran matematika yang sejak awal membosankan kini semakin membosankan bagi cewek itu. Otaknya tidak memberikan sedikit perhatian pada mata pealajran yang membuatnya merasa arlegi saat mendengar namanya, meskipun bisa dibilang nilainya sangat bagus untuk pelajaran ini. Juliet memang berbeda dari anak yang lain. Biasanya kalau kita sudah tidak menyukai suatu pelajaran, nilai kita pasti jelek, tapi ini tidak berlaku bagi gadis itu. Hal ini lantaran Juliet mengikuti les private. Jadi dia hanya belajar saat di lesnya saja. Sebenarnya dulu ia menyukai pelajaran ini, bahkan bisa dibilang sangat suka. Hingga ada satu guru baru yang membutakannya terhadap semua hal yang mengasyikan di matematika, Bu Eva. Biasanya Ia tidak pernah absen baik dalam hal memperhatikan atau lebih tepatnya berpura-pura memperhatikan pelajaran Bu Eva. Maklum mau bagaimana pun Juliet dinobatkan sebagai murid teladan oleh semua guru. Nilainya hampir selalu bagus di setiap pelajaran dan absensinya yang tidak ada sakit, ijin, apalagi alfa. Tapi pikirannya saat ini sedang berkecamuk pada 5 hruf tersebut, P-U-T-U-S. Bahkan, untuk menulis saja ia malas.
            “Juliet!” suara lantang Bu Eva menggema disudut ruangan kelas. Bu Eva memanggil nama Juliet dari depan kelas. Suaranya membuat Juliet terkesiap sekejap. Ia menjawab sapaannya dengan tak semangat.”Nak, coba kamu kerjakan soal nomor 12 dibuku cetak halaman 123 tentang program linier! Kerjakan didepan kelas agar teman-temanmu mengerti!” lanjut beliau sambil menyodorkan spidol hitam ke meja Juliet.
            Tanpa punya hak menolak ia menerima komando dari sang guru. Tangannya mulai  membuka halaman yang dimaksud, lalu membacanya sekilas dan beranjak kedepan kelas untuk mulai mengerjakan soal itu.
            Secepat kilat ia pun menyelesaikan soal tersebut dipapan tulis. “Sudah, Bu. Bener gak,bu?” tanyanya ragu. Saat ini otak cerdasnya tidak bisa sepenuhnya dipakai.
            Bu Eva memperhatikan tiap detail jawaban yang tertulis dipapan putih itu. Kini matanya mulai merujuk kearah hasil. “Ini salah Juliet. Sejak kapan 1 dibagi ½ sama dengan 1/2. Macam mana kau ini? Biasanya apa yang kau kerjakan benar semua?” Bu Eva menunjukan jawaban akhir yang salah. Juliet dengan cepat memperhatikan dan memperbaikinya sebelum Bu Eva mengoceh panjang lebar lagi dengan logat Bataknya.
 Astaga Ibu Eva, bisakah anda memaklumi kegalauan muridnya yang baru putus saat ini?
            “Nah, begitu nak. Lain kali kerjakan yang teliti.”
            Anak-anak lain mulai sibuk mencatat jawaban dipapan tulis. Juliet ikut mencatat dibukunya sambil setengah malas. Lalu kemudian Bu Eva kembali melanjutkan penjelasannya. Kali ini Juliet mencoba mengikuti teman-temannya untuk dapat berkonsentrasi pada materi. Ia mulai membaca catatan-catatan yang Bu Eva tulis dipapan tulis dengan tulisan tegak bersambung khas milik guru tersebut.
            Cara menentukan persamaan garis lurus
a.     Bentuk umum persamaan garis lurus: ax+by+c=0
b.     Apabila garis melalui (a,0) (b,0) maka persamaan garisnya adalah ax+by=ab.


TENG!!!
Bel pergantian pelajaran sudah dibunyikan. Ternyata Tuhan mengabulkan doanya. Kali ini guru bahasa Indonesia mereka tidak dapat memberikan ilmunya karena sakit. Kabar gembira ini baru saja disampaikan oleh Febbi, sang ketua kelas.
            “Hei , lo kenapa Jul?” suara itu sangat ia kenal. Siapa lagi seseorang yang dapat mengerti perasaannya kapanpun, selain Dytha, sahabatnya dari SMP.
            “ Gak apa-apa kok.” jawab Juliet dengan sendu.
            Dytha membelai rambutnya dan memegang bahunya dengan lembut. “Ceritain aja masalah lo kayak biasa, gue selalu ada buat lo kok. Lagian ini juga pelajaran kosong dan kita juga gak dapat tugas sama sekali.”
Juliet hanya tersenyum tipis. Senyum yang sering dijadikannya tameng. Ia berusaha membendung air bah yang siap melanda keluar dari matanya.  Perlahan Ia mulai membuka mulut menjawab pertanyaannya yang pertama. “ Gue putus,Tha,” ucapnya lirih.
            “Kok bisa? Gara-gara masalah kemarin?” tanya Dytha serius.
Juliet hanya megangguk perlahan sambil membentangkan kepalanya diatas tangan yang ia lipat diatas meja.
“ Emang dia masih gak percaya kalau lo sama Miko itu gak ada hubungan apa-apa? Terus waktu lo nanya apa maksud dia “mention” mesra Nancy di twitter ?” Dytha tetap sabar menanti jawaban. Ia seakan sangat tahu bahwa saat ini temannya itu sedang berusaha menahan bendungan yang sudah mau jebol. Setelah menghela napas dan mengendalikan emosi Juliet menjawab pertanyaannya.”Iya, dia gak percaya sama gue, Tha. Padahal gue udah berusaha ngejelasin sama dia yang sejujurnya. Gue udah nanya sama dia soal itu dan soal kedekatan dia sama Nancy, mantannya itu. Dia cuek saja. Dia bilang hanya hubungan sebatas teman.”
“Gitu ya? Hmm... Hubungan lo sama Miko gimana? Kenapa gak lo minta dia aja yang jelasin semuanya?” tanya Dytha lagi.
“Gue udah minta dia jelasin ke Andre,tapi Andre gak mau ngerti. Katanya sih Miko sempet berantem sama Andre. Tahulah, Tha. Gue pusing pake banget.”  Juliet mencoba menenangkan dirinya kembali. Matanya mulai memanas menahan bulir-bulir air mata yang sewaktu-waktu bisa mengalir membasahi pipinya. Untung saja tidak ada yang memperhatikan obrolan mereka. Semua siswa sibuk dengan kesibukan masing-masing. Ada yang pergi menghilang ke perpustakaan, bahkan kekantin. Saat ini kelas benar-benar sepi.
“Tapi ini emang ini semua salah lo sama Miko sih Jul. Kalau aja lo dengerin gue. Gue kan udah bilang jangan deketin Miko.” Dytha mulai menasihatinya dengan nasihat yang sama setiap hari, tanpa ia ketahui fakta yang sebenarnya.
“Gue itu gak pernah deketin Miko. Dia aja yang kemenelan deket-deketin gue. Gue itu udah sampai maki-maki dia, tapi dia tetap gak tahu diri.” Juliet mulai sesegukan.
Dytha hanya mengangguk perlahan lalu berdeham pelan. “ Sepengetahuan gue, dia orangnya emang begitu. Semua cewek dia embat,bahkan kucing cewek dibedakin mungkin diembat juga sama dia.” Dytha tertawa kecil. Juliet tahu dia sengaja melontarkan lelucon itu semata-mata untuk membuat Juliet ketawa, tapi saat ini Juliet sudah terlalu tidak mengenal apa itu ketawa. Bahkan Juliet tidak tahu, kapan terakhir Juliet ketawa semenjak ia terjerat masalah ini. Semua terlihat menjadi lebih suram.
“ Ya udahlah,Jul. Let it Flow. Gak usah diambil pusing. Lagian gue yakin kok. Kalau Andre beneran cinta ke lo. Pasti dia akan minta balikan lagi.” Dytha menepuk bahu Juliet untuk kedua-kalinya secara lembut.
“Gak mungkin, Tha,” jawab Juliet. Matanya meratap sendu.
“Kenapa?” tanyanya balik
“ Soalnya gue yang mutusin dia. Pasti sekarang dia benci banget sama gue. Gue nyesel kenapa gue bisa seemosi dan segegabah itu ngambil keputusan. Saat itu yang ada dipikiran gue cuma satu hal. Buat apa pacaran sama orang yang gak bisa percaya sama kita. Bukankah cinta harus berlandaskan kepercayaan baru bisa berdiri kokoh?” Juliet menjawab pertanyaan Dytha kembali. Kali ini ketika sampai diakhir kalimat pertahanan  Juliet pun jebol. Air mata mulai berjatuhan. Cewek itu kemudian menyandarkan kepala Juliet kebahunya lalu mengusap rambut Juliet dengan jari-jarinya. Rasa hangat mulai menjulur hingga keperasaanya. Seperti kehangatan yang tulus dari seorang sahabat. Sentuhan yang dapat membuat Juliet menjadi sedikit tenang.
Dytha hanya diam mendengarkan isak tangis yang keluar dari mulut Juliet. Akhirnya Juliet agak tenang dan sudah dapat mengontrol emosinya agar tidak  merengek-rengek seperti anak SD atau memaki-maki dirinya sendiri karena menyesal pacaran sama orang yang gak bisa mempercayainya. Dytha kemudian menyuruhnya mencuci muka di WC. Kebetulan WC ini tidak jauh dari kelas, hanya berjarak sekitar 5 meter saja.
                                                ***
Pelajaran terakhir selesai. Semua murid berhamburan keluar ke gerbang utama. Juliet berjanji kepada Dytha untuk bermain kerumahnya. Hal itu mengharuskan Juliet untuk pulang bersama cewek satu ini. Juliet merogoh saku bajunya untuk mencari blackberry yang sudah tidak aktif sejak kemarin. Juliet harus menghubungi mamanya dahulu kalau mau kemana-mana agar mama tidak meyuruh Pak Udin untuk menjemputnya. Setelah mengetik pesan dan mengirim ke nomor ponsel mama tercinta. Juliet bermaksud mau mengecek pesan kalau-kalau saja Andre mengirim pesan kepadanya. Mata Juliet kemudian mendapati sebuah BBM. Perlahan ia buka. Ternyata bukan dari Andre, melainkan dari... MIKO. Mau apalagi anak itu mengrimi aku sebuah image yang berupa screenshot ?
Juliet menyesal mengapa rasa kekepoannya muncul disaat-saat begini dan memaksaya membuka image tersebut.
Andre Christian
@Nancy Pricilia Makasih ya. Kamu jangan lupa makan. Ntar sakit loh.

Gue bukannya bermaksud buat manas-manasin lo, Jul. Tapi lo liat sendiri kan tingkah cowok lo itu udah keterlaluan.Mungkin siang ini aja dia gak ngingetin lo makan.

Cewek itu memelototi baik-baik tulisan dan gambar yang Miko kirimkan.
 Astaga!!! Matanya nyaris copot melihatnya. Tangannya bergetar. Hatinya serasa ditusuk ratusan bambu runcing. Nyeri. Dytha kemudian merampas blackberry dari tangan Juliet seketika ia melihat ekspresi Juliet tadi.
“Udah, Jul. Gak usah dibalas. Saat ini Miko pasti berusaha ngehancurin hubungan lo!” Dytha buru-buru menon-aktifkan blackberry yang dipegangnya lalu mengembalikan Blackberry itu kepada Juliet .
“Tapi Tha. Tadi... Belum sempet Juliet melanjutkan kata-kata Dytha kemudian menginterupt perkataannya.
“Percaya sama gue. Jangan pernah lagi berhubungan dengan Miko. Dia penyebab lo putus, Jul.” Ia kemudian menatap Juliet lekat-lekat sambil memegang kedua lengan gadis itu yang kecil, lebih kecil dibandingkan dengan lengannya. Juliet hanya terdiam. Setengah hatinya tidak bisa di tuntut untuk mendengarkan dan percaya dengan perkataan temannya itu. Hal ini pada akhirnya membuat Juliet merasakan penyesalan yang sangat hebat. Penyesalan yang disebabkan oleh kebodohan dirinya mengikuti naluri yang ternyata salah dan tidak mengikuti apa perkataan Dytha karena ketika Juliet tersadar saat itulah dia sudah terlambat......

  
Bab 2
            “Tempat ini lagi!”
Perkataan itulah yang Juliet katakan berulang-ulang kali dalam hatinya saat sampai disuatu tempat yang didepannya terdapat spanduk besar bertuliskan“BIMBINGAN BELAJAR SMART”. Cewek itu berhenti didepan pintu kaca depan tempat itu sambil menyakinkan diri untuk dapat melangkah masuk ke dalam. Bukan karena ia membenci bimbingan belajar. Satu-satunya hal yang membuatnya tidak ingin masuk lantaran keberadaan seseorang yang tidak ingin ia temui ditempat ini. Sebenarnnya dia ingin sekali pindah tempat les, kalau saja keinginannya tersebut disetujui oleh mama. Sayangnya, mama menolak keinginan putrinya karena sudah membayar setahun penuh untuk putrinya agar bisa belajar ditempat bimbel yang sangat terkenal ini.
Tarik napas dalam-dalam, lalu Juliet berusaha menyakinkan diri sendiri bahwa dia bisa. Itu adalah kebiasaannya yang dapat menjadi motivasi kecil jika ia harus melakukan hal berat. Akhirnya Juliet memantapkan langkahnya dan masuk menuju ruangan lantai dua. Ruangan kelas bimbel. Ruangan itu tidak terlalu luas. Keempat sisi dindingnya dilapisi wallpaper biru lembut,membuat ruangan menjadi hangat. Meja belajar persegi panjang yang dipasang bersama bangku-bangku tersusun rapi. Tepat di dinding paling depan tergantung whiteboard besar. Pendingin ruangan yang dinyalakan membuat ruangan ini sangat sejuk.
 “Hi Kak.” Sapa Juliet kepada Kak Rendy. Kak Rendy adalah salah satu guru disini. Dia mengajar anak kelas SMA, termasuk kelasnya Juliet.
Gadis itu memutuskan untuk duduk disalah satu bangku yang kosong. Disebelah kirinya duduk Vania yang sedang tekun mengerjakan tugas dari sekolah. Rok jeans selutut dan baju kemeja putih membuat penampilan cewek bernama Vania itu kelihatan elegan. Atau itulah kesan yang didapat dari awal Juliet mulai mengenalnya.
“Hmm, Jadi gimana hubungan loe sama Andre?”
Pertanyaan itu begitu tiba-tiba dan mengejutkannya. Dia harus mengangkat kepalanya dari buku tugas dimeja. Tepat disamping kanan Juliet, kursi yang tadinya kosong itu telah diisi oleh Miko.
“Penting banget ya buat lo tahu!?” jawab Juliet sambil langsung mengalihkan kembali pandangannya.
“Sebenarnya gak penting sih. Cuma berhubung gue ada didalam masalah ini dan gue yang dijadiin tersangka penyebab hubungan kalian retak jadi terpaksa deh gue akuin ini penting buat gue.”
“Dia orang udah putus. Puas lo? Lo itu ya cowok yang paling banci, paling jahat yang pernah gue temuin.” Tiba-tiba Dytha yang baru datang langsung menggeser cowok tersebut dari tempat duduknya, lalu duduk disebelah Juliet dan menjawab pertanyaan yang dari awal tak kunjung Juliet jawab.
“Bagus deh,” jawab Miko singkat tanpa ada reaksi penyesalan atau reaksi-reaksi lainnya.
“APA?? BAGUS?? LO INI BENER-BENER YA!! Dytha yang sudah geram kini semakin tambah geram. Tangan kanannya sudah ia kepalkan dan hampir saja menyambar muka cowok itu.
“AAAAAAA.. KALIAN INI BISA DIEM GAK SIH, TERUTAMA LO, MIK. PUAS KAN LO!” Juliet yang sudah tidak bisa menahan emosinya akhirnya berteriak. Tanpa mereka bertiga sadari kak Rendy yang sudah melihat mereka dari tadi kini mulai berdeham keras.
Miko tidak membalas reaksi Juliet. Sehabis ‘dehaman’ kak Rendy, ia langsung pindah tempat duduk. Ini hal yang baru pertama kali yang cowok itu lakukan. Biasanya ia selalu duduk disamping Juliet, meskipun sudah  diusir berapa kali dia punya beribu alasan untuk tetap bertahan dan membuat Juliet membiarkannya duduk disana.
Hari ini adalah hari ketenangan Juliet saat berada diles. Perubahan Miko yang mendadak jadi pendiam sejak peristiwa tadi sampai waktu les berakhir. Berbeda banget dengan Miko yang biasanya, Miko yang selalu mengangunya. Miko yang gak pernah bisa diem. Miko yang dengan segala kekonyolannya sukses membuat Juliet darah tinggi, mulai dari membuat blackberry dia  ke-back up semua datanya, menguncinya diruangan les sendirian saat les selesai (hal yang satu ini hampir buat Juliet nangis), membaca message diblackberry Juliet yang diambilnya diem-deim seperti seorang maling handal,dan masih banyak lagi tindakannya yang kelewatan batas.  Tapi, whatever. Bukannya ini lebih baik ya? Setidaknya satu-satunya pengusik dalam hidup Juliet tidak lagi mengusiknya.                                    
Malam pun sudah mulai larut. Les sudah selesai dari setengah jam yang lalu. Sekarang tempat ini menjadi sedikit sepi. Yang ada hanya beberapa anak,termasuk Juliet yang menunggu jemputan.
Juliet dari tadi bolak-balik gelisah melirik jam berulang kali. Jarum pendek sudah berada diangka delapan dan jarum panjang sudah menunjuk angka,tapi Kak Derry belum juga datang. Tidak biasanya kak Derry (sepupu Juliet) telat. Ya, kalau telatnya 15 menit wajar, nah ini telat 30 menit. Hampir 1 jam dia menunggu disini.
“Belom dijemput? Mau sampai kapan nunggu disini? Gak ditelpon aja kakak lo?” Suara Miko teredengar. Ternyata tanpa ia sadari cowok itu belum pulang dan dari tadi memperhatikannya.
“Belom.” Ia menjawab singkat dengan nada seacuh-acuhnya.
“Udah ditelpon?” tanyanya lagi.
‘Ya Tuhan, ini orang cerewet amat ya.’ batin Juliet. “Belom. Gue lupa bawa hape,” jawabnya lagi dengan nada yang sama.
“Lo apal nomornya? Mau minjem hape gue?” tanyanya kembali sambil menyodorkan samsungnya ke hadapan Juliet.
“Gak usah gak perlu. Ntar juga datang. Ngapain lo ngurusin gue disini. Pulang aja sana!” Juliet menepis handphone Miko yang ada dihadapannya dengan maksud mengusir spesies menyebalkan yang sedang berdiri disampingnya.
“Gue mau nungguin lo. Lagian gue juga males pulang.”
Juliet sedikit heran mendengar jawaban cowok itu. Aneh. Untuk apa dia nungguin Juliet pulang. Saudara bukan, sahabat bukan, pacar apalagi. Lagian siapa juga yang memintanya buat nungguin ? Gadis itu hanya mengerutkan alisnya memandangi dia sebentar lalu berkata “Terserah.” Sambil mengangkat kedua bahunya.
Setengah jam kemudian...
Juliet masih mondar mandir didepan tempat les yang sudah ditutup sejak 5 menit yang lalu. Dan sekarang tempat ini benar-benar-benar sepi. Ruko-ruko disebelah kanan-kiri tempat les mulai tutup. Hanya ada dia dan cowok menyebalkan itu yang dari tadi gak jelas ngapain.
“Lama amat sih kakak lo itu!” katanya memecahkan keheningan saat itu.
“ Ya emang kenapa? Lagian lo kan udah gue suruh pulang dari tadi.”
“ Yakin? Ntar lo nangis-nangis lagi pas gue pulang. Lagian gue gak percaya kalo lo gak takut sendirian disini. Orang waktu gue kunciin lo didalem aja pas itu lo teriak-teriak histeris sampai nangis. Apalagi disini, Kalau kata orang sih ini tempat horor banget kalau malem. Bukan Cuma hantu-hantunya aja yang merajalela tapi preman dan bencong-bencong yang nyari mangsa juga merajalela. Gue gak kebayang kalo gue tinggalin lo disini. Bisa-bisa lo teriaknya lebih histeris dan bukan cuma nangis tapi pingsan.” Miko mulai meledek Juliet. Nyebelin.   
Juliet memperhatikan sekitarnya. Sepi, gelap,dan entah kenapa semua itu menjadi horor tiba-tiba. Mulai terlihat 2 orang banci yang lewat dijalan sambil memegang gitar bernyanyi-nyanyi. Ada juga satu orang gila yang memegang sebuah boneka ikut bernyanyi. Seketika ucapan Miko yang awalnya dikira hanya bohongan ternyata terbukti. Juliet takut setengah mati sama yang namanya orang gila. Apalagi boneka yang dipegang orang gila itu menyeramkan. Boneka itu terlihat kusam hitam dengan rambut yang sedikit aut-autan, matanya juga sudah hilang sebelah. Lebih parahnya lagi bibir boneka itu sama lebarnya dengan orang gila saat dia tersenyum dan melihat kearah mereka. Sudah dipastikan bibir-bibir lebar itu mampu menelan Juliet dengan seluruh rasa takutnya.
Jantungnya sudah berdegup kencang sangking ketakutannya. Telapak tangannya juga sudah mulai basah dialiri peluh keringat dingin. Bulu kuduknya saja sudah berdiri. Otaknya sudah mulai berkhayal ke arah film-film horor. Gimana kalau tiba-tiba boneka yang dipegang orang gila itu hidup sendiri? Siapa tahu aja kan, boneka itu mirip boneka Anabelle difilm The Conjuring? Lalu boneka itu membuat orang gila dan bencong-bencong itu kesurupan dan siap untuk menyantapnya dan membawanya keneraka jahanam... Buru-buru Juliet menyingkirkan imajinasi itu jauh-jauh dari pikirannya.
“Lebay lo!” dengus Juliet sambil menahan rasa takut yang ada di imajinasi otaknya dan berusaha untuk tetap cuek. keep calm, Jul, ujarnya dalam hati.
“ Alahh udah takut aja,” kata Miko kemudian ketawa. Masih menyebalkan.
“Udah pulang sama gue aja.” Ia kemudian menarik tangan Juliet secara paksa. Lalu menyodorkan sebuah helm putih. Juliet hanya diam. Berdiri mematung. Ini antara harga diri atau hidup dan mati. Pilihan yang cukup sulit.
“Cepetan! Kalo dalam hitungan ketiga gak mau naik,gue tinggal,” lanjutnya lagi. Cowok itu udah siap dimotornya. Ia mulai menghitung
Satu
Dua
Ti.. “ Iya-iya, gue naek.”
Juliet naik kemotor. Kalau bukan karena beberapa alasan sumpah deh Juliet gak bakal mau naik ke motor itu. Ini yang dinamakannya terpaksa.
                                                     ***
Ducati hitam Miko berhenti didepan perlataran depan rumah gadis itu.
“Turun.”
Suara itu menyadarkan Juliet yang dari tadi berusaha menahan ngantuk karena angin semilir yang bertiup mengalunkan alunan lembut dan perlahan membelai tubuhnya dengan alunannya.
Juliet turun dari Duccati itu dan melepas helm.
“Makasih” ucapnya datar. Tanpa basa-basi cowok itu kemudian pergi melaju bersama dengan Ducatinya.






Bab 3
            Juliet menghembuskan napas panjang, lalu mulai bernyanyi kecil, menyanyikan lagu yang sesuai dengan apa yang ia rasakan saat ini. Bukan untuk meratapi kesediahan atau berlarut-larut didalamnya, tapi percaya atau tidak dengan menyanyikan lagu seperti itu rasa tak enak dihatinya berangsur hilang. Lagu itu adalah satu hal yang dapat membuat mood Juliet kembali. Yang perlu diketahui oleh semuanya, Hobi Juliet hanya ada dua menyanyi dan membaca buku. Juliet lebih suka membaca novel atau bernyanyi didalam rumah daripada menjelajahi Mall di malam Minggu. Sejak masuk anggota paduan suara satu tahun yang lalu, dia belajar banyak dari Ibu Dessy. Belajar dari hal-hal kecil sampai ke hal besar mengenai musik, mulai dari membca not balok, melatih pita suara, membuka suara dalam, bahkan menciptakan suara sopran. Hal-hal tersebut mempunyai ketertarikan tersendiri baginya.
            Gadis itu berjalan santai melewati koridor kelas yang sama dengan koridor yang ia lewati kemarin, dan kemarin, dan kemarin-kemarinnya lagi. Diamatinya area itu sekilas pandang, mengingat memori-memori lama bersama Andre.
            Tak  lama Juliet sampai dikelas, kelas 11 Ipa dua yang berada dideretan paling ujung. Juliet langsung duduk ditempatnya, selang beberapa menit bel berbunyi. Bersamaan dengan bunyi bel, Andre masuk kekelas. Cowok itu masuk??? Juliet mulai melirik kearahnya secara diam-diam. Sepertinya Andre benar-benar muak dengannya. Buktinya dia tidak menyapa Juliet sedikitpun, bahkan meliriknya saja gak. Mungkin benar yang dibilang orang, “Jangan punya banyak mantan kalau kamu tidak ingin punya banyak musuh”. Padahal,sebelumnya mereka putus baik-baik. Ya, meskipun Juliet yang mutusin. Juliet tetap berjanji sama dia untuk tetap jadi sahabatnya,bahkan dia menyetujuinya. Dia bilang,” putusnya sebuah hubungan,bukan menjadi alasan untuk memutuskan tali persahabatan”. Tapi sudahlah. Mungkin dia sudah lupa dengan janji yang diucapkan sejak 3 hari yang lalu, hari dimana mereka putus, setelah 2 hari yang lalu mereka berdua sudah lost contact. No bbm, no message,no phone, apalagi ketemuan. Lagian 3 hari yang lalu dia tidak masuk. Nampaknya Juliet harus mulai menata kembali hatinya yang sudah porak-poranda ini. Sebenarnya Juliet juga heran sama dirinya sendiri. Ya jelaslah, orang dia sendiri yang mutusin, eh dia sendiri yang galau. Toh, Andre kayaknya baik-baik saja. Sangat baik malah.                                  
            Bel istirahat terdengar sangat keras. Bel tersebut sekaan menyulap air muka murid-murid yang tadinya ngantuk plus bete menjadi fresh dan semangat lagi.
            “Jul, ke kantin yuk!” ajak Dytha yang dari tadi selama pelajaran Pak Usman memegang perutnya. Cacing-cacing perutnya sudah memintanya untuk makan makanan. Cewek itu menahan kelaparannya dengan memakan sekeping biskuit dari Lea.
            “ Malas lah, Tha. Lagian gue juga bawa bekal. Udah lo makan bekal gue aja.” Juliet merogohkan tangan kelaci meja tempatnya menaruh bekal. Tangannya nampak meraba-raba dikolong yang gelap itu dan menemukan sesuatu. Benda dengan bentuk persegi, bukan kotak bekalnya karena kotak bekalnya berbentuk lingkran. Tanpa banyak berpikir lagi, ia segera mengeluarkan benda tersebut setelah mengeluarkan kotak makannya dari sana.
            “ AAAAA.. “ Juliet berteriak histeris seperti melihat sekotak harta karun didalam benda persegi yang dipegangnya erat-erat. Padahal Benda tersebut hanya CD originalnya Taylor Swift yang terbaru. Ralat. Harusnya narasinya kayak gini. “Sumpah demi apa! benda itu  CD original Tayrlor Swift yang terbaru”.
            Dytha langsung tersedak air karena terkejut mendengar teriakan kencang Juliet. “Gilaa lo, Jul. Lo mau bunuh gue?” Dytha akhirnya dapat berbicara setelah minum air dibotolnya sambil terbatuk-batuk. Wajahnya berubah menjadi merah tomat.
            “ Sorry, Tha,” katanya sambil nyengir kuda. “Lo tau gak ini apa?” tanya Juliet padanya kemudian.
            “ Tau. Itu cuma CD Taylor Switft yang gak sengaja lo temuin dilaci lo,” ucapnya dengan muka datar, ekspresi datar sedatar-datarnya. Hanya ada sedikit penekanan di kata “cuma”.
            “ Gak pake cuma,Tha. Lo tau gak Taylor Swift itu siapa?” tanya Juliet balik dengan muka sumringah amat berbanding terbalik dengan muka Dytha.
            “ Tau. Taylor Swift itu penyanyi barat terkenal yang karenanya lo sampe mati ngefans sama itu penyanyi,” jawabnya lagi. Dytha kembali melanjutkan perkataannya dengan melemparkan pertanyaannya kepada Juliet “Dan lo tau gak tindakan lo tadi mengakibatkan apa?”  
            Juliet menggeleng dengan muka innocent “Gak.”
            “Lo itu hampir buat gue mati keselek 1 potong biskuit.”
Kontan saja tawanya meledak saat mendengar ucapan Dytha. Sesuatu kemudian melintas diotak Juliet. “Kira-kira siapa ya yang ninggalin CD kek gini dilacia gue? Tau amat dia gue suka Taylor. Sengaja kali ya ini orang.”
            “Mana gue tahu. Emang tadi pagi lo gak ngelihat ini CD dilaci lo?”
            Juliet menepuk dahinya. “Oh iya. Gue gak liat tadi pagi soalnya... Juliet menghentikan perkataan Juliet karena mendengar dehaman keras seseorang dari balik pintu kelas. Orang itu kemudian menghampiri mereka dan menunjukan mukanya.
MIKO. Juliet dan Dytha bersama-sama menyebut nama laki-laki itu.
            Orang yang diteriaki namanya itu hanya tersenyum gak jelas. “Gimana suka gak sama albumnya?”
            Pertanyaan tersebut mendapat anggukan spontan dari Juliet. “Jadi ini punya lo?” tanya Juliet yang langsung memberikan kembali CD yang ada ditangannya itu.
            Cowok tersebut menolak pemberiannya. “Gak usah. Gue sengaja bawain ini buat lo. Gue punya banyak dirumah. Gue tau lo pencinta Taylor. Jadi sesama penngefansnya Taylor kita harus saling berbagi.”
             Dia masih tidak percaya dan memandangi CD itu lekat-lekat. Apa coba maksud cowok itu ngasih dia kaset ori yang mahalnya selangit? Seperti mengetahui isi pikirannya cowok itu tertawa keras. “Lo percaya gue hampir punya semua albumnya yang ori? Gue gak bermaksud apa-apa kok. Cuma mau berbagi.”
“Oh iya? Gue juga. Hampir sih tepatnya. Gue masih ada yang kurang,” jawab Juliet tak mau kalah. “Emang lo punya yang mana aja?” tanya Juliet penasaran. Fakta yang kedua, Juliet emang selalu antusias kalau hal tersebut berhubungan dengan penyanyi yang sudah lama ini ia gemari.
“ Mulai dari awal ya? Gue punya yang red album, speak now album, Fearless album, The Taylor Swift Holiday colecction dan masih banyak lagi yang laen.”
Juliet hampir saja tidak bisa menutup mulutnya mendengar semua album-album Taylor yang barusan diucapkan oleh cowok tersebut. Ia menyebutkannya satu-persatu dan berurutan. “ Sejak kapan lo jadi Swifty?”  tanya Juliet lagi dengan semangat yang menggebu-gebu.
“Udah lama lagi. Menurut gue gaya nyanyi Taylor itu keren, lagu-lagunya juga cocok banget sama kualitas suaranya.” terang cowok itu
Kali ini Juliet hanya bisa setuju dengan pendapat cowok itu. Dia sampai lupa kalau yang didepannya sekrang itu Miko. Cowok yang sudah membuatnya harus kehilangan Andre.
“Oh iya, Jul. Gue punya rekaman konser aslinya Taylor Di LA pas waktu itu. Kebetulan sodara gue yang di LA ngerekam langsung. Mau gue bawain?” tawar Miko
Juliet mengangguk cepat. Lalu menggeleng. Seharusnya dia bisa menahan sedikit nafsunya dengan Taylor Swift. Ternyata fans fanatik susah banget ngilangin sekejap saja rasa fansnya.
  Miko kembali tertawa. “ Oke deh, gue bawainlah kapan-kapan.” ucapnya lagi
 “Atau besok nih? ” Miko kembali tertawa lebih kencang dari sebelumnya.
“Kenapa tertawa?” tanya Juliet pada cowok itu yang dari tadi hanya tertawa mendengar respon spontan bodohnya.
“Habis lo lucu. Muka lo kayak orang yang lagi dipadang pasir ngeliat aer. Mupeng banget tau,” ucap cowok itu lagi.
“Ishh Miko. Gak lucu tau.” kata Juliet menggerutu.”Gak usah. Gue gak butuh kok.”
Miko masih tetap tertawa. Sejenak tawanya kemudian berhenti “ Gue mau bawain Taylornya besok. Mau lo butuh kek. Mau lo gak butuh kek. Gue tetap bawain.” Cowok itu mengangguk pasti.
Senyum yang gak diundang itu terulum dibibir Juliet mendengar perkataan Miko. “Terserah lo deh, Mik. By the way thanks ya Cdnya.”
Miko hanya tersenyum tipis. Ia puas. Akhirnya kini ikan besar tersebut jatuh ketangannya. Ternyata teknik awal playboy yang ia benar-benar ampuh. Juliet segampang iitu masuk kedalam jebakannya. Kalau saja dari awal dia tahu gadis seperti Juliet itu menyukai hal berbau Taylor Swift disertai dengan sedikit perilaku manis, tentu saja dia tidak perlu repot-repot untuk mengambil perhatian Juliet dengan caranya selama ini. Sebentar lagi Juliet akan jadi pacarnya.
Tanpa disadari oleh kedua pihak, selain Dytha yang tentunya menaruh ekspresi cemberutnya lantaran tidak suka dengan Miko, masih ada sosok lain yang dari tadi melihat pembicaraan mereka dari balik pintu. Andre. Cowok itu terlihat sangat geram dan berlalu pergi meninggalkan ketiga orang didalam kelasnya sebelum jejaknya ketahuan.
                                                  ***
Semenjak peristiwa itu, hubungan Juliet dengan Miko terjalin lagi. Mereka bahkan tambah akrab. Sikap Miko yang tiba-tiba berubah baik, perhatian, romantis mengubah pandangan Juliet terhadap Miko. Miko sering mengantarkan Juliet pulang kalau pak Udin telat menyusulnya, Miko sering menghampiri Juliet ke kelasnya untuk sekedar berbincang tentang Taylor Swift, Miko juga beberapa kali mengajarkan Juliet mengerjakan tugas seni rupanya. Semua cara Miko lakukan agar mereka menjadi lebih banyak waktu untuk berduaan. Perlahan-lahan kehadiran Miko mulai mengisi kembali ruang hampa di hatinya. Seperti maling ulung Miko sukses membobol brankas hati Juliet.
Kedekatan Miko dan Juliet semakin menuai bisik-bisik gosip yang gak jelas. Gosip yang sempat membuat juliet stress dan tak mau sekolah. Gosip apa lagi kalau bukan gosip permasalahan putusnya hubungan Juliet dengan Andre yang dikarenakan perselingkuhannya dengan Miko. Gosip seperti apa itu? Juliet tidak habis pikir motif apa dan siapa orang yang membuat gosip murahan semacam itu? Orang-orang itu mungkin hanya sekumpulan orang bodoh yang tidak mengerti siapa dia dan seenak jidat ngejudge dia sembarangan.
Seperti halnya Juliet, gosip tersebut juga sampai ditelinganya Miko. Cowok itu hanya santai saja. Ia tidak mau terlalu menganggapi gosip itu. Katanya gosip itu sama sekali tidak penting baginya. Gosip sama dengan Angin lalu yang akan membawamu menjadi dikenal.








Bab 4
            “Ngapain lo, Jul senyam-senyum sendiri?” tanya Dytha pada pagi hari ketika dia dan Juliet berada dikantin saat istirahat.
            “Gak apa-apa. Siapa coba yang senyum-senyum. Lo aja yang alay,” kata Juliet menjawab pertanyaan Dytha.
            Dytha yang tidak percaya dengan perkataannya langsung saja merebut handphone Juliet secara paksa dan membaca semua message di BBM .
‘Aduh mati aku.’ desah Juliet dalam hati. Dytha pasti benar-benar marah kalau melihatnya masih saja berhubungan dengan Miko. Juliet juga tak tahu, kenapa dia tidak bisa menuruti perkataan Dytha dan semuanya dia lakukan berkebalikan dengan perkataan Dytha.  Dia membalas pesan Miko, Dia sering keluar bareng Miko, sering ke kantin bareng miko dan lain-lainnya sama Miko (Eits, tapi gak semuanya juga sih). Walaupun dia ngelakuin semuanya sembunyi-sembunyi. Jangan salah, bukannya dia mau membohongi Dytha. Dia hanya membuatnya untuk tidak marah-marah saja.
Beribu cara sudah Juliet lakukan untuk menjauhi Miko, namun cara-cara itu hanya bertahan 3 hari paling lama. Miko sudah benar-benar bisa mengubah perasaan Juliet. Entah kenapa sulit sekali bagi Juliet untuk menajuhinya. Juliet merasa sosok Miko yang begitu istimewa. Ia selalu membuat Juliet merasa senang dengan cara-caranya, kejahilan Miko yang awalnya membuat Juliet sebal, kini dia malah merindukannya, dan hal itulah yang membuat Juliet tidak bisa kehilangan Miko.
            “Ohh bagus ya, Jul. Kan udah gue bilang. Jauhin Miko! ” tegas Dytha yang hampir berteriak kencang.
            “Maaf, Tha,” ucap Juliet sesal. Sesuatu yang sudah ia tutup-tutupi akhirnya ketahuan juga.
Dytha hanya memandang Juliet lekat-lekat. “Lo kan gak boleh ketemuan lagi sama dia. Lo bilang sendiri kan. Waktu di kantin kemarin itu pertemuan lo sama Miko yang terakhir. Pokoknya lo jangan pergi sama dia ntar sore,” ujar Dytha masih dengan nada membentaknya.
            “Tapi, Tha.. Kata Miko ntar sore ada sesuatu penting yang mau dia omongin.”
            “Issh lo ini ngerti bahasa Indonesia gak sih? Jauhin Miko!” Nada suara Dytha makin meninggi. Juliet hanya bisa mengangguk pasrah. Segitu bencinya Dytha sama Miko. Awalnya juga Juliet membenci Miko seperti Dytha, tapi rasa benci itu berangsur menghilang begitu saja, seakan logikanya sudah dibutakan oleh semua kebaikan dan perubahan sikap Miko padanya.
            “Iya deh nanti gue coba ngomong ke dia.”
            “Terserah lo deh, Jul. Gue capek jelasinnya ke lo. Lo juga gak pernah mau ngerti. Lo bilang lo gak mau digosipin yang enggak-enggak sama Miko, tapi lo nya sendiri malah begitu. Orang-orang pasti mikir kalau lo itu beneran selingkuh sama Miko, Jul”
            “Tapi,Tha. Kenapa orang-orang nganggepnya begitu? Sementara Andre mungkin juga kan sekarang udah pacaran sama Nancy. Orang diaorang kayaknya dekat banget sih. Kenapa dia gak dianggap selingkuh juga? Dia malah lebih parah.” Juliet tidak bisa menerima tudingan Dytha.
            “Taulah. Lo orang sama-sama parah. Pusing gue sama lo orang.”
Dytha pun berlalu meninggalkan Juliet kekelas. Juliet mengejarnya. Namun langkahnya begitu cepat membuat Juliet tertinggal.
                                                                        ***
            Sore itu sudah beribu alasan yang Juliet keluarkan, tapi Miko tetap menjemputnya kerumah. Akhirnya Juliet terpaksa pergi dengannya. Kijang Hitamnya melesat sangat kencang. Juliet tak tahu tujuannya cowok tersebut mau kemana. Ia hanya bilang mau membawanya ke tempat yang indah.
            “Kita mau kemana sih? Kok dari tadi jauh banget gak nyampe-nyampe?”  tanya Juliet penasaran.
            “ Lo liat aja nanti.” Miko berkata sambil membelokkan mobil barynya ke jalan yang lebih sempit. Dia memasuki gang kecil diantara dua bangunan besar. Juliet menengok celingukan kekiri dan kekanan. Tempat ini benar-benar asing baginya.
            Juliet bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya dia ini mau dibawa kemana sih?
Beberapa saat kemudian Miko memberhentikan kijangnya tepat didepan gedung dengan bangunan atap berbentuk kubah setengah lingkaran, dengan tembok berwarna biru.
            Julie dan Miko berdiri didepan pintu besar bangunan itu. Bangunan itu terlihat unik. Ada sebuah patung salah satu tokoh besar di Indonesia, Ismail Marzuki.
            “Tempat apa ini, Mik? tanya Juliet lagi. Juliet takjub dengan tempat ini begitu ia memasukinya. Bangunan itu  begitu besar dan juga mewah dengan gambar-gambar bintang dan susunan tata surya. Mereka sudah berdiri didepan sebuah loket untuk masuk kedalam. Disana terlihat replika baju astronot serta gambar kehidupan jaman dinosaurus. Ketika masuk jauh kedalam lagi, terlihat beberapa diorama susunan tata surya, serta beberapa batu meteorit yang pernah jatuh di Indonesia. Benar-benar Astronesiatik.          
Miko menggandeng Juliet yang masih terpesona dengan semua ini. Gila!! Baru pertama kali dia melihat tempat sekeren ini.
            Mereka memasuki sebuah gedung pertunjukan, seperti bioskop. Di bagian tengahnya terdapat sebuah proyektor berwarna biru bertuliskan Carl Zeis. Proyektor ini yang dapat menggambarkan suasana bintang di angkasa ke atas kubah. Posisi kursi dapat dimiringkan hingga  Juliet  dapat terlentang untuk memudahkan dalam melihat ke atas kubah.      Miko tersenyum, “ Ini Planetarium. Lo belum pernah kesini? Bentar lagi kita mau nonton pertunjukan.”
Benar kata Miko. Selama pertunjukan itu Juliet seakan dibawa terbang ke angkasa, sehingga begitu dekat dengan bintang-bintang. Materi yang ditayangkan adalah seputar tata surya. Menceritakan posisi bintang-bintang dalam konstelasi astronomi. Jadi bentuk-bentuk bintang Virgo, Libra, Sagitarius, Leo dan lain-lain digambarkan dengan cukup jelas, termasuk formasinya dan letaknya di malam hari. Selain itu dijelaskan juga benda-benda langit ada bulan, komet, asteroid, matahari, planet dalam tata surya, lengkap dengan ukuran dan sifat-sifatnya.
Pertunjukan berakhir, namun Juliet dan Miko masih duduk di sana.
“Jul, tahu gak, dulu waktu kecil gue pingin banget punya satu bintang yang selalu gue lindungin.” Miko menatap Juliet dalam-dalam. “Iya benaran. Dari kecil gue selalu pingin jadi hero kayak peterpan buat ngelindungin orang-orang yang gue sayang. Miko memegang lengan Juliet. And you know what? U’re the most priceful star i’ve ever had. I’ll never let it go whatever happened. I’ll protect u no matter what because i want tobe your hero.” I love u, Jul.
            Wajah Juliet yang putih mendadak memerah. Dia terperangah. Juliet hanya terdiam, namun dihatinya muncul beribu pertanyaan. Lututnya mulai berubah menjadi selembek dodol.
            “Kok diem?” tanya Miko padanya.
“ Ehh ngg,, Itu tadi maksud lo apaan?” Lidahnya mendadak menjadi selengket permen karet hingga sulit untuk berbicara.
            “Kalau cowok ngomong ‘i love u’ ke cewek itu artinya apa?”
Juliet kembali terdiam. Sepertinya Miko bisa membaca pikirannya. Ia kemdian berkata “Gue gak minta lo jawab sekarang kok. Tapi yang jelas gue udah ngungkapin semua perasaan gue ke lo.”
Juliet masih terdiam mematung , membisu, mendadak dia terserang gejala stroke alias susah ngomong.
“Ya udah, gak usah dipikirin sekarang. Kita jalan lagi, yuk!”
                                                            ***
Pukul lima tiga puluh mereka keluar dari tempat itu karena menyadari jam pengunjung sudah habis, Miko membawa Juliet ke suatu tempat yang katanya gak kalah indahnya dengan Planetarium. 
Mobil kijang Miko berhenti disebuah taman. Ternyata pada malam hari taman ini tidak juga kehilangan keindahannya. Miko menarik Juliet berjalan ke rerumputan hijau dan duduk disana. Dari sini mereka dapat melihat dengan jelas panorama langit malam dengan pernak-pernik tata surya.
Langit begitu cerah sekali. Bulan sabit masih bersinar ditemanin dengan bintang disekitarnya sangat indah. Juliet dan Miko duduk berdua menatap langit malam itu. Mungkin itu merupakan langit terindah yang pernah dilihat Juliet sepanjang malam.
“Indah ya,  Jul?” tanyanya kemudian
“Ngg.. Iya banget.”
Miko menatapnya sambil tersenyum “Sama indahnya kayak lo, dimata gue.”
Sialan! Jurus gombal Tomcat satu ini kembali sukses membuat pipi Juliet merona lagi. Oh,ya Juliet dari dulu selalu menjuluki Miko dengan julukan tomcat. Cowok tomcat menel yang punya jurus gombalan maut yang memabukkan mantan-mantannya. Kali ini kenapa dengan mudahnya dia terkena gombalan itu?
“Eh,Mik. Kalau boleh gue jujur. Gue juga sayang sama lo. Gue juga gak tahu sejak kapan perasaan gue berubah. Tapi gue gak yakin sama perasaan lo ke gue.. Gue takut kalau.. Ng maksud gue...” Juliet yang awalnya ragu mengungkapkan perasaannya akhirnya mengungkapkannya juga. Miko yang seakan tahu arah pembicaraan kini mulai menginterupt perkataan Juliet.
            “Gue tahu predikat gue sebagai playboy disekolah buat lo gak yakin sama perasaan gue. Tapi semua orang bisa berubah, Jul karena cinta. Terserah lo mau percaya apa gak, tapi gue janji sama lo gue gak akan pernah deketin cewek lagi. Gue cuma mau sama lo.”
            “Tapi kenapa harus gue? Bahkan gue gak cantik. Gue gakk...
Lagi-lagi cowok ini tahu arah pembicaraan. Untuk kedua kalinya ia kembali memotong ucapan Juliet yang belum selesai dengan meletakan jari telunjuknya kebibir Juliet. Tindakan yang membuat Juliet semakin merona saja.
            “Mungkin semua orang, termasuk lo mikir gak ada yang spesial dari lo, tapi buat gue ada sesuatu di lo yang maksa gue dan ngebuat gue sayang sma lo.”
            Ucapan Miko tadi benar-benar membuat Juliet tak bisa berkata-kata lagi.
Sumpah! Hari ini Dia benar-benar grogi, bahkan lebih grogi dari ada saat pertama Andre menembaknya lewat SMS. Baru kali ini Juliet ngerasaiin ditembak secara langsung kayak difilm romance yang pernah dia tonton. Juliet gak tahu dengan perasaan Miko. Kenapa dia begitu mudah mengutarakan perasaannya? Apa karena dia sudah terbiasa mengatakan perasaannya ke cewek?
            Angin bertiup pelan menyapu daun-daun yang berguguran dijalanan. Miko mengantarkan Juliet pulang menyusuri jalanan yang hanya diterangi lampu jalan.
            “Jul, gue janji akan berubah demi lo. Gue janji gue gak akan deketin cewek lagi. Gimana?”
            Juliet tersenyum, lesung pipinya langsung kelihatan. Kemudian ia meletakan tangannya ke dadanya. Matanya menatap Miko “Makasih ya, Mik. Hari ini bener-bener spesial. Gue peraya kok sama lo. Dan..”
            “Dan..?”
            “ Aku mau jadi pacar kamu.”
            Tanpa sadar ia mengucapkan 5 kata tersebut. Lima kata yang membuatnya merasakan satu penyesalan yang dalam. Ternyata kata hati itu tidak selalu benar...
                                               
            Sejak hari itu, Juliet menjalankan hari-barunya sebagai pacar Miko. Mereka ke kantin berdua, istirahat berdua. Ke perpustakaan berdua. Semuanya serba berdua. Layaknya pasangan siswa siwi di sekolah. Hal ini sontak saja membuat teman-temannya bergidik tak percaya. Mereka semua bertanya-tanya dari awal. Apalagi Dytha. Juliet masih terbayang wajah kolotnya Dytha waktu Juliet bilang, dia sudah resmi berpacaran dengan Miko. Namun tetap saja, dari semua itu yang kontan membuatnya terkejut adalah Andre yang mengucapkan selamat kepada Juliet dan Miko dengan wajahnya yang sedikit kusut.
            Hari ini adalah hari jadi seminggu Juliet dengan Miko. Gak terasa cepat sekali waktu berlalu. Semua banyak berubah. Tapi tidak halnya pada teman-teman Juliet yang bersih kukuh menyuruh Juliet untuk putus. Berita terakhir tentang Andre yang Juliet dengar sekarang Andre sudah jadian juga dengan seorang cewek. Yang mengejutkan cewek itu bukan Nancy, melainkan Tika, teman kecilnya.
            Sudahlahh. Lupakan. Kenapa Juliet harus mikirin Andre. Sekarang dia sudah punya Miko. Miko pacarnya. Miko juga menepati janjinya untuk berubah. Ia tidak berhubungan dengan cewek lagi, selain Juliet. Sudah terbukti. Dan mereka sering tukeran handphone.
               Banyak juga guru-guru yang mengetahui hubungan mereka. Mau gimana lagi? Miko dan Juliet memang anak-anak yang terkenal dipengamatan guru. Tapi ya sudahlah. Yang penting hubungan mereka itu tetap berjalan mulus sesuai harapan.
Kebahagiaan itu selalu menyelimuti hubungan mereka. Hubungan yang semakin lama semakin romantis dan membuat orang-orang iri. Juliet berharap Miko bisa mengajarkannya dia apa arti kesetiaan dan cinta. Juliet benar-benar merasa Mikolah sosok yang akan menghapus hipotesisnya tentang cinta yang hanya bertahan selama enam bulan. Namun sayang, harapannya harus dia tutup dalam-dalam, saat 3 bulan sudah berakhir. Dan disanalah Miko kembali menjadi sosok seorang Miko.


           
           
           

















Bab 5
            Juliet menekuk wajah mungilnya.
            “Apa bener kali ya cinta itu cuma bertahan 3 sampai 6 bulan aja?”
            Dytha yang mendengar pertanyaan yang tiba-tiba terlontar keluar dari bibir Juliet tertawa. 
            “Ihhh kok ketawa?” Juliet mendengus kesal.
            “Ya habis lo bisa ngomong kayak gitu. Entah dapat referensi dari mana kali? Emang lo habis baca buku apa? Karangan siapa?”
            “Ihh Dytha gue serius. Gue sih gak baca buku, tapi menurut pengamatan gue sih begitu. Lo ingat gak waktu si Rasty sama Doni pacaran? Mereka berantem pas tiga bulanan terus habis itu gak lama kemudian putus. Lo sama mantan lo juga. Pas udah tiga bulan berantem melulu.” terang Juliet panjang lebar kepada Dytha yang nampaknya mulai mencerna perkataan Juliet.
            “Bukan berarti cinta cuma bertahan tiga bulan, tapi itu karena tiga bulan itu adalah titik jenuh dan banyak terjadi masalah-masalah muncul jadi kalau kita bisa bertahan menghadapi itu semua, kita gak bakal putus kok. Lo liat tuh si Lea sama Mario mereka udah mau setahun juga langgeng-langgeng aja.”
            “Iya juga ya. Tapi kan Jarang, Tha.” Juliet manyun. Mukanya sudah seperti origami yang ditekuk dan dilipat-lipat gak keruan.
            “Lagian lo kenapa tiba-tiba ngomong begitu? Berantem lagi tah sama Miko?”
            “Ember.”
            “ Kalo ini kenapa lagi? Gara-gara Vella lagi? Tumben lo lagi berantem gak nangis. Akhirnya.”
            Juliet kaget melihat Dytha yang bisa langsung menebak penyebab kami berantem. Ya, Vella, sahabat ceweknya Miko. Perlakuan Vella ke Miko dan perlakuan Miko ke Vella itu baginya lebih dari sekedar sahabat. Juliet sudah bisa merasakannya, bahwa Vella memang menyimpan perhatian khusus pada Miko. Mungkin saja kan hal-hal seperti di lagunya Zigas terjadi, sahabat jadi cinta. Juliet sudah pernah membahas hal ini dengan Miko, hanya saja dia selalu menganggap ini berlalu. Kata-katanya selalu berhasil menyakinkan Juliet bahwa antara dia dengan Vella tidak ada apa-apa. Entahlah setiap dia berkata semacam itu otak dan hati Juliet menjadi tidak sinkron. Otak Juliet tidak bisa mempercayai sepenuhnya, tapi hati malah menaruh kepercayaan yang besar. Juliet tetap harus berusaha mengambil sugesti positif kalau Miko dan Vella tidak ada hubungan apa-apa. Setiap mereka melakukan hal yang menunjukan kalau mereka ‘lebih dari’ seorang sahabat, Juliet coba berpikir kalau ini semua hanya pikirannya yang terlalu berlebihan karena tidak mau kehilangan Miko. Lagian juga dia yakin Miko sangat menyayanginya.
“Gue udah nangis semalem,” katanya sambil menunjukkan matanya yang masih sedikit bengkak tapi tidak terlalu terlihat.
“Udahlah, Jul. Lagian lo juga sih. Gak mau dengerin kata gue. Gue kan udah....”
Juliet langsung memotong perkataan Dytha. Ada sesuatu yang harus ia ceritakan kepadanya sebelum Juliet lupa. Sebenarnya dari kemarin Juliet mau cerita pada sahabatnya satu ini. “Gue tahu kok. Waktu itu Miko bilang sama gue, kalau dia itu deketin gue cuma untuk balas dendam sama Andre, soalnya si Andre itu udah ngerebut cewek yang dia sayang dulu sebelum dia jadi playboy. Dia ngomong itu udah lama banget...”
Sekarang Dytha gantian memotong perkataanku. “Gila lo! Udah tau kayak gitu bukannya diputusin. Udah gue bilang dari awal Miko itu cuma maenin lo. Ihh mana itu anak? Biar gue kasih pelajaran dia.” Nada bicara Dytha mulai meninggi, nampaknya emosinya sudah mulai meluap-luap.
Juliet berusaha menenangkan Dytha yang nampaknya salah paham. “Ihh dengerin dulu gue belum selesai. Dia bilang ternyata seiring berjalannya waktu dia malah sayang beneran sama gue. Pas itu dia kasih pilihan buat gue mau ngelanjut hubungan apa gak. Terus dia juga bilang kalau mau marah, maki-maki aja dia.”
“Terus lo gak marah sama dia?” Mata bulat Dytha menatap Juliet tajam.
Juliet menghela napas panjang lalu menjawab pertanyaannya “Gak. Mana bisa gue marah sama dia, bahkan gue mau ngelanjut hubungan sama dia sampai sekarang.”
JULIET?!!?
Suara teriakan Dytha yang memanggil namanya melengking diruangan kelas. Juliet secara sigap langsung menutup mulutnya. Dytha mulai mengatur napasnya yang naik turun. Juliet tidak tahu apa yang terjadi sama anak itu. Apa aku salah? Emang apa salahnya maafin seseorang, kan setiap orang pernah saja melakukan kesalahan. Lagian Miko kan juga bilang dia sekarang benar-benar sayang sama aku.
Setelah ia berhasil mengendalikan dirinya, Dytha kembali berbicara lagi
“Ya ampun, Jul. Niat awal dia aja udah buat maenin lo. Dia jadiin lo buat alat balas dendam, Jul. Gak habis pikir gue sama itu orang. Gue juga gak habis pikir sama lo. Sumpah! Gue heran kenapa pula gue punya sahabat yang sabar dan tololnya luar biasa kayak lo. Lo orang berdua sama-sama gila!”
Cinta kan bisa membuat seorang Einstein pun menjadi tolol, Tha. Apalagi gue yang otaknya tidak sepintar Einstein.
“Ya habis kayak mana geh? Gue gak bisa marah sama dia. Gue sayang sama dia.”
“Sayang? Apa sih yang lo lihat dari dia? Ganteng aja gak? Dia cuma lelaki menel yang berlagak sok playboy dan bersikap sok manis ke semua cewek. Dan gue yakin lo udah kena rayuan manis dia. Yang namanya Playboy yang tetap terus akan jadi playboy.”
“Iya sayang, eh bukan. Mungkin perasaan gue ini bukan hanya sayang, tapi cinta. Kita gak punya alasan untuk bisa cinta sama seseorang karena cinta itu murni datang dari hati, tanpa dipikirkan. Kalaupun ada cinta yang beralasan berati cinta itu yang dia rasakan bukan dari hati melainkan dari otak karena hanya otak dan pikiran yang  mampu membuat alasan.”
Dytha hanya menatap Juliet lekat-lekat. Juliet rasa ia mulai mengerti bagaimana perasaannya sekarang.
“Ya udah lah, Jul. Kita jangan ngomongin Miko lagi dari pada gue jadi darah tinggi dibuat lo.” Dytha sudah putus asa. Sekuat apapun dia menyakini Juliet, tetap saja cinta itu lebih bisa megontrol hati dan perasaan juliet. Buktinya Juliet mau-mau aja jadian diem-diem sama Miko, tanpa bilang dulu sama dia. Susah.
                                               
Malam ini langit begitu indah. Juliet duduk diteras depan rumah memandangi bintang-bintang yang seakan tersenyum menyapanya. Dia mulai merogoh saku celana tidur dan mengeluarkan blackberrynya yang bergetar.
Miko:
Lagi sibuk gak?
Juliet segera membalas pesan dari Miko. Oh, iya aku lupa. Juliet dan Miko memang selalu begini. Setiap mereka berantam pasti gak akan pernah lama. Paling lama juga sehari. Habis itu baikan, bahkan dia jadi lebih romantis sehabis iu.
Me:
Gak kok. Kenapa?
Miko:
Mau nelpon nih. Boleh?
Juliet membaca dua kali pesan dari Miko. Juliet membacanya sambil mengusap-usap mata berulang kali. Perasaan senang menyeruak dari hatinya. Dulu dia sering banget nelpon pas di awal-awal pacaran. Juliet selalu seneng denger suara dia dibalik telpon, dengar nyanyiannya dia.  Suara Miko emang bagus kalau lagi nyanyi. Sudah lama dia dan Miko tidak pernah telponan. Kenapa hari ini dia tiba-tiba mau nelpon? Tuh, kan benar. Dia jadi lebih romantis emang kalau habis berantem. Buru-buru Juliet berlari mengambil seperangkat headset kuning didalam kamar.
Setelah semua siap. Juliet kembali membalas pesannya.
Me:
Boleh. Telpon aja sekarang.
Selang beberapa menit, blacberrynya berdering. Juliet cepat-cepat menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan masuk.
“Hallo.”  Sayup- sayup suara Miko terdengar.
“Iya halo sayang. Tumben nelpon. Kenapa, nih?” Juliet langsung saja menanyai pertanyaan yang sudah mutar-mutar diotaknya.
“Kangen denger suara kamu.”
Spontan kata-katanya membuat hati Juliet begejolak. Untung saja pembicaraan ini lewat telepon. Jadi Miko gak tahu wajah Juliet mulai memerah dibwah sinar sang bulan.
“Jiahh.. Dia malah gombal,” ucap Juliet kemudian sambil tesenyum malu.
“Ihh malah dibilang gombal coba. Emang salah nelpon kalau kita nelpon pacar? Orang biasanya aku juga sering nelpon geh.”
“Gak kok.” Juliet cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
“Lagi ngapain? Jadi gimana tadi disekolah. Mau cerita? Tadikan aku gak ketempat kamu. Sebenarnya tadinya aku mau ke kelas kamu minta maaf. Maaf ya, aku tadi minta maafnya cuma lewat SMS.”
“Gak apa-apa lagi. Harusnya aku loh yang minta maaf. Oh tadi dikelas seru gila. Pas pelajaran ekonomi....”
Belum selesai Juliet bercerita tiba-tiba sambungan telpon dari ujung sana putus. Juliet coba telpon balik. Juliet pikir pulsa Miko habis. Sayangnya telpon direject olehnya. Beberapa detik kemudian dia sms.
Miko:
Sorry ya sayang. Tadi itu aku lagi nungguin Vella. Aku tadi sendirian didepan rumahnya. Dia lama banget dandannya. Terus aku nelpon kamu deh. Kamu beneran gak jadi pergi pesta? Kalau kamu mau. Aku suruh Bryan jemput kamu. Biar ntar kita bisa jadi pasangan pollow.
Me:
Gak usah. Gak apa-apa kok. Have fun ya diparty. Jangan lupa makan yang banyak.
JLEEEBBB!!!
Perkataan Miko bagaikan sebilah pedang yang mengoyak habis seluruh hatinya.  Sehabis membalas pesan itu. Air mata mulai turun bagaikan hujan deras yang membasahi pipi Juliet. Saat ini air mata yang banyak itu tidak cukup untuk mengobati luka besar dihatinya. Semuanya mati rasa. Perasaannya juga seakan sudah mati dari awal. Terlalu sering perasaannya dibohongi. Dibohongi Miko juga dibohongi dirinya sendiri.
 Juliet tersadarkan oleh sesuatu. Pesta. Dia lupa kalau hari ini pesta Natasha.Dia memang bilang gak mau datang kepesta sih. Dan seketika otaknya mulai mendapatkan pertanyaan yang dari tadi dia tanya ke Miko”mengapa ia menelponnya?”  Sekarang dia mulai tidak bisa mengendalikan pikirannya yang sudah menghambur kemana-mana lantaran sms tadi. Miko cuma nelpon aku karena dia jenuh nungguin Vella, Miko lebih memilih jemput Vella dan menyuruh Bryan untuk menjemputkku. Aku yang statusnya saat ini sebagai pacar dengan sembarangan dia menitipkan aku seperti barang keorang lain. Sungguh tak bisa dipercaya.
Juliet tambah menangis sejadi-jadinya. Air matanya yang sudah jatuh dari tadi sekarang bukan hanya membasahi pipinya, tapi juga sprei kasurnya. Bukan untuk pertama kalinya Juliet merasa begini. Juliet merasa seperti malaikat telah menerbangkannya tinggi-tinggi dengan kepakan kedua sayapnya, namun ketika dia berhasil terbang dan mencapai ketinggian, mendadak sayap yang ia berikan, ia minta kembali. Dan dia terjatuh. Sakit. Hanya kata itu yang mampu menggambarkan persaannya saat ini. Sesuatu kecil menusuk hati perlahan hingga dalam. Dan dia terus mencoba menahan semuanya. Tuhaann!!! Sampai kapan dia akan sadar?
Juliet menarik napas pajang dan memejamkan matanya sejenak. Dia mulai menyakinkan persaannya lagi berkali-kali. Dan hal ini entah sudah berapa kali ia lakukan. ‘Tenang, Jul. Mungkin Miko tidak enak sama Vella. Ingat Miko sama Vella hanya sahabat.’
Tanpa mengecek kembali pesannya tadi dibalas atau tidak. Dia langsung tidur. Hanya tidur bisa membantunya melupakan semua kenyataaan yang tadi ia dengar.
                                                ****
Pagi itu, Juliet memasuki kelas seperti orang yang tidak punya semngat hidup. Hampir sama seperti awal dia putus dengan Andre. Dytha dan Lea menyapanya dengan senyuman mereka. Juliet benar-benar tidak ada nafsu untuk tersenyum dan hanya berlalu menuju tempat duduknya. Kemudian menenggelamkan wajahnya disana.
Mereka mendekati Juliet dan memandangi cewek itu bergantian.
“Lo kenapa, Jul? Kurang tidur? Nonton moto gp?”
Pertanyaan Dytha tersebut patut dimasukan kedalam pertanyaan terbodoh sedunia. Juliet yang kesal menjawab pertanyaan itu dengan ngasal kuadrat.
“Iya gue nonton moto gp sampai gue nangis semalaman. Gila sedih banget.” Juliet masih menengelamkan wajahnya dan tidak menatap mereka.
“Hah? Emang kenapa ada yang mati? Emang moto gp itu sedih ya? Bukannya seru?”
Sekarang muncul lagi pertanyaan bodoh dari bibir Lea.
Hening.
 Kelas memang hanya ada mereka bertiga kalau pagi-pagi begini.
“Oh iya, Jul. Gue kemarin liat Miko sama Vella jadi pasangan pollo di ulang tahunnya Natasha. Gue liat juga Miko datang barengan sama Vella. Lo kok gak ikut kesana? Bukannya lo mau jadi pollo sama Miko? Lo kok gak bareng....
Belum selesai Lea berbicara Dytha yang dari tadi menatap Juliet kemudian membungkam mulut cewek itu. Dytha duduk disamping Juliet memegang bahunya.
“Gue ngerti kok, Jul,” ucapnya pelan
“Gue juga,” sambung Lea tak lama kemudian.
Nampaknya mulai hari ini Juliet harus lebih sering lagi menanamkan sugesti positif dipikirannya tentang hubungan Miko dan Vella. Sugesti negatif selalu membawanya kedalam kecurigaan yang nantinya akan merusak sendirinya hubungannya dan Miko. Dan hal itu gak boleh terjadi. Miko sayang sama dia dan dia sayang sama Miko. Jadi gak akan pernah mungkin ada orang ketiga diantara mereka.


           



Bab 6
            3 bulan kemudian....
            Disini titik kejenuhan. Juliet penat dengan semua pertengkaran yang selalu ada, bahkan hampir setiap kali. Hubungan mereka semakin menjauh. merenggang. Seperti sandal jepit yang hampir mau putus. Tidak seperti awal lagi. Miko juga sepertinya jenuh dengan hubungan yang semakin lama semakin retak ini. Pertemuan Juliet dan dia juga sudah sangat berkurang frekuensinya. Bahkan lebih banyak dia bertemu dengan Vella daripada dengan Juliet. Bayangkan saja! Miko sekelas sama Vella, ikut ekstrakulikuler yang sama kayak Vella, dan rumahnya juga dekat sama Vella. Mereka bisa bertemu setiap hari, kan? Kadang Juliet merasa Miko dan Vella itu cocok. Setiap bersama Vella garis-garis wajah Miko menunjukan kalau dia sangat bahagia.
            Apa yang harus ia lakukan? Membiarkan hubungan ini runtuh begitu saja atau mencoba bertahan? Bertahan sendirian? Sebuah rumah pun juga akan roboh pada akhirnya, jika rumah itu hanya punya satu penyangga. Begitulah perjuangan Juliet. Semua tentang dia sudah berubah. Kini yang ada hanya Juliet dan cintanya, yang entah kapan akan bertahan. Kembalilah aku sangat merindukan sosokmu yang dulu.
            “ Woii bengong aja ntar kesambet!” seru Dytha yang setegah berteriak. Suaranya yang menggelegar itu langsung mengangkat Juliet dari lamunannya.
            “Ihh lo ini ngagetin aja,” ucap Juliet sambil mengelus dada. Matanya melirik sana sini. Mencari sosok manusia. “Dytha, kok lo gak sama Lea?”
            “Ohh Lea. Tadi dia kekelas cowoknya sebentar, katanya si Mario minjem buku dia. Eh, Jul, si Lea ngajakin ke toko buku tuh. Buat beli milimeterblok. Biasa untuk matematika yang selalu rempong.”
            “Ohhh gitu, “ ujarnya singkat.
            Dytha memandanginya dengan tampang mencurigai. Jiwa sok menebaknya mulai keluar. “Berantem lagi ya?”
            Juliet hanya berdeham karena males mengeluarkan satu katapun untuk menjawab pertanyaan Dytha.
            “Pasti tentang Vella lagi. Ampun dah gue. Gak bosen tah lo udah 5 bulan masih aja berkelut dengan masalah yang lama.”
                                                               ***
            Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Juliet segera menumpuk buku ke dalam tas dan menarik Dytha keluar kelas. Langkah mereka diikuti oleh Lea sambil tertawa dari belakang mereka.
Dytha dan Juliet kemudian berhenti. Tepat didepan kami ada seorang cowok. Siapa lagi kalau bukan pacar Lea. Sumpah!  Lea dan pacarnya itu so sweet banget, walaupun mereka udah jadian dari lama tapi Juliet jarang melihat mereka berantem. Bahkan hampir tidak pernah. Hubungan mereka ini bisa membuat satu sekolah, termasuk Juliet menderita tekanan batin.
“Ohh iya aku lupa hari ini kamu sama temen-temen kamu mau ke toko buku. Kalo gitu aku gak usah nganterin kamu kerumah ya?” tanya Mario sambil menepuk pundaknya Lea pelan. Matanya memandang lurus ke Lea. Dan inilah yang Juliet suka. Juliet menyukai cara Mario menatap Lea seakan hanya Lea lah cewek yang ada dimata dia.
Lea tersenyum. Wajahnya mulai melembut. “ Iya gak usah. Hati-hati ya dijalan.”
“ Iya kamu juga.” Mario berlalu melambaikan tangannya ke Lea. Ia juga tidak lupa melambaikan tangan ke Juliet dan Dytha.
“CIEEEE.” Juliet dan Dytha tersenyum menggoda Lea.
“ Apaan sih?” Lea pun berlalu dengan acuh. Sementara, Juliet dan Dytha masih sibuk mengejeknya dengan meniru cara pembicaraan Aldi dan Lea tadi.
                                                            ***
Mereka bertiga sampai di toko buku 15 menit kemudian dengan angkot hijau yang selalu lewat di luar gerbang sekolah. Toko buku Gramedia itu selalu ramai. Ketika masuk kedalam toko mereka langsung menyerbu bagian penjualanan alat tulis. Dengan sigap mata mereka menemukan benda yang semula dicari.
Setelah membeli satu benda itu, Juliet mengajak Lea ke lantai atas toko itu yang menjual kumpulan buku-buku. Mengapa harus Lea? Karena alam semesta juga pasti tahu kalau gadis yang bernama Dytha itu paling alergi dengan buku, kecuali majalah. Majalah yang berisi artis-artis K-pop. Apa lagi yang gadis itu cari kalau bukan info tentang idolanya,G-dragon. Leadernya Big bang.
“Ihh kok lo orang gak ngajakin gue ke atas?” protes Dytha
“Ya lo juga biasanya males kalau nungguin gue di rak novel. Kata lo ngeliat buku bikin lo alergi.” Juliet menimpali protesan Dytha.
“Mungkin aja ada majalah baru diatas. Gue mau lihat lah.” Dytha kemudian berlari mendahului mereka. Juliet dan Lea hanya mengeleng-gelengkan kepala sambil mengernyitkan alis mereka. Dasar Dytha!
Lea sibuk di rak novel. Juliet memang menyuruhnya menjelajahi rak novel selama dia masih sibuk menjelajahi rak buku pelajaran. Siapa tahu ada novel yang bagus. Dytha dengan asyiknya berdiam diri membaca majalah K-pop sambil tersenyum autis. Pasti dia ngelihat muka gantengnya Oppa GD.
Juliet berlari kecil menuju ke rak pelajaran yang terletak disudut toko. Mata Almondnya berkonsentrasi mencari buku ekonomi akuntansi yang kemarin dia lihat, hanya karena lupa membawa uang jadi dia tidak membelinya Kelihatannya buku itu berpindah posisi. Kemarin dia yakin bener melihat buku itu ada dibagian rak tempatnya sekarang mencari. Satu persatu sudut  diamati dari atas, bawah, kanan hingga kiri dan balik lagi kiri hingga kanan. Matanya melebar seketika menemukan buku yang dimaksud tadi.
“Ahh ketemu juga.” pekiknya riang. Tangannnya memegang buku itu.
Tiba-tiba seseorang yang tak dia kenal dan tak diundang juga sudah berada disampingnya. Tangannya menyentuh buku yang Juliet pegang. Dan tanpa permisi atau apa orang itu menarik buku yang hanya tersisa satu dirak itu dari Juliet.
“Akhirnya ketemu juga,” ucap cowok itu.
Dia kemudian dengan seenaknya pergi meninggalkan Juliet yang masih terbengong-bengong ditempatnya.Setelah otaknya benar-benar connect kembali, Juliet langsung melangkah secepat kilat. Dasar cowok gila. Maen seenaknya aja merebut buku orang. Juliet menghadang cowok itu. Gadis itu berdiri di depan cowok itu dengan posisi kedua tangan terlentang dan kaki dilebarkan. Cowok itu terkesiap kaget. Spontan dia mundur kebelakang. Tanpa buang waktu lagi, Juliet langsung menyambar buku ditangannya. Eh, sayangnya gerakan cowok itu lebih gesit darinya. Buku itu tidak berhasil diambil. Masa Juliet perlu maki-maki ini orang sih?
“Woii, maaf ya mas. Itu buku tadi gue yang nemuin duluan. Mas jangan maen asal ngambil aja dong. Cari aja buku yang laen kan masih banyak,” ucapnya geram
Cowok itu menatap Juliet dari atas sampai bawah dengan pandangan aneh. Ingin sekali Juliet mencakar-cakar muka cowok itu yang halus.
“Sorry ya mbak, tapi sekarang buku ini toh ada ditangan saya. Jadi kenapa gak mbak aja yang nyari buku laen? Bukannya mbak bilang buku masih banyak?”
Juliet hanya terdiam geram sambil menggertakan giginya. Jelas-jelas tadi yang megang buku itu aku dan dia yang merebutnya tanpa permisi.
“Ihhh lo ini jadi cowok kok gak mau ngalah sih sama cewek? Dasar cowok yang gak tahu sopan santun! Tadi kan yang megang buku itu gue. Dan lo rebut-rebut gak bilang-bilang,” pekik Juliet kemudian. Teriakannya yang cukup kencang tadi membuat beberapa orang melirik ke arah mereka.”
“ Karena gue gak pernah memandang perbedaan gender. Gue anggap cewek sama cowok itu sederajat, jadi buat apa gue ngalah. Dasar cewek gila seenaknya aja bilang orang gak tahu sopan santun! Gue memerlukan buku ini. Gue mau beli. Udahlah gue lagi buru-buru nih!” Nada suaranya mulai meninggi.
Ya Tuhan. Ini cowok bener-benr deh. Udah nyeramahin aku, sekarang dia malah bilang aku cewek gila. Siapa coba yang patut dibilang gila? Juliet juga perlu buku itu. Semakin banyak mata yang memandang kesini. Sosok Dytha dan Lea juga ikut memperhatikan mereka. Aduhh!! Bikin malu sunggut Juliet.
Cowok itu kemudian memutuskan untuk mengalah. Ia tidak mau membuat sensasi yang lebih memalukan lagi di toko buku ini. Ia mengatur nafasnya pelan-pelan agar emosinya tidak kembali memuncak.
 “Eh cewek galak! Ini lo ambil aja bukunya. Lagian gue bisa aja kok nyari ditoko buku laen besok. Atau sekalian ke penerbitnya langsung.” Cowok itu memberikan buku yang ditangannya kepada Juliet. Dengan menahan hasratnya yang gatal sekali ingin mengambil buku itu.  Juliet pun menolaknya. Harga diri lebih penting dari buku itu. Bisa-bisa cowok sombong itu semakin songong.
“Gak usah gak perlu. Ambil aja tuh ambil,” tolaknya mentah-mentah.
“ Ya udah. Gue mau kembaliin lagi ini buku ke rak. Kalau-kalau lo berubah pikiran. Sekali-sekali beramal sama orang yang lebih membutuhkan.” Cowok itu menekankan kata ‘membutuhkan’ dengan nada mendalam.
Hah? Apa kata cowok itu? Dia kembaliin ke rak dengan alasan mau beramal sama gue gitu? Ya Ampun kenapa di Indonesia harus ada makhluk aneh macem dia.Tadi dia mati-matian mau ini buku. Sekarang... Tapi bagus sih. Seengaknya gue bisa ngambil habis cowok itu meletakannya dan harga diri gue masih terpandang.
Juliet berpura-pura tidak peduli. Cowok itu melakukan apa yang dia katakan. Buku itu dia kembalikan lagi ke rak buku. Setelah cowok itu pergi dari rak itu dan berjalan ke kasir dengan buku yang ia pegang ditangannya. Juliet menyelinap ke rak itu diam-diam lalu mengambil buku itu. Dari kejauhan cowok itu memperhatikannya sambil tersenyum.
Dytha dan Lea, juga Juliet telah menemukan apa yang mereka cari. Juliet mendapatkan buku itu, Lea mendapatkan novelnya, Dytha mendapat majalah terbaru K-pop. Mereka  memutuskan untuk pulang. Dytha dan Lea terus saja menanyai Juliet beribu pertanyaan yang berkaitan dengan insiden ditoko buku tadi. Hal itu membuat aku harus kembali menahan emosinya yang tadi sudah terpecahkan oleh cowok itu. Susah juga kalau punya sahabat kepo.
                                                            ***
Pintu terbuka. Udara sejuk karena pendingin ruangan yang baru saja dihidupkan mama membuat Juliet sedikit lega. Seengaknya pendingin ini gak hanya menyejukan raganya yang sudah dibanjiri keringat, tapi juga jiwanya yang sudah membludak emosi.
Juliet melempar tasnya ke sembarang tempat lalu menyandarkan punggungnya kesofa berbentuk bunga matahari ditengah kamar cewek itu. Ia memejamkan matanya yang sudah lelah. Sudah cukup hari ini ia menderita kelelahan dibuat cowok di toko buku tadi. Otaknya tiba-tiba masih berputar mengingat kejadian memalukan ditoko buku itu.
Dia kembali mengerang kesal. Sungguh keteraluan sekali cowok yang tidak tahu sopan santun itu.
Ahh, sudah. Dia memaksa otaknya untuk tidak mengingat peristiwa tadi. Sekarang yang benar-benar dia butuhkan adalah waktu untuk berhibernasi. Baiklah tanpa membuang-buang waktu Ia langsung beranjak dari sofa itu ke ranjangku yang super empuk. Tangannya meraih bantal Hello Kitty kesayangannya dan merebahkan kepala diatas sana. Perlahan matanya pun terpejam.


Sayup-sayup suara ponsel membangunkannya. Juliet mendadak kaget ketika menemukan ponselnya dan melihat jam dibagian atasnya. Jam sudah menunjukan pukul 7 malem. Astaga! Dia tidur 4 jam
Juliet membaca sms yang masuk dikotak masukku.
Aku mau pergi sama temen-temen kerumah Vella hari ini. Dia ngadain BBQan. Boleh kan aku pergi?
Apalagi ini? Barusan juga dia bangun dari tidur yang menenangkan. Sekarang dia sudah mulai dibuat kesal lagi. Juliet menimbang, sedikit bingung menjawab pertnyaan dari sms Miko tadi. Alhasil dia merelakan keegoisannya dan membiarkan Miko bersama Vella. Gak mungkin kan dia menganggu hubungan Miko dan sahabat-sahabatnya, bahkan dia saja tidak pernah melarang Juliet pergi bersama Dytha dan Lea. Juliet tidak tahu pada akhirnya keputusannya ini membuat sebuah penyesalan.
  Ya udah gak apa-apa. Have fun ya disana.
Tak lama kemudian hp-nya bergetar lagi, menandakan dia sudah membalas pesan Juliet.
Thanks ya. Oh iya, sayang, kemungkinan aku pulang agak maleman. Gak apa-apa kan?
Sebenarnya hati meronta tapi apa boleh buat. Dengan keyakinan dan kepercayaan Juliet kembali membalas smsnya
Iya gak apa-apa. Yang penting masih bisa sms-an.Paket BBM aku lagi habis.
Kali ini balasan sms datang lebih cepat.
Ya pastilah. Masa aku lupa sama pacar sendiri sampai gak balas sms kamu. Love u.
Dua kata terakhir itu sangat sering dia ucapkan belakangan hari ini. Kata yang membuat Juliet sedikit senang dan takut. Juliet takut semakin sering kata itu diucapkan, makna kata itu akan menghilang. Juliet hanya bisa menghela napas panjang.
Eh, aku mandi dulu ya sayang. Ntar kalau udah aku sms lagi.
Juliet berharap mandi dapat menyegarkan kembali pikirannya.

Sedikit tenang. Itu yang ia rasakan sehabis mandi. Juliet kembali fokus pada hp-nya. Membalas satu persatu sms yang masuk dari Miko.
Tak terasa waktu semakin malam. Dan sekarang sudah pukul 11 malam. Matanya memerah dan sedikit gatal. Ia menguap lebar menahan rasa kantuk yang sudah menyerang hebat.
Gak tidur? Bukannya biasa jam segini kamu udah tidur?
Begitulah sms yang baru saja sampai. Kali ini balasan darinya memang agak lebih lama.
Belum ngantuk kok. Kamu gak pulang?
Juliet kembali menunggu pesan darinya. Untuk menahan rasa kantuknya ia putuskan membaca novel yang ia baru dipinjam. Sudah 2 jam menunggu, namun tak ada balasan. Mata mulai lelah. Juliet sudah tak kuasa menahan kantuknya. Matanya mulai terpejam dan dia tertidur.

                                               
Inilah yang dilakukan anak jaman sekarang. Bangun pagi buka Hp dulu lalu tidur lagi. Sangat bertolakan dengan lagu anak zaman dahulu. “Bangun pagi ku terus mandi tidak lupa menggosok gigi....
Miko:
Pagi sayang.. aduh ngantuk nih semalem begadang nginep dirumah Vella. Yang laen payah udah pada tidur.
Matanya membelakak kaget membaca sms yang baru masuk itu. Sebisa mungkin Juliet menunjukan kecemburannya. Sayangnya dia tahu itu percuma. Miko bukan termasuk cowok yang peka. Ia kembali mengetik.
Salah sendiri. Udah kemarin sms terakhir gak dibales.
Kali ini hp kembali berbunyi
Miko:
Sorry kemrin keasyikan maen jadi sampai lupa bales sms kamu. Kemarin seru banget maen monopoli sama vella sampai gak tidur, padahal yang laen udah pada tidur. Cuma aku sama dia yang bergadang maen itu.
Ya ampun ini cowok! Dada Juliet terasa semakin sesak. Bisa gak sih itu orang berhenti membahas nama cewek itu? Vella, Vella dan Vella. Udah kayak gak ada nama laen aja. Dia sadar gak sih kalau sekarang dia lagi ngomongin cewek laen didepan pacarnya.
Juliet tidak mau membalas pesan terakhir Miko. Lebih baik dia segera mandi sebelum terlambat kesekolah.
                                                            ***
Juliet memasuki kelas dengan muka selecek baju yang tidak digosok bertahun-tahun. Jengkel, kesal, marah semua bercampur aduk. Dan semua ini gara-gara sms yang terakhir tadi pagi.
Baru saja 5 menit duduk santai dibangku sambil menadahkan kepalanya ditangan, Bu Rini sudah berjalan ke arah kelas. Tidak seperti biasanya, semua anak-anak langsung duduk rapi ditempatnya dan pada diam.
“Woii ada anak baru!” teriak Kevin, salah seorang anak-anak kategori spesies langka dikelas  ini. Siapa coba murid selain Kevin yang berani mandi disekolah saat gurunya sedang ijin ke kamar mandi? Padahal saat itu dia tidak bawa handuk atau apapun. Begitu masuk kelas dan ditanya oleh guru itu, dia menjawab dengan santai dan jujur “Saya kepanasan,bu.” Penampilannya saat itu persis seperti orang mandi, basah semua. Untung saja saat itu kebetulan lagi mati lampu jadi alasan Kevin masih bisa diterima akal sehat. Pokoknya kelas tanpa aksi-aksi gokil yang selalu dibuat sama anak ini, suasananya jadi sepi kayak kuburan.
Kevin pun langsung kembali ketempat duduknya ketika sadar Bu Rini sudah ada didepan pintu melihat aksinya barusan.
Semua terdiam menatap kearah anak cowok yang sedang berdiri didepan kelas itu. Sosok itu bagaikan magnet besar yang menarik semua pusat perhatian dikelas. Tubuhnya tinggi menjulang, dan wajahnya yang oval memancarkan senyuman pesona, gaya orientalnya yang persis kayak artis Korea  membuat sorotan kekaguman diantara anak-anak cewek, kecuali Juliet tentunya.
Ibu Rini mempersilahkan anak itu untuk memerkenalkan dirinya.
“Nama saya Alexander Romeo. Tapi cukup panggil saja saya Romeo,” ucapnya.
“Gilaa! Udah orangnya ganteng, keren pula namanya!” kata Cindy pelan.
“Baru kali ini gue lihat Kim Hyung Joong di Indonesia.” Terdengar lagi suara pelan teman sebangkunya Cindy, Vanya. Cewek ini termasuk daftar anggota fans fanatiknya Kim Hyung Joong.
“Baik Romeo, Silahkan pilih tempat duduk kamu.”
Romeo mengangguk hormat, lalu mulai mencari tempat duduk yang menurutnya strategis. Ini ada apaan sih! Gilaa rempong banget kali milih tempat duduk doang. desah Juliet pelan.  Cewek-cewek lain mulai sibuk mencari perhatian. Mencoba menarik perhatian cowok itu agar duduk disebelah mereka. Ia sedikit heran sama tingkah temen-teman ceweknya yang lain, bahkan Dytha juga.
Juliet kembali menadahkan kepala ditangannya. Ngantuk. Itu yang saat ini ia rasa. Dia sama sekali tidak peduli, bahkan ia saja tidak mendengar namanya dengan jelas. Ngelihat mukanya juga cuma sekillas.
Cowok itu menghampiri meja Juliet. Gadis itu langsung terbangun dari posisi santainya dan spontan duduk dengan posisi yang tegak.
“Hai,” sapa cowok itu dengan suara yang terdengar seperti bentakan pelan. Juliet menoleh. Sekarang Juliet dapat melihat wajahnya dengan jelas. Tunggu dulu!! Wajah itu, sepertinya gak asing. Dia yakin, dia pernah ketemu orang ini, tapi dimana ya?”
“Boleh duduk disini, kan?” lanjut cowok itu lagi sambil menggerak-gerakan tangannya kedepan wajah Juliet.
“Ehh.” Lagi-lagi Juliet kaget dibuatnya. Secepat mungkin Juliet langsung menghilangkan rasa kaget. “Tapi..” Belum sempat Juliet melanjutkan perkataanku, cowok itu telah duduk manis disebelahnya seakan menebar semua pesona yang ia miliki. Juliet benar-benar muak. “Disini ada orang, cuma sekarang orangnya lagi sakit. Mungkin besok udah bisa masuk.”
“Ohh ya? Tapi sekarang kan dia belum masuk. Jadi tempat ini kosong. Pernah dengar gak kata-kata yang bilang “siapa cepat dia dapat?” Ya kalau dia masuk suruh aja dia pindah tempat lain,” jawab Romeo enteng.
Juliet tercengang. Alisnya berkerut-kerut bingung. Ini cowok udah gak waras ya? Gimana bisa dia maen asal ngerebut tempat duduk orang? Emangnya kursi sekolah kayak kursi bis kali. “siapa cepat dia dapat!”
“Juliet.”
Suara Ibu Rini yang dari tadi melihat mereka pun terdengar.
“Iya bu?” Jawab Juliet setengah-setengah.
“Kenapa kamu tidak membiarkan Romeo duduk disebelah kamu? Kamu harus berperilaku baik sama anak baru. Kamu tidak boleh begitu!”
“Tapii bu.. Bukannya gitu, ini kan tempatnya Ferlin. Nanti kalau dia masuk gimana, bu? Suruh aja dia yang cari tempat duduk lain. Kan kursi kosong masih banyak,bu.”
Lagi-lagi bu Rini mengeluarkan suara cemprengnya “Ya sudah, nanti kalau Ferlin masuk, ibu suruh dia duduk dibelakang Adi. Untuk sementara ini, Romeo duduk disebelah kamu! Soalnya ibu yakin kamu bisa mengajari Romeo sampai dia bisa beradaptasi dengan kelas ini.”
Juliet hanya menepuk dahi dan mengangguk pasrah. Ia terima nasibnya sebagai anak yang mendapat predikat baik dimata guru. Yang benar saja? Bu Rini nyruh aku buat mengajari dia? Bodo amatlah. Ngeliat gayanya yang songong itu aja bikin aku males.
“Bu, kenapa gak Romeonya duduk disebelah Cindy aja?”
“Tidak bisa,sudah! Sudah! Sekarang kita lanjut ke pelajaran,” tolak bu Rini.
Juliet kira Romeo tidak akan mengusik ketentramannya karena dia anak baru. Ternyata salah. Baru kali ini Juliet ketemu cowok yang bawelnya minta ampun kayak dia. Dari tadi minta kenalan, nagajakin ngobrol. Pokoknya sok kecakepan banget deh. Tapi emang cakep sih, jadi wajar.
 Juliet tidak begitu memperdulikannya, hanya ia jawab pertanyaannya yang gak jelas itu dengan singkat.Bukannya Juliet malas mau contact sama cowok yang satu ini, tapi ini pelajaran Bu Rini. Kalau ketahuan ngbrol dipelajarannya, Bu Rini akan memamanggil anak itu dan menanyai pertanyaan-pertanyaan abis-abisan ke tersangkanya. Kayak gini nih!
“Gilaa.. Beruntung banget gue duduk dibelakang dia. Seengaknya masih bisa ngeliat dia dari belakang.” Kata Reva pelan, namun terdengar sampai ketelinga Juliet.
“Sumpahh! Ganteng banget.” Sekarang, Nella. Manusia yang duduk disebelah Reva. Kali ini suara Nella yang lebih cempreng dari Bu Rini itu terdengar cukup keras.
“ Kalian berdua ini ribut aja kerjaannya!” Bu Rini yang mendengar suara Nella langsung saja angkat suara. Kalau sudah begini pasti cewek itu tidak akan selamat dari ocehan dan omelan bu Rini. Nella menutup mulutnya seketika sedikit salah tingkah. Kali ini Bu Rini menatapnya tajam. Setajam silet.
“Nella, kamu ini ya dari kemarin. Ibu perhatikan kamu ribut terus. Kamu punya telinga berapa?”
Nella menjawab dengan cepat sambil memegang telinganya “Dua,bu!”
“Mulut kamu ada berapa?” Bu Rini kembali bertanya kepada Nella.
“Satu bu,” jawab Nella lagi.
“Nah, bagus. Jadi itu berarti kamu?”
Dengan cepat, tegas, dan tanpa keraguan Nella langsung saja menyambar pertanyaan Bu Rini “ Normal bu.”
Tawa seisi kelaspun meledak, termasuk Juliet. Apalagi setelah ia melihat ekspresi Bu Rini dan Nella yang sama-sama kebingungan. Bu Rini mengernyitkan dahinya, sementara Nella menggaruk-garuk kepalanya.
                                                    ***
Sudah ia duga, pasti sehabis istirahat Juliet bakalan di kerumunin dan ditanya-tanya sama kumpulan anak-anak cewek.
Semuanya pada berkomentar yang hampir rata-rata sama. Dan pusat komentar mereka siapa lagi kalau bukan Romeo.
“Beruntung banget ya, Jul, lo bisa duduk disebelahnya.”
“ Romeo itu ganteng banget ya, Jul. Lo liat gak gayanya itu lohh kayak Kim hyung Jong.”
“Romeo itu cowok yang bener-bener cowok ya. Coba dia duduk disamping gue. Lagian kenapa lo sih gak nyruh bu Rini dudukin Romeo di samping gue.”
Dan itulah beberapa example cerocosan kata yang keluar dari mulut anak cewek yang kira-kira jumlahnya 15 orang. Bayangkan saja! Bisa gila dia lama-lama.Untung saja Juliet dapat ide cemerlang untuk bisa dengan cepat melarikan diri dari mereka dengan alasan mau bertemu Miko. Sebenarnya emang iya sih. Dia mau minta penjelasan Miko tentang SMS-nya tadi pagi.
“ Ihhh lo orang ini rempong semua. Kalau mau duduk aja semuanya dibangku gue. Biar puas bisa deket sama Romeo yang gak jelas itu! Udahh ah gue mau ketempat Miko dulu!”
“Dasar Juliet Munafik. Padahal dia seneng bisa duduk didekat cowok itu. Lagaknya aja sok jelek-jelekin cowok itu. Kata Nella meledek Juliet. Kalau udah mulai begini, Juliet mulai kesal. Mulut Nella emang suka asal jepret kata kayak ketapel. Dia kalau ngomong gak dipikir dulu.
“Ihh Gila lo ya. Siapa coba yang Munak?”
            “Terus kalau gak Munak apa? Oh iya gue tahu, pasti mata lo itu udah min 10 kalau gak picek secara dia sama Miko kan beda jauh. Miko itu kan cuma cowok playboy yang tampangnya pas-pas’an.” Nella mulai mengeluarkan sindiran-sindirannya.
            “Hah? Apaan si Nel? Kok bawa-bawa Miko?” Juliet berusaha menahan emosinya yang sudah mau mendidih. Segera ia membalikkan badannya untuk pergi.
            “Suka-suka gue dong. Dasar cewek picek yang bego!”
            Apa dia mengataiku cewek Picek yang bego?Benar-benar dia itu. Juliet langsung berhenti. Padahal tadi langkah kaki sudah didepan pintu. Dan sekarang Juliet kembali marah-marah menengok kearah belakang tempatnya duduk sambil berjalan keluar.
            “Lo ini gila si Nel. Gue itu bukan cewek pi..”
            AAAA
            Teriaknya kesakitan. Dia menabrak seseorang yang mau masuk pintu. Kepalanya menabrak tubuh yang keras itu. Romeo. Cowok itu lagi!
            “Eh lo gak apa-apa kan?” tanyanya pada Juliet.
            “Aduhh. Lo ini kalau jalan bisa gak sih liat-liat sedikit. Udah tau ada orang didepan pintu maen asal nabrak aja,” cerocos Juliet.
            “Ya lo. Masa ngobrol marah-marah didepan pitu. Salah siapa coba? Gue kan buru-buru tadi mau ngambil raport gue sama ijazah buat dikasih ke kepala sekolah.” terangnya. Juliet tidak memperdulikannya dan hanya berjalan.
            Eh, wait-wait!
            Juliet menghentikan langkahnya lagi. Kayaknya dia ingat deh siapa cowok itu. Benar kan. Habis ketbrak otaknya bisa mengingat kembali. Dia...
            Astaga!
            Juliet hampir memikik histeris
            Dia itu kan orang yang pernah Juliet temui ditoko buku waktu itu. Orang yang udah bikin Juliet malu-semalu malunya.
            Mendadak otaknya menjadi panas. Kenapa dia harus ketemu sama orang itu lagi? Sekali ketemu dia saja sudah membuatnya gila dan tertekan rasa malu dan sebel teramat hebat waktu itu. Apa jadinya hari-hari dia yang harus ketemu sama cowok itu dalam 6 hari dsekolah ini dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore?
                                                                     ***
            Setelah istirahat pelajaran ekonomi pun berlangsung. Bu Endang memasuki kelas dengan buku peganganya yang berwarna hijau. Kalau Ibu itu sudah membawa buku hijau itu, berarti bakalan diadakan kuis mendadak.
            Bu Endang mengeluarkan spidol bertinta hitam dan menulis satu pertanyaan di papan tulis putih itu. Hanya satu soal yang ia tulis. Ini berarti soal itu benar-benar tidak mudah dikerjakan.
            Juliet yakin, baru beberapa hari yang lalu ia melihat bentuk soal yang hampir mirip berikut jawabannya di buku yang baru ia temukan di toko buku waktu itu. Juliet mempercepat jari-jarinya dan mengeluarkan buku itu. Kali ini buku itu sangat berguna untuk menambah point.
            Beginilah kalau seorang Juliet sudah berhadapan dengan soal, tidak akan berhenti dan tidak akan peduli terhadap sekitarnya sebelum soal dihadapannya selesai. Mau ada angin topan, angin puting beluin angin bahorok dan angin-angin lainnya tidak akan memberhentikan Juliet kalau dia lagi asyik mengerjakan satu soal. Dengan catatan moodnya dalam kondisi baik-baik saja seperti sekarang. Miko sudah minta maaf kepadanya tadi.
            KETEMU!!
            Jerit Juliet dalam hati karena sadar kalau ini didalam pelajaran. Buru-buru dia memandang ke papan tulis ingin mencoba mengerjakan. Betapa kagetnya dia ketika melihat sudah berdiri satu sosok cowok yang sedang mengerjakan soal itu dan HAMPIR SELESAI. Berulang kali dia mengusap-ngusap matanya, sesosok manusia yang tadi ada di sampingnya sekarang sudah berada didepan menyelesaikan soal itu dengan benar dan dengan cara singkat yang tidak terlalu berbelit-belit kayak yang ada dibuku, tapi mudah dimengerti. Dia pun sukses menuai pujian dari Bu Endang dan deretan pujian kekaguman lainnya yang dilontarkan melalui bisikan-bisikan yang cukup keras. Juliet masih terperanjat kaget menatap jawaban yang tertera dipapan tulis. Biasanya yang mampu mengerjakan soal kuis mendadak selalu Juliet. Tapi kali ini.... Sial kalah cepat.
            Berulang kali Juliet masih mengusap-ngusap matanya, sesosok manusia yang tadi ada di sampingnya sekarang sudah hendak kembali ketempat duduk. Juliet masih menatapnya heran saat cowok itu sudah kembali. Ingat ya tatapan heran, bukan tatapan kagum. Sama sekali gak ada niat Juliet untuk kagum sama cowok ini. Dia sudah merebut point kuis yang harusnya sekarang Juliet dapatkan.
            “Dasar curang kalau seandainya gue tahu kalu ada cara secepat itu, pasti gue yang udah maju duluan.” Juliet mendumel dengan suara sekecil-kecilnya agar cowok yang disebelahnya tidak mendengarnya. Ternyata diluar perkiraan Juliet, tidak hanya otaknya yang tajam, pendengarannya juga. Dia tersenyum sambil menatap Juliet.  Juliet gelagapan dan mengatupkan bibirnya.
            “Lagian lo kurang cepat sih! Padahal ada  cara singkatnya dibuku itu. Di halaman seratus dua puluh sembilan bagian cara-cara smart mengerjakan soal,” kata cowok itu kemudian sambil menunjuk kearah buku kuning yang ada didepan Juliet. Hal ini membuat Juliet bertambah yakin kalau dia benar-benar cowok menyebalkan yang ada ditoko buku itu. Dan buktinya sekarang dia masih sama menyebalkannya. Juliet yakin dia pasti cowok itu. Untuk membuktikan keyakinannya, Juliet pun bertanya terang-terangan kepada cowok itu.
            “Lo kok bisa tahu isi buku ini?”
            “Ya tahu lahh. Kan buku itu dijual di toko buku dimana aja.”
            “ Ishh bukan itu pointnya.” Juliet mendengus kesal, gagal membuat cowok itu mengaku kalau dia tersangka tertuduh.
            “Maksudnya apa sih? Iya lah gue tahu. Gue juga punya buku yang sama kali dirumah.” Cowok itu terlihat menahan tawa mencoba menyembunyikan sesuatu.
            Juliet menganga lebar, kalau cowok itu adalah orang yang sama yang ditoko buku kemarin dari mana dia bisa dapat bukunya? Apa mungkin dia beli ditempat lain? Atau kepenerbitnya langsung seperti katanya tempo hari. Hebat banget dia kalau sampai ke penerbitnya langsung.
            “Gue udah ngincer buku ini dari awal sebenarnya. Terus begitu gue mau beli, eh ada cewek galak yang marah-marah ke gue. Dia bilang gue ngerebut buku itu darinya. Padahal kan siapa cepat dia yang dapat.” Cowok itu tetap menahan tawanya sambil memperhaikan ekspresi Juliet yang saat ini benar-benar tidak bisa dijelaskan lagi. Marah, kesal, jengkel, kaget, sebal. Semuanya berkumpul jadi satu bahkan sudah mengubun-ubun diotak. Akhirnya cowok itu secara gak langsung mengakui kalau dia manusia yang menyebalkan ditoko buku itu.
Seakan bisa membaca pikirannya dengan indera keenam atau indra ketujuhnya. Dia berkata “ Iyaa lo bener kok. Gue orang yang lo temuin di toko buku itu.” Balasnya tanpa ekspresi yang jelas.
Ya Tuhan!
Juliet kembali menepuk dahinya dan dia keceplosan teriak. Cepat-cepat Juliet tutup mulutnya seketika memperhatikan Bu Endang yang dari tadi menatapnya. Sambil berdeham keras perempuan itu melepaskan kacamata yang membingkai mata besarnya lalu menatap tajam ke arah Juliet.
“Juliet, Ibu sering kali bilang kalau ibu sedang ngejelasin jangan ribut. Jangan mentang-mentang kamu pinter terus kamu mau ribut seenaknya aja.”
“Ii..yaa,bu. Maaf,” jawabnya sambil sedikit menunduk. Jujur saja kemarahan Bu Endang membuat Juliet sedikit takut. Apalagi bu Endang kalau sudah membenci satu anak saja, nilai afektif diraport anak itu pasti gak jauh-jauh dari huruf “D”. Kalau saja saat ini Juliet diberikan Jin baik hati yang mau mengabulkan 3 permintannya. Permintaan yang pertama ia ingin cowok itu lenyap dari hadapannya, permintaan kedua ia ingin cowok itu segera pergi dari kelas ini, permintaan ketiga tentu saja ia tidak mau bertemu cowok ini lagi.
Juliet hanya bisa menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Kalau saja ini bukan di kelasnya Juliet sangat ingin untuk meremas, memaki berteriak marah pada sosok spesies yang saat ini duduk di sampingnya tanpa persetujuan apapun dari dirinya. ‘Keep calm,Jul.’ batinya. Dia mencoba untuk tenang, mengelus dadanya. Meskipun saat ini puncak kemarahan Juliet sudah setinggi menara Eiffel.
“Jul, itu bacaannya apa sih? Gue gak kelihatan nih. Pinjem catetan lo sih.” Lagi-lagi makhluk spesies di sampingnya berbicara lagi. Berani sumpah deh. Rasanya suaranya itu saja sudah cukup membuat telinga Juliet tercemar polusi suara.
“Apaan sih? Ya kalau gak kelihatan pindah kedepan. Gue belum selesai.”
“Ya elah. Ya udah gue pinjem catetan lu nanti tunggu lu udah selesai,” ucapnya enteng
“Emang siapa juga yang mau minjemin lo?”
“Yaelah pelit amat sih.”
“Bodo amat.”
“Pelit. Juliet Dannilea Pelit. Harusnya itu nama panjang yang cocok buat lo.” Cowok itu tertawa kecil membuat Juliet melirik tingkah konyolnya itu sebentar.
“Sin....” Belum sempat Juliet menyelesaikan perkataannya, dia tersentak kaget dan menutup mulut rapat-rapat saat melihat sosok Bu Endang yang bak jelangkung yang kedatangannya tidak di undang. Tamat sudah riwayatku.
“Juliet, Romeo. Kalian ini Ibu perhatikan ribut terus dari tadi. Kalau kalian ribut lagi. Ibu akan kasih E nilai Afektif  kalian.” Matanya yang besar berbingkai kacamata hitam itu menatap mereka. Tatapan Bu Endang seakan begitu tajam, menusukkan seribu jarum ke mata Juliet. Ia mengangkat tangan besarnya yang memegang sebuah penggaris panjang kemudian menunjuk kearah kursi kosong didepan. Atas nama semua hantu dan sejenisnya, ibu ini sama persis seperti sosok malaikat kematian yang sedang menunjukan pintu neraka dengan tangannya yang memegang tongkat besi.
Juliet tersentak diam. Ini sudah menyangkut nilai raport. Hal yang baginya antara hidup dan mati. Dia perhatikan cowok disampingnya terlihat biasa-biasa saja mendengar ucapan Bu Endang tadi. Dia malah masih sibuk melihat sebuah buku didepannya lalu mencatatnya teliti.
“Iya, bu. Saya tadi hanya meminjam catatan Juliet saja kok, Bu,” kata Romeo. Mendengar Romeo menyebut namanya. Juliet melayangkan tatapan mata kearah cowok itu.
 Eh tunggu dulu sepertinya dia mengenali buku yang berada didepan Romeo itu. Ya ampun itu kan bukunya. Dengan terpaksa Juliet merelakan bukunya dipegang makhluk spesies aneh macam dia. Mau tak mau Juliet harus menunggunya selesai mencatat baru bisa mencatat lagi. Untung saja tadi dia hampir selesai mencatat.
























Bab 7
            Hari ini Juliet lagi bete. Soalnya kemarin sudah dibikin kesal plus malu sama cowok yang tampangnya cakep sih, tapi nyebelin abis. Sampai sekarang pun Juliet masih kesal. Hari ini untuk pertama kalinya dia, Juliet Danniela, Siswi teladan disekolah dimarahi tiga guru sekaligus gara-gara cowok itu. Dasar cowok aneh! Apa coba kata yang tepat selain aneh buat tuh cowok? Super aneh? Atau amat sangat aneh?
            “Lo itu kenapa sih? Mukanya lecek terus begitu? Marah-marah terus kerjaannya semenjak duduk disebelah Romeo? Padahal ya, gue aja pengin duduk sama dia. Nah lo, malah antipati banget sama dia,” ucap Lea ketika sedang makan bakso di kantin bersama Juliet.
            Juliet tidak berkomentar apa-apa. Dia sudah  terlalu asyik dengan semangkuk baksonya. Begitulah kelakuan cewek ini kalau sudah ketemu dengan yang namanya makanan, apalagi kalau lagi lapar. Dia ini pegang satu prinsip “Perut senang, hatipun tenang”
            “Aduh, Jul. Romeo itu mungkin blasteran orang Korea ya? Mukanya aja sebelas dua belas sama Kimbum. Malah kalau kata gue masih cakepan Ro.. Lea masih saja membanggakan cowok itu. Sampai-sampai membandingkannya dengan artis kedemenan Juliet selain Taylor Swift. Juliet mana bisa menerimanya. Langsung saja cerocosan andalannya itu menyebabkan Lea menjadi korban mulutnya. Jangan menghina Kimbum kalau tidak mau berhadapan dengan Juliet, Fans fanatik Kimbum. 
            “What?are you crazy or stupid?” Dasar gila. Lo gak salah banding-bandingin Kimbum sama itu orang. Gue aja gak sudi Kimbum gue dibandingin sama dia...”
            “Slow ,Jul. Coba deh sekarang lo ngadep kebelakang.” Sebelum Juliet melanjutkan cerocosannya kembali Lea menemukan sesuatu yang bisa meembuatnya selamat.
            “Apaan sih lo, Lea? Lo gak usah nyoba buat cari bahan obrolan baru disaat gue lagi mau menjelaskan kesalahan lo yang bener-bener fatal!”  Juliet nampak tidak peduli dengan omongan Lea. Yang ada dipikirannya hanya menyadarkan Lea kalau dia bener-bener salah sudah menomorduakan Kimbum. Nampaknya Lea bakal kena ‘kutukan’ dari Juliet.
            “Serius, Jul. Coba lo nengok kebelakang.” Sesaat muka Lea mulai serius. Juliet membalikan tubuhnya kebelakang sesuai perkataan Lea. Matanya mendapati sosok makhluk yang membuat dia kaget setengah mati.
            “Gue tinggal dulu ya, Jul.” Lea pun pergi seakan tak mau menjadi nyamuk diantara mereka.
            “Miko, sejak kapan kamu ada disini?”
            “Cukup lama sih untuk ngeliat kamu marah-marah kayak tadi. Sumpah lucu banget.” Miko kemudian tertawa keras. Tawa yang dari tadi berada dalam tahanan akhirnya bisa terlepas keluar.
            “ Ih.. Apaan lah. Orang marah malah dibilang lucu..Hmm tumben kesini. Biasanya lebih milih maen monopoli sama temen kamu diatas?”  Juliet mengerutkan alisnya dan memandang aneh kepada cowok itu. Sebenarnya juga terdapat tatapan ‘cemburu’ dari Juliet yang gak pernah ditangkap oleh Miko, entah karena Juliet yang terlalu pandai menutupinya atau karena Miko yang berpura-pura tidak tahu. Siapa sih yang gak cemburu kalau setiap istirahat, Miko malah lebih milih buat maen sama Vella dan teman-temannya dari pada berduaan mojok sama dia? Jelas-jelas yang pacar Miko itu dia bukan Vella. Ia hanya bisa menghela napas panjang dan berpura-pura tidak peduli dengan cowoknya sendiri.
            “Mau ketemu kamu lah.”
            “Oh ternyata masih ingat juga ya kalau punya pacar,” kata Juliet sambil tertawa sumbang. Miko kemudian memegang tangan ceweknya.
            “Kamu marah ya?” tanyanya pelan. Kedua tangannya menyentuh pipi Juliet. Ia mengangkat wajah Juliet dan memaksa cewek itu untuk menatapnya secara langsung. Entahlah meskiupun Ia sudah berusaha mencoba menyakinkan Juliet dengan cara yang biasa ia lakukan, tapi kini Juliet tidak menangkap binar ketulusan dari matanya yang seakan ikut hilang seperti garis-garis cinta yang memudar.
            “Gak kok. Aku gak apa-apa,” kata Juliet bohong. Ini yang paling menyakitkan. Bohong kepada diri sendiri.
            “Ya udah deh. Jul, nonton yuk? Aku sama Vela mau nonton hari Minggu.”  Dia memandang Juliet lekat-lekat, tapi tak dapat menangkap maksud mata Juliet yang juga terpaku menatapnya dengan tatapan lelah.
            “Ohh. Gak deh. Ntar aku ganggu kalian berdua.” Begitu kata yang keluar dari mulutnya, namun maksud hati ini meminta Miko tidak pergi.
            “Apaan sih,Jul? Ya gak bakal lah,” katanya
            “Ya dah kalau mau pergi ya pergi aja.”  Begitu ucap Juliet lemas. Dia menghela nafas panjang menahan sesak di hati. Hatinya mencelus. Kenapa ya semua cowok didunia ini gak peka?
            “Kamu kenapa sayang? Lagi badmood, ya? Kok jawabnya kayak gitu?”
            Juliet menghela nafas kedua kalinya. Ini cowok bener-bener gak peka apa bego sih?
            “Gak apa-apa kok. Cuma sedikit bete aja.”
            “Oh. Ya udah geh gak usah bete-bete terus. Cepet tuwir ntar!” canda Miko yang bagi Juliet sama sekali gak lucu. Melihat Juliet hanya tersenyum kecut, Miko masih menatapnya seperti biasa, namun entah mengapa kali ini rasa tatapannya itu beda. Tidak ada kepingann-kepingan cinta didalamnya lagi. Juliet jelas tak melihat tatapannya yang dulu yang penuh cinta.
            Sesaat hening...
            Mereka sudah tidak bertemu tatap lagi setelah Miko melepaskan tatapannya dan menatap arloji hitam yang melingkar ditangan.
            “Kenapa? Ada pratikum lagi?” tanya Juliet menebak
            “Tau aja. Iya tapi ntar 10 menit lagi kok baru bel.” Begitu ucapnya, tapi semua tingkah dia saat menatap jam itu mengisyaratkan kalau dia benar-benar ingin pergi sekarang juga.
            “Ya udah masuk aja sekarang. Dari pada ntar telat.”
            “Ya udah deh sayang. Aku pratikum dulu,ya?”Cowok itu mengusap kepala Juliet pelan. Lalu ia pergi. Ia benar-benar pergi.
            “Apa, Jul?”
            Juliet berusaha menyusun kalimat dengan baik tanpa terbata-bata lagi.
            “Tadi Miko bilang dia mau nonton sama Vella. Terus dia minta ijin ke gue.”
            Kedua sahabat Juliet itu menggeleng kaget.
            Lea mendesis “Sinting itu cowok. Apa coba maksudnya?”
            “Terus lo kasih,Jul?” tanya Dytha antusias.
            Aku mengangguk pelan. “Lagian kan tadinya Miko ngajak gue. Guenya aja yang gak mau. Gue takut ngeganggu.”
            Kali ini Dytha berteriak “APA?” Teriakannya itu sempet membuat penghuni kelas menengok ke arah mereka bertiga. Juliet secepat kilat menyambar mulut Dytha dengan tangannya.
            “Elo itu gila atau bodoh sih? Harusnya lo gak perlu takut ganggu. Lo kan pacarnya. Nah sementara Vella siapa? Cuma sahabatnya woi,” kata Dytha yang berusaha mengatur volume suaranya menjadi lebih kecil.
            “Nah justru itu. Gue takut Miko nganggep gue ganggu persahabatan dia sama Vella. Lagian dia aja have fun aja ngeliat gue jalan sama lo orang.”
            Kali ini Lea yang memarahiku. Mungkin karena dari tadi ia sudah menahan amarahnya yang sudah mencapai ubun-ubun.
            “Sumpah lo ini kayaknya perlu kursus cinta deh. Jangan Inggris aja yang lo kursusin. Soal cinta lo parah banget begonya. Bahkan kayaknya lo sama adek gue yang masih SMP aja pinteran adek gue deh. Kalau sekali dua kali sih boleh lo ngasih waktu buat Miko sama Vella. Tapi kalau setiap hari itu sama aja mau nyerahin pacar lo ke tangan Vella tau gak?”
            Juliet mencerna baik-baik perkataan Lea sambil berjalan menuju ketempat duduk karena ibu Eva sudah ada didepan pintu kelas.
                                                            ***
            Sampai selesai Bu Eva memberikan soal matematika Juliet masih belum bisa berkonsentrasi dengan pelajaran. Dari tadi dia hanya sibuk memperhatikan sekumpulan soal yang sempat ia catet, namun belum ada satu pun dari ketigapuluh soal dipapan tulis yang dia kerjakan. Juliet hanya menatap soal-soal itu seakan mengharapkan soal itu bisa terjawab sendiri sambil mengoret-ngoret sesuatu dikertas buraman.
            “Jul, nomor 12 lo ketemu gak?”
            Juliet tiba-tiba tersentak dengan suara yang menghamburkan semua lamunannya. Suara yang amat ia kenal, tapi paling gak suka ia dengar.
            “Apa sih lo? Berisik amat jadi orang,” kata Juliet seketus-ketusnya. Biar makhluk disampingnya itu bisa diam.
            “Nomor dua bel.. Romeo terdiam saat melihat buku Juliet yang hanya berisi soal-soal tanpa ada jawaban sama sekali..
            “Lo kenapa, Jul?” tanya Romeo pelan.
            “Bukan urusan lo. Lagian lo ini udah nyebelin. Kepo amat sih jadi orang.”
            “Yee. Ditanya baik-baik malah ngebentak-bentak. Jadi cewek sensi amat sih lo? Jangan-jangan tiap jam lo PMS lagi,”  kata Romeo kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya.
            Juliet hanya memelototi makhluk didepannya. Ya Tuhan kuatkan aku untuk menghadapi makhluk stress semacam dia. Buatlah dia ngerti kalau hari ini yang namanya Juliet Dannilea tidak ingin diganggu.
            Dua jam berlalu dan Juliet belum mengerjakan apa-apa. Untung saja ke 30 soal itu dijadikan pekerjaan rumah oleh Bu Eva. Jadi Dia bisa mengerjakannya nanti malam mungkin atau nanti sore. Yang jelas sekarang pikirannya sedang kacau balau.
            Sadar dari tadi diperhatikan Juliet menangkap basah mata Romeo dan memelototinya.
            “Lo kenapa sih,Rom? Ngefans sama gue? Udah bel malah masih disini. Kekantin kek apa kek. Risih gue deket-deket lo.”
            “Oh ternyata lo denger bel juga. Gue kira dari tadi lo kesambet. Gue kan Cuma mastiin lo gak kesambet.”
            Juliet mendengus kesal. “Kalau gue kesambet gue gak akan nyia-nyiain waktu gue buat nyekik leher lo.”
            “Gila sumpah ternyata selain galak lo psycopat juga ya.” Romeo tertawa cukup keras. Sampai-sampai benar-benar membuat Juliet ingin menjadi psycopath dan segera membunuhnya. “Cepetan lo pergi dari sini kalau gak gue bunuh lo sekarang juga.”
            “Yakin ngusir gue? Gue pastiin lo bakalan nyesel mau ngusir gue. Tadinya gue berniat baik mau minjemin jawaban soal tadi ke lo karena gue udah selesai, tapi ya berhubung kayaknya lo gak butuh secara lo udah pinter dan lo juga ngusir gue. Gue pututsin buat ngebatalin niat baik gue.”  Romeo yang kesal membalikan badannya dan melangkah pergi meninggalkan Juliet.
            Selama beberapa detik Juliet tertegun ditempat.”Kenapa Romeo baik sama dia ya? Apa ada udang dibalik batu? Tapi tadi sepertinya dia benar-benar berniat meminjamkan catatannya buktinya saja saat ngomong dengan Juliet tadi dia membawa catatannya. Sebenarnya Juliet butuh sih catatan itu secara mood nya kan lagi labil dan susah diajak kompromi. Mungkin aja seharian ini dia gak bakalan niat ngerjain soal-soal itu. Padahal soal itu mesti dikumpul besok pagi. Apa dia ambil aja ya tawarannya Romeo?
            Merasa tak mau menolak kesempatan berlian, Juliet cepat-cepat mengejar Romeo. Tanpa ba bi bu aku segera mengambil catatan Romeo.
            “Kalau niat baik ke orang jangan setengah-setengah,” katanya setelah mendapatkan buku itu berada ditangan.
            “Habisnya yang mau di baikin juga kayaknya gak mau nerima niat baik gue.”
            “Eh, lo jangan netting ke gue melulu geh. Coba kalau lo jadi gue. Tiba-tiba gue baik banget sama lo. Lo pasti mikir dua kali kan?”
            “Gue gak kayak lo.”
            “Ya ya ya.. Gue ngaku salah deh. Gue ngalah. Lagian sebagai oang waras kita harus ngalah kan sama yang lebih gila?”
            “Nah kan sekarang lo bilangin gue gila. Oh ya udah. Gue benar-bener gak akan sudi lagi minjemin catetan gue.” Romeo pun membalikan badannya. Juliet seribu persen yakin dia mau pergi.
            Sumpah cowok ini benar-benar membuatnya naek darah. Sebenarnya niat gak sih minjemin catetan? “Dasar nyebelin. Ya udah kalau gak mau pinjemin,” umpat Juliet meronta-ronta sebal. Tanpa dia duga Romeo berbalik arah dan menghampirinya.
            “Gue becanda lagi. Nih kalau mau minjem. Ambil ajaa. Lagian lo sih sensi amat orang cuma becanda juga.”
Juliet hanya bisa menunduk malu. Mungkin memang dia yang kelewatan sensi sama ini cowok. Padahal sebenarnya dia baik. “ Soal tadi .Sorry,” ucapnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatel.
            “Oh. Ya udah sih. Gue udah biasa kok dibentak-bentak sama lo.” Dia tertawa kecil sambil menyikut Juliet pelan.
            Juliet jadi ikutan tertawa kecil melihatnya.“Ya habisnya lo selalu bikin gue emosi tingkat dewa sih.”
            “Gitu kek dari tadi. Bengong melulu. Kesambet sadako baru tahu rasa lo.” Selesai mengucapkan kata itu Romeo dengan santai meninggalkannya. Dari hari itu, Romeo selalu memanggilnya dengan sebutan hantu-hantu lainnya.           
                                                                        ***
            Benarkan dugaannya. Mood Juliet belum bisa diajak kompromi. Rasanya Juliet malas ngapa-ngapain. Dari tadi dia hanya tiduran di kasur yang super empuk sambil nungguin bunyi BBM yang masuk. Nyatanya NIHIL. Miko sama sekali tidak menghubungi nya. BBM gak, SMS gak, telepon apalagi.Pikiran aku mulai melayang kearah-arah negatif. Katanya ini yang dinamakan galau. Sebagaian dari hati ngomong iya, sebagian lagi bilang gak.
             Juliet putuskan untuk mengerjakan PR yang tadi diberikan Bu Eva, lebih tepatnya lagi menyalin. Untung saja dia meminjam buku cowok sinting. Jadi besok pagi dia gak usah susah-susah datang pagi-pagi hanya buat nyalin jawaban. Lagian sialnya harus Juliet akui cowok itu amat pintar, jawabannya pasti hampir benar. Secara Romeo kelihatannya anaknya pintar.
            Sambil menulis Juliet masih berpikir. Juliet baru sadar kalau ternyata dibalik sosoknya yang nyebelin cowok sinting itu baik juga. Apa yang membuat Juliet sebel sama dia, ya? Kalau dipikir-pikir dia emang gak ada salah sama Juliet sih, kecuali satu. Insiden di toko buku.  Juliet juga bingung kenapa ngelihat dia aja udah bikin emosi aku kayak diaduk-aduk. Padahal menurutnya kayaknya dia ini gak pernah sampai segitunya deh sama orang. Apa mungkin gue yang terlalu sensi? tapi kalau dipikir-pikir dia itu emang suka nyebelin kok sama gue. Sama gue aja sih kayaknya. Kalau sama yang laen gak deh.
            Ohooo.. Kenapa malah mikirin si cowok sinting? Harusnya yang mesti lebih dipikirin saat ini kan Miko. Suara batin Juliet menyalahkan semua yang dari tadi sempat ia pikirkan. Sekejap semua pikirannya berubah. Semua pikirannya dipenuhi kata-kata itu
Kalau sekali dua kali sih boleh lo ngasih waktu buat Miko sama Vella. Tapi kalau setiap hari itu sama aja mau nyerahin pacar lo ke tangan Vella tau gak?
            Vella dan Miko...Nama-nama itu berterbangan didalam benak Juliet hingga membuat Juliet merasakan kegalauan semakin mendekati klimaks. Kegalauan yang benar-benar tak bisa dia hilangkan dengan tidurnya. Hingga larut malam. Juliet masih saja dibayang-bayangi ketakutan akan kehilangan sosok Miko.



















Bab 8
Juliet berjalan gontai ke kelas. Pagi itu ia sangat lesu seperti orang yang kekurangan makan selama 3 hari. Wajah putihnya terlihat pucat dan yang lebih terlihat lagi mata hitamnya Juliet yang sudah pasti disebabkan karena semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak. Celakanya, begitu terjaga satu-satunya orang yang ada dipikirannya saat itu hanya Miko.
            “Lo kenapa, Jul?” tanya Dytha dan Lea bersamaan ketika melihat Juliet yang dengan lemas berjalan ke kursinya.
            “Muka lo gitu amat. Kayak habis gak tidur sebulan.”  Dengan tangannya Dytha mengangkat dagu Juliet dan memperhatikan benar-benar wajah sahabatanya itu. Juliet lalu menepis tangan Dytha. Ia kemudian menggunakan kedua tangannya  untuk menompang kepalanya.
            “Miko kesini gak?” tanya Juliet pelan. Suaranya terdengar serak. Mungkin karena semalaman ia menangis.
            “Gak tuh. Emang lo kenapa lagi sama Miko? Udah gue bilang kan. Putusin Miko. Kalau gak lo harus jadi cewek tegas sedikit sama Miko biar dia gak ngedeketin cewek laen lagi selain lo.”
            Juliet hanya menghela nafas kecewa. Rupanya benar-benar tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Ia pikir dengan tidak mengirimkan pesan singkat ke  Miko, cowok itu akan nyamperin Juliet kekelas dan minta maaf karena semalaman gak ngasih kabar.
            Miko memang benar-benar sudah berubah. Juliet merasakan semua itu.. Kalau saja Miko tidak menghampiri dia sampai istirahat pertama selesai. Ia benar-benar yakin ia sudah kehilangan Miko detik itu juga....
            “Jul, lo udah ngerjain PR Bu eva? Gue berani taruhan lo pasti belum ngerjain ya? Mau minjem punya gue gak? Buruan salin mumpung masih ada waktu.” Cerocos Lea yang  sifat sok baiknya sekaligus sok tahunya kumat.
            Perkataan Lea tadi sontak membuyarkan lamunan Juliet. “Oh yang itu udah.” Mendadak Juliet jadi ingat sesuatu.
Astaga!
Ia membongkar semua tasnya. Untung saja ia menemukan buku bersampul biru yang bertuliskan nama “Alexander Romeo.” Ia tidak bisa membayangkan kalau seanndainya saja buku itu ketinggalan pasti ia sudah ditelan hidup-hidup sama sang pemilik buku.
            Lea mengernyitkan dahinya saat melihat Juliet yang sedang memegang erat sebuah buku sambil menghela nafas. “Lo ngapain Jul? Lo bawa buku PR lo kan?”
            “PR gue udah selesai kok. Gue udah minjem buku orang kemarin. Eh bukan, dia kok yang minjemin ke gue.”
            “Lo minjem siapa Jul?” tanya mereka berbarengan.
            Juliet tidak menjawab pertanyaan dari mereka. Ia hanya memberikan buku yang ada digenggamannya tadi. Mata Dytha dan Lea nyaris tidak berkedip saat membaca sang pemilik buku. Lea sempet mengucek-ngucek matanya berulang kali.
            “Jul, coba deh lo baca. Ini minus dimata gue yang nambah atau apa?” Lea memberikan buku biru itu kepada Juliet lagi dan menyuruh Juliet membaca nama pemilik buku. Sempat kesal Juliet menjawab “Apaan si Lea? Lo ini kayak gak bisa baca sendiri aja. Itu kan tulisannya Alexander Romeo.” Mendengar ucapan Juliet kedua sahabatnya itu hanya saling memandang bingung. Juliet refleks memegang mulutnya. Ia sendiri mendadak bingung juga. Tumben sekali Aku mengingat nama cowok menyebalkan itu. Apa mungkin ketika orang sedang galau ingatannya akan berkerja lebih baik?”
            “Apa manggil-manggil nama gue? Nama gue bagus ya makanya disebut-sebut terus?” Suara berat itu tak asing ditelinga Juliet.
            “ Ge-er amat sih lo jadi orang. Gue cuma mau balikin buku lo aja. Nih. Makasih.” Dengan malas Juliet melempar buku biru itu kemeja sampingnya.
            Cowok itu mengambil bukunya kembali sambil mengumpat kesal. “ Lo ini udah dipinjemin juga. Mulanginnya harus baik-baik dong maen asal lempar aja. Untung aja buku gue gak kenapa-kenapa. Coba kalau dia jatoh terus cedera. Lo bakalan gue tuntut.”
            “Apa sih? Lebay banget jadi cowok,” ucap Juliet dengan nada yang amat sangat malas. Ia benar-benar malas saaat ini untuk berdebat dengan cowok itu. Lagian Juliet gak salah kali ini. Romeo memang sedikit berlebihan dengan gurauannya yang sama sekali terdengar JAYUS.
            “Tunggu dulu deh. Lo habis ngapain, Jul? Gantiin perannnya sadako? Gila muke lu mirip banget,” kata Romeo sambil tertawa keras.
            Juliet memelototi Romeo. Cowok ini benar-benar menyebalkan bin saiko. Memangnya dia gak bisa lihat apa kalau Juliet sekarang benar-benar lagi galau? Masih aja digangguin.
            “Ih rese amat sih lo itu jadi orang. Dasar cowok.....”
            Juliet belum sempat menyelesaikan ucapannya . Dengan santai seperti tanpa dosa Romeo tersenyum lebar dan meninggalkannya. Romeo benar-benar paling bisa membuat Juliet naik pitam, bahkan disaat sedang galau-galaunya. Sebenarnya dia itu manusia apa bukan sih? Atau dia memang makhluk spesies baru yang kerjaanya bikin orang emosi. Namanya Emosi maker spesies.
            “Gue pikir lo orang udah baikan. Gak tahunya masih sama aja,” kata Dytha. Lea hanya menggeleng-geleng kepala melihat sahabatnya Juliet yang saat ini sedang menyumpahi Romeo dengan sumpah serampahnya. Mulai dari cicak garong, kecoak sarap, kutu kupret, dan semua binatang menjijikan laennya.  
                                                                        ***
            Juliet mendengarnya lagi. Semua kata maaf dan seribu alasan yang Miko berikan kepadanya. Siang itu entah mengapa Juliet terlalu muak dengan semua alasan klise Miko. Mulut mungkin bisa bertentangan dengan hati. Seperti saat Juliet menjawab jawaban yang selalu ia berikan saat cowok yang dihadapannya itu minta maaf.
            “Iya gak-apa-apa kok. Aku ngerti.”
Kata-kata yang keluar itu seharusnya “Iya aku ngerti kamu itu lagi gak mau diganggu sama Vella, tapi coba deh kamu ngertiin juga perasaan aku. Aku ini pacar kamu, Mik.” Ingin sekali Juliet mengeluarkan unek-unek yang saat ini memenuhi ruang hatinya, tapi ia lebih memilih diam. Sebelum hubungannya dengan Miko yang sudah terancam punah akan benar-benar punah. Juliet mau Miko sendiri yang akan menyadari bahwa didepannya berdiri seorang wanita yang setia sama dia yang rela berkorban perasaan demi dia.
            “Makasih ya, sayang. Udah maaafin. Aku janji deh gak bakal ulangin lagi. Aku sayang kamu.”
            Sebenarnya saat ini Juliet ingin sekali berteriak, marah,dan memaki-maki. Aliran darahnya sudah ada dipuncak kepala mendengar kata “janji”dari Miko yang nyatanya selalu saja ia ingkari. Sebenarnya juga Juliet ingin sekali menangis, meraung-raung mendengar kata “sayang” dari Miko yang sama sekali tidak terselip perasaan apapun didalamnya. Tapi semua itu tidak mungkin ia lakukan sekarang. Ia hanya bisa tersenyum sambil menahan tangisnya
Ya Tuhan kuatkanlah hati aku untuk membuktikan rasa sayangku padanya...
                                                                        ***
            Memang cuma Miko yang bisa dengan segera mengobati kesedihan Juliet dan menggantinya dengan kegembiraan. Mungkin itulah yang menyebabkan Juliet gak rela kehilangan Miko. Walaupun ia sering dibuat sedih karena Miko, tapi herannya cuma Miko juga orang yang bisa membuat dia seneng bukan main.
            Malam itu Miko mendatangi rumah Juliet dan mengajaknya candle light dinner direstoran yang  membuat Juliet hanya bisa menelan ludahnya. Restauran yang amat romantis.
            Restoran dengan interior bergaya Eropa klasik dan dekorasi yang penuh dengan keglamouran membuat Juliet berdecak kagum. Penataan lightingnya yang sengaja dibuat redup dan adanya musik-musik klasik yang mengalun indah dari sang biolist membuat candle light dinner ini benar-benar sempurna dimata Juliet.
            “Thanks ya sudah ngajakin aku kesini.”
            “U’re welcome dear. Ini sebagai tanda permintaan maaf aku kekamu. Sorry ya udah bikin kamu marah terus.”
            “Udahlah gak usah dibahas lagi. Mungkin akunya aja yang kekanak-kanakan. Maafin aku juga ya udah ngambek gak jelas sama kamu.”
            Juliet tersenyum seketika merasakan hangatnya tangan Miko yang memegang tangannya lembut. Alunan musik First Love, Utada Hiikaru terdengar dari gesekan dawai biola. Mereka saling bertemu tatap, membuat Juliet larut dalam tatapan itu. Kalau ada film-film yang paling romantis yang pernah kalian tonton coba deh nonton lagi karena kira-kira begitulah susasana malam Juliet dan Miko.
                                                           
            Senyum Juliet masih nampak hingga pagi menyapanya. Kali ini berbeda 180 derajat dengan yang kemarin. Ia memasuki kelas dengan rona kebahagian yang terpancar jelas di wajahnya.
            “Pagi, Tha. Pagi Lea,” sapanya saat melewati tempat duduk kedua temannya.
            Sapaan Juliet kontan mendapatkan pandangan aneh dari kedua temannya itu. “Lo kesambet apaan, Jul? Semangat banget kayaknya,” tanya Lea seraya menyipitkan matanya.
            Juliet gantian melirik kearah mereka gemas “Kemarin gue lemes salah. Sekarang gue semangat salah. Apaan kali?”
            “Ya kan aneh, Jul. Emang ada apaan sih?” Kali ini gantian Daletha yang buka suara. Juliet kembali melirik muka teman-temannya yang penuh dengan penasaran itu sambil tersenyum
            “Ihhh Jul, cerita geh! Penasaran nih!”
            “Mau tau?? Yakin? Demi apa?” Juliet tersenyum jahil. Lea dan Daletha menjadi kesal. “Ih lo mah. Dasar, ya!”
            “Jadi gini....”
            Belum sempat Juliet menyampaikan kisah gembira yang menimpa dirinya. Seorang cowok datang menuju kesebelah meja Juliet dan meletakan tas punggungnya dikursi kosong. Mendadak Juliet jadi ingin menyapa cowok tersebut. Hitung-hitung cowok itu bisa masuk menjadi orang ke duapuluh yang Juliet sapa.
            “Hai Romeo,” sapa Juliet sambil tersenyum. Romeo menatap Juliet sambil bergidik geli. “Lo sekarang kesambet apaan lagi? Kemaren sadako sekarang apaan? Simanis dari Jembatan Ancol? Senyum-senyum sok manis gitu bikin gue merinding tau gak!”
            “Apaan sih? Orang gue mau berniat baik aja sama lo. Emang lo ini, ya gak bisa dibaikin. Maunya dibentak-bentak. Bukannya bersyukur pagi ini gue lagi Happy jadi gak marah-marah sama lo,” omel Juliet.
            “Apanya gak marah-marah? Kalau gitu sekarang lo lagi ngapain? Marah-marah kan?”
            Juliet mendengus.
            “Dasar cowok sinting. Sumpah ya. Lo jadi orang rese amat. Mendingan tadi gue gak usah negor lo duluan. Susah banget sih mau baik sama lo. Emang lo itu mau bikin dosa gue nambah kayaknya.” Romeo beranjak dari tempatnya berdiri tanpa memperdulikan ucapan Juliet. Tindakan Romeo itu sukses menyihir emosi Juliet yang tadinya amat senang sekarang jadi amat dongkol. Romeo memang satu-satunya orang yang dalam waktu singkat bisa membuat Juliet cepat terkena seragan darah tinggi.
            “Udahlah Jul. Kok lo sekarang jadi marah-marah sih. Mendingan cerita aja sama kita-kita. Mumpung gak ada penggangu lagi,” kata Lea sambil mengelus pundak Juliet.
            “Iya. Lagian lo sih. Kenapa coba tiap liat Romeo bawaannya kesel melulu?”
            Juliet cemberut.“Ya lo liat geh, Tha kelakuan cowok yang dipuja puji cewek-cewek sekelas termasuk lo orang. Gue kan udah bermaksud baik. Nyapa dia duluan. Eh dia malah ngomong kayak gitu.”
            “Dia cuma bercanda kali, Jul. Ahh lo ini kayak gak pernah bercanda aja. Harusnya lo ngerasa beruntung tahu. Lo perhatiin geh, sikap Romeo ke lo sama sikap Romeo ke cewek laen itu beda.”
            Juliet menggeleng “Beda apanya? Bodo amat lah. Pokoknya kalau dia yang bercanda itu gak lucu tapi nyebelin. Ihhh udah sih.. Ngapain bahas dia?”
            “Tau tuh Dytha. Ya udah lo cepet cerita geh. Apakah gerangan yang membuat anda senang pada hari ini?”
            Memang Juliet sepertinya tidak ditakdirkan menceritakan kesenangannya itu pada teman-temannya. Buktinya baru saja ia akan bercuap cerita, Ibu Endang sudah datang memasuki kelas.
                                                            ***
            Mungkin apa yang dikatakan orang-orang itu benar “Kalau hati kita senang. Hari-hari pasti serasa berlalu lebih cepat dan indah.” Juliet bahkan tak sadar kini ia sudah sampai dipenghujung malamnya.
            Ia merebahkan tubuhnya yang mungil itu diatas kasurnya yang super empuk. Juliet mencari posisi yang benar-benar nyaman untuk dapat mendapat mendengar suara berat Miko diujung telpon malam itu.
            “Kamu belum ngantuk sayang?” tanya Miko saat Juliet meletakan kepalanya diujung bantal.
            “Belum. Udah lama juga ya rasanya gak denger suara kamu.” Jawab Miko diujung sana. Suara Miko yang begitu tenang saat ditelpon membuat Juliet seang sekali mendengarnya. Suara itulah yang membuatnya selalu merindukan sosok Miko.
            “Iya kangen tau.” Juliet mengaku lugu. Ia sempat berpikir mungkin saat ini Miko sedang meringis mendengar pengakuannya.
            “Aku juga kangen.” Terdengar tawa kecil Miko diujung telepon. Miko berdeham dan melanjutkan perkataannya “Jul, besok Vella minta aku temenin dia lomba Volly.” Mencoba santai Miko kembali melanjutkan perkataannya. “Besok dia lomba ngelawan anak SMA Citra Kirana. Aku boleh kan sayang datang ke GOR terus ngasih semangat buat dia?”
            Hening seketika. Juliet terdiiam, sementara Miko hanya menunggu jawaban dari ujung bibir Juliet. Sesaat pikiran Juliet terbayang-bayang dengan pperkataan Lea waktu itu Kalau sekali dua kali sih boleh lo ngasih waktu buat Miko sama Vella. Tapi kalau setiap hari itu sama aja mau nyerahin pacar lo ke tangan Vella tau gak?
            Semenit, dua menit tiga menit berlalu Juliet masih belum membuka suaranya. “Jul? Kamu ketiduran ya?” Suara Miko sedikit lebih keras dan membuyarkan semua pikiran Juliet.
            “Eh Iya sayang. Sorry.” Agak terbata-bata ia kembali meneruskan perkataannya “Boo leh gaaak saaayang kalau aaaku bilang ennggaaak?” Kali ini Juliet yang menunggu jawaban Miko. Agak lama suara Miko baru terdengar lagi. “Iya bolehlah. Kamu kan pacar aku. Jadi kamu gak ngebolehin nih? Iya deh aku ngerti.”
            “Siapa bilang aku gak ngebolehin sayang? Tapi besok  kan kamu janji mau nemenin aku ketoko buku. Kamu lupa?”
            “Oh ya udah deh terserah kamu. Aku ngantuk nih sayang. Kamu masih belum ngantuk?” Juliet hapal banget kata-kata Miko yang selalu ia dengar ditelepon ketika mereka terlibat perang mulut ditelepon. Juliet mencoba bersabar. “Iya aku udah ngantuk kok. Love u.” Dengan terpaksa Juliet menekan tombol merah pada blackberrynya itu. Air mata yang sedari tadi sudah ada dipelupuk matanya membahana keluar. Ia bingung. Apakah yang dilakukannya ini sudah benar atau malah ini salah? Ini untuk pertama kalinya dia menolak permintaan Miko.
            Malam yang tadinya Juliet pikir akan menjadi malam yang indah ternyata malah hancur karena ucapannya tadi. Ia berpkir keras dan memutuskan untuk segera mengambil blackberrynya. Mata Juliet dengan cepat mencari-cari kontak Miko. Juliet mulai melayangkan jarinya untuk mengetik
Miko
Ya udah sayang  kalau kamu mau nemenin Vella gak apa-apa kok. Nanti aku ke toko buku sendririan aja. Maaf ya tadi sempet ngelarang-larang kamu pergi.
            Setelah menekan tombol enter. Juliet kembali melanjutkan tangisannya.  Sebagian dadanya sangat sesak. Ia benar-benar merasa lelah. Entah mengapa malam yang biasanya tidak dingin itu tiba-tiba berubah membekukan aliran darah Juliet.
            TING TONG.
            Bunyi pesan masuk dari blackberrynya. Agak takut Juliet mengambil blackberrynya. Ia takut tenggelam dalam rasa kecewa ketika meengetahui bahwa cowok yang ia cintai lebih memilih menemani cewek lain daripada dia. Antara ragu dan penasaran, namun rasa penasran yang besar itu akhirnya berhasil menggerakan tangan Juliet untuk membuka balasan BBM dari Miko.
            “Iya gak apa-apa kok sayang. Aku ngerti.” Ternyata ketakutannya itu tidak terjadi. Ia menarik nafas lega. Dalam hati bersyukur banget bisa punya pacar sepengertian Miko.
                                                            ***
            Sinar matahari pagi yang menyeruak masuk kekamar Juliet membangunkannya dari tidur. Hari Minggu ini Juliet terpaksa bangun pagi karena janji kencannya dengan Miko. Rencananya Miko mau mengajaknya jalan-jalan seharian setelah menemaninya ketoko buku.
Cewek yang masih setengah sadar itu berjalan sempoyongan mengambil handuknya dan menuju kekamar mandi.
Keluar dari kamar mandi. Cewek itu mengambil baju yang sudah ia gantung dan langsung duduk didepan meja riasnya. Sebenarnya Juliet bukan cewek yang suka memakai kosmetik warna-warni untuk merias wajahnya seperti cewek-cewek biasanya. Juliet hanya akan menyisir rambut panjangnya lalu sedikit menyapukan bedak dipipinya yang tirus itu.
“I’m ready,” ucapnya sambil berjalan ke ruang tamu menunggu kehadiran sang pangeran yang hendak menjemputnya.
Sejam.. Dua jam.. Tiga jam... Belum ada kabar atau telepon atau tanda-tanda apapun dari Miko. Miko gak mungkin lupa. Bukannya kemarin dia yang sudah berjanji. Untuk memastikan semua baik-baik saja. Juliet mengambil blackberrynya dan segera menelpon Miko.
“H-ha-lo?” suara Miko terdengar terbata-bata.
“Hei. Kok belum datang?”
“Sorry, Jul.. Uhuukk.. Uhuukk.. Aku lagi gak enak badan. Kayaknya aku gak bisa nemenin kamu hari ini. Gimana ya? Kalau kamu mau aku bisa jemput kamu  tapi agak siangan aja ,ya? Soalnya sekarang kepalaku masih pusing banget.
Gadis itu menggeleng. Mendadak ia panik mendengar Miko sakit. Kelihatannya agak parah. ”Kamu sakit apa sayang? Udah minum obat. Ya udah sayang kalau gak bisa jangan dipaksain. Aku ketoko bukunya nanti sama Dytha aja. Kamu istirahat aja.”
“ Uhuukk Cuma demam biasa aja kok. Udah tenang aja..” ucap Miko lemas.
“Kalau butuh apa-apa hubungi aku ya? Apa aku temenin kamu aja ya kesana?” Mendengar suara Miko sekarang Juliet jadi benar-benar mencemaskan keadaan Miko.
“Gak usah, Jul.. Uhuukk... Nanti ngerepotin kamu lagi. Lagian aku cuma butuh istirahat bentar kok. Besok juga sembuh.”
“Bener nih?” tanya Juliet menyakinkan sekali lagi.
“Iya beneran.. Uhuuk. Uhukk..”
Melihat Miko yang bersikukuh tidak mau ditemani akhirnya Juliet menerima permintaannya.
“Ya udah. Isirahat sana! Jangan lupa minum obat ya, sayang. Get well soon, ya.”
Thanks dear.”
Telepon berakhir.
            Juliet berusaha menghentikan firasat buruk dalam hatinya. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia takut terjadi sesuatu pada Miko. Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat lalu menarik nafas dalam-dalam.
            Be calm Juliet. Everything is okay. Miko akan baik-baik aja.
           
            Pagi-pagi benar Juliet sudah datang kesekolahnya. Ia sengaja menunggu Miko didepan gerbang untuk melihat keadannya. Cuaca pagi ini memang sangat dingin. Juliet memasukan sebelah tangannya kesaku jaketnya, sementara tangan yang satunya ia biarkan tetap diluar memegang tempat makan berwarna biru berbentuk kotak yang didalamnya sengaja ia masukan roti sandwich buatannya untuk Miko. Ia sangat hapal sekali kebiasaan Miko yang sering lupa sarapan. Biasanya Juliet akan bersikap biasa saja. Ia hanya sesekali mengingatkan di telepon, tapi kemarin mendengar Miko sakit Juliet menjadi khawatir dan memutuskan untuk membawakannya susu hangat.
            Agak lama mencari-cari sosok Miko. Akhirnya matanya menangkap sosok itu yang akan berjalan menuju gerbang. Senyum Julietpun berkembang. Ia berlari kecil menghampiri Miko.
            “Ciee yang udah sembuh,” kata Juliet setelah memperhatikan wajah Miko yang cerah.
            “Iya lah. Kalau sakit terus ntar gak bisa ketemu kamu.” Miko memamerkan senyumnya kepda Juliet. Juliet sedikit tertawa kecil “Bisa gitu,ya. Baru aaja sembuh udah bisa gombal.” Juliet membasahi bibirnya yang kering sebentar lalu kembali meneruskan perkataannya “Ini buat kamu.”  Juliet menyerahkan botol yang dari tadi ia pegang ke tangan Miko.
            “Apa ini, Jul?” tanya Miko heran.
            “Kamu kan baru sembuh. Jadi mau gak mau aku paksain hari ini kamu harus sarapan.”
            “Gilaa perhatian banget sih. Tau gini aku sakit terus,” kata Miko sambil mengusap sayang rambut Juliet. Juliet hanya menunduk malu. Mereka berjalan berbarengan meninggalkan gerbang menuju kekelas Juliet. Kelasnya Miko berbeda dengan kelas Juliet. Miko kelas 11 Ipa 2 dan Juliet kelas 11 Ipa 3.
            Sambil tersenyum Miko mengantarkan Juliet sampai didepan pintu lalu menyuruhnya masuk         “Masuk gih. Udah nyampe dikelas kamu.” Juliet hanya mengangguk pelan dan melambai ke Miko.
            Juliet masih terpaku dibalik pintu kelas sambil menatap punggung Miko dari kejauhan sebelum ia dikagetkan dengan kedatangan Lea yang tiba-tiba mencolek tanganya.
            “Ciee yang udah baekan,” ledek Lea
            “Emang kapan gue berantem?” tanya Juliet bingung.
            “Loh. Kata Miko kemarin lo sama dia lagi marahan.”
            “Kemarin?” tanya Juliet lagi.
            “Miko bilang kemarin lo lagi marah sama dia makanya gak mau ikut pas dia ajak nonton Volly bareng.”
            Juliet masih mencerna perkataan Lea baik-baik. Apa maksudnya? Volly? Boro-boro mengajaknya nonton Volly. Bukannya kemarin Miko bilang dia lagi sakit?
            “Kemarin Miko nonton Volly?” kejar Juliet cepat.
            “Emangnya lo gak tahu? Bukannya kata Miko dia udah ngajakin lo? Cuma pas itu lo lagi marah sama dia jadi lo gak mau ikut?”
            “Seriusan lo, Lea? Lo bercanda kan?” tanya Juliet tak percaya.
            “Benaran. Tanya aja sama Dytha.”  Menyadari namanya disebut Dytha hanya berdeham sambil mengangguk. “Lo nyesel, Jul gak ikut kemarin. Pertandingannya seru banget. Sekolah kita menang satu kosong. Terus Miko bawai.... Dytha menampar mulutnya keras-keras. Untung saja ia sadar tidak boleh melanjutkan ucapannya.
            “Kok diam? Miko ngapain Tha? Miko datang kesana sama siapa?” Mata Juliet benar-benar panas. Emosinya tidak bisa ia kendalikan. Ia menguncang-guncangkan tubuh Dytha dan terus meminta jawaban Dytha. Dytha masih terdiam. Saat itu Dytha merasa seperti masuk kejebakan simalakama. Disatu sisi ia tidak tega melihat Juliet yang saat ini mengemis-ngemis meminta jawaban darinya tapi disisi laen ia juga tidak tega memberi tahu Juliet.
            “Tha, kalau elo memang temen gue. Gue cuma mau lo jujur ke gue. Gue capek, Tha jadi keledai bodoh yang terus dibohongin.” Suara Juliet terdengar sendu. Suara menggerakan hati Dytha untuk berbicara.
            “Hmm.. Dytha menghembuskan nafas lirih. “Miko... Miko datang kesana sama Vella. Waktu itu kan gue jadi seksi pengambilan foto saat pertandingan berlangsung. Terus gue minta si Lea temenin gue buat datang kesekolah pagi-pagi. Terus gak sengaja kita ketemu sama Miko yang lagi jalan sama Vella. Kita nanyain lo deh. Katanya lo lagi ngambek dirumah gak mau ikut. Jadi dia pergi bareng Vella. Udah cuma gitu aja kok.” Dytha berhenti berbicara ketika melihat Juliet yang sudah berlinang air mata saat membuka kamera Dytha. Tangannya bergetar. Perlahan-lahan kakinya mulai lemas.
            “Lo bohong kan, Tha? Bukan Cuma itu kan? Tapi juga semua yang ada di foto ini.” Juliet menunjukan beberapa foto yang membuat hatinya terhujam batu berkali-kali. Foto saat Miko menyerahkan bunga kepada Vella, Foto saat miko mengandeng mesra tangan Vella, bahkan yang membuatnya terasa terhujam batu yang amat besar adalah Foto saat Miko mengecup kening Vella. Dengan susah payah Juliet menelan ludah. Suara Juliet terdengar serak parau. Ironis. Perih. Pilu. Segalanya terasa menyakitkan bagi Juliet. Bahkan untuk bernafas saja seakan dada Juliet sangat sesak. Ia benar-benar terluka dua kali lipat daripada waktu itu. Kebohongan dan kekecewaan sekaligus Miko berikan kepada Juliet. Harusnya Miko tahu bahwa sosok Juliet itu paling benci dibohongi. Apalagi dengan hal yang berkaitan tentang perasaan....
           






Bab 9
            Sejak pulang sekolah tadi Juliet masih berpaku di kamar. Duduk di kasur dengan sekotak tissu didepannya dan lembaran tissu yang berserakan di kanan kiri. Mungkin cuma dengan menangis Juliet mampu mengeluarkan semua beban yang saat ini membuatnya memikul barbel ratusan kilo. Ia semakin tidak tahan dengan rasa sakit yang akhir-akhir ini sering kali ia simpan dalam-dalam tanpa pernah meminta Miko untuk memahaminya. Ia sudah terlalu lelah berpura-pura tegar, berpura-pura tuli,  berpura-pura bodoh hanya untuk mempertahankan semua hubungannya dengan cowok itu. Terlalu banyak kabut-kabut yang mengaburkan kepercayaan Juliet dengan semua kata cinta dari Miko. Apa yang harus ia lakukan? Bukankah didalam cinta harus ada kepercayaan? Lantas kalau kepercayaan itu selalu dikaburkan untuk apa terus bertahan menghadirkan cinta?
            Kali ini Juliet menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menenangkan dirinya. Ia  tidak boleh gegabah lagi mengambil keputusan untuk memutuskan hubungannya dengan cowok itu. Miko... Mengingat namanya membuat Juliet mengingat cowok itu enam bulan lalu. Juliet menyadari satu hal. Miko sudah berubah. Perubahan yang sama sekali belum bisa ia pahami sebab-sebabnya. Apakah perubahan itu disebabkan karena Miko yang sudah bosen merajut cintanya dengannya? Atau karena Miko telah menemukan sosok cewek lain yang benar-benar membuatnya merasa nyaman didalam diri Vella?
            Enam bulan. Waktu yang cukup lama untuk cinta itu hadir. Hipotesis Juliet yang menurutnya sudah terbukti nyata “Cinta itu cuma hadir dalam 3-6 bulan. Lebih dari itu cinta bukan lagi memberikan kisah yang manis, tapi luka yang mengiris.” Juliet memutar pikirannya menuju masa lalu. Ketika dia masih bersama Andre. Mereka juga putus setelah 6 bulan .
Apakah hubunganku dengan Miko juga akan putus? batinnya. Perkataan yang membuatnya menggeleng keras. Ia sudah benar-benar mencintai cowok ini. Bahkan sudah terlalu sering berkorban untuk cowok ini. Menjadi sosok wanita tahan banting yang berpura-pura tahan dengan semua kemesraannya dengan Vella. Entah mengapa ia tidak bisa mendapatkan kemungkinan hasil dari perjuangannya selama ini? Namun ia hanya bisa berharap. Hanya kepada cowok itu ia menggantungkan senyum sekaligus cintanya.
Setelah menangis dan berpikir lama. Ia semakin lelah. Perlahan-lahan mata almondnya yang masih basah itu terpejam. Ia terlelap dalam tidur sekaligus mimpinya. Mimpi indahnya bersama Miko. Seperti waktu 6 bulan lalu.....

Bangun dari tidur dan mimpinya ia mengaktifkan blackberrynya kembali. Masih belum ada pesan, panggilan ataupun BBM dari Miko. Juliet ingat jelas. Akhir-akhir ini nampaknya Miko memang terlalu sibuk entah pada rutinitasnya atau pada Vella. Miko sudah jarang menelpon apalagi membalas BBM ataupun SMS Juliet. Mereka hanya bertemu disekolah waktu istirahat saja kadang juga gak.
            Hingga malam Juliet masih terpaku menatap layar handphonenya yang sepi tanpa ada nama “Miko” disana. Gadis itu menahan kantuknya hingga pukul 2 malam hanya untuk menunggu telepon dari Miko, sampai ia sadari kenyataan bahwa telepon Miko kemarin adalah telepon Miko yang terakhir. Miko tak akan lagi pernah menelponnya, meski ia tunggu berhari-hari.
                                                                        ***
            Pagi itu Juliet kembali memasuki  kelas dengan penampilan yang amat berantakan sama seperti suasana hatinya saat  ini. Mata bengkak dengan lingkar hitam dibawah matanya yang semakin terlihat. Rambutnya yang hanya disisir asal-asalan. Kaos kakinya yang panjang sebelah. Untung saja ia masih mengingat satu hal. Memakai ikat pinggang dan tas selempangnya dengan baik.
            “Jul, lo kenapa lagi? Masih mikirin yang kemarin? Udahlah Jul. Udah gak usah dipikirin lagi.” Lea prihatin melihat Juliet pagi itu. Ia langsung mengelus bahu Juliet lalu mengambil tempat duduk disampingnya.
            Beda halnya dengan Dytha yang dari tadi hanya menggiti kuku geripisnya melihat keadaan Juliet saat ini. Ia benar-benar merasa bersalah. “Ehmm.. Jul, sorry.” Agak terbata-bata Dytha menjelskan permintaaan maafnya. “Gue gak bermaksud bohongin lo. Gue Cuma gak mau lo kayak gini. Ini semua salah gue. Harusnya gue gak ngambil semua foto-foto itu. Tadinya gue ikir mau kasih lo lihat foto itu setelah lo putus sama Miko.. tapi...”
            Juliet tersenyum nanar. “Bukan salah lo kok. Justru gue mau ngucapin makasih sama lo karena udah nunjukin gue gimana Miko dibelakang gue.”
            Senyum Dytha keluar. Ia menarik nafas lega. “Jadi lo gak marah sama gue?”
            Juliet menggeleng tanpa menjawab.
            “Le, Tha. Gue bingung nih. Gue mesti gimana? Mana Miko gak telepon gue semalem. Apa nanti gue samperin dia ke kelasnya aja ya?” Juliet kembali menekuk mukanya yang sudah melebihi baju lecek.
            “ Ke kelasnya? Gue yakin Miko pasti gak ad, Jul. Kan anak Ipa dari kemarin sore berangkat kemah ke Ngison Nando sampe tiga harian.”
            Juliet sangat terkejut mendengar perkataan Lea. Pantas saja waktu dia lewatin kelas Miko masih ditutup. Ia nampak memikirkan sesuatu.
            Tiga hari Miko dengan Vella bermalam lagi. Dan Dia gak ngasih kabar apa-apa ke gue?
            Juliet menggit bibirnya sekuat tenaga untuk menahan tangisnya.Juliet tahu ia harus bisa menahan tangisnya agar tidak lagi pecah seperti waktu itu dan menjadi bahan tontonan teman-teman sekelasnya seperti kemarin.
            “Udahlah, Jul gak usah pikirin Miko lagi. Buat apa Mikirin orang yang cuma bikin lo sakit hati terus kerjaannya? Kalau perlu waktu dia balik dari kemah lo putusin aja sekalian.” Kali ini Lea mencoba membuka pikiran Juliet. Memang kedua temannya ini dari awal tidak ada yang setuju hubungan Juliet dengan Miko. Bagi mereka Juliet harusnya bisa mendapatkan cowok yang seribu kali lebih baik dari pada playboy tengil cap tomcat itu.
            “Udah ya Jul. Gak usah sedih terus. Jangan buang air mata lo buat orang yang gak pernah ngehargaiinya.” Dytha memeluk Juliet erat. Sebuah pelukan bisa menjadi tempat sandaran bagi seseorang yang hatinya benar-benar rapuh.



                                                           

            Sudah tiga hari Juliet mengawali hari, menatap ponselnya yang sepi tanpa ada kabar dari Miko. Ia mencoba menahan rindunya yang sudah memuncak. Pada akhirnya sia-sia. Rindunya kian semakin brutal. Memaksanya untuk mengetahui kabar Miko, memaksanya untuk menghubungi Miko, dan rindunya yang memuncak ini berhasil mengalahkan benci dihati. Juliet menyerah dalam kepasrahaannya. Mungkin ia harus menghubungi laki-laki itu duluan. Mengalah pada kenyataan bahwa dirinya tak bisa bernapas lega tanpa sosok miko.
                Pagi sayang. Sibuk ya? Sampai gak ada kabar berhari-hari.
                Dengan penuh keraguan, ia berhasil menekan tombol send message. Ia kembali menunggu terus. Akhirnya.. bunyi nada dering pesan masuk yang biasanya memenuhi ponselnya akhirnya muncul juga.
            Sejam, dua jam, tiga jam. Perlu waktu lamakah bagi Miko untuk membalas smsnya yang singkat seperti itu? Oh Tuhan. Ia mencoba mengerang dalam hatinya. Sesakit inikah mencintai seseorang? Sesakit inikah perjuangan cinta?
            Berulang kali ia mengirim pesan yang sama seperti pesan diatas.dan sesekali menelpon. Usahanya itu tidak membuahkan hasil. Ia hampir putus asa, ketika bunyi nada dering pesan masuk itu hadir.
            Miko:
            Iya. Kenapa?
            Dua kata. Hanya dua kata ia sudah sangat gembira melihat balasan di ponselnya. Seakan dikomando otaknya, tangan itu mulai mengetik lagi.
                Gak apa-apa.Cuma kangen aja.
 Ia kembali menekan tombol send di ponselnya. Sejenak ia menghela nafas yang membuatnya sesak. Kalau ada casting pemain drama yang bisa melakoni seseorang bodoh yang lebih memendam apa yang ia rasakan dalam hati. Mungkin Juliet akan mendapatkan julukan Best Actor.
            Miko:
            Oh.
Juliet terus mengelus dadanya yang kian semakin menuai hantaman luka saat melihat satu kata, dua huruf, dan satu titik balasan dari Miko.
            Kamu kenapa?
                Sambil menunggu balasan Miko. Ia merapatkan kedua tangan dan menopang dagu lancipnya.
            Lama. Lama sekali ia menunggu. Lama sekali balasan itu baru muncul. Kali ini memang balasannya cukup panjang, namun semakin menyakitkan. Balasan pesan itu yang seakan menyiramkan asam cuka hatinya yang sudah saat ini mungkin mengeluarkan nanah.
            Miko:
            Jul,lo ngerasa gak kita yang sekarang udah gak sama lagi? Mungkin tanpa kamu sadari perasaan kita juga udah beda. Mungkin juga kita udah gak cocok lagi.Kamu masih mau ngelanjutin ketidakcocokan ini? Sia-sia,Jul. Jujur aku udah capek. kita putus aja, ya?Soalnya itu yang terbaik.
                Miko memutuskannnya? Demi Tuhan. Ia harus jawab apa? Ia tidak tahu mengapa ia jadi berubah sebodoh ini? Sepenuh hatinya ia tetap ingin Miko tidak pergi. Ia tidak tahu mengapa menulis kata “Ya udah kita putus saja” saat ini lebih sulit dari pada menahan sakit hati saat membohongi perasaannya sendiri. Ia hanya berharap tanpa tahu harapan itu terlalu tinggi. Ia hanya menginginkan sosok Miko yang seperti dulu, membantunya memperjuangkan cinta yang kian kali membuatnya mati rasa. Apakah dia benar-benar salah?
                Kenapa harus putus? Kita masih bisa memperbaiki semuanya. Kita masih bisa sama lagi kayak dulu,Mik.
                Saat menulis itu Juliet ingin rasanya meronta-ronta, merengek-rengek, berteriak sampai seluruh alam semesta mengasihaninya. Ia benar-benar rapuh. Perjuangannya yang terus ia lakukan tidak ada gunanya. Miko tetap ingin pergi. Please,Mik. Liat perjuangan gue. Gue benar-benar udah berkali-kali dihujam luka, tapi tetap bertahan Cuma demi lo.”
            Miko:
            Jul, sorry. Gue benar-benar gak bisa. Ini benar-benar yang terbaik. Kamu itu gak cocok buat gue,Jul. Kamu  terlalu baik buat gue. Sorry sekali lagi Tapi kita harus putus.Be calm ya. Aku yakin kamu bisa dapetin yang lebih dari aku. Makasih ya. Sekali lagi maafin aku , mungkin kita emang lebih cocok jadi teman aja. Aku cuma gak mau ngelukaiin kamu lebih dalam lagi.
                Alasan putus Miko yang membuat Juliet gak habis pikir, benar-benar membuatnya frustasi. “Terlalu baik” bukankah justru kita harus memperjuangkan yang terlalu baik itu? Kalau Juliet bisa memutar waktu ia benar-benar tidak akan menjadi sosok yang”terlalu baik” lagi yang ia kira dapat membuat Miko selalu menoleh kepadanya.
            Lo gak mau ngelukaain gue lebih dalam lagi,Mik? Tapi sadarkah lo saat lo mutusin gue itu. Saat itulah lo udah ngelukain gue dalam banget.
            Juliet sengaja gak ngebalas pesan dari Miko. Ia berarap Miko sadar. Gadis itu tidak sama sekali mendambakan kata putus keluar dari mulutnya.

           
           
           
                                   


           
           
           
                       












Bab 10
            Ditengah tugas yang berserakan, buku-buku yang bertumpukan, dan novel-novel yang belum selesai ia baca, Juliet masih memikirkan cowok itu. Ia pikir saat cowok itu memutuskannya waktu itu adalah penderitaan terakhirnya karena cowok itu. Tak pernah ia bayangkan cowok yang sampai sekarang pun masih ia cintai, ternyata masih juga selalu bisa melukainya walau sudah tak ada hubungan apapun yang mengikat mereka.
            Ia rasanya masih belum sepenuhnya mengerti, cowok macam apa yang ia cintai ini. Cowok yang dulu mengucapkan janji, namun lebih sering mengikarinya. Cowok yang dengan mudahnya berkata putus tanpa memberi penjelasan yang membuatnya benar-benar mengerti kesalahqnnya, dan cowok yang selalu bilang tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan cewek yang saat ini justru selalu sering berada digenggamannya. Lebih dari itu semua yang membuat Juliet benar-benar belum paham adalah kenapa sampai sekarang dia juga masih berharap penuh sama cowok itu?
            Semuanya penuh kepalsuan. Itu yang ia dapati selama ini. Saat pertama kali mendengar fakta yang beredar luas yang memaksanya untuk menutup telinga kuat-kuat tanpa harus peduli. Miko sudah berpacaran dengan Vella, sebelum ia memutuskan hubungannya dengan Juliet. Mereka backstreet. Bagaimana bisa seorang Juliet tidak peduli mendengarnya? Tidak menangis saja ia sudah bersyukur. Ia semakin merasa seperti orang bodoh saja saat mendengar semuanya dari Mario, pacar Lea. Lea yang memaksa Mario menceritakan semuanya ketika pulang sekolah. Semua itu untuk membuka mata Juliet. Pria macam apa yang terus-menerus ia cintai. Semua itu untuk membuat Juliet sadar kalau selama ini ia mencinta pria yang salah. Tak ada yang menyangka ternyata Lea salah. Juliet belum juga sadar,bahkan masih menangais meratapi kisahnya,lalu tenggelam kedalamnya _ semakin dalam.
            Sejak itu, Juliet benar-benar berubah. Ia lebih sering menyendiri dan memilih untu diam dikelas. Melampiaskan kegalauannya dengan membaca novel dan buku psikolog lainnya. Ia tidak lagi seceria dulu. Garis-garis senyum diwajahnya terlihat samar, bahkan banyak yang terhapus. Juliet benar-benar terlihat seperti orang yang sedang koma. “Hidup segan, matipun tak mau.”
            Ia tidak betah lagi berada disekolah yang dulu selalu membuatnya tertawa ria saat bersama Miko. Perasaannya semakin berccampur aduk saat melihat Miko dan Vella terlihat begitu mesra setiap tak sengaja berpapasan dengan Juliet dipersimpangan lorong sekolah. Miko yang kerap kali menggengam dan merangkul Vella seperti yang dulu ia lakukan pada Juliet,bahkan lebih hangat dan dekat.
Pemandangan itu membuat sekolah yang tadinya merupakan tempat favoritenya Juliet sekarang berganti menjadi tempat yang terkutuk baginya. Ia benar-benar ingin jam sekolah yang panjang itu cepat berakhir. Nilainya mendadak jeblok semua, PR yang diberikan guru dia kerjakan pagi hari dengan meminjam PR Lea atau Dytha. Dia melampiaskan semua kesedihannya didalam kumpulan buku-buku psikolog agar terlihat sebagai wanita yang tak tersakiti sekalipun telah dibohongi oleh laki-laki yang ia cintai. Ini lebih sakit daripda waktu dia memutuskan Andre.
Semua kepura-puraannya disekolah hanya dapat berakhir ketika malam menyapanya. Dirumah, tepatnya dikamarnya yang berukuran persegi dan tak terlalu besar, ia menuangkan semua pikirannya. Menuangkan semua beban-beban sambil mengeluarkan air mata yang  terus ditahannya disekolah melalui sebuah tulisan-tulisan kecil dalam sebuah dunia maya yang bersimbol sebuah burung biru.
Malam ini Juliet kembali melakoni pekerjaannya. Menjadi si Penggalau ria dijejaring sosial. Tujuannya hanya satu. Miko memperhatikannya. Sekali saja Miko melihat betapa kerasnya ia berjuang untuk semuanya.
Juliet Danniela @Juliet_Dan. 20 Mei
Dan ketika kamu mulai mengangdeng mesra tangannya, aku merasa jari-jarimu mulai meremas dan mengoyak perasaanku.
Juliet Danniela @Juliet_Dan. 20 Mei
Bahkan jika airmata mengisi merendam seluruh tubuhku. Kau tak akan pernah peduli karena aku dan perjuanganku terlalu kasat mata bagimu.
Juliet memutuskan untuk berhenti mengetik. Sudah 12 tweet yang ia buat malam ini. Sudah menggalau disana, sekarang ia memutuskan untuk berpindah tempat galau. Blog!
Astaga! Baru akan membuka blognya. Tiba-tiba Tweetnya menuaikan replay dari seseorang. Siapa?Apakah itu Miko? Dengan secepat mungkin ia melihat notification di twitternya.

Alexander_ Romeo @A_Romeo. 20 Mei
Mulai deh Lebay deh. Dasar sadako galau.
Juliet membelakan matanya melihat pembalas Tweetnya. Romeo. Dasar cowok nyebelin itu Kenapa sih ngeganggu aja? 
            Dengan kesal Juliet membalas replay’an dari romeo. Ia menekan tombol panah.
@A_Romeo: Apaan sih lo ini? Rese banget. Mau gue galau kek gak kek. Kan gak ada hubungannya sama lo!
Kali ini balasan dari Romeo datang kembali tidak lama setelah Juliet mengirimkan itu.
@Juliet_dan: Lo itu ganggu gue. Timeline gue penuh dengan kegalauan lo yang tidak bermutu.
Dibuat lebih kesal daripada sebelumnya. Juliet jadi sama sekali tidak membalasanya. Didalam hatinya ingin sekali Juliet meruntuki Romeo. Memangnya dia pikir Twitter itu punya bapaknya? Apa coba salahnya galau di twitter? Galau kan manusiawi. Tanpa Juliet minta, Romeo kembali membalas pesannya yang tidak dibalas Juliet. Kali ini Juliet membacanya sambil tersenyum kecil. Cowok itu terkadang lucu juga. Ini untuk PERTAMA KALInya dia tersenyum setelah putus.
@Juliet_dan: Udah jangan jadi ratu galau terus. Kata mama seseuatu yang udah kita kasih orang laen gak boleh ditangisin.
            Oke, walaupun sedikit tersenyum membacanya Juliet tetap saja melakukan hal awal yang ia ingin lakukan. Tetap membiarkan tweetan itu berkarat tanpa membalasnya dan terus melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Menulis blog.
Aku mengingat jelas bayanganmu saat itu
Kau berjalan melewatiku bergandengan tangan
Kau berpapassan denganku merangkulnya begitu hangat
Bagaikan tak ada apa-apa
Kau memang sudah berubah?
Cinta ini sudah berakhir
Tapi apakah terlalu tinggi jika aku menginginkan cinta ini tidak memiliki akhir?
Mungkin hanya aku yang terluka malam ini
Sementara kau lebih memilih untuk bersamanya
Menghabisi waktu bersama menaungi kebahagian
Bertemani airmata
Aku masih terpuruk dan hatiku tenggelam dalam rindu
Dalam mimpi pun aku masih tetap mencarimu
Bahkan disaat kau memilih utnuk meninggalkanku



            Hari ini Juliet benar-benar yakin kalau ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Atau memang begini? Sehabis kita putus nama akhir kita bertambah satu kata “SIAL” Julliet Danniela Sial. Kesialan datang bertubi-tubi. Mulai dari bangun kesiangan dan terlambat hingga sebagai konsekuensinya Juliet harus menyapu halaman sekolahnya dan mendengarkan ocehan maut pak Suhur dengan hujan alam dimulutnya. Setelah itu belum lagi dia bernapas, kesialan kedua datang lagi. Ia lupa kalau hari ini ulangan matematika. Dan sudah bisa dipastikan ia tidak bisa mengerjakannya tadi. Kesialan ketiga adalah Saat dia kembali dimarahi lagi oleh bu Endang karena nilainya yang turun. Waduh kalau begini terus gelar Juliet sebagai murid teladan akan terancam dong!!!
            Kesialan yang terakhir ini yang menurutnya paling parah. Waktu pelajaran bahasa Indonesia ketika Ibu Septi memberikan tugas kelompok berdasarkan tempat duduk. Ia harus pasrah sekelompok dengan Romeo. Demi Tuhan! Bagaimana bisa dia bekerja sama dengan makhluk semenyebalkan Romeo?
            Juliet melirik kearah Romeo disebelahnya. Cowok itu sama sekali tidak apa-apa. Protes saja tidak. Ia masih dengan gayanya yang sok cool yang membuat Juliet  ingin menampar dan menghujat Romeo, walaupun hampir semua cewek satu kelasnya saat melihat gaya Romeo itu malah meleleh ditempat (dikira es kali meleleh) atau malah menganggapnya sekeren Justin bieber. Juliet membuang nafas panjang. Rasanya ia butuh waktu untuk belajar mengendalikan kesabarannya sekarang juga.
            “Aihhh.. Males banget deh sekelompok sama sadako galau,”  Cibir Romeo.
            “Ihh siapa juga yang mau sekelompok sama lo?” balas Juliet tak mau kalah.
            “Gue tunggu pas pulang nanti dikantin. Pokoknya lo udah harus dapetin topik buat artikel kita. ”
            “Gila! Dasar Saiko. Tugas itu baru dikasih hari ini. Lagian kan dikumpulnya masih seminggu lagi.”
            “Uwoo.. Ada apa ini? Juliet yang biasanya paling bisa ngehargaiin waktu dan niat banget sama pelajaran sekarang jadi males-malesan. Mungkin dia mau dapetin nilai jelek lagi kayak waktu ekonomi.” Perkataan Romeo kali ini bukan hanya saja mengundang kemarahan Juliet, tapi saat ini bila saja membunuh itu tidak dosa, Juliet pasti sudah membunuhnya sekarang.
            “Tau apa lo tentang gue. Oke. Gue pasti udah dapetin topiknya pulang sekolah nanti.” tandas Juliet. Ada satu hal yang perlu diketahui dari Juliet. Cewek ini paling gak suka diremehkan dan ditantang. Perkataan Romeo barusan mengandung keduanya. Otomatis Juliet tambah panas plus tambah galau.
            “Kita lihat saja.” Romeo melirik sekilas ke Juliet sambil tersenyum samar. Gadis itu terlihat berpikir keras mencari topik.
                                                            ***
            Juliet menatap Romeo sebal. Yang benar saja cowok itu? Ia hanya terlambat tiga menit saja dimarah-marahi. Gak bisa ngehargain waktulah. Ngegalau teruslah. Atau apalah yang membuat seolah-olah Juliet telah melanggar peraturan negara.
            “Bawel banget sih. Mendingan kita cepetan bahas habis itu cepetan pulang. Bisa gila gue lama-lama deket lo.”
            “Siapa juga yang mau deket sama lo lama-lama. Emang lo udah nemuin topiknya?”
            Juliet tersenyum penuh kemenangan. “Udah dong.” Sejenak Juliet mengeluarkan catetan dan kotak pensilnya lalu melanjutkan perkataannya “Gue dapet tiga topik yang menarik...
            Belum sempat Juliet melanjutkan perkataannya. Romeo sudah menyemburnya dengan penyangkalan “Gue kan mintanya satu topik. Kalau tiga jadi lebih susah milihnya. Mendingan lo ambil yang paling bagus dari ketiganya.”
            Juliet mengelembungkan pipinya. Cowok ini ada benarnya juga. Ia segera memilih topik yang menurutnya paling bagus. Topik yang dari awal ingin ia ajukan.
“Ehmm.. Oke. Kalau gitu topik kita tentang pengaruh putus pacaran dengan prestasi siswa.”
“Gilaa lo ya. Dasar tukang galau. Bisa gak sih lo ngambil topik yang benar sedikit.”
Juliet memeloti Romeo yang dari tadi hanya menghardiknya saja. Semua yang ia lakukan seakan salah. “Ihh lo ini bisanya nyalahin gue aja. Emang apa coba yang salah dari topik gue? Lagian emang lo udah punya topik.”
Romeo melotot balik ke Juliet. “Udah. Dan yang pasti topik gue lebih bagus dari pada punya lo. Gue mau ngambil topik Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasinya.
“Nggak. Gue gak setuju. Topik apaan itu. Pasaran.”
Romeo menatap Juliet tidak terima. “Eh masih mending topik gue kemana-mana ya daripada topik lo yang gak jelas itu.”
“Tapi kan ini tugas kelompok. Semuanya harus berdasarkan kesepakatan bersamal!” Juliet ngotot dan menekankan kata ‘kesepakatan’.
“Ya terus lo maunya gimana? Topiknya apa jadinya. Ribet banget ya lo ini. Bikin kita semakin lama aja,” kata Romeo kesal.
Juliet tampak sedang berpikir keras.Ia harus nemuin topik yang bagus sampai Romeo setuju sama topiknya dan gak ada alasan cowok itu buat menolak.
Romeo tak mau kalah. Saat ia melihat Juliet sedang berpikir. Ia juga berpikir menemukan topik baru yang nanti pasti akan disetujuin Juliet.
AHAA! Teriak mereka serempak disertai dengan gebrakan meja dari keduanya yang sepat membuat ibu kantin melirik tindakan mereka.
“Pengaruh Sosial Media terhadap Ilmu sastra,” kata mereka berbarengan. Juliet tersentak kaget dan menutup mulutnya. Kenapa kali ini bisa-bisanya pikirannya sejalan dengan cowok nyebelin itu? Romeo lebih kaget lagi daripada Juliet, namun ia tetap masih bisa untuk kembali ke gayanya yang biasa “cool.”
Juliet tersenyum sumringah. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan topik dan ia bisa cepat pulang dari sana lalu terbebas dari makhluk menyebalkan, Romeo.
“Jul, jangan lupa besok bawa buku sadura buat topik kita. Jangan ngegalau aja.” Belum sempat Juliet menjawab Romeo sudah melambaikan tangan dan meninggalkan Juliet.
Dasar cerewet. Besok gue bawain tumpukan buku kehadapan lo. Biar lo puas. Makan tuh buku. Juliet tertwa pelan. Ia buru-buru pulang karena ingin segera mampir ke Gramedia. Tanpa Juliet sadari apa yang dilakukan dan diperintahkan Romeo telah menumbuhkan semangat belajarnya kembali.
                                                ***
BRAAKKK
Juliet menjatuhan tumpukan buku tebal diatas meja Romeo. Nyaris Romeo kaget melihat betapa banyak buku-buku memenuhi mejanya. Romeo melirik Juliet mengisyaratkan Juliet untuk menjelaskan semuanya.
“Lo kan minta gue bawain buku yang berhubungan dengan topik kita. Lo lupa?”
“Gue ingat, tapi gak sebanyak ini juga Juliet. Lo benar-bener sakit kayaknya.” Juliet tersenyum kecil dihatinya. “Ya terserah lo. Pokoknya gue udah bawain.Sekarang lo mesti baca terus  rangkum semuanya. Oke?” Sekarang senyum dihatinya tadi ia perlihatkan. Senyum puas penuh kemenangan.
Romeo membelalakan matanya. Gadis ini benar-benar hendak mengerjainya. What’s up girl. Lo harus liat dengan siapa lo bermain sekarang. “Jul, kayaknya gak perlu deh. Kan lo tuh yang bawa bukunya jadi kenapa gak lo aja yang baca? Lagian gue juga udah nemuin buku yang pas buat topik kita.” Romeo merogoh laci dimejanya dan mengeluarkan sebuah buku tipis. Mungkin juga lebih tipis dari pada buku catetan Juliet. “Ini buku gue.. Jadi terserah lo. Lo mau baca itu atau buku-buku lo harus terpaksa sia-sia karena lo lebih milih buat foto copi buku gue.”
Juliet mendengus kesal. Ia gagal mengerjain Romeo. Sekarang masa dia yang harus dikerjain Romeo? Disuruh foto copi semua isi buku itu? Males amat deh. Sia-sia dong usaha dia ngeborong buku ini. Ia cepat memutar otaknya “Well, kalau kayak gitu gak adil. Buku tipis lo itu emangnya udah muat semuanya? Kalau gak lengkap lo mau apa? Gimana kalau semua buku ini kita baca? Biar lebih banyak apa yang bisa kita dapat. Gue separuh dan separuhnya lo. Jauh lebih adil kan?”
Romeo manggut-manggut Cerdik juga ini cewek. “Oke. Gue sih gak masalah. Toh gue juga dirumah gak ada kerjaan. Gue lebih milih baca buku daripada ngegalau di sosmed.”
“Ihh...” Juliet menggeram kesal. Tangannya sudah terkepal saat ini. Dan ia tidak akan segan-segan meninju muka mulusnya Romeo jika Romeo membuatnya tambah kesal sekali lagi.
“Kalau gitu ntar pulang kita kerjainnya dirumah gue. Lo bawa semua buku lo itu.”
Apa? Juliet hampir menganga lebar selebar-lebarnya. Cowok ini sudah gila? Rumah cowok itu saja Juliet tidak tahu. Mana Pak Udin, supirnya hari ini tidak masuk. Tadi pagi saja Juliet terpaksa naik bis. Untung aja jarak dari rumahnya ke sekolah gak jau-jauh amat. Nah ini, masa ia harus naik bis lagi dengan bawa semua buku yang segudang itu terus nyari-nyariin alamat cowok itu. Kalau ia nyasar gimana? Kalau rumah cowok itu jauh gimana?Kan berat! UH! Membayangkannya saja sudah sangat berat.
“Rom, Gak usah gila deh. Gue kan....
Romeo menginterupt perkataan Julie “Gue anterin lo. Tenang aja. Gue ini cowok idaman para gadis. Baik dan ganteng itu sudah sepaket.”
Juliet mengangkat sebelah alisnya memandang manusia super pede didepannya dengan tatapan aneh “Kalau kayak gitu kenapa gak lo aja yang kerumah gue? Jadi gue kan gak perlu repot-repot kerumah lo. Lo juga gak perlu repot-repot nganterin gue.”
“Gue gak mau. Cuma ada dua pilihan. Lo berangkat sendiri kerumah gue. Atau gue jemput? Ya gue sih gak mau lama-lama ya.”
Juliet menimbang ragu. Benar-benar menjengkelkan sekali Romeo ini. Belum sempat Juliet menjawab Romeo sudah pergi melangkah meninggalkannnya. Cepat-cepat Juliet berlari dan menangkap lengan besar itu. “Iya udah deh,” jawabnya pasrah dengan muka sebete-betenya.
Juliet menunggu didepan gerbang. Dengan tak sabar ia melirik arloginya. Haduh. Romeo itu! Kenapa juga dia gak langsung pulang? Masih sempet-sempetnya aja dia ngobrol saa temen-temen basketnya. Gak tahu apa orang lumutan nungguinnya. Juliet mengomel didalam hatinya.
“Jul, jadi ikut gak? ” tanya Dytha. Hari ini Juliet memang sempet janji mau pulang bareng Dytha. Sebelum akhirnya si Romeo gila itu menyuruhnya mengerjakan tugas dirumah cowok itu.
“Gak,Tha. Makasih ya.”
“Loh, emang lo jadi balik sama siapa?” tanya Dytha panik.
“Gue sama Romeo.”
Dytha melongo sejadi-jadinya mendengar perkataan Juliet. Tak mau salah paham Juliet cepat-cepat menambahkan. “Iya, nanti kita mau nyelesaiin tugas karya tulis bahasa indonesia.”
“Ohh.” Dytha mengangguk sambil tersenyum penuh arti.
“Apasih, tha?” tanya Juliet melihat tingkah Dytha. Juliet tahu persis apa yang saat ini Dytha pikirkan.
“Ciee ada yang kerumahnya Romeo nih. Denger-denger sih. Banyak cewek yang mau tahu rumah Romeo dimana. Katanya sih rumahnya gede banget terus....”
“Bodo amat lah, Tha. Gue gak peduli. Mau rumahnya segede benua Asia juga gue gak peduli.”
“Kenapa sih lo itu kayaknya sebel banget sama Romeo? padahal dia kan baik, cakep lagi.” Penilaian Dytha tentang Romeo membuatnya ingin mengeluarkan semua isi perutnya.
“Ya karena dia nyebelin. Coba lo liat deh dia itu ya kerjaannya kalo gak ngejek gue ya ngerjain gue. Pokoknya yang bikin gue emosi lah. Lo itu gak bosen-bosennya ya nanya kayak gituan sama gue,” kata Juliet bersungut-sungut.
“Oh ya? Awas Jul. Benci yang tanpa alasan bisa menghadirkan cinta, karena cinta juga tanpa alasan, Jul. Tapi Jul, coba deh lo pikirin lagi. Lo bisa agak-agak semangat kayak hari ini gara-gara Romeo kan? Cinta bisa membawa seseorang ke jalan yang lebih baik.”
Juliet tertawa keras menanggapi pernyataan Dytha yang konyol itu. Bagaimana mungkin dia bisa jatuh cinta dengan makhluk semenyebalkan itu. HELLO!!! Ini didunia nyata bukan di novel atau film-film. “Lo gila, Tha. Gue masih galau kok. Siapa bilang gue semangat?”
Dytha mengernyitkan dahinya memandangi Juliet heran “Apanya yang gila? Apa coba yang bisa buat lo gak terpikat sama Romeo? Dia ganteng, baik... Belum sempet Dytha mengeluakan jutaan pujiannya. Juliet buru-buru memotong perkataan Dytha. Kupinya mendadak panas kalau dengar Romeo dipuji-puji. “Tapi tetap aja dia nyebelin. Nyebelin. Titik. Gak pake koma dan gak pake titik koma.”
“Siapa yang nyebelin?” Suara cowok itu mengagetkan Juliet. Romeo datang dengan motor Vixion hitamnya. Juliet langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Bisa gawat kalau dia mengatakan yang ssebenarnya. Romeo pasti akan berubah pikiran dan dia terpaksa naik bis. Juliet tebak Dytha pasti tidak mau mengantarkannya. Orang seperti dia disibukan oleh macam-macam les. Pulang sekola belum juga kerumah, Dytha pasti langsung ke tempat les dulu. Buru-buru Juliet mengalihkan pembicaraan. “Gak kok. Bukan siapa-siapa. Ayo cepetan. Gue nungguin lo sampe jamuran disini tau!”
Dytha hanya menertawakan tingkahnya Juliet. “Jul, gue pulang ya. Hati-hati cinlok.” Sumpah. Temannya itu memang menyebalkan.
“Ya udah cepetan naek,” kata Romeo kemudian. Ia memakai sebuah helm hitam lalu memberikan sebuah helm lagi ke Juliet.
Juliet memperhatikannya kagum. Keren. Dari dulu ia sempet bermimpi ingin naik motor Vixion dengan seorang cowok. Kalau saja saat ini ia sedang naek motor ini bersama Kimbum itu akan lebih dari keren. Buru-buru Juliet mengaburkan pikirannya dan bergegas naik.
Sepanjang perjalanan Juliet menghujat Romeo yang membuat dia hampir mati. Rumah Romeo yang jauh dari sekolah hanya ditempuh dalam waktu sepuluh menit. Sampai sekarang saja jantung Juliet masih belum bisa berhenti berdegup kencang. Entah karena ia ketakutan atau ada perasaan yang tak benar-benar ia ketahui muncul tiba-tiba.
Juliet sempat terperangah saat melihat rumah besar Romeo. Dengan garasinya yang luas dan terparkir 5 mobil sekaligus didalamnya. Ia baru tahu kalau Romeo punya mobil sebegitu banyaknya, tapi gak heran sih. Romeo kan orang kaya. Yang bikin dia heran itu, mengapa Romeo lebih memilih untuk naek motor?
“Jul, cepetan masuk. Ngapain lo bengong?”
Juliet cepat-cepat masuk mengikuti Romeo.
Demi Tuhan. Ia tidak bisa menahan decak kagumnya dengan rumah Romeo. Bukan hanya besar, tapi rumah ini benar-benar bernuansa klasik. Rumah itu berinterior mewah dengan lukisan-lukisan kuno. Semua perabotannya dibuat sewarna dengan desain catnya. Terdapat juga beberapa vas dan bunga disetiap sudut ruangan. Indah.
“Mau ngerjain dimana?”
“Terserah lo aja.” Jawab Juliet
“Gue sih biasanya ngerjain tugas di belakang. Deket kolam.” Romeo langsung menuju ke tempat yang dimaksudnya.
Kembali Juliet mengagumi rumah ini saat Romeo membawanya ke tempat itu. Entah harus disebutnya apa. Mungkin taman. Tempat itu begitu hijau. Dengan tanaman-tanaman hias dan bunga yang berwarna warni. Juliet bisa mendengar gemercik-gemercik air yang berasal dari kolam ikan. Jauh dari tempat duduknya saat ini. Ia melihat sangkar burung besar juga satu kandang besar kelinci. Disudut lainnya Juliet melihat sebuah ayunan kecil dimana talinya dililit dengan bunga hiasan plastik.
“Jul, tunggu bentar ya. Gue mau ganti baju dulu. Apa lo mau ngintip gue?”
“Barusan pulang, Rom?  Terdengar suara berat seorang laki-laki setengah baya.
“Eh papa. Iya nih, Pa. Papa temenin Juliet ngobrol dulu ya. Romeo mau ganti baju”
Romeo sudah benar-benar stress. Ia meninggalkan Juliet dengan papanya saja. Ini kan benar-benar akwards moment buat Juliet. Juliet benar-benar bingung harus ngobrol apa. “Siang om,” sapa Juliet sesopan mungkin. Biar bagaimanapun Juliet harus bersikap sopan didepan orang yang lebih tua darinya.
Juliet tersenyum sambil memperhatikan laki-laki itu. Laki-laki itu memegang rantai anjing Siberian hitam putih berukuran kecil. Juliet melongo. Ia sangat suka sekali dengan anjing. Perlahan anjing itu menghampirinya dekat sekali. Jemarinya yang mulai gatal tidak sabar  ingin segera merengkuh anjing itu.
Tiba-tiba anjing tersebut langsung menghambur keangkuan Juliet.
“Kamu suka anjing juga?” tanya laki-laki itu
Juliet hanya mengangguk sambil mengelus-ngelus anak anjing itu, seperti seorang ibu yang sedang mengelus anaknya.
“Pantesan kelihatannya Bowie suka sama kamu.” Laki-laki itu tertawa melihat anjingnya yang saat ini duduk manis dipangkuan Juliet. “Oh iya, nama kamu siapa?” tanya laki-laki itu kemudian.
“Juliet, Om.” Juliet kembali tersenyum. Laki-laki itu nampak mmemeperhatikan Juliet. Ia enampakkan senyuamannya “ Kamu pacarnya Romeo?”
Pertanyaan tersebut membuat Juliet merona. Dengan terbata-bata ia menjawab pertanyaan laki-laki itu “Bu.. Bukan om. Saya temennya kebetulan ada kerja kelompok.”
“Pasti kamu teman dekatnya. Selama yang saya tahu. Anak itu belum pernah membawa cewek kerumahnya.” Juliet kembali tersentak kaget dengan pernyataan laki-laki itu. Laki-laki itu kembali melanjutkan perkataannya “Banyak sekali cewek komplek perumahan sebelah yang naksir sama Romeo. Setiap kali mereka datang kesini membawakan makanan, tapi entahlah anak itu. Sampai sekarang teman cewek aja gak punya. Makanya om heran ngelihatnya bawa kamu kerumah. Benar kamu gak punya hubungan apa-apa dengan Romeo?”
“Kita ada kerja kelompok, Om. Jadi makanya dia bilang kerjainnya dirumah dia aja,”
“Sepengetahuan saya anak itu biasanya lebih memilih untuk belajar kelompok dirumah orang lain daripada dirumahnya sendiri. Tapi gak apa-apa sih. Kalau Romeo suka sama kamu. Om setuju kok. Kamu kelihatannya anaknya baik, cantik lagi. Perisis sama kayak mamanya Romeo dulu.....  Laki-laki itu menatap nanar ke depan. Mengulas kembali besitan masa lalunya yang suram.
Juliet masih terbengong-bengong mendengarnya. Perisis seperti ibunya Romeo. Bukannya kabarnya Ibunya Romeo sudah meninggal?
“Hayoo papa ngomongin apaan? Ngomongin Romeo ya?” Tiba-tiba Romeo muncul ditengah pembicaraan mereka. Laki-laki setengah baya itu tertawa mendengar pertanyaan anaknya. “Kamu ini. GR aja. Siapa yang ngomongin kamu?”
“Tau. Memang gitu om kalau disekolah juga gitu. Pedenya gak kehabisan.” Perkataan Juliet membuat laki-laki itu tertawa hingga bahunya beguncang. “ Memang begitu. Romeo-romeo. Biasanya kalau didepan cewek lain kamu menjaga imagemu. Dengan gaya cuekmu yang cool.” Laki-laki itu tertawa. Setelah beberapa detik, Juliet yang gantian ketawa.
  “Orang tadi Papa cuma muji Juliet. Papa setuju kalau kamu pacaran sama dia. Kalian cocok.”
Tidak hanya Romeo, Juliet dua kali lebih kaget mendengar perkataan laki-laki itu. Bahkan tanpa disuruh pipi Juliet lebih merah lagi.Cocok? Apa gak salah? Kalau gue pacaran sama Romeo bisa-bisa baru sedetik juga udah putus lagi. Lagian siapa juga yang mau pacaran sama orang semenyebalkan dia.
“ Papa ini. Ngelantur aja ngomongnya!” sahut Romeo. Ada sekilas ekspresi yang terlihat samar... seperti ekspresi malu.
“Ya sudah kalian kerjakan saja tugasnya. Papa tinggal dulu.
Laki-laki itu mengambil anjingnya yang tertidur dipangkuan Juliet kemudian beranjak pergi. Sepeninggalan Laki-lai itu. Romeo dan Juliet kembali ketujuan awal. Mengerjakan tugas. Hebatnya empat jam lebih mengerjakan tugas. Mereka belum ada berantem-beranteman seperti adegan mereka disekolah.
Selesai mengerjakan tugasnya Romeo mengantarkan Juliet kembali kerumahnya sesuai dengan janjinya.Namun kali ini dengan mobil, bukan dengan motor. Alasannya dia gak mau Juliet masuk angin kena angin malam,, melihat badan Juliet yang kurus cungkring pasti gampang masuk angin.
 Juliet sampai dirumah dengan selamat . Tapi Wew banget. Dia baru ingat mamanya pasti akan ngomel abis kalau tahu dia pulang malam-malam sama cowok.
Wajah mamanya yang nampak khas kalau sedang marah muncul dibalik pintu. Juliet tersenyum kaku “Ma.. ehmm tadii Ju..
Mama melototi Juliet. Namun tatapannya berubah seketika melihat Romeo disampingnya. “Maaf, tante, saya tadi habis pulang ngerjain tugas sama Juliet. Kami benar-benar lupa kasih tahu tante. Juliet gak salah kok tante. Saya yang menyuruhnya mengerjakan tugas dirumah saya, jadi kalau mau marah, sama saya aja, tante.”
Nampaknya kata-kata Romeo berhasil meluluhlantakan hati seorang calon mertua galak dihadapannya. “Ya udah kalau nanti ada kerja kelompok lagi bilang dulu sama tante supaya tante gak khawatir.”
“Iya, tante pasti. Sekali lagi saya minta maaf, ya.” Pandangan Juliet mengarah pada Romeo. Dalam hatinya dia memaki-maki cowok didepannya itu. Demi apa? Itu cowok berubah menjadi seorang yang jauh lebih sopan. Padahal kalau sama Juliet gak ada sopan-sopannya. Dia benar-benar penjilat ulung.
Mama memperhatikan Romeo dari ujung kepala sampai ujung kaki sabil tersenyum aneh.
“Eh, Tunggu dulu. Kamu kan anaknya Pak Hadi Himawan? Nama kamu Romeo, kan?” Juliiet menganga lebar, mengetahui mamanya ternyata mengenal Romeo.
Romeo mengangguk. Dia sebenarnya juga bingung. Kenapa wanita itu bisa mengenal papanya. “Tante kenal sama papa?”
“Ya jelas, orang papa kamu teman lamanya tante. Sekarang papa kamu juga jadi teman bisnisnya suami tante, papanya Juliet.
APA??? Papanya Romeo teman bisnisnya papa? Teman lamanya mama? Kebetulan yang seperti apa itu? Dunia ini begitu sempit. Sangat sempit sampai-sampai Juliet merasa terdesak dan ingin segera keluar dari dunia ini.
“Oh gitu, ya tante. Oh iya tante. Kapan-kapan kita lanjutin lagi obrolannya. Soalnya ini udah malem tante. Saya pulang dulu, ya? Takutnya saya ganggu malam tante sekeluarga.” Romeo menyalami tangannya Juliet. Mamanya Juliet tersenyum lembut. Matanya berbinar-binar seolah-olah didepannya itu adalah sosok calon mantu idaman alias pacar Juliet yang selama ini dicarinya. Juliet bisa memperhatikan tatapan mama yang meliriknya seolah-olah menginsyratkan sesuatu yang sudah pasti akan ia tolak mentah-mentah.
Setelah Romeo meluncur jauh dengan mobilnya. Mama kembali memelototi Juliet,tapi kemudian tersenyum nakal “Hayoo.. Akhirnya Anak mama udah bisa move on, ya. Udah bisa jalan bareng sama cowok lain. Untung aja cowoknya anaknya baik. Jadi mama setuju aja deh.”
Aduhh!! Juliet menepuk dahinya keras. “Ih .. Mama ini itu cuma temen Jul, kok. Gak usah aneh-aneh deh! Udah ah Juliet mau mandi, kerjain pr terus tidur.” Juliet cepat-ceppat melarikan diri dari mamanya sebelum mamanya menyodorkan pertanyaan semacam introgasi.
                                                ***
Sudah hampir seminggu Juliet mengerjakan tugas bareng. Entah dari mana datangnya semangat pada diri Juliet. Kadang mereka mengerjakannya dikantin, tapi lebih sering dirumahnya Romeo. Hari ini hari terakhir mereka mengerjakan tugas itu karena besok tugas itu harus dikumpul. Jadi mau gak mau, selesai gak selesai tugas itu mesti dikerjakan secepat-cepatnya. Berkat kerja kelompok ini hubungan Romeo dan Juliet agak membaik, meskipun disekolah mereka masih sering bertengkar, namun frekuensinya lebih jarang.
“Akhirnya gue selesai juga.” Kata Juliet tersenyum lega menatap hasil kejaannya di laptop.
“ Coba sini gue lihat. Biasanya kan lo kan suka typo-typo kalau ngetik.” Juliet dengan bete memperlihatkan hasil pekerjaannya kepada Romeo.
“Lumayan,” komentarnya singkat.
Juliet mendengus sebal yang benar saja. Hasil kerja Romeo aja dari tadi belum kelar-kelar. Padahal dia cuma ngerangkum hal-hal apa aja yang penting buat dipresentasiin nanti.
            “Mana kerjaan lo?” tanya Juliet sewot.
            Romeo nyengir kuda, memamerkan gigi -gigi putihnya. “Ini. Gue sih udah selesai dari kemarin. Gue tinggal baca-baca buku laen kalau-kalau dapat informasi baru yang belum ada. Emangnya lo lama,” cibir Romeo.
            “Ya elo enak cuma ngerangkum doang. Gue juga bisa kali cepat kalo cuma disruruh ngerangkum doang, bahkan mungkin gues bisa lebih cepet dari lo,” protes Juliet gak mau kalah.
            “Whatever. Emang susah ya kalau ngomong sama orang gila. Gak mau ngalah. Oh ya Jul. Jangan lupa bikin daftar pustaka.Besok gue tinggal maju kedepan terus presentasi. Lo kasih karya tulis itu sama ibu Septi. Eh satu lagi. Fototcopi beberapa juga, ya.”
            Juliet bersunggut kesal melihat sikap Romeo yang sok bossy itu lagi “Iya bawel.” Lalu jemarinya mulai bermainn di keypad laptopnya lagi untuk menaati perintah Romeo.
            “Lo putus beneran sama Miko?”
            Juliet benar-benar berhenti mengetik mendengar pertanyaan Romeo. Juliet mendongak  dan menatap Romeo. Ternyata benar cowok kepo itu sedang bertanya padanya.
            “Apa peduli lo?” tanya Juliet jutek.
            “Gak apa-apa sih. Cuma gue kasihan aja ngelihat lo sampe sebegininya Cuma gara-gara diputusin cowok macem Miko.”
            “Kenapa sih lo kepo banget? Atau lo mau sibuk ngumbar gosip murahan juga kayak cewek lo, Nella itu.”
            “Gue gak ada maksud gitu. Lagian Nella bukan cewek gue. Gue cuma kasihan aja sama lo. Nilai banyak yang turun, terus sering ngelamun, terus setiap masuk kelas muka kayak sadako. Mata bengkak, pucat, rambut berantakan. Cuma demi cowok kayak Miko.Gue cuma mau mastiin aja lo itu bener-bener cewek bego atau gak? Cewek yang ngancurin dirinya sendiri cuma demi cowok yang salah.”
            Juliet sempet membisu. Kemudian mencari dalih untuk mengingkari perkataan Romeo “Lo gak pernah ngerasain ada diposisi gue. Jadi lo gak tau apa yang gue rasain. Lagian Miko itu cowok baik. Seengaknya lebih baik dari lo. Dan gue yakin dia masih cinta sama gue.”
            “Kalau dia masih cinta sama lo sih dia gak mungkin milih yang kedua terus ninggalin yang pertama.”
            Juliet kembali diam. Dalam diamnya ia mencerna kata-kata Romeo.
            “Ya gue sih cuma mau sekedar nyadarin lo aja. Itung-itung gue juga dapet pahala karena udah nyadarin orang yang salah,” kata Romeo tersenyum samar. Juliet melirik Romeo yang ternyata juga meliriknya.
            “Makasih, tapi bagi gue Miko itu penting banget. Gue cinta sama dia. So gue akan coba buat perjuangin cinta gue itu sesakit apapun itu  gue terima. Lo juga bakalan ngerti nanti pada saat lo benar-beanar jatuh cinta sama seseorang, Rom.”
            Romeo memperhatikan Juliet baik-baik. Ia merasakan seolah-olah kembali ke masa lalu. Dimana hanya ada pengorbanan sepihak untuk cinta? Cinta yang bodoh. “Gue gak nyangka dibalik sikap lo yang galaknya ngelebihin sadako, tapi lo cewek yang setia. Harusnya Miko itu sadar kalau dia udah salah nyia-nyian cewek kayak lo.”
            Juliet tersenyum jail, namun separuh hatinya senang mendengar romeo yang secara gak langsung memujinya. “Lo baru tahu? Makanya cewek kayak gue ini banyak jadi inceran cowok-cowok,” kata Juliet kemudian.
            Romeo meliriknya jengkel, menyesal telah memuji cewek itu “Iya tapi lo tetap ajaa cewek bego, bodoh, tolol. Lo itu salah tau. Apalagi saat lo masang status-status ditwitter. Seakan-akan lo ngemis inta sama cowok itu. Lo pikir cowok itu terus akan suka lagi sama lo setelah lo kayak gitu? Gimana kalau cowok itu nambah illfeel sama lo? Untuk narik perhatian Miko seharusnya lo berubah jadi lebih baik. Bukan malah ngancurin diri lo. Lebih baik lagi kalolo gak usah harapin Miko lagi.”
            Kembali lagi kedalam diamnya. Otak Juliet berputar cepat. Kali Ia membenarkan apa kata Romeo. Ia bertekad untuk berubah dan tidak akan menghancuran dirinya sendiri lagi. Tiba-tiba ia baru sadar ada sesuatu yang aneh.
            Juliet memutar kedua bola matanya dan melirik curiga kearah Romeo. Dari mana Romeo tahu hubungannya dengan Miko? Jangankan itu. Romeo aja gak kenal Miko. Juliet tahu benar Romeo bukan orang yang suka gosip, jadi mana mungkin dia peduli dengan yang namanya gosip. “Eh tunggu dulu. Dari mana lo tahu hubungan gue saama Miko?” sergahnya cepat.
            Romeo tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan cewek itu yang akhirnya sadar juga. “Apanya yang lucu? Gue nanya dari mana lo tahu hubungan gue sama Miko?” Juliet mengulang pertanyaannya dengan sedikit lebih tegas.
            “Ohh itu.. Gue waktu itu sempet denger sedikit pembicaraan lo sama cowoknyya Lea dikelas pas pulang sekolah. Jangan salahin gue lah. Pendengaran gue kan memang bagus. Lagian lo sih ngapain ngomongnya dikelas. Untung gue orangnya gak ember.”
            ROMEOOO!!! Juliet berteriak sangking sebalnya. “LO...
            Bleepp!
            “HMMMSSPPSSS HMMPPPSHHH!” Repetan teriakan Juliet berhenti. Romeo buru-buru menutup mulut Juliet yang mengeluarkan suara besarnya yang lebih nyaring dari pada suara bom meledak. Juliet terdiam sejenak menyadari tubuh Romeo yang saat ini berada dekat sekali dengannya sedang menutup mulut Juliet dari belakang. Melihat Juliet yang terdiam Romeo buru-buru melepaskan tangannya yang menempel dikedua mulut Juliet.
            “DASAR TUKANG NGUPING! ITUKAN PRIVASI ORANG!” Juliet kembali berteriak kencang. Romeo hanya menutup telinganya. “Jul, keep your mouth please. Bokap gue bisa kena serangan jantung denger suara lo yang kayak geledek itu,”  kata Romeo setengah berteriak.
Spontan Juliet menutup mulutnya. Ia benar-benar lupa saat ini sedang berada dimana. “Ya maaf. Habis lo nyebelin sih,” kata Juliet sambil mencubit lengan Romeo geram.
ADUHH! Romeo berteriak kecil. “Gila lo ya. Maen nyubit-nyubit orang aja. Udah tahu kuku panjangnya kayak sadako. Kuku lo itu merusak kemulusan kulit gue tahu. Pokoknya kalau sampe lo macem-macam sekarang juga gue mau fisum ini ke KOMNAS HAM.” Romeo buru-buru melarikan diri dari Juliet
“Dasar cowok sinting! Sini lo!” Juliet mengejar Romeo. Seketika adegan kejar-kejaran seperti difilm-film Indiapun terjadi. Tunggu dulu! Ini bukan film India, tapi lebih cocok ke film Tom And Jerry.
                                                            ***
Hari ini pelajaran bahasa Indonesia dimulai. Romeo dan Juliet terlebih dahulu maju dan mengumpulkan tugas mereka dengan penuh semangat. Ibu septi langsung saja memanggil Juliet dan Romeo maju untuk mempresentasikan tugasnya.
Awalnya Juliet sedikit gugup. Namun semuanya berubah ketika Juliet melihat presentasi Romoe yang begitu lancar, lugas, dan jelas. Setelah presentasi itu berakhir. Juliet sebagai moderator bertanya kepada Ibu Septi dan anak-anak sekelasnya “Apakah ada pertanyaan mengenai presentasinya?”
Beberapa pertanyaan yang muncul lalu dicatatnya. Lalu ia menjawab pertanyaannya itu dengan mudah bersama Romeo. Mereka berdua benar-benar sudah mengerti betul topik yang mereka bawakan. Hal tersebut membuat mereka mendapatkan tepuk tangan yang cukup meriah dari seisi kelas, kecuali Nella. Cewek itu malah manyun, ngoceh-ngoceh pelan saat pertanyaannya berhasil dijawab oleh Juliet.
Ibu Septi tersenyum puas sekali. Beliau bangga dengan pekerjaan Juliet dan Romeo yang luar biasa. Ia memberikan nilai 95 untuk karya tulis yang hampir sempurna dimatanya. Ibu Septi berjanji akan memuat karya tulis yang dibuat Romeo dan Juliet di Majalah sekolah. Jika kelak ada perlombaan atau event-event lomba karya tulis tingkat SMA, Ibu Septi akan menyuruh Romeo dan Juliet berpartisipasi mengikutinya.
Juliet tersenyum senang. Ini memang pertama kalinya ia mendapatkan nilai bagus setelah putus dengan Miko. Juliet memandang kearah Romeo yang terlihat senang juga. Ada satu dorongan yang membuat ia memberanikan dirinya menepuk bahu Romeo “Rom, thanks ya. Akhirnya gue dapat nilai bagus lagi setelah tiga kali dapat nilai jelek melulu.” Juliet tersenyum. Romeo sempet terdiam beberapa detik melihat senyuman Juliet yang menurutnya itu adalah senyumanan termanis yang pernah ia lihat.
 Romeo tersenyum balik “You’re welcome. We’re good team work.” Kata cowok itu bersemangat.
Juliet mengangguk tak kalah semangat. “Yeah. Good team work.”
Dia terus mengulang kata-kata itu dalam hatinya We’re good team work. Hal itu benar-benar tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.




Bab 11
                         WELCOME SUNDAY!!!
            Juliet berteriak gembira. Akhirnya Juliet bisa sedikit berbahagia dengan hidupnya, walaupun hati yang sakit belum sepenuhnya sembuh dan masih mengharapkan Miko kembali. Perasaannya tiba-tiba saja sudah agak sedikit lebih membaik. Mungkin sedikit demi sedikit dia sudah tidak akan lagi meratapi kesedihannya. Disini dia siap untuk menjadi Juliet Danniela kembali.
  Juliet sangat senang dengan hari Minggu sama seperti siswa-siswi biasanya. Bagi Juliet hari Minggu adalah harinya untuk menenangkan rohaninya dan jasmaninya. Pagi hari sepulang dari ibadah Gereja ia ada janji dengan Lea dan Dytha.
            Rencananya hari ini mereka mau refreshing, nongkrong dikafe basecampnya mereka lalu ketoko buku lalu... Juliet bisa membayangkan betapa hari ini akan menjadi sangat menyenangkan. Sudah lama sekali ia tidak jalan-jalan bertiga bareng kedua sahabatanya itu. Apalagi saat-saat ini memang dia butuh banget yang namanya refreshing.
            Juliet mulai berkeliling ria bersama kedua sahabatnya itu. Mulai dari Mall didekat rumahnya. Lalu ke kafe untuk makan siang. Dan sekarang mereka berdua melangkah ke toko buku didekat rumahnya. Memang semua lokasi-lokasi yang mereka datangi jaraknya tidak jauh dari rumah Juliet karena biasanya memang mereka selalu disana. Juliet yang memperkenalkan mereka pada tempat-tempat itu. Beruntung kan punya sahabat yang ruumahnya pas dipusat kota? Jadi kalau mau kesana-kesini gampang.
            Ketika masuk kedalam toko, mereka langsung berlari menuju rak-rak buku yang tingginya tidak melebihi mereka. Dytha dan Lea menyusuri rak novel. Juliet tertawa kecil ketika melihat Dytha yang sekarang diam-diam suka membaca novel. Ya, walaupun novel yang berbau tentang korea tentunya, sepeti SM Town salah gaul, atau Oppa & I. Juliet memang tadinya mau mengikuti mereka berdua, tapi saat ini ia lebih menginginkan membaca buku psikologi dan hanya memandangi mereka sepintas lalu pergi. Juliet mulai menjelajahi rak tersebut dan menyelami buku-buku di rak itu.
            “Buku ini bagus juga.” Juliet mengambil buku itu dan membaca judulnya “Lima Jurus Mendapatkan Hati Mantan.”
Ia membolak-balik lembaran-lemabaran buku itu. Ia bertekad untuk membeli buku itu dan mempraktekannya. Siapa tahu saja berhasil. Juliet tersenyum senang. Buru-buru ia mencari Lea dan Dytha. Setelah melihat kedua sosok yang ia kenali, matanyapun berbinar. Ia segera berjalan menghampiri keduanya dan memberitahukan buku yang ia dapatkan.
“Lea, Dytha. Cepetan. Lo orang ini lama amat sih. Gue gak sabar nih mau baca buku bagus yang barusan gue temuin. Pasti lo orag kaget.” Lagi-lagi Juliet tersenyum gembira.
“Apaan sih? Emang nemuin buku apa?” tanya Dytha yang masih belum berpaling dari buku SM Town Salah Gaul yang saat ini ia baca.
“Ini.” Juliet memamerkan bukunya dengan senyum mengembangnya. Seperti apa yang dikatakan Juliet sebelumnya kedua sahabatnya itu kaget setengah mati. “Jul, lo gila ya? Ngapin lo beli buku beginian?” Dytha mulai berkomentar.
“Buset Jul. Otak lo udah konslet ya. Jangan bilang lo mau pratekin semua isi buku ini ke Miko?” Sekarang giliran Lea yang menimpali. Kedua pasang mata sahabatanya itu membelalak ke arah Juliet. Sekarang Juliet seperti sedang disidang oleh keduanya. Tanpa takut sedikitpun Juliet mengangguk mantap.
Astaga!!!

Sesampainya dirumah Juliet langsung sibuk membuka plastik tipis buku yang barusan ia beli. Lea dan Dytha hanya bisa mendengus kesal saat Juliet menyuruh mereka pulang seakan-akan mengusirnya. Lea dan Dytha dengan terpaksa menuruti Juliet sambil terus mengomel kepada Juliet yang mengantarkannya sampai didepan pintu gerbang. Juliet tidak peduli. Toh, walaupun mereka memang marah, tapi Juliet yakin kedua sahabatnya yang super duper baik itu akan memakluminya.
Juliet sudah memasuki halaman pertama. Ia segera menekuni kata perkata yang disajikan dalam buku tersebut.
Pertama, sebelum mendalami isi buku ini lebih lanjut dan mempraktekannya. Kamu terlebih dulu harus meyakinkan diri bahwa kamu memang masih benar-benaar mencintai mantan kamu. Caranya, pejamkan matamu dan sebut nama dia. Lalu ikutilah kata hatimu. Jika hatimu sudah menjawab “Iya” maka kamu siap melangkah ke lembar berikutnya.
Juliet dengan rasa penasarannya terus membalik buku itu tanpa mengikuti arahan pertama dari buku tersebut. Dan di bab inilah ia berhenti.
5 Jurus Mendapatkan hati mantan
Jurus pertama:
            Mulailah dengan mencuri perhatiannnya kembali.
            Hentikan mengemis! Mantanmu mungkin akan menjadi semakin illfil melihat kamu mengemis padanya. Cara mengemis juga terkesan agak murahan. Carilah cara laen. Misalnya merubah sedikit penampilanmu menjadi lebih baik. Lalu tunjukan ke dia senyumanmu yang indah. Buatlah dia kembali terppesona dengan sosokmu lagi....
            “Aha....  Ini dia yang harus gue lakukan” gumamnya pada dirinya sendiri. Ia kemudian meletakan pembatas buku yang berbentuk persegi ditempat ia terakhir membaca. Buku itu ditaruhnya kedalam tas sekolah. Sekarang ia sedang sibuk berdiri didepan kaca sambil memperhatikan setiap lekuk wajahnya. Juliet menyeringai. “Oke Miko,You will see it. Juliet comes back.”
                                                                        ***
            Matahari pagi bersiniar cerah secerah wajah Juliet saat ini. Gadis itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Hari ini Juliet tampak berbeda. Rambut panjangnya yang biasanya polos tergerai kini dibalut pernak-pernik jepit berbentuk bintang berwarna biru. Ia juga sengaja melepas kacamatanya dan mengantinya dengan softlens biru yang sewarna dengan jepitnya. Dibagian mata Juliet terlihat coretan tipis eyeliner biru yang membuat matanya yang agak sipit terlihat lebih besar. Satu lagi yang membuat Juliet tambah beda. Dia memakai lipbalm ke sekolah. Sebelum pergi, ia menyempatkan dirinya untuk bercermin lagi. Gadis itu memperhatikan tiap lekuk wajahnya. Setelah semuanya nampak sempurna, Juliet berangkat.
            Tertangkap beberapa mata cowok yang melirik Juliet pagi itu. Juliet tidak memperdulikan lirikan tersebut dan terus berjalan. Ia sengaja berbelok arah menuju kelas IPA 2 . Dengan santai ia berjalan melewati kelas Miko. Sasaran yang sedang diincarnya muncul. Miko yang kebetulan ingin membuang sampah dilacinya keluar kelas pas ketika Juliet ada di depan pintu kelasnya. Juliet dengan elegan memamerkan senyumnya. Mata Miko sempat tidak berkedip memperhatikan Juliet sampai bayangan gadis itu benar-benar menghilang dari hadapannya.
            Juliet tersenyum puas dalam hati. Sesampainya dikelas ia menyapa dua sahabatnya. Lea yang melihat penampilan Juliet saat itu harus pasrah tersedak air minum yang tadi ia minum. Beda dengan Dytha yang masih melongo kayak sapi ompong.
            “Biasa aja keles liatnya,” ujar Juliet.
            “Sumpah demi apa lo jul? Cakep banget.” Lea memperhatikan Juliet dari atas kebawah lalu kembali lagi dari bawah keatas.
            ‘Ke..Ke..sammbet ap..paaa lo Jul?” tanya Dytha terbata-bata. Dytha terlihat sangat shock melihat Juliet yang saat ini ada didepannya. Selama 5 tahun sekelas, sahabatan, segenk sama Juliet baru kali ini dia lihat Juliet benar-benar dandan. Bahkan saat pesta saja Juliet tidak mau rambut panjangnya diganggu dengan pernak-pernik atau matanya yang polos itu dioles macam-macam. Is she a real Juliet?
            Juliet tidak mengatakan aapun. Ia hanya menunjukan kepada kedua sahabatnya halaman buku yang ia baca tadi malam. Lalu menuju tempat duduknya. Kedua sahabatnya itu langsung segera menghapirinya. Mereka benar-benar tak percaya Juliet akan bertindak segila itu.
            “Lo benar-benar gila, Jul. Kayaknya lo harus berobat ke psikiater,” kata Dytha yang masih berdecak heran. Lea mengangguk,menyetujui pernyataan Dytha.
            “Apa sih lo orang ini. Gue seneng banget. Ternyata ya buku ini ampuh banget. Tadi gue udah buktiin dan Miko nengok kearah gue.” Juliet tertawa bangga
            Lea memegangi dahi Juliet cepat-cepat untuk mengecek apakah Juliet benar-benar sedang demam atau sakit atau ada seberkas luka yang membuat otaknya jadi gila.
            “Ihhh apaan sih, Lea? Gue baik-baik aja. Gue gak sakit. Lo orang kali yang gila.”
            “Jeongmal pabbo ya,” ucap Dytha. Dytha memang suka mengeluarkan kata-kata Korea (yang kira-kira artinya itu ‘benar-benar bodoh’) disaat dia sedang kesal sama orang. Ini berati dia mulai kesal dengan Juliet.
            “Ini kenapa ya pada ngumpul dimeja gue semua? Gue mau duduk minggir!” Suara Romeo membuat Lea, Dytha dan Juliet kaget. Mereka memalingkan muka mereka kearah Romeo. Kali ini giliran Romeo yang tersentak. Ekspresinya berubah saat melihat wajah juliet disampingnya.
            “Ngapain lo liatin gue sampe segitunya? Mau ngomongin gue cantik?” tanya Juliet dengan PD-nya yang saat ini tingginya melebihi pegunungan Himalaya.
            “GR. Bisa-bisanya lo bilangin gue ke-PD-an padahal sendirinya lebih PD dari pada gue.”
            Mencoba lebih tenang Juliet hanya menganggapi perkataan Romeo enteng “Lah. Lo kan tadi ngeliatin gue.”
            Romeo tampak sedikit berpikir untuk mencari bisa berdalih “Oh.. Gue tadi emang ngeliatin lo kok. Dandanan lo itu norak. Kayak si manis Jembatan Ancol yang lagi mau mejeng sama Om-om.”
            Okee ucapan Romeo ini sempat membuat Juliet hampir ngamuk. Apanya coba yang norak? Juliet kan sudah berdandan senatural mungkin. Ia mencoba untuk tenang. Bisa-bisa penampilannya yang elegan jadi berantakan. Juliet melirik kearah Dytha dan Lea yang sempet tertwa pelan. Kemudian melirik ke arah Romeo tanpa menanggapi kembali ucapaan cowok itu.
            Romeo hanya mengangkat bahunya dan melangkah pergi. Tepat setelah Juliet dan kedua temannya tidak memperhatikannya lagi, cowok itu membalikan badannya yang tinggi. Diam-diam Romeo mencuri pandang ke arah Juliet lagi. Harus ia akui, Juliet memang terlihat berbeda dari biasa. Jauh lebih...cantik mungkin. Namun ada satu hal yang perlu diketahui, Romeo jauh lebih menyukai penampilan Juliet sebelumnya. Dengan semua kesederhanaanya ia terlihat begitu bersahaja berbeda dengan sekarang. Romeo buru-buru membalikan badannya lagi sebelum ada yang mengetahui sisi lainnya yang diam-diam mulai memperhatikan cewek itu.

           




            Bahkan saat istirahat tiba Juliet juga masih membaca buku itu. Kini dia tiba dihalaman berikutnya. Ia mulai membalik lembar buku itu. Mata almondnya yang indah kembali menelusuri kata-per kata yang ada di lembar itu.
            Sekarang kamu sudah sampai di jurus kedua. Itu tandanya tahap pertama berhasil kamu lewatin dan membuahkan hasil positif. Kamu sudah mendapatkan perhatiannya kembali. Setekah itu hal yang pperlu kamu lakukan selanjutnya adalah : MEMBANGUN KEMBALI KOMUNIKASI DENGANNYA. Ini memang agak susah. Kamu harus benar-benar mengumpulkan keeranian kamu untuk menghubunginya duluan. Buang semua gengsi kamu. Carilah topik menarik untuk dibahas dengannya. Kalau ada kesempatan kamu juga bisa bernostalgia dengannya, mengingat kembali kenangan kalian. Selamat mencoba!
            “lima jurus mendapatkan hati mantan” Romeo mengintip buku yang dari tadi dibaca Juliet. Ia tidak dapat menahan keisengannya untuk mengganggu Juliet seperti biasanya. “Gilaa! Lo satu-satunya cewek yang paling gila yang pernah gue temuin. Niat banget lo!” Romeo sedikit menyindir Juliet dengan decakan kagum yang dibuat-buatnya.
            “Apa sih, Rom? Lo bisa gak sehari aja gak gangguin gue? Gak usah kepoin hidup gue! Gangguin aja cewek laen sana. Emang kita punya masalah ya? Sampai-sampai kayaknya lo itu kepo banget sama gue,” cerocos Juliet jutek. Matanya bahkan tidak beranjak ke Romeo, meskipun dia sudah selesai dengan cerocosannya
            “Gak gue gak bisa. Emang siapa yang bilang gue ada masalah sama lo? Ngomong-ngomong nemu dimana buku kayak gini?”
            “Bukan urusan lo. Udah sih, Rom. Pergilah sana! Jajan kek apa kek. Darah tinggi gue lama-lama deket lo!” kata Juliet ketus. Sangking ketusnya Romeo sampai bener-benar menuruti komando Juliet.
            Setelah Romeo pergi, Juliet kembali menimbang-nimbang. Apa dia harus menghubungi Miko duluan? Terus dia harus ngomong apa? Gimana kalau Miko gak ngerespon balik dia? Juliet melakukan kebiasaannya disaat ia bingung. Ia memejamkan matanya dan kembali menanyai hatinya agar mendapat jawaban yang menurutnya paling tepat. Bukan. Ia  memang bertanya kepada hatinya, tapi bukan hatinya yang menjawab. Suara egonya yang begitu besar mengalahkan suara hatinya dan dia jatuh kedalam bisikan yang salah.
            Juliet mulai mengetik kata per kata di keypad ponselnya. Nampaknya ia sudah benar-benar membulatkan tekadnya yang tadi masih berbentuk persegi delapan.
            Hai mik, Apa kabar?
                Tanpa ada keraguan lagi Juliet segera menekan tombol send. Pesan itupun terkirim.
            Beberapa detik kemudian Juliet sempet kaget mendengar nada pesan masuk yang masuk ke ponselnya cepat amat anak itu balesnya. Kata Juliet dalam hati sambil menyeringai lebar melihat balasan yang didapatkannya.
            Miko:
                Baik. Lo sendiri gimana? Tapi tadi gue lihat lo baik-baik aja. Malah kelihatan tambah fresh..
                Ternyata benar. Miko memperhatikannya tadi. Juliet lompat kegirangan. Ia kemudian berhenti saat menangkap banyak mata sedang memperhatikannya, termasuk kedua sahabatnya yang kini menatapnya aneh. Whatever. Dia tidak peduli lagi dengan semuanya yang penting Miko membalas smsnya.
            Secepat mungkin ia membalas pesan singkat Miko tadi.  Mereka terus sms’an sampai malam menampakkan dirinya mengantikan Senja.
Sms itu ternyata berlanjut hingga berhari-hari. Meskipun selalu Juliet yang memulai sms itu, tapi Miko ngerespon Juliet sesuai dengan harapannya. Menurut buku yang ia baca, teruslah coba menghubungi mantannya itu sampai mantannya itu menghubungi dia duluan. Tidak sia-sia. Miko akhirnya menghubungi dia duluan. Bahkan hari itu, Miko menelponnya sampai larut alam.

“Halo, Mik. Kenapa?” Suara Juliet terdengar seperti anak gembala yang selalu riang dan gembira.
“Gak apa-apa. Udah lama ya gak denger suara lo,” jawab Miko. Juliet benar-benar girang. Saat ini tanpa diketahui Miko, Juliet cekikikan sendiri dikamarnya. Ini artinya Miko kangen sama gue.
“Oh. Iya aku juga kangen...Eh maksud gue. Gue juga kangen” Sebenarnya Juliet sengaja pura-pura keceplosan aku. Harapannya Miko bisa mengingat saat-saat dulu ia menelponnya begini.
“Ciieee.. Ya udah,Jul. Gue tau lo kebiasaan manggil ‘aku kamu’. Jadi sekarang agak susah ganti ke ‘gue lo’. Gak apa-apa kok kalau lo lebih nyaman manggil gue dengan sebutan ‘kamu’.
Buseett. Ternyata Miko itu mudah GR. Padahal gue cuma pura-pura keceplosan. Tapi bagus. Peluang lo semakin terbuka Jul.
“Ehmm... Sorry ya. Gue masih belum biasa. Gue janji akan biasain. Bisa gawat kan kalau pacar kamu denger. Eh maksudnya pacar lo denger.” Juliet tertawa kecil. Ia dapat mendengar suara Miko yang juga tertawa juga. “Oh iya Mik, Nella gimana kabarnya? Hubungan kalian gimana?” Juliet kembali bertanya. Ia sengaja mengeluarkan pertanyaan ini.
“Baik. Ya gitulah.” jawab Mko tak bersemangat. Dan Juliet senang nada tak bersemangat dari Miko.
“Jul, kamu.. Eh maksudnya lo belum ngantuk? Tidur gih udah malam!”
Ini Mikonya. Miko memang sering berkata seperti ini. Pasti diakhir telepon Miko akan ngucapin “Nite” Biasanya sih disertai “love u” tapi saat ini Juliet tahu itu belum saatnya.
“Iya ini gue udah mau tidur,” ucap Juliet bohong. Padahal dia masih senyam-senyum mana mungkin ia bisa tidur. Ia minimal harus melampiaskan kesenangannya dulu baru bisa tidur.
“Oh. Ya udah. Nite, Jul.” Semua tepat seperti yang Juliet perkirakan. Ketika telepon berakhir. Juliet melompat girang. Ia tertawa keras. Cukup keras untuk membuat Mamanya terbangun lalu mengetuk pintu kamarnya, menyuruhnya segera tidur.

Malam ini Juliet tidur enak, bangun enak, sarapan enak. Semua serba enak. Ia terlihat begitu ceria. Dengan langkahnya yang santai ia berjalan menuju lorong kelasnya. Eits tentu saja melewati kelas Miko terlebih dahulu. Setlah memastikan Miko tidak ada dikelas. Juliet kembali berlalu. Sepanjang kakinya menapak dilantai Juliet terus menearkan senyumnya. Sambil berjalan ia bersenandung kecil menyanyikan lagu Taylor Swift, Love story.
Romeo berjalan melewati Juliet. Ia menatap Julliet heran. Lama kelamaan nih cewek semakin aneh. Kemarin udah dandan gak jelas. Sekarang senyum-senyum sambil nyanyi-nyanyi gak jelas. Jangan-jangan.....
Juliet memamerkan senyumnya ke hadapan Romeo. “Kenapa Rom? Suara gue bagus? Sampai lo segitunya ngelihatin gue?”
Romeo bergidik geli. Bulu kuduknya merinding. Secepat mungkin ia melarikan diri dari tempat itu. Juliet yang melihat keanehan Romeo hanya mengangkat bahunya terus melanjutkan langkahnya.
                                                            ***
SELAMAT!!! Jurus kedua sudah bisa kamu kuasai. Sekarang kamu sudah sampai di jurus ketiga. Jurus ketiga ini tentunya lebih susah lagi dari jurus kedua. Selain itu jurus ketiga ini membutuhkan waktu yang tepat yaitu pada hari ulang tahunnya. Tentunya kamu ingat dong hari ulang tahunnya?

Juliet sudah ingin segera menuju ke jurus yang ketiga. Jurus yang kedua sudah berhasil ia luncurkan mulus. Jurus ketiga kali ini apa ya? Dengan cepat jari-jari Juliet membalik lembar halaman-halaman yang sudah dibacanya. Jarinya berhenti disatu halaman dan mengambil pembatas bukudisana. Ia lanjut membaca kembali.

So jurus ketiga adalah; Memberikannya Kado Spesial di Hari ulang tahunnya.
Agar mendapat kesan sebagai mantan terbaik dalam hidupnya. Kamu harus melakukan hal ini. Memberikan kado spesial dihari spesial akan membuat seseorang kembali menyuakaimu. Mungkin dengan begitu kamu akan menyadarkan dia kalau kamu selama ini selalu memberikan perhatian kepadanya, bahkan sampai sekarang. Kalau sudah begini. Mantan kamu pasti bakalan luluh deh. Ia pasti mulai menyesal mengapa dulu ia sempat meninggalkan kamu.
           
           
           



Juliet cepat-cepat mencari kalender kecil yang biasanya selalu berdiri tegak diatas meja belajarnya. Matanya langsung saja tertuju pada lingkaran merah yang ada pada bulan Juli. Tepat. Tanggal 2 Juli ulang tahun Miko. Kalau begitu lusa adalah ulang tahun Miko. Juliet baru saja menyadari hal itu. Sekarang ia mencari sesuatu lagi. Celengan kelinci besar berwarna pink.
PRANGGG!!!
Dengan setengah hati Juliet melempar celengan kesayangannya itu ke lantai. Uang-uang jatuh berhamburan. Mulai dari uang kertas sampai uang logam. Juliet mengumpulkan uangnya lembar perlembar. Lalu menyusun juga uang logamnya. Setelah semua terkumpul rapi. Ia mulia menghitungnya dengan teliti. Seratus.. Dua ratus... Tiga ratuss.....  enam ratus dua puluh ribu. Sebenarnya ia sengaja menabung uang jajannya dari tiga bulan yang lalu khusus untuk membelikan kado spesial buat Miko. Eh ,tapi belum juga hal itu terwujud ia sudah keburu putus duluan.
Segurat senyuman muncul dipipinya lumayan ucapnya dalam hati. Ia menggigiti kukunya seperti sedang memikirkan sesuatu. Menggigiti kuku adalah salah satu kebiasaan buruk gadis itu. Gadis itu memang selalu melakukannya jika sedang berpikir keras. Bukan hanya kuku, dia juga sering menggigit pena atau pensil. Oleh teman-temannya Juliet mendapat julukan tikus jadi-jadian. Juliet tidak pernah sama sekali menganggapi julukan itu. Setidaknya dengan kebiasaan buruk itu dia dapat menemukan ide brilian. Seperti sekarang ini. Baru sepuluh menit berpikir ia sudah tahu kado spesial apa yang akan ia berikan ke cowok itu.
Jam tangan. Juliet ingat betul Miko adalah salah satu kolektor jam tangan. Miko sangat menyukai jam tangan. Apalagi jam tangan merk-merk terkenal seperti Alexander Christie. Sekarang masalahnya hanya ada satu. Dimana Juliet bisa mendapatkan jam tangan branded dengan harga KW? Juliet mulai memutar lagi otaknya. Cewek itu masih menggigiti kukunya yang sudah mulai geripis. Setelah lampu ide menyala diotaknya. Juliet langsung keluar dari kamarnya. Secepat kilat dia turun dari tangga dan mencari sang mama. Mata Juliet berbinar saat melihat mamanya ternyata sudah pulang dari arisan. Wanita setengah baya itu sedang sibuk memasak didapur.
“Ma..” Panggil Juliet dengan nada amat manja. Atau lebih tepatnya sengaja dimanja-manjakan. Mamanya Juliet yang seakan mengetahui kebiasaan anak perempuan satu-satunya ini hanya berdeham kecil.
“Ma, waktu itu ya kalau Juliet gak salah ingat mama pernah bilang kalau mama punya teman yang punya toko jam branded tanpi harganya murah. Jul....
Belum juga Juliet menyelesaikan perkataannnya mama yang seakan menggetahui arah pembicaraan Juliet mau kemana langsung memotongnya “Kamu mau beliin kado buat siapa?” tanya mamanya yang hapal banget kalau anaknya, Juliet Danniela itu gak suka pakai barang-barang berkelas yang terlihat glamour. Juliet lebih mencintai kesederhanaan.
“Ehmm itu ma.. Anu.. temen Juliet, ma. Lusa temen Juliet ulang tahun?” Kata Juliet terbata-bata. Ia berusaha mengatur kata-katanya.
“Teman? Ohh Lea? Atau Dytha?” tebak mama langsung.
“Bu.. Bukan ma.” Juliet merasa bingung. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Apa yang harus ia katakan? Dia tidak mungkin berbohong dengan mamanya. Seumur hidupnya Juliet belum pernah berbohong dengan orang yang paling dia sayangi.
“Terus?” Mama mematikan kompor gasnya. Dengan telunjuknya ia menuding muka Juliet yang saat ini kelihatan tegang. “Ohh mama tahu. Kamu pasti mau kasih pacar kamu yang waktu itu datang kesini, kan?”
Pacar? Juliet bingung. Ia mengingat-ingat lagi siapa orang yang dimaksud mamanya. Gak mungkin mamanya lupa bahwa Juliet sudah putus sama Miko berminggu-minggu yang lalu. Juliet ingat persis mamanya yang melompat ria karena Juliet tidak berpacaran lagi dengan Miko. Wanita itu tidak begitu menyukai Miko yang katanya kurang sopan. Juliet bahkan masih ingat perkataan mamanya mengenai Miko “Untung deh kamu akhirnya bisa melek juga. Mama kan udah bilang Miko itu gak baik untuk kamu. Liat aja tuh anaknya gak begitu sopan, gak cakep-cakep amat lagi. Mending kamu balikan lagi sama Andre.” Mama Juliet ini memang terkadang suka menilai orang dari wajahnya. Juliet yang saat itu sedang sakit hati hanya bisa cemberut dan berprasangka buruk kalau dia putus sama Miko itu gara-gara siang malam mamanya mendoakan mereka putus. Saat itu Juliet sempet agak kesal sama mamanya. Bagaimana tidak? Disaat Juliet sedang ditimpa petaka, mamanya malah menganggap petaka itu anugerah.
“Jul? Kok diem? Ituloh pacar kamu yang waktu itu nganterin kamu. Yang kata kamu itu cuma temen kamu. Yang anaknya om Hadi Hermawan.”
Ohh.. Ya Tuhan Juliet baru inget. Pasti yang dimaksud mama adalah Romeo. Buru ia menggeleng kuat. “Bukan, ma. Jul kan udah bilang dia itu cuma temen Juliet.”
“Yah sayang cuma temen padahal anaknya kayak sama baiknya kayak Andre. Mama suka. Mukanya juga ganteng. Kayak pemain drama Korea yang sering mama tonton itu. Siapa sih? Lupa mama namanya.”
Hadeh. Juliet menepuk mukanya. Begini resiko punya mama yang gaulnya ngelebihin dosis ibu-ibu yang seharusnya. Mamanya Juliet ini memang gemar sekali nonton film yang berbau-bau Korea. Sama persis kayak Dytha. Mereka sama-sama cocok. Kalau udah nonton film korea bareng, Juliet jadi bingung sebenarnya anak mamanya itu Juliet apa Dytha?
“Ihh mama ini. Apaan sih? Malah ngomongin yang gak penting. Bukannya cepet jawab pertanyaan Jul.”
            “Ohh iya mama hampir lupa. Mama baru mau jawab kalau Jul kasih tahu mama dulu kado itu buat siapa?” desak mamanya yang memang pada dasarnya kepo itu.
            Kali ini Juliet kalah telak. Ia terpaksa harus mengatakan apa adanya. Dengan sedikit mengatur ucapannya Juliet mulai berkata “Mi..Miko, ma.”
            “Apa? Miko?” Mata mamanya nyaris keluar saat mengucapkan kata Miko. Juliet yang tersentak itu refleks melagkah mundur. Setelah jantungnya yang tadinya hampir mau copot itu sudah teratur. Ia berusaha bersikap tenang kembali dan mencari ide untuk merayu mamanya
            “Iyaa ma, Miko. Juliet mengangguk dan mengeluarkan cengiran lebar.” Lusa kan Miko ulang tahun. Juliet pingin aja ngasih kado ke dia. Dia kan dulu sempet jadi orang terpenting di hidup Jul, ma. Waktu Juliet ultah kan dia juga ngasih kado buat Jul.”
            “Kamu gak balikan lagi dengan Miko kan?” tanya mamanya was-was.
            “Gak kok, ma.” Juliet tertawa kecil dalam hatinya. Gak balikan kok, tapi belum saatnya,ma. Juliet mulai menerawang. Ini bukan berarti bohong kan? Lagian kan dia Cuma bilang gak kok, bukan gak akan. Gak kok bukan berarti gak akan, kan?
            “Ya udah bagus deh,” jawab mamanya singkat. Sumpah! Suara mamanya itu menunjukan kalau dia sangat lega. Apalagi wanita setengah baya itu juga mengelus dadanya.
            Juliet mendesah dalam hati. “Ya ampun, ma. Terus jadi nama toko temen mama itu apa?”
            “Ohh itu. Ya udah, besok sore mama anterin kamu kesana.”
            ‘Makasih, ma. Mama baik banget.” Juliet langsung memeluk dan menciumi mamanya dengan manja.
                                                                        ***
            Sore hari ini Juliet sudah berada bersama mamanya di toko jam milik tante Sherren. Mama Juliet memang selalu menepati janjinya. Dalam hatinya, Juliet bersyukur sekali punya mama seperti mamanya sekarang ini. Sementara Juliet sibuk memilih. Mamanya sibuk mengobrol dengan Tante Sherren yang adalah teman arisan mamanya. Seingat Juliet, teman-teman mamanya pasti semuanya rame. Liat aja gaya bicaranya itu rempong pake banget. Ngomong aja pake “Jeng-Jeng” segala. Dasar ibu-ibu.
            Ketemu! Akhirnya Juliet melirik jam analog merk Casio berwarna black silver. Dari segi ukurannya jam ini tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Strapnya sepertinya nyaman dipakai. Ada aplikasi tanggal dan stopwatchnya juga. Yang membuat jam ini tambah keren adalah lightnya yang bisa menyala saat gelap.
            “Ma, Jul mau yang ini. Yang ini keren, ma.  Juliet menunjuk jam tersebut. Mamanya hanya mengangguk tanda setuju.
“Berapa harganya, Tante?” Juliet memandangi tante Shereen yang sedang mengambil jam yang tadi Juliet tunjuk. Wanita itu seumur dengan mamnaya. Bedanya dandanannya yang terlalu menor membuatnya terlihat agak lebih tua. Dilihat dari penampilannya Tante Shereen ini tipe ibu-ibu yang suka tampil mewah. Mulai dari anting, kalung sampai gelang keroncongan yang banyak seperti toko emas berjalan, membuat Juliet hanya mampu menelan ludah. Juliet yang tidak terlalu mengerti tentang perhiasan saja sudah bisa menebak kalau itu semua MAHAL!
Sembari tersenyum ramah tante Shereen menyebutkan harga jam itu. Sebenarnya harganya delapan ratus lima puluh ribu.” Juliet agak kecewa mendengar harganya yang tidak sebanding dengan uangnya. Ia cemberut. Namun tante Shereen melanjutkan erkataannya. “Karena kamu pinter milih model  jam. Dan kayaknya jam ini bakalan kamu kasih ke orang yang spesial, tante kasih kamu diskon deh. Harganya jadi enam ratus ribu aja.”
Raut muka Juliet berubah seratus delapan puluh derajat. Ia memamerkan senyum lebarnya “Makasih tante.” Tante Shereen hanya mengangguk sembari memasukan jam yang Juliet pesan kedalam sebuah kotak berwarna hitam sewarna dengan jam itu.
                                                            ***
Hari yang ditunggu-tunggu Julit tiba. Hari ini hari ulang tahunnya Miko. Sepulang sekolah Juliet mengajak Miko ketemu di kafe tempat biasa mereka mojok. Kafe ini tidak jauh dari sekolah. Juliet menunggu sampai sekolah benar-benar sepi. Ia tidak mau siapapun mengetahui ini lalu menyebarkan gosip sembarangan yang menyebabkan Vella tahu . Juliet tidak mau rencana yang dibuatnya gagal berantakan.
Miko menjemputnya didepan gerbang. Juliet cepat-cepat masuk ke mobil Miko saat cowok itu mengisyaratkan Juliet untuk masuk.
Tak lama juga mereka sampai. Juliet memilih tempat dimana biasanya ia duduk dengan Miko. Tempat favorite mereka. Juliet memang sudah mengatur rencananya ini matang-matang. Ia berharap Miko dapat terbawa suasana masa lalu dan cepat-cepat memintanya balikan.
“Kenapa, Jul?” tanya Miko yang sudah duduk ditempatnya.
Juliet berusaha tersenyum semanis mungkin didepan cowok itu. “Ini Mik. Gue Cuma mau ngucapin selamat ulang tahun aja ke lo kok. Happy birthday ya,” ucap Juliet sambil memegang kedua tangan Miko. Miko sedikit tersentak dengan apa yang dilakukan Juliet. Melihat Miko yang terkejut, Juliet langsung mencabut pegangannya itu.
“Sorry mik,” ucapnya pelan.. Miko hanya tersenyum sambil memegangi tangannya yang tadi dipegangi Juliet. “Thanks ya Jul. Lo ternyata masih ingat ulang tahun gue.”
“Sama-sama. Oh iya Mik. Gue bawa kado spesial buat lo.” Juliet berkata dengan suara yang benar-benar lembut agar Miko terpesona. Juliet merogoh tasnya. Ia mengeluarkan kotak berwarna hitam dan memberikan kepada cowok itu.
“Apa ini, Jul?” tanya Miko.
“Buka aja,”  sahut Juliet. Gadis itu tersenyum lebar sambil memandang wajah Miko. Seperti apa yang diperintahkan Juliet, Miko membuka box hitam itu. Perasaan kaget bercampur senang nampak diwajahnya.
“Suka, Mik? Sini biar gue pakein.” Juliet  kemudian mengambil jam itu lalu memasangkannya di lengan besar Miko.
Huuu... Mata mereka bertemu. Mereka berpandangan cukup lama.Sampai akhirnya Jam itu benar-benar terpasang di tangan Miko. Juliet buru-buru mengalihkan pandangannya dari Miko.
Miko masih terdiam di tempatnya memandangi Juliet. Ia merasa gadis di depannya ini sangat berbeda. Bukan mantan pacarnya yang dulu pernah ia campakan begitu saja. Juliet terlihat lebih cantik, lebih manis, lebih romantis, dan lebih segalanya. Kalau saja tidak ada status yang mengikatnya dengan cewek lain, hasrat laki-laki Miko sudah pasti akan membawanya untuk menyentuh bibir Juliet.
“Bagus, Mik. Oh iya,Mik. Udah sore. Gue pulang dulu ya?” kata Juliet cepat-cepat. Tak tahu kenapa ia tiba-tiba ingin segera pulang. Padahal justru semakin lama ia dekat dengan mantannya , probabilitas ia untuk mendapatkan Miko semakin besar.
Lengan besar Miko mencekalnya, tepat sebelum Juliet benar-benar berajak dari tempatnya.“Tunggu,Jul. Biar gue anter aja,” kata Miko tulus. Mau tidak mau Juliet hanya mengangguk setuju. Ia senang bukan main. Akhirnya Miko mau nganterin gue pulang. Gak sia-sia deh.
Tak butuh waktu lama untuk Miko mengantarkan Juliet sampai kerumahnya.
“Udah nyampe, turun gih, Jul.”
“Thanks, Mik.” Juliet membuka  pintu mobil.
“Sama-sama. Thanks juga ya buat kadonya.” Miko menutup kembali pintu mobil dan melambaikan tangannya kepada Juliet. Setelah mobil Miko menjauh. Juliet baru masuk kerumahnya sambil berteriak dan melompat-lompat kesenangan. Mamanya sampai dibuat kaget mendengar teriakannya.
Mamanya hanya menggelengkan kepala saja melihat tingkah anaknya yang digolongkan lebay. Mama Juliet tidak tahu apa yang membuat anak satu-satunya begitu senang hanya karena Miko mengantarkannya pulang. Ia tidak habis pikir. Kenapa anaknya itu menjadi terlalu berlebihan seperti kayak habis pergi kencan dengan artis Korea? Kalau memang Juliet mengira Miko mirip Kimbum sepertinya mamanya sempet memikirkan untuk membawanya ke dokter mata. Sebenarnya kalau saja Juliet ditanya tentang kesenangan luar biasa yang tiba-tiba muncul pada dirinya, Juliet juga masih benar-benar tidak mengerti. Gadis itu mengira ia senang karena hatinya yang masih mencintai Miko sebentar lagi bakal mendapatkan cinta Miko kembali. Jauh dengan kenyataan yang tidak ia sadari, bukan hatinya yang senang, namun egonya yang sedang beraksi.

Pulang dari dianterkan Miko, Juliet yang sudah puas melampiaskan kesenangannya kembali masuk kekamarnya. Dia membaca buku itu lagi. Buku ajaib yang sangat ampuh. Ia menyeringai lebar tiap hari membaca kata ‘Selamat Anda telah Berhasil’ di buku itu. Lembar perlembar sudah ia baca. Kini ia sudah sampai hampir dipenghujung akhir lembar.
Ini dia jurus keempat.
Berpura-pura pacaran.
 Ini kunci terakhir sebelum kamu benar-benar mendaptkan pintu hati Sang mantan kembali. Jurus ini memang sedikit rumit. Menggunakan jurus ini harus hati-hati. Kita membutuhkan partner yang tepat untuk melakukan jurus ini. Seseorang yang bisa membuatnya benar-benar percaya kalau itu memang pacar kamu. Tentu saja orang itu tidak boleh kalah tampang dibandingkannya. Itulah kesulitannya, kamu harus mencari seseorang yang jauh lebih keren dari pacar kamu yang sekarang. Hal yang kamu perlu perhatikan disini. Kamu jangan sampai benar-beanr jatuh cinta sama orang itu. Carilah seseorang yang tepat, misalnya sahabat kamu atau siapa yang membuat kamu yakin tidak akan menyukai orang tersebut. Walaupun kamu harus berakting yang meyakinkan, jaangan sekali-sekali menggunakan emosi kamu. Fokus pada mantan kamu. Jika  kamu melihat ekspresi cemburu darinya. Berati mantan kamu benar-benar masih menaruh hati sama kamu. Jurus ini sebenarnya hanya untuk mengetahui hal pennting itu. Jika kamu berhasil kamu akan melangkah sukses ke jurus ke lima. So, pasti peluang kamu mendapatkan mantan sudah ada didepan mata.
Selamat mencoba!
 



  
                                             







Beda dengan sebelum-sebelumnya, Juliet membaca lembaran ini dengan muka tololnya. Siapa orang yang akan ia gunakan sebagai partner? Dia tidak punya sahabat cowok. Masa iya, dia terpaksa berhenti di jurus ini. Ia tak mau semuanya jadi sia-sia. Larut malam ia masih memikirkannya. Sekarang ia benar-benar yakin semakin lama ia berpikir keras, kukunya juga akan semaki habis ia gerogoti dengan tak berperi kemanusiaan.
Juliet baru ingat kalau ia besok harus sekolah dan bangun pagi. Juliet melihat jam analog yang tegantung didindingnya. Jarum panjang jam itu menunjukan angka sepulu, tapi jarum pendeknya enunjukan angka dua. 
Juliet jadi semakin stress karena tidak bisa tidur. Belum lagi esok ia harus kembali remidial ekonomi. Ini pertama kalinya ia mengikuti remidial ekonomi. Biasanya nilai ekonomi Juliet selalu diatas sembilan puluh. Sekarang otaknya tambah melilit. Ia mencoba berhenti memikirkan hal yang membuatnya tidak bisa tidur lalu mulai menghitung banyaknya domba-domba dalam imajinasinya agar mengundang rasa kantuk dalam dirinya. Satu domba, dua domba dan seterusnya... Sampai hitungan ke seratus lima puluh sembilan domba dia terlelap.














Bab 12
            Ini efek dari tidur yang kurang dari enam jam. KESIANGAN!!!
Juliet baru bangun setelah pintunya hampir mau didobrak dengan mamanya. Ia langsung buru-buru menyambar handuknya. Mandi asal-asalan, menyisir rambutnya asal-asalan pokoknya semuanya serba asal-asalan. Belum sempat juga berpamitan dengan mamanya Juliet langsung saja naik ke mobilnya. Untung saja Pak Udin sudah ada didalam. Juliet langsung bisa capcus ke sekolahh.
“Jalan yang kebut, pak!” perintahnya. Pak Udin tidak menjawab, tapi dia juga tidak menolak permintaan Juliet. Mungkin karena terlalu berkonsentrasi dengan mobil yang dibawanya saat ini.
Juliet sampai diperkarangan sekolah tepat satu menit sebelum gerbang SMAnya benar-benar ditutup. Dengan tergopoh-gopoh ia menaiki tangga dan berlari menyusuri lorong-lorong menuju kekelasnya. Juliet menghela nafas lega saat melihat belum ada guru didepan kelasnya.Untung dia belum terlambat.
Ia berjalan ketempat duduknya dengan lemas diiringi suara cacing yang kerucukan diperutnya karena ia belum sempat sarapan. Selagi masih ada waktu Juliet terlebih dahulu merapikan baju dan kondisi rambutnya yang mungkin saat ini berantakan melebihi orang gila.
Tak lama setelah itu, Ibu Endang datang memasuki kelas. Kelas yang tadinya berisik menjadi tenang. Guru ini memang beda dari guru lain yang selalu menyuruh murid-murid berbaris dulu didepan kelas sebelum pelajaran.
Bu Endang menyambut salam yang kami berikan lalu mengambil posisinya didepan kelas. Dengan suaranya yang tidak selantang Bu eva, namun terdengar cukup keras, ia menyuruh sebagian anak-anak yang mengikuti remidial pindah ke bagian sebelah kanan dan yang tidak ikut remidial bergeser kesebelah kiri.
Juliet buru-buru menggeser ke bagian sebelah kana. Ia  membawa semua peralatan tulisnya. Lalu menghembuskan nafas dalam-dalam. Setelah memberikan persiapan selama sepuluh menit, Bu Endang langsung saja memulai remidial itu. Wanita itu membagikan soal yang sudah diketiknya.
Dengan keyakinanan penuh Juliet mengerjakan soal itu. Ia bertekad ini akan menjadi remedial terakhir baginya. Untung saja ditengah kesibukannya membaca dan mengerjakan jurus-jurus dalam buku itu ia masih menyisakan sedikit waktunya untuk belajar serius.
Juliet tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan soal remidial yang biasanya akan jauh lebih mudah daripada ulangan pertama. Setelah memeriksa jawabannya berulang kali dan yakin, Ia memberanikan diri menyerahkan lembar pekerjaannnya kepada Bu Endang dan kembali duduk ditempatnya semula disebelah Romeo.
Juliet memperhatikan Bu Endang yang detail meneliti semua jawaban Juliet. Hanya dalam waktu sepuluh menit. Bu Endang sudah bisa memeriksa semua jawaban juliet. Ia mulai menggoreskan balpoint merahnya dan memberikan angka sebagai nilai disana.
“Juliet!” Ibu Endang memanggil Juliet, menyuruhnya mengambil hasil remidial itu. Sambil  berharap-harap cemas Juliet langsung mengambil kertasnya.
“Laen kali jangan melakukan hal bodoh lagi.” Kata Bu Endang yang sempet membuat Juliet bergidik takut. Sekarang ia seratus persen ragu ia akan lulus. Sampai kertas itu ada ditangannya ia masih belum membukanya. Ia takut kalau ia tidak lulus lagi.
Setelah berada ditempat duduknya, Juliet memejamkan mata dan berdoa, baru pelan-pelan membuka kertasnya. Belum sempat ia melihat hasil ulangannya. Tangan Romeo menyambar kertas itu. Romeo melihat hasil remdial Juliet.
“Lama amat sih bukanya!” protes Romeo yang gregetan melihat Juliet.
“Bodo amat. Yang lihat juga gue. Kenapa lo yang sewot? Sinilah kembaliin!” pinta Juliet.
“Kalau gue gak mau gimana?” Romeo tersenyum jail. Kebiasaannya kembali kambuh. Menjaili Juliet.
“Heh! Dasar Nyebelin.. cowok gil..” Bentakan Juliet yang membahana tedengar ditelinga Bu Endang. Dengan langkah tegapnya Bu endnag menghampiri meja Juliet.
Kali ini cewek itu membawa penggaris panjang ditangannya. Mampus aku!
“Juliet, Romeo. Kalian ini ribut lagi. Kalian ini mengganggu konsentrasi yang lagi pada remidial.  Dengan jari telunjukya menunjuk kearah Romeo lalu ke arah lubang hidung Juliet bergantian. Ya ampun. untung saja Bu Endang memasukan jari telunjuknya kesana. Pasti lubang hidung Juliet bertambah lebar sepersekian inchi. “Kenapa kalian selalu berantem disetiap pelajaran saya? Mau kalian saya pindahkan?” Bu Endang mengeluarkan volume suaranya yang keras, membuat mereka sempat terkaget-kaget.
“Pindahin aja, Bu! Pindahin didekat saya aja, Bu” Suara Nella terdengar tanpa disuruh itu sempet membuat Juliet mual. Tiba-tiba Juliet menyadari ada sedikit pintu harapan untuknya agar dapat terbebas dari makhluk yang bernama Romeo itu.
Dengan terbata-bata Juliet menyusun sederetan kata yang ada diotaknya “I.. Ya, Bu. Piinndahhhiiin aja, Bu. Disamping Nellaa kan koosong ,Bu.”
Romeo yang merasa terancam akhirnya melakukan pembelaan diri.  Masa iya dia arus duduk disebelah nenek sihir? Nggaak mau. Apapun caranya yang penting ia harus terbebas dari Nella.“Jangan deh bu. Saya janji tidak akan lagi ribut-ribut sama Juliet. Pliiss bu jangan pindahin saya. Saya cuma mau duduk sama Juliet. Lagian ya bu saya cuma konsen kalau duduk sama Juliet aja.  Dan saya juga maunya cuma duduk sama Juliet.” Perkataan Romeo tadi sempet membuat respons-respon berbeda.Ibu Endang yang  tersenyum cemerlang, Hampir satu kelas bersorak “Ciee”, dan Juliet masih terbengong-bengong melihat ke arah Romeo. Gila kali ya. Sinting kali. Apa coba maksud ini cowok?
Tiba-tiba pikiran ibu Endang berkeliaran kemana-mana. Ibu itu mengingat film Ganteng-ganteng Serigala yang semalam ditontonnya. Tatapannya yang tajam seperti seorang hakim yang sednag menuduh terdakwa tertuju pada Juliet, Romeo, dan Nella. “Ohh ibu mengerti. Kalian itu berpacaran, kan?” Bu Endang menunjuk kearah Juliet dan Romeo. Demi Tuhan dan seluruh Dewa-Dewi, Juliet semakin mau pingsan saja mendengar tuduhan Bu Endang yang gak tahu berakar dari mana. “Dan kalian berantem itu karena ada yang menggangu hubungan kalian. Bisa  dibilang ada pihak ketiga.” Ibu Endang kemudian memalingkan telunjuknya kearah Nella yang sekarang speechless karena dituduh sebagai pihak ketiga.
“Jawab! Kenapa pada diem aja?” Pertanyaan Bu Endang yang disertai hentakan meja didepan Juliet  dengan mistar panjang yang tadi ia pegang cukup membuat Juliet untuk yang entah keberapa kalinya kaget.
“Iya bu” Jawab Juliet spontan, dibawah alam sadarnya. “Eh gak, Bu.” Buru-buru Juliet menambahkan sebelum Ibu Endang semakin berpikir yang macam-macam,
“Jadi iya apa gak?” teriak bu Endang sekali lagi.
“Iya bu.”
“Enggak,bu.”
Romeo dan aku menjawab pertanyaan bu Endnag dengan jawaban berbeda. Wanita itu seakan belum puas dengan pertanyaan kami, masih memelototi kami secara bergantian.
“Iya, bu. Saya sama Juliet pacaran. Makanya saya gak mau hubungan saya sama Juliet semakin rusak gara-gara saya duduk sama Nella.” Pernyataan Romeo tadi membuat Juliet dan seisi kelas terbengong-bengong. Ada beberapa anak cewek, termasuk Nella langsung berteriak histeris. Beberapa anak cewek laennya langsung memasang muka hopeless berat. Juliet sendiri masih shock berat lantaran pernytaan Romeo tadi cowok ini sudah sinting atau gila atau miring.
“Engg..
Belum sempat Juliet menjelaskan kata yang sebenar-benarnya ibu Endnag sudah membuat kesimpulan tersediri. “Kalau gitu benarkan tebakan saya?” Kata wanita itu menyeringai lebar. “Sebenarnya saya sudah menduga hal ini dari kemarin-kemarin. Bagus kalau kalian akhirnya mau jujur.” Ibu itu kemudian melangkah pergi sambil bergumam.”Bakalan ada gosip baru nih dikantor. Sepasang murid teladan berpacaran.” Gumaman yang cukup keras dan bisa didengar oleh Juliet. Juliet hampir lupa kalau gurunya yang satu ini memang heboh ngegosip dan ngepoin urusan siswa. Demi apapun Juliet benar-benar murka dengan makhluk disampingnya yang sekarang malah mengeluarkan tampang innocent. Apa coba guru satu ini? Penting  banget kali!
“Lo itu udah gil..
Belum juga mengeluarkan semua makianya untuk cowok disampingnya itu. Ibu Endang kembali lagi berdiri didepan mereka. “Oh ya satu lagi. Kalau ada masalah diantara hubungan kalian jangan dibawa-bawa ke sekolah. Ribut atau pacarannya nanti aja diluar jam sekolah. Apalagi pas jam kelas saya. Bisa-bisa saya akan menyuruh kalian putus sekarang juga.  Awas kalau nilai kalian turun. Jangan sampai kalian ibu bawa ke BK!” ancam Bu Endang.
Bel istirahatpun berbunyi. Setelah kepergian Bu Endnag dari kelas, sorakan memenuhi seisi kelas, membuat pipi sekaligus kuping juliet panas dan emosinya serasa mau meledak. Sekarang ia merasa lebih baik ia menghilang saja.
“Heh. Tunggu!” Juliet memanggil Romeo judes. Suara yang seharusnya membuuat semua orang merinding mendengarnya malah sukses membuat satu kelas bersorak tambah ramai
“Apaan?” tanya Romeo santai seakan gak  terjadi apa-apa.
“Lo itu gila atau apa hah? Tadi itu...eemm ewwwmmm.” Mendadak Juliet tidak bisa melanjutkan perkataannya. Tangan Romoe menutup mulutnya sama seperti waktu mereka ada di rumah Romeo. Mereka berada sangat dekat, bahkan jarak mereka tidak sampai satu inchi. Juliet bisa merasakan hembusan nafas Romeo. MENDADAK Jantung Juliet semakin dag dig dug. Untung saja saat ini wajah Romeo langsung tidak tepat berada didepannya. Bisa-bisa dia mati berdiri sekarang. Oh my God help!
Dari belakang Romeo mendekatkan bibirnya ketelinga Juliet berusaha agar suaranya ini hanya didengar Juliet “Kalau masalah yang tadi gue minta maaf. Gue bisa jelasin semuanya malam nanti. Sekarang gue akan ngelepasin mulut lo kalau lo diem.” Adegan ini tentunya menjadi tontonan gratis. Ada anak beberapa anak cewek yang semakin mengagumi Romeo lantaran Romeo terlihat romantis seperti adegan mesra difilm-film, sementara fans fanatik Romeo lainnnya malah memaki-maki,mengutuk, dan semakin senewen dengan Juliet. Ada juga beberapa anak cowok yang mengira kalau mereka mau berciuman. Pokoknya mereka ramai mengelilingi sepasang Adam dan Hawa didepan itu.
            Romeo akhirnya melepaskan tangannya dari mulut Juliet. Akhirnya Juliet bisa bernapas lega. “EH CO...” Juliet berteriak sekencang-kencangnya saat Romeo meninggalkannya. Mendengar suara Juliet, Romeo langsung berbalik kebelakang dan mengeluarkan suara yang terdengar lebih besar dari teriakann Juliet memotong ucapan Juliet “Jangan Lupa. Nanti malam gue jemput.”  Dia benar-benar pergi setelah mengeluarkan seringai yang lebar dan melambaikan tangan kepada Juliet.
            Baru saja Juliet akan membalasanya. Perkataan Romeo tersebut menghasilkan sorakan dan beberapa pertanyaan yang cukup keras dari seisis kelas. Sekarang kuping, otak, badannya semuanya terasa panas. Hingga Juliet hanya bisa terdiam seakan terintimidasi oleh sorakan, beribu pertanyaan,dan satu lagi tatapan murka para fans Romeo. Ya Tuhan! masa indah SMA Juliet jadi hancur.
                                                                        ***
            Malam ini Romeo menjemput Juliet. Sebenarnya mama Juliet tidak mengijinkan anaknya itu pergi karena ia mengira Juliet akan pergi bersama Miko. Sebenarnya Juga Juliet gak niat pergi. Ia malah senang kalau mamanya tidak mengijinkan dia pergi. Lagian berurusan dengan makhluk yang bernama Romeo itu adalah hal yang paling menyiksa batin, jiwa, dan raga Juliet.Ternyata setelah mamanya melihat siapa yang menjemput, tak ada hujan, tak ada badai mamanya langsung mengijinkan Juliet pergi.
            “Pokoknya saya janji tante, Juliet akan sampai dirumah sebelum pukul sembilan malam,” ucap Romeo. Mama Juliet hanya tersenyum menatap Romeo dengan tatapan seorang mertua yang mengingkan seorang mantu. Hal ini benar-benar membuat Juliet mual. Dasar Romeo manusia bermuka dua!
            Wuussss...
            Sepanjang perjalanan itu Juliet hanya diam. Habis dia tidak tahu harus ngomong apa. Lagian diia juga masih kesel sama manusia satu ini. Mobil Romeo berhenti di sebuah tempat makan lesehan.
            “Turun!” perintahnya. Kemudian Romeo turun dari mobilnya dan cepat-cepat mengambil tempat duduk lesehan.
            Juliet malah diam dengan tampang toolol mengucek-ngucek matanya. Ia masih tak percaya dengan pemandangan didepannya. Alexander Romeo yang katanya anak salah satu konglomerat, banyak dipuja-puji para wanita, berwajah seperti artis Korea kesasar itu ternyata sering makan ditempat beginiaan.
            “Ngapain bengong? Cepetan sini.” Juliet buru-buru menghampiri Romeo dan duduk didepannya.
            “Kenapa? Lo gak biasa makan ditempat beginian? Mau pindah?” Tanya Romeo seketika memperhatikan wajah Juliet.
            “Eh. Gak kok. Gue cuma gak nyangka aja. Anak kayak lo biasa makan ditempat beginian.”
            Romeo hanya tersenyum. Oh God, ini karena efek kelaparan atau efek ngantuk yang membuat Juliet melihat senyum Romeo itu sama persis kayak senyum Kimbum. Ternyata cowok itu juga mempunyai lesung pipi disebelah kanannya. Ia baru sadar. Gara-gara melihat muka Romeo Juliet jadi hampir lupa kalau yang sekarang berada didepannya itu adalah makhluk yang sudah mempermalukannya. Ini saat yang tepat buat Juliet melampiaskan kemurkaannya.
            “Eh. Gue lupa gue kan harusnya marah sama lo. Sekarang lo mending cepetan jelasin sama gue. Maksud lo itu apaan? Ngaku-ngaku pacar gue. Bikin malu aja. Lo tau gak sih gue itu gak sudi bener-benar gak sudi menghancurkan image gue untuk jadi pacar lo!” Juliet mengomel panjang lebar dengan gaya ibu-ibu yang sedang mengomeli anaknya. Tak lama setelah ia ngomel. Segelas teh manis yang baru saja disajikan oleh pak Dedi, pemilik rumah makan lesehan ini langsung diserutnya.
            Romeo yang dimarahi oleh Juliet malah tertawa geli melihat Juliet sekarang. “Lo sih makanya ngomongnya pake titik koma. Jangan kayak kereta ekspress gitu.”
            “Ishh lo ini, ya. Gue itu tadi marah sama lo. Ini kenapa lo malah ngetawain gue? Ya Ampun. Bisa gila gue ngomong sama orang kayak lo,” dumel Juliet sewot.
            “ Ya udah gak usah ngomong,” timpal Romeo.
            ARGGHHH Juliet berteriak kesal. Darahnya sudah mendidih. Ia sudah tidak peduuli sekarang dia berpijak ditempat apa atau seberapa banyak orang yang memperhatikannya. Yang jelas ia benar-benar pingin bunuh diri sangking kesalnya. Cowok ini memang paling bisa membuat Juliet cepat meninggal karena terkena darah tinggi.
            Romeo mendadak malu saat semua orang memperhatikan mereka. Sambil memperhatikan kanan-kirinya Romeo memegang tangan Juliet dengan tangan kirinya dan menempelkan telunjuk kanannya dimulut.
“SUUSSTTTT! Berisik tau! Gue malu ini diliatin.”
“Gue juga semalu ini pas lu ngaku-ngaku jadi pacar gue dikelas. Tau rasa kan lo!”
“Iya deh sorry. Ini gue ngajak lo kesini itu justru mau minta maaf. Sorry kalo tadi siang gue sempet ngaku-ngaku jadi pacar lo.”
Juliet masih acuh tak peduli. Ia tidak menaruh rasa simpati sedikit pun pada cowok ini. Cowok  ini seenaknya aja.”Emangnya dengan satu kata Sorry semua bisa dimaafin. Kalau gitu ngapain ada penjara? Gue tetep gak terima.”
“Jul, pliiss dengerin gue dulu. Gini, sebenernya gue itu tadinya mau nawarin lo buat jadi acar ura-pura gue habisnya gue udah merinding dibuat semua cewek-cewek sakit jiwa yang deketin gue. Apalagi si Nella cs. Gue bener-bener terganggu sama mereka. Mereka neror semua orang yang ada dideket gue buat kasih tahu alamat, no handphone, pokoknya semua tentang gue. Terus tadi pas pelajaran ekonomi, Bu Endang malah ngomongin kita pacaran, ya udah deh gue gunain kesempatan ini.” Romeo nyengir lebar.
“Buseet itu sih enak di lo. Tapi gak enak di gue. Gak bisa. Pokoknya besok lo harus udah klarifikasi kesemua oranng kalau kita gak pacaran,” jawab Juliet ketus.
“Jul, Pliisss bantuin gue sekali aja. Gue bingung harus gimana lagi Gak mungkin kan gue marahin mereka satu-satu? Atau gue ceplosin sekalian kalau gue gak respect sama mereka? Gue juga capek terus menerus diganggu privasinya. Jadi cuma ini satu-satunya biar mereka sadar. Tolongin gue ya? Gue waktu itu aja udah minjemin catetan gue ke lo.” Romeo berbicara dengan tatapan yang memelas. Kelihatannya cowok ini benar-benar butuh bantuannya.
Ihh apaan sih ini cowo? Jadi waktu itu dia gak ikhlas minjemin buku ke gue? Nyesel gue minjem buku dia. Mending gue nyalin jawaban Lea atau Dytha aja deh waktu itu.
“Kalau hanya rasa kagum mereka yang kelewatan ke gue, gue yakin setelah mereka tahu gue udah ada cewek, mereka gak akan gangguin gue lagi. Mereka akan mengagumi gue dengan normal. Menurut gue ini cara yang paling baik.” Mata Romoe berbinar saat menerangkan semua ini ke Juliet.
“Ya terus? Kenapa gak lo cari cewek beneran aja. Lagian ya. Cewek mana sih yang gak mau sama lo, kecuali gue?” Juliet tetap menolak. “Atau jangan-jangan lo itu..” goda Juliet. Sekali-sekali gantian dia yang menjahili cowok itu.
“Gilaa lo. Gue normal,ya! Cuma gue belum nemu aja yang cocok sama gue.”
“Elo yang gilaa.. Masa dari sabang sampe merauke cewek tersebar diseluruh indonesia, satupun gak ada yang cocok sama lo?”
“Bukan cuma itu juga sih alesannya,” jawabnya ragu. Sorotan matanya berubah sendu.
“Terus apaan?” tanya Juliet penasaran.
“Lo ini mau tahu aja. Ngomoin orang kepo, sendirinya lebih kepo.”
“Lah ini kan masalah yang menyangkut gue. Wajar dong gue kepo.”
“Hmmm.. Gue takut jatuh cinta, Jul. Cuma orang-orang bodoh yang mau jatuh cinta.Termasuk lo. Gue gak pingin lagi kehilangan seseorang yang bener-bener gue sayang. Gue pernah kehilangan nyokap gue. Dia mutusin buat pergi dari bokap gue. Dia pergi sama laki-laki laen. Katanya dia capek ngebohongin bokap gue terus-terusan. Dia gak tega ngebohongin orang yang baik sama dia selama ini. Dia ternyata gak cinta sama bokap gue. Padahal bokap gue udah setia banget sama dia. Gue sama bokap gue udah berusaha nyariin nyokap. Tapi Nihil. Dia benar-benar udah pergi ke luar negeri sama mantannya yang dulu. Semenjak itu bokap gue merasa kehilangan, gue juga sama. Ya, meskipun bokap gak pernah ngelarang gue buat deketin cewek. Dari situ gue mutusin gak pernah ada niat buat berhubungan sama cewek manapun. Gue takut kehilangan kayak bokap gue disaat sudah berhasil memiliki orang yang dicintai.” Romeo menerawang jauh ke depan. Ia mulai tenggelam dalam kisah masa lalunya yang menyakiykan. Dari sana Juliet menemukan sosok baru dalam diri Romeo. Pantes saja dia ngomongin Juliet cewek bego, waktu Juliet ngehancurin dirinya demi Miko. Mungkinkah Romeo tidak akan pernah percaya cinta itu bukan suatu kebodohan yang harus ditakuti?
“Rom, sorry. Gue gak bermaksud nyinggung masa lalu lo. Tapi gak semua cewek kayak gitu kok,” kata Juliet menyesal. Dengan susah payah cewek itu menelan ludahnya. Mengapa ia begitu juga tiba-tiba merasa ikut sedih melihat Romeo yang seperti ini? Tangan Juliet memegang bahu Romeo lembut. Juliet termasuk orang yang paling gak tegaan. Apalagi kalau udah ngelihat orang-orang yang lagi galau. Pasti dia cepet-cepet berempati. Juliet memutar otak  agar bisa kembali mengganti suasana.
“Terus kenapa harus gue yang jadi pacar bohongan lo? Karena lo terpesona sama kecantikan gue gitu? Atau karena lo liat gue ini cewek yang paling setia?” tanya Juliet sambil nyengir lebar  sembari mengedipkan salah satu matanya dihadapan Romeo. Romeo jadi tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Juliet. Ia sebenarnya tahu Juliet ini bermaksud mengalihkan pikirannya sekaligus membanggakan diri.
“Gilee. Udah mulai bisa PD ya gara-gara duduk deket gue? Bukan Jul. Cuma setelah gue pikir-pikir nih ya. Kayaknya diantara semua cewek disekolah lo itu termasuk cewek yang katarak akut. Soalnya cuma lo yang gak bisa ngeliat kegantengan gue. Biasanya kan cewek normal setiap gue senyumin udah histeris gitu. Tapi ini gak berlaku sama lo. Jadi ada dua kemungkinan. Lo katarak atau lo yang gak normal. Jadi gue aman deket orang katarak kayak lo”
“Lo yang gila. Banci lo berani-beraninya nyimpulin gue dengan pernyataan bodoh kayak begitu. Cari aja cewek katarak sekalian!” umpat Juliet kesal.
Romeo mulai tertawa lagi. Gadis yang berada didepannya ini memang sangat sering membuatnya tertawa. Menjahili Juliet merupakan kegemaran Romeo. Bukan tanpa alasan Romeo mau menjahili Juliet, tapi itu Romeo lakukan karena Romeo merasa Juliet mirip sekali dengan  mamanya Romeo dulu saat Romeo kecil menjahilinya. Juliet dengan mamanya Romeo itu sama-sama suka senewen, galak, dan jutek banget, tapi sebenarnya mereka lembut dan  perhatian. Romeo harus mengakui itu. Lewat Juliet sedikit demi sedikit kerinduannya kepada mama dapat disinyalir.
“Jadi lo mau gak jadi pacar bohongan gue?” tanya romeo sekali lagi.
“Gak. Habis gak ada untungnya di gue. Lagian alasan lo untuk jadiin gue acar pura-pura lo itu gak jelas. Harusnya lo cari cewek tomboi yang bisa tahan banting diintimidasi sama ratusan fans lo. Terus berani-beraninya lo masih bisa banggai diri lo sendiri waktu memohon sama seseorang, masih bisa-bisanya juga lo jelek-jelekin orang yang lo lagi mintain pertolongan. Padahal kan hidup mati lo ada ditangan gue.”
“Ya ampun, Jul. Ya udah gini. Gue mau jadiin lo pacar bohongan gue karena lo satu-satunya temen cewek gue. Yang kedua karena mungkin cuma lo yang nolak muji gue tampan. Jadi gak mungkin kan lo bisa naksir sama gue? So kita bisa maenin ini dengan tanpa perasaan. Atau jangan-jangan lo nolak karena lo takut suka beneran sama gue ya?”
“Ih GR sekali mas. Sabar ya gue berpikir.” Juliet berpikir keras menimbang tawaran Romeo. Haruskah ia menolong cowok itu? Apa untungnya bagi dia?
“Ya udah gini deh. Kita simbiosis mutualisme. Gue minta lo jadi pacar bohongan gue terus lo boleh deh nyuruh gue apa aja. Asal jangan suruh gue kawinin lo aja.”
Ia mendapatkan gagasan berlian hasil pemikirannya selama lima menit. Betul. Dia bisa menggunakan Romeo menjadi pacar bohongan dia untuk membuat Miko cemburu seperti yang ada di buku itu. Juliet tersenyum lebar.
“Jul, ditanya malah senyam-senyum. Sebenarnya dengan menjadi pacar bohongan gue itu aja lo udah dapatin keuntungan. Dua sekaligus. Yang pertama lo jadi mendapat predikat pacar orang paling ganteng disekolah. Yang kedua lo bisa buat kisah baru didunia, Handsome and The beast.”
Juliet memelototi Romeo yang malah semakin tertwa kencang. “Iya terserah lo aja deh. Atur aja. Gue cuma minta satu aja. Lo harus bantuin gue bikin Miko cemburu.”
“Ohh cuma itu doang mah gampang. Lo gak tahu, bukan Cuma muka gue aja yang mirip kayak artis Korea,tapi akting gue juga.  Pasti ide lo ini lo dapetin dari buku gak jelas apaan itu ya gue lupa.”
“Lima Jurus mendapatkan hati mantan.” Kata Juliet menerangkan buku ajaibnya. “Udah ah bawel. Gue mau makan. Lo jangan bikin gue muntah denger lo yang dari tadi sibuk ngebanggain diri lo.” Juliet langsung melahap makanan yang berada didepannnya.
Romeo baru sadar kalau makanan itu sudah dingin, berati lama juga mereka mengobrol. Sebelum kena omelan Juliet dan mama Juliet, Romeo dengan lahap memakan habis makanan didepannya dan mengantarkan Juliet pulang. Seperti biasa dengan motor Vixion dan kekuatan ngebutnya.









Bab 13
JULIET DANNIELA PACARAN DENGAN ALEXANDER ROMEO.
Berita ini mendadak menjadi hotnews disekolah Juliet. Perasaan belum nyampe 24 jam Romeo memberikan pernyataannya kemarin, tapi kini sepertinya berita ini sudah menyebar kepenjuru dunia sampai ke dunia maya sekalipun.
Juliet dan Romeo berakting mesra. Pada dasarnya mereka memang jago dibidang itu. Juliet yang memang anak teater dan Romeo yang ngaku punya bakat akting yang hebat. Mereka berjalan memasuki kelas dengan bergandengan. Kekantin berdua. Kemana-mana berdua. Seperti perangko yang nempel terus dengan amplopnya. Setiap mereka melangkah semua mata melirik mereka. Seakan-akan mereka pasangan sensasional seperti pasangan pangeran William dan Kate Midelton. Intinya mereka benar-benar sukses membuat pertunjukan drama romantis. Bahkan Dytha dan lea saja percaya kalau Juliet berpacaran dengan Romeo. Juliet ingin memberitahukan Lea dan Dytha sesungguhnya, tapi hal ini bertentangan denga perjanjian yang dibuatnya dengan Romeo. “Tidak boleh ada satu orangpun yang tahu sandiwara ini.”
Padahal dibalik kamera, Juliet sering memaki-maki Romeo setiap Romeo menggandeng tangannya  didepan Nella. Sebaliknya Romeo sering menghujat Juliet setiap mengamit tangan Romeo didepan Miko dan Vella.

Hari ini mereka melakukan film mereka episode ke dua.
Juliet mengamit tangan Romeo saat melewati kelas Miko setelah memastikan  Miko ada didepan kelasnya bersama Vella.
“Sayang, kamu tadi nyuruh aku nemenin kamu maen basket, kan?” kata Juliet mulai mengatur skenarionya.
Romeo tadinya sempet bingung kalau saja ia tidak melihat Juliet yang tiba-tiba mengedipkan sebelah matanya. “Iya dong. Kan biar semangat maennya kalau ada kamu.” Romeo kemudian merangkul Juliet dengan lembut.
Disaat ini Juliet hanya bisa menahan tawanya yang sebentar lagi mau pecah melihat ekspresi muka Miko yang benar-benar cemburu. Vella aja sampe sadar kalau Miko dari tadi memperhatikan kearah Juliet terus. Berulang kali Vella berusaha memalingkan tatapan Miko ke Juliet. Berulang kali itu juga Juliet harus menahan tawa.
Mereka berjalan meninggalkan lorong kelas Miko. Juliet tersenyum puas melihat kecemburuan Miko. Kini ia yakin sedikit lagi rencananya akan berhasil. Miko akan kembali kepelukannya.
AWWWW..
Teriak Juliet. Dengan sigap Romeo menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuh Juliet. Kepalanya menempel di dada Romeo sehingga ia bisa mendengar jelas degupan jantung cowok itu. Juliet terdiam dengan tampang akwardsnya. Selama beberapa detik Juliet dan Romeo saling bertatapan sebelum akhirnya Romeo melepaskan pegangannya dari tubuh Juliet dengan sedikit kikuk.
Juliet memaki-maki jantungnya yang sekarang berdebar tak keruan. Ia menyesali kebodohannya menabrak jendela kelas karena berjalan terus menghadap kearah belakang. Matanya hanya fokus kearah Miko tanpa melihat jendela yang terbuka didepan.
“Jul, Jul, lo gak amnesia kan?” tanya Romeo yang kembali bisa menguasai keadaan.
“Lebay lo. Ya... Ya..eng..gak lah,” kata gadis itu sedikit terbata-batta
“Itu luka di jidat lo sakit gak?” tanya Romeo lagi. Tanpa menunggu jawaban Juliet, Romeo langsung mengeceknya sendiri. Disentuhnya pelan-pelan dahi cewek itu.
AWWW.. Juliet menjerit kesakitan. “Lo mau nyiksa gue? Sakit tau.”
“Siapa yang mau nyiksa lo? Sini gue obatin. Kita ke UKS sekarang!”
Romeo menyeret-nyeret Juliet yang tidak mau ke UKS. Butuh perjuangan bagi Romeo mengantarkan Juliet ke UKS dengan selamat. Tadinya Romeo sempat ingin menendang cewek itu langsung ke  UKS, sehingga tidak menyusahkan dia. Tenaganya tidak terbuang sia-sia hanya untuk menyeret cewek yang menurut Romeo lumayan berat itu.
Juliet duduk dikasur UKS yang tidak seberapa luas. Ia memperhatikan Romeo yang sedang mengambil kotak P3K didalam sebuah lemari jati. Seumur-umur ia baru pertama kali ini berada diruang UKS yang sering dipakai siswa.
“Aduhh sakit tahu. Bisa gak sih ngobatiinnya pake hati dikit.” teriak Juliet saat Romeo mengusapkan kapas yang sudah ditetesi obat merah didahinya. Ini sudah ke lima kalinya Juliet berteriak aduh.
“Bawel amat sih lo. Lagian lo juga sih, jalan matanya gak dipake. Kebanyakan liat kebelakang sih. Makanya Jul, move on dong!”  Romeo tertawa cukup kencang. Ia masih mengingat jelas ekspresi mukanya Juliet yang menurutnya bakalan jadi ekspresi terlucu di on the spot.
“Ihh rese banget kali. Orang jatuh malah diketawain.” Juliet manyun.  Bibir bawahnya maju sekitar satu centi.
“Udah gue obatin juga. Gue pacar yang bertanggung jawab kan?” Masih semat-sempatnya cowok ini membanggakan diri. Romeo mengambil sehelai perban dan menempelkannya pelan-pelan ke dahi Juliet. “Udah, masih sakit gak? Selamat ya lo jadi pasien pertama dokter Alexander Romeo.”
“Iya dok. Makasih ya udah bikin kepala saya jadi ikutan sakit.”
Ide Jahil Romeo kumat membawanya untuk menggoda Juliet lagi. “Jul, gue tahu obat apa yang langsung bisa buat luka lo sembuh.” Romeo mendekatkan wajahnya ke wajah Juliet. Dengan suara pelannya ia berkata “ciuman.”
“Dasar cowok saiko!” Juliet mendorong tubuh Romeo jauh-jauh. Kemudian dia pergi meninggalkan Romeo yang masih tersenyum senang memegangi dadanya yang tadi mendapat dorongan keras dari Juliet.
                                                               ***
Sudah sebulan Romeo menjalankan aksi kepura-puraanya dengan Juliet.Masing-masing merasa sama-sama untung. Fans-fans Romeo yang tidak lagi meneror teman-teman dekatnya atau membawakan Romeo makanan atau hal-hal gila lainnya. Intinya fans Romeo tidak lagi mengganggunya. Namun lebih dari itu semua keuntungan yang sebenarnya tidak terduga adalah hubungan mereka tambah dekat. Kedekatan itulah yang membuat semuanya tak lagi sama. Ada perasaan lain yang Romeo rasakan. Entahlah. Ia tidak tahu harus menyebutnya apa. Ia jadi lebih sering memperhatikan Juliet. Memang sejak awal juga Romeo merasa ada yang beda di cewek itu. Kayaknya rasa ketertarikan sematanya ini sudah berubah menjadi...

Nun jauh di belahan dunia lainnya....
Pagi-pagi sekali Juliet sudah mendapatkan pesan masuk ke ponselnya. Dari Miko. Belum saja di buka, Juliet sudah nyengir lebar. Sambil senyam-senyum Juliet membaca isi SMS itu.
Miko
Jul, kok lo gk prnh crta ttg pcr lo? Oh iya gue sklian mau ksh selamat.. Cieee selamat ya udh pcran sm org paling polpuler disekolah.
Miko menanyai hubungannya dengan Romeo? Apa ini berati dia benaran cemburu? Kalau gitu perkiraan Juliet memang benar. Miko benar-benar cemburu. Juliet mengetikkan balasan.
Oh itu. Ya org gue jg bru pcran sm dy. Baru sebulan. Emang lo barusan tahu sekarang? Btw thx ya.
Miko:
Sebenarnya gue udah yakin kalau lo orang pacaran. Terus gue baru tambah yakin sekarang waktu deger gosip lo orang dari temen-temen Vella. Kalau gitu kpn2 kta bs double date dong?
Juliet membaca balasan SMS Miko berulang-ulang. Double date? Seriusan Miko ngajakin dia double date ? Juliet sedikit berpikir. Sebearnya dia malas kencan sama Romeo walaupun cuma pura-pura doang. Tapi nampaknya Miko sengaja menjebak Juliet untuk mengetahui apakah Juliet beneran berpacaran dengan Romeo? Dengan terpaksa Juliet menerima ajakan Miko.
Boleh. Hehehe. Tapi buat apa ya?
Miko:
Buat have fun aja. Oh iy, gimana  klo double datenya besok aja? Bsk Minggu tuh! Klo mau kita lngsung dtg aja kekafe biasa, Jul. Jam 7 malem.

Matilah!Besok?! Juliet gelagapan.
Mau... Gakk.. Mauu.. Gakk..
Ah sudahlah apa boleh buat. Nekat-nekat aja deh.
Blh tuh, Mik.
Miko:
Bye Jul, see u tomorrow. Gue tnggu ya. Hrs dtg. Ada hal yang pingin gue bicariin sekaligus pastiin.

Sekarang Juliet dibuat penasaran dengan balasan sms Miko yang terakhir. Pastiin apa? Apa yang harus ia lakukan? Apa Miko mau mengetes dia Atau Miko sengaja mau bikin Juliet cemburu balik? Otaknya dipenuhi dengan ribuan pertanyaan. Hanya ada satu orang yang bisa ia minta bantuannya. Romeo.
Juliet mencari kontak Romeo di ponselnya. Mampuslah kontaknya gak ada! Dia terkikik geli sendiri saat mengingat ternyata diponselnya nomor Romeo disimpan dengan nama “Cowok Saiko yang perlu dibasmi.” Juliet mendapatkan nomor Romeo saat mereka mengerjakan tugas bareng. Ia satu-satunya gadis berntung yang diberikan nomor ponsel Romeo oleh orangnya senidri. Semoga masih aktif. Hanya itu satu-satunya harapan Juliet. Secara, Romeo itu selalu ganti-ganti nomor karena selalu diteror dengan SMS-SMS yang menumpuk dari fans-fansnya. Dia yang bilang sendiri sama Juliet waktu memberikan nomor handphonenya itu.
Juliet memencet tombol hijjau dan menunggu suara Romeo yang menyahut dari seberang.
“Halo?” Ucapanya terdengar sinis. Bahkan Juliet sempet merinding mendengar suara serak  Romeo yang mengerikan ditelepon.
Juliet menghela nafas lalu berusaha mengumpulkan keberanian untuk merangkai kata-kata. “Ha..Loo.. Ini gue Juliet.”
Diseberang sana Romeo memastikan suara Juliet. Ia benar-benar kapok waktu itu ada yang menelpon dia dengan mengaku-ngaku sebagai Ibu Eva lah, tantenyalah, cewek cantik lah, dan berbagai jenisnya. “Lo beneran Juliet?” tanya Romeo pura-pura. Sebenarnya dia udah yakin kalau yang disana itu Juliet. Soalnya kalau disebrang sana itu fans-fans Romeo, pasti mereka udah berteriak histeris dengan suara Romeo. Atau langsung memutuskan telepon. Terlebih lagi Romeo hapal banget suara cempreng khas Juliet.
“Iyalah. Tadi kan gue udah bilang. Gue itu Juliet.”
“Yang bener? Gue gak percaya?” tanya Romeo lagi dengan suara sinisnya.
“Iya beneran. Ini gue.”
“Gue harus ngetes dulu lo beneran Juliet apa bukan. Soalnya gue gak bisa ngomong sama sembarangan orang,” kata Romeo sambil menahan tawa. Juliet hanya menghela nafas panjang dalam hatinya ia mendumel kesal pada cowok yang saat ini dia telepon. Buset ini nelpon ini orang udah kayak nelpon artis papan atas aja. Pakai tes-tes segala. Apaan kali?
Romeo kembali melanjutkan aksi jahilnya. “Kalau lo beneran Juliet, lo harus bisa menjawab pertanyaan ini.”
Juliet mendesah dari balik telepon. Baru kali ini dia menelpon orang sampe dikasih tes pertanyaan segala.
“Gue punya panggilan khusus buat Juliet. Panggilan yang menurut gue bener-bener pantes buat dia. Apakah panggilan itu?” Sumpah demi Tuhan, nada suara Romeo saat ini lebih mirip Feni rose, presenter acara Silet.
Juliet merasa sepertinya Romeo ini sedang mengerjainya. Memang cowok itu menyebalkan. “Cewek yang menurutnya paling cantik sedunia,” jawab Juliet ngasal. “Seriusanlah Rom. Gue gak maen-maen ini hal penting.”
“Anda salah. Maaf, anda tidak beruntung. Silahkan menghuungi nomor ini beberapa saat lagi.” Sebelum Romeo yang menjengkelkan itu memecet tombol merah.  Juliet cepat-cepat menjawab pertanyaan Romeo tadi dengan jawaban yang secepat-cepatnya dengan kekuatan nyereocos kereta ekspress diselingi dengan hujan lokal “Sadako galau, sadako bego, Simanis jembatan ancol, dan segala macam hantu laennya. Lo kira muka gue horor banget kali. Puas lo!” geram Juliet kesal.
Romeo tertawa puas “Ngaku juga lo kalau muka lo horor. Ngomong-ngomong ini kenapa lo nelponin gue maem-malem? Kangen sama gue ya? Kenapa gak nelponnya siang aja? Oh iya lupa hantukan demennya yang malem-malem.”
“Sial lo.” umpat Juliet. Sudah hampir 10 menit ia menelpon Romeo. Bisa gawat. Pulsa dia yang hanya sebatas lima ribu itu bisa habis. Juliet langsung berbicara ke point penting. Ia tidak mau menghabiskan pulsanya utung ngomong dengan cowok yang menyebalkan ini. Sudah cukup cowok ini tadi membuat pertanyaan konyol yang memakan pulsanya,
“Gini weh. Pokoknya lo harus dengerin gue dulu. Jangan potong gue dulu sebelum gue selesai ngomong. Tadi Miko sms gue. Dia bilang besok dia mau kita double date sama dia. Gue bingung kan mau jawab apaan. Terus gue pikir itu salah satu rencananya buat ngebuktiin kita itu beneran pacaran apa gak? Nah terus gue iyain deh permintaannya tentang double date itu. Jadi lo bisa kan hari Minggu double date?...
TUUUTTTTTTTTT
Telepon terutus. Pulsa Juliet habis. Hampir saja Juliet membating ponselnya kelantai. Untung ia ingat ponsel itu merupakn ponsel satu-satunya dia yang dengan susah payah ia beli memakai uang tabungannya. Kalau dibanting dan rusak? Sama aja Juliet harus menabung dan beli lagi.
Sekarang ia mesti ngapain? Romeo mana mungkin menelponnya balik. Tamat sudah riwayatnya.


Pukul enam pagi.
Bunyi nyaring dari nada dering lagu Taylor Swift “Twenty second” di HP Juliet yang lupa ia silent semalem berpotensi besar menganggu hibernasi Juliet di hari Minggunya. Dengan mata yang masih tertutup ia meraba-raba meja kecil disamping tempat tidurnya. Juliet menemukan ponselnya. Ia menempelkan ponselnya ke telinga.
“Hoaamm Halo?” Juliet berkata dengan suara serak sambil menguap lebar.
“Sadako.. Lo baru bangun?”
“Aduh, Tha. Hari ini gak ada PR ini hari Minggu. Kalau lo mau kerumah nanti agak siangan aja deh. Gue ngantuk beratt....
“Woi gila. Ini gue.”
Suara penelpon yang cukup keras dari sana membuat Juliet bangun kembali ke alam sadarnya. Suara itu bukan suara Dytha. Dytha gak mungkin mempunyai suara berat yang serak dan menyebalkan seperti itu. Hanya ada satu orang yang mempunyai suara itu. Romeo.
“Ohh iya sorry-sorry.” Juliet menyeringai. “Kenapa nelpon pagi-pagi gini?”
“Itu masalah double date yang kemaren. Jadinya gimana? Kenapa kemarin tiba-tiba teleponnya putus?”
“Double date apaan ya?” tanyanya. Penyakit pikun tingkat dewanya lupa. Juliet memang pikun akut. Apalagi kalau ia baru bangun tidur seperti ini. Ia mencoba merefresh kembali otaknya yang masih belum sepenuhnya tersadar dari alam tidurnya. Begitu ia ingat cerocosan mautnya mulai keluar “Ohh.. Iya yang kemarin. Tentang Miko. Gilaa, Rom. Gue kira gue bener-bener udah tamat. Pulsa gue habis kemarin. Kenapa gak lo nelpon gue semalem aja? Terus jadi gimana? Lo mau gak? Apa gue cancel aja ya? Nanti Miko curiga gak?”
“Satu-satu ya gue jawabnya, sadako. Lagian lu nanya gue kayak reporter yang baru bangun tidur aja sih. Jadi gini semalem itu gue kira lo bakalan nelpon lagi. Jadi gue tungguin kan. Eh gak taunya lo gak nelpon-nelpon lagi. Ya gue pikir lo cuma mau ngomong itu aja terus lo tidur. Emang Miko ngajakin double datenya dimana? Kapan?”
“Hari ini. Jam 7 malem. Dikafe tempat gue sama dia dulu. Jadi lo bisa?”
“Oke. Gue bisa. Kebetulan jadwal syuthing gue gak ada kalau hari Minggu.’
Juliet mencibir “Jadwal syuthing apaan lo? Syuthing film Indosiar terus jadi naganya? Jadi beneran bisa nih?”
“Gue berpikir ulang deh, Tadi lo udah ngehina gue.”
“Idih.. Cowok geh maennya ngambekan. Ya udah deh sorry. Jadi mau ya?”
Romeo tidak bersuara, cowok itu hanya berdeham kuat yang menandakan dia setuju. Diujung sana Juliet memekik girang.”Yes.. Gilaa, Rom. Lo emang the best banget. Udah baik, cakep, ramah lingkungan, irit BBM, rajin menabung....
Diam-diam Romeo tersenyum lebar. Ada kesenangan yang tiba-tiba muncul dihatinya. Walaupun ia tahu pujian Juliet ini memang cuma bisa-bisaan cewek itu saja, tapi ia tetap gak bisa menolak kenyataan bahwa ia senang mendengar cewek itu memujinya untuk pertama kali. “Udah deh. Gak usah nyerayu-nyerayu. Gue emang begitu orangnya. Lo aja yang baru tahu!”
KLIKK!!!
 Teelpon diputus oleh Romeo. Ia sengaja menghindari berbagai hujatan dari Juliet kepadannya.
Jam setengah tujuh sore, Mama Juliet sibuk mendadani Juliet dikamarnya. Juliet heran. Baru kali ini mamanya seantusias itu saaat mengetahui Juliet akan pergi makan malem bareng Romeo.Lihat saja sejak jam 5 sore tadi mamanya sudah menyuruh Juliet berdandan, memilihkannya gaun, memilihkannya tas, dan memilihkannya sepatu. Juliet melihat mamanya ini sekan-akan seperti Ibu Tiri Cinderella yang sibuk mempersiapkan anak-anaknya untuk bertemu dengan pangeran.
TING-TONG
Bel rumah Juliet berbunyi. Mama yang sudah menebak bahwa itu adalah Romeo segera membukakan pintu depan.
“Malem tante.” Romeo menyapa mamanya Juliet dengan sopan.
Disertai dengan senyuman lebar mamanya Juliet menjawab sapaan Romeo “Malam. Julietnya masih diatas. Bentar lagi juga turun. Kamu masuk dulu aja. Biar lebih enak nunggu didalem.” Mama mempersilahkan Romeo masuk ke ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu romeo langsung disuguhkan minuman dan makanan bak orang-orang penting.
Tak lama Juliet yang ditunggu-tunggu dan dipanggil mamanya keluar dari kamarnya. Pelan-pelan ia menuruni tangga kamarnya. Suara Heels yang dia pakai terdengar berirama mengikuti langkah kakinya yang bak Miss Universe yang baru turun dari panggung.
“Ayo berangkat.”
Hening.
Romeo tak mampu berkata-kata saat menatap Juliet. Cewek itu berbeda sekali. Rambut panjangnya yang biasanya terurai lurus kini dbuat sedikit bergelombang dibagian bawah. Make up wajahnya yang tidak terlalu mencolok, berkesan natural. Semua itu makin ditambah sempurna dengan dress dan sepatu yang digunakan Juliet saat ini. Dress sifon pendek berwarna putih dam sepatu wedges dengan aksen pita didepannya yang berwarna putih juga. Juliet terlihat benar-benar cantik.
“Heh. Ayo berangkat.” Juliet mengapit tangan Romeo. Entah kenapa ia sudah terbiasa mengapit tangan cowok itu sekarang semenjak ia resmi membuat kontrak perjanjian pacaran pura-pura dengan cowok itu.
“Eh iya tante, Romeo pamit pergi dulu, ya!” Romeo menyalimi tangan mamanya Juliet.
“Iya. Hati-hati ya. Julietnya dijagain. Jangan pulang malem-malem.”
Romeo membukakan pintu mobilnya untuk Juliet. Hari ini Romeo sengaja meningalkan motor Vixion kesayangannya cuma demi double date ini. Saat masuk kedalam mobilnya, ada sesuatu yang tak biasa malam ini. Seorang Alexander Romeo grogi dekat cewek. Meskipun Juliet tidak bisa melihatnya dengan jelas, lantaran cowok satu ini pandai betul menutupi perasaan dengan gayanya yang cool itu. Ralat. Bukan cool, tapi sok cool.
“Heh, gue udah cantik belum? Gimana ya reaksi Miko nanti pas ngeliat gue?” tanya Juliet sambil memamerkan senyumannya kepada Romeo.
“Biasa aja,” jawab Romeo jutek tanpa memperhatikan wajah Juliet. Bisa-bisa ia bertambah gugup kalau melihat senyumannya Juliet. Aduh Romeo whats’s wrong with you? Disamping lo itu sadako. Kenapa harus deg-deg’an segala?
“Alah. Tadi lo juga pasti pangling ngeliatin gue.” Juliet cekikikan menggoda Romeo yang bersikap sok cool.
“Siapa bilang?” tanya Romeo masih dengan tampang baik-baik saja. Padahal Jantungnya kini sudah melompat kemana-mana.
“Gue lah barusan. Lo itu ya. Jadi cowok itu harus jujur. Romantis dikit kek apa kek. Bisa tersiksa nanti yang jadi cewek lo.”
“Biasa aja,” jawabnya kembali cuek. “Emangnya lo bisa jujur? Lo udah berdusta dari dulu karena gak bilang gue ganteng.”
Juliet terdiam. Ia kalah telak. “Ehm.” Ia berdeham “Pdnya kumat lagi deh! Tapi iya sih gue akui lo malem ini keren banget. Mau nyari perhatian sama gue apa ya?”
Bibir Romeo mencuat keatas “Akhirnya lo ngakuin juga.”
“Iya malem ini doang gantengnya karena mau nemenin gue double date sama Miko. Oh ya Rom, gue barusan dapet ide. Kalau gue udah jadian sama Miko, ntar lo deketin aja si Vella. Vella kan cantik tuh,” kata Juliet iseng.
“Muka lo horor. Gilaa lo maen jodoh-jodohin gue.”
Juliet tertawa keras mendengar penolakan mentah-mentah dari Romeo.

Kijang Inova itu berhenti didepan sebuah Kafe. Banyak mobil yang memenuhi tempat parkir Kafe meyebabkan Romeo agak sedikit kesusahan mermarkir mobilnya.
“Busett jauh amat,” kata Juliet menyadari tempat parkir ini lumayan jauh dari depan Kafe.
“Gak usah bawel. Mendingan lo sms Miko-Miko cowok lo yang gak jelas itu.”
Juliet mengikuti koando Romeo tanpa banyak nanya
Mik, udah dimana?
Balasan Miko mendarat dengan cepat.
Miko:
Ud didlm msuk aja.
Juliet memberitahukan balasan terakhir Miko kepada Romeo. Sambil berjalan beriringan Juliet memasuki kafe itu dan siap melakukan sandiwara lagi.
Kehadiran Romeo dan Juliet di kafe itu sempet membuat beberapa sorotan mata anak muda di Kafe itu memandang kearah mereka. Juliet menoleh kekanan ke kiri mencari Miko. Juliet tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan cowok itu. Miko sudah duduk manis mengobrol dengan Vella di meja no 8. Langsung saja Juliet menarik Romoe kesana.
“Hei” Sapa Juliet kepada mereka “Udah lama?” tanya Juliet basa-basi.
“Gak kok barusan.” Terdengar suara ketus Vella.
Miko masih terbengong-bengong melihat kedatangan Juliet bersama pacarnya. Juliet yang sempet memperhatikan ekspresi Miko itu berppura-pura acuh, tapi dalam hatinya senang. Setelah sadar dari keterpukaannya terhadap juliet, Miko langsung berusaha mencairkan suasana. Memperkenalkan diri kepada Romeo dan tentunya memperkenalkan Vella juga. Perkenalan itu selesai tepat setelah pelayan kafe menyajikan menu kehadapan mereka. Juliet mendapati Miko yang mencuri-curi pandang terhadapnya beberapa kali, tanpa sepengetahuan Vella.
Setelah semuanya memesan makanan. Dua pasangan tersebut menunggu pesanannya datang sambil sekedar mengobrol. Obrolan ini menjadi sangat menarik bagi Juliet karena Miko sangat antusias ngobrol dengannya dan mengacuhkan Vella. Juliet bisa melihat muka betenya Vella yang benar-benar jelas.
Makanan pesanan datang.  Pelayan kafe meletakkan semua pesanan diatas meja. Seketika meja yang tadinya benar-benar kosong mulai terisi penh dengan makanan, mulai dari roti panggang eskrim pesanan Juliet hingga Curly french fries pesanan Romeo. Semua sudah menggoda lidah mereka untuk segera memakannya.
Ini saatnya bagi Juliet untuk membuat Miko cemburu.
 “Say, cobain geh Ropang eskrimnya enak banget.” Juliet menyuapi Romeo persis seperti dulu ia menyuapi Miko. Miko melirik mereka dengan sorotan iri.
Romeo menyeringai lebar langsung saja menyambut suapan dari Juliet. Kali ini gantian Romeo yang mengarahkan sendoknya kearah Juliet dan dengan senyumannya Juliet menyambut suapan dari Romeo.
“Sayang, suapin aku dong!” Suara Vella terdengar bete sekaligus kesal melihat Miko yang dari tadi sibuk memperhatikan pasangan romanatis didepannya. “Kamu kenapa sih ngeliatin mereka terus? Cemburu?” Suara keras Vella ini membuat Miko tersentak dan menoleh padanya. “Apa sayang?” tanya Miko yang sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan Vella.
“Apa, Apa? Pokoknya aku mau pulang sekarang juga!” Vella beranjak dari kursinya dan berlari kecil. Miko cepat-cepat mengejar ceweknya. Juliet dan Romeo hanya mampu melihat adegan yang mirip sinetron itu dari jarak jauh sambil tertawa pelan.
Sampai dimobil baru tawa mereka meledak. Hari ini mereka benar-benar beruntunng.  Rencana mereka berjalan lancar,semulus jalan tol. Miko membayar semua makanan yang mereka pesan karena merasa tidak enak sudah meninggalkan mereka. Kebetulan kafe itu memang milik pamannya Miko. Sudah dapat makanan gratis, mereka juga mendapatkan tontonan film gratis. Film yang menceritakan bagaimana seorang cewek marah-marah dengan pacarnya yang asyik melirik cewek laen.
Juliet puas banget malam ini. Ada banyak rasa yang beercampur jadi satu dalam dirinya. Dianatara rasa-rasa itu bersembunyilah ___Cinta.
“Rom, makasih ya. Gak mau mampir dulu?” tawar Juliet ketika sampai dirumahnya. Ia sampai pukul sembilan malam. Untung saja belum melanggar batasan yang mamanya berikan kepadanya.
“Gak. Udah malem, Jul. Mendingan lo ngelanjutin ketawa lo aja.” Perkataan Romeo itu membuat Juliet tertawa kecil. “Bisa-bisaan lo itu. Ya udah deh. Gue masuk dulu ya.” Juliet membuka pintu mobil dan bergegas turun. Ia menghentikan langkahnya ketika merasakan hangat tangan Romeo memegang lengannya “Jul, besok pagi gue jemput ya. Temenin gue .”
“Kemana?” Tanya Juliet penasaran. Ia baru saja mau memaki Romeo yang hendak menyuruhnya bolos. Untung ingatannya cepat kembali. Ia ingat besok libur.
“Besok juga tahu. Udah sana tidur. Nite, Jul.” Romeo menancap gas meluncur pergi jauh meninggalkan Juliet juga sebagian hatinya.
                                                                        ***

Masih pukul tujuh pagi. Juliet tidak sekolah. Kebetulah hari ini guru-guru mengadakan rapat ujian nasional untuk anak kelas dua belas, jadi seluruh siswa–siswi SMA kasih bangsa diliburkan.
Juliet sudah bangun sejam yang lalu. Ia duduk di sofa ruang tamu, menunggu kedatangan seseorang didepan rumahnya.
Gadis itu mendengar suara deruan mobil kearah rumahnya. Gak salah lagi. Itu pasti dia. Tanpa banyak berpikir panjang lagi, ia langsung segera pamit kepada sang mama dan berlari keluar menghampiri mobil itu.
Baru saja Ia hendak keluar dari Inova hitamnya. Ia melihat gadis itu keluar rumah dan kini sudah ada didepannya.
“Hei.Gue pikir lo belom bangun,” kata Cowok itu. Ia masuk lagi kedalam mobilnya, membukakan pintu mobilnya dari dalam agar cewek didepannya bisa masuk.
“Ini untuk kedua kalinya lo ganggu hibernasi gue.” gerutu Juliet ketika sudah memasuki mobil.
Dengan kecepatan penuh, mobil inova itu langsung melesat. Pagi-pagi begini memang jalanan sekitar perumahan Juliet masih sepi. Jalan-jalan juga masih pada lenggang. Tidak seperti biasanya didera kemacetan total. Memang tepat sekali rencana cowok itu menjemput Juliet jam segini.
“Kita emang mau kemana sih?” tanya Juliet yang sebenarnya dari tadi bingung melihat Romeo menyetir tanpa memberitahukannya akan kemana.
“Bogor,” ucap cowok itu santai.
“Bogor? Lo mau ngapain? Jauh amat.” Juliet mulai panik, tak lama ia mulai marah melihat Romeo yang senyum-senyum, tapi tak kujung memberi jawaban. “Lo ngapain senum-seyum?” Apa Romeo gak tahu? Senyumannya itu buat Juliet tambah panik.
“Gue mau jual lo di Bogor buat  nemenin badak bercula satu,” jawab Romeo geli.
“Seriusan mau ngapain? Kalau gak jawab turunin gue aja disini!” Kali ini Juliet kelihatan serius. Mau tak mau Romeo menjawab sejujur-jujurnya.
“Ya mau ke Bogor. Gue cuma mau minta temenin lo ke suatu tempat. Sekedar refreshing lah. Bukannya bersyukur gue udah berniat baik mau ngajakin lo refreshing.”
Juliet berdecak keras dan menggerutu. Namun ia sama sekali tidak menimpali perkataan Romeo. Pokoknya awas saja kalau cowok itu berani macam-macam.  Seperti biasa rasa ngantuknya mulai menjalar. Hal yang perlu diketahui semua orang, gadis berkulit kuning langsat ini cepat sekali mengantuk jika berada didalam mobil terlalu lama.
Benar kan. Ia mulai tertidur.
Disampingnya Romeo memandangi muka Angelic nya Juliet yang sedang tertidur sambil tetap fokus ke badan jalan. Diam-diam Romeo tersenyum. Manis.
Perjalanan telah berlangsung selama satu jam. Perjalanan yang berlangsung cukup mudah meskipun jalanan sedikit curam menajak. Sepertinya Romeo sudah terbiasa ketempat ini sehingga dia terlihat sangat piawai menyetir mobilnya dengna jalanan yang seperti itu. Mobil Inova hitam milik Romeo berhenti disuatu tempat dengan udara yang sangat sejuk. Puncak.
Pelan-pelan cowok itu membangunkan Juliet. “Udah sampai woi.”
Juliet yang baru bangun mengerjap-ngerjapkan matanya. Lalu menyusuli Romeo keluar mobil. Apa ia tidak salah lihat? Dimana ini? Juliet melongo beberapa detik, kemudian mulutnya kembali merapat. Ia memperhatikan tempatnya berpijak dengan saksama. Udara sejuk tempat itu membuat rasa kantuknya lenyap seketika. Hamparan kebun teh dan pepohonan membentang mendominasi warna ditempat ini. Gunung-gunung biru yang sedikit tertutupi kabut dan suara gemercik air terjun membuat potret pemandangan yang menakjubkan.
“Ini dimana sih?” tanya Juliet.
“Villa gue. Kita udah sampe dipuncak.” Telunjuk Romeo mengarah ke sebuah bangunan mewah bercat putih dengan gaya desain Eropa klasik dibelakang mereka.
“Puncak? ” seru Juliet girang. Seumur hidup cewek itu, baru kali inilah ia mengunjungi tempat bernamakan puncak. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia harus mengabadikan momment ini. Dengan sigap ia merogoh kantongnya dan mengambil ponselnya.
“Fotoin gue sih! Mau gue masukin instagram nih!” Juliet sangat bersemangat memamerkan keeksisannya.
“Males,” jawab Romeo singkat. Lalu ia beranjak dari Villanya menuju ke badan jalan. Juliet terpaksa mengikuti cowok itu sambil mendesah kesal.Dasar nyebelin!
Mereka mencoba menelusuri kebun teh tersebut dan sedikit berjalan keatas. Hawanya yang cukup sejuk khas pegunungan ini membuat Juliet merasa nyaman dan betah berlama-lama ditempat ini.
“Pelan-pelan jalannya. Ini agak licin,” kata Romeo memperingatkan.
Mereka berjalan sampao ke sebelah ata jalan Puncak­__ Cipanas melewati kawasan warung makan dan penjual buah-buahan yang berjajar disepanjang jalan. Mereka melalui jalan menikung dijalur puncak, dan sampailah mereka di Telaga Warna. Suasana ditelaga itu begitu eksostis dan asri. Sangat menyatu dengan alam. Apalagi ditambah dengan hutan hujan tropis yang ada dipinggir danau.

Juliet kembali dibuat terpukau dengan keindahan Telaga Warna. Ciptaan Tuhan memang selalu indah. Permukaan air telaga itu tampak berwarna hijau, akibat pantulan cahaya matahari yang melewati celah daun dari hutan yang sangat hijau sehingga tercermin ke air. Kicauan burung dan suara gemercik air danau membuatnya tak sabar menjelajahi danau tersebut dengan perahu bambu.
Romeo menyewa satu perahu bambu dari seseorang laki-laki paruh baya. Romeo langsung saja masuk ke perahu itu duluan, baru memegang tangan Juliet dan membantunya masuk.
Mereka berdua mendayung perahu itu memutari telaga. Juliet mendayung dengan satu dayungan disebelah kiri dan Romeo mendayung dengan satu dayungan disebelah kanan. Sesekali Juliet merasakan dinginnya air dengan tangannya. Ia terus mendayung sambil melihat pemandangan yang ditunjukan oleh cowok yang mendayung dibelakangnya.
“Sumpah Rom. Ini gila banget Gue kira yang beginian cuma ada disinetron doang.” Decak kagum Juliet terlontar dari mulutnya. “Dulu gue pernah bermimpi bisa naek peraahu berdua dengan Miko. Ya kayak gini. Tapi Miko terlalu cepet ninggalin gue. Gue kira Miko biisa menghapus hipotesis gue tentang cinta.”
“Hipotesis apaa? Lo udah kayak mau buat karya ilmiah aja.” Cowok itu mengerutkan dahinya.
“Hipotesis kalau cinta itu hanya bisa bertahan dalam waktu tiga sampai enam bulan. Lebih dari itu cinta hanya akan memberikan luka yang mengiris.” Juliet mencoba menerangkan hipotesisnya.
“Lalu kalau cinta itu hanya bertahan tiga bulan sampai enam bulan kenpa lo masish bisa mencintai Miko sampai sekarang?”
Gadis itu terdiam. Air mukanya berubah. Pertanyaan itu tidak bisa ia jawab. Lebih tepatnya ia juga tidak tahu apakah sekarang ia benar-benar masih mencintai cowok itu atau tidak. Romeo menatap wajah Juliet yang berubah lalu dengan cepat mengalihkan pertanyaan itu “Ya udahlah. Yang penting kemarin kita udah bisa buat Miko cemburu. Kayaknya juga Miko masih cinta sama lo deh.” Ucapan yang keluar dari mulutnya barusan membuat dadanya begitu sesak. Akhir-akhir ini cowok itu merasakan keanehan pada dirinya tiap kali Juliet menyebut nama “Miko”.
Juliet trsenyum menanggapi perkataan Romeo “Gue kira juga begitu. Yang jelas gue sekarang udah bisa nyanyiin lagunya JUPE yang aku rapopo.” Gadis itu kembali tertawa.
Romeo hanya tersenyum melihat Juliet sebahagia ini. Ini yang hanya dapat ia lakukan menatap Juliet dari jarak jauh maupun dekat, merasakan senyumnya dan juga ikut tersenyum seakan-akan tidak pernah ingin kehilangan senyum dari gadis itu.
“Eh, Rom. Lo itu sebenernya baik tahu. Tapi kenapa sih lo itu nyebelin banget? Perasaan ke anak-anak cewek yang lain lo lempeng banget, ngomong aja irit banget kayaknya,” kata Juliet serius.
Romeo terdiam mendengar pertanyaan Juliet. Wajahnya berbabah serius “Karena... karena...”
“Karena apa? Jangan bilang karena gue nyebelin juga. Gue gak akan segan-segan jungkir balikin lo dari ini perahu.”
Romeo tertawa “Nah itu tahu. Lagian lo juga kenapa kayaknya jutek banget ke gue?”
Kali ini gantian Juliet yang terdiam. “Ya karena lo nyebelin. Pake banget. Pake sangat. Pake amat.”
Romeo menatap jauh ke danau. Wajahnya kembali serius “Sebenarnya gue itu suka gangguin lo, suka buat lo sebel karena.. Dia kembali terdiam. Sorotan matanya tidak dapat didefiniskan jelas. Ada sorotan kehilangan, kesepian, kesedihan, tapi yang tersembunyi adalah sorotan kerinduan lama yang terpendam “Lo mirip sama... Nyokap gue.”
Juliet yang sebenarnya ingin bertanya seperti apa mama Romeo jadi mengurungkan niatnya ketika mendapati air muka Romeo yang sudah benar-benar berubah drastis.

Setelah lelah mendayung, Akhirnya perahu itu sampai diujung sungai. Mereka  menei dan memilih untuk beristirahat di sebuah gazebo. Sinar matahari menembus dedaunan dan membentuk seberkas cahaya yang menyinari gazebo tempat mereka duduk.
“Jul, gue bawa ini nih!” Romeo meniup gelembung dari sebuah botol yang berisi cairan. Gelembung-gelembung itu berterbangan ke sekeliling Juliet.
“Gue gak nyangka lo masih kayak anak kecil.” Juliet tertawa. “Eh minta dong!” Juliet berusaha merebut botol dari tangan Romeo.
“Males lah. Katanya tadi kayak anak kecil.”
“Awas ya! Sampe gue dapet. Gue gak mau balikin lagi ke lo.” Juliet melompat-lompat mencoba meraih Botol yang dipegang Romeo. Romeo sengaja mengacungkan tangannya tinggi-tinggi melebihi tinggi tubuh Juliet. Sayangnya Juliet tidak mau kalah. Ia tetap melompat-lompat sampai membuat Romeo benar-benar menyerah dan memberikan itu kepada Juliet
Hap.
Juliet berhasil menangkap. Juliet meniupnya gelembung-gelembung itu kearah Romeo.
“Curang nih! Itu kan punya gue,” kata Romeo. Saat Juliet mencelupkan tongkat gelmbung kedalam botol cairan itu dengan cepat Romeo meraih pergelangan tangan Juliet dan mengayunan tongkat itu. Satu ayunan yang cukup kuat itu menghasilkan banyak sekali gelembung-gelembung dihadapan mereka kemudian berterbangan hingga kedanau dan pecah. Lagi dan berulang-ulang mereka mengayunkan tongkat itu berbarengan. . Menyatukan jemari-jemari mereka berdua untuk memegang tongkat. Jemari-jemari mereka yang awalnya ragu kini berpaut erat.
“Keren ya,” ucap Juliet. Kemudian menyimpan botol dan tongkat gelembung itu kedalam kantongnya.Gadis itu duduk dibawah rerumputan pinggir danau.
Romeo mengambil tempat duduk disebelahnya“Loh Jul kok disimpen? Kenapa gak di abisin?”
“Jangan. Buat gue aja, kalau lagi bosen dirumah gue maenin lah. Oh iya, Rom. Lo sering ketempat ini?”
“Dulu iya sih. Waktu nyokap gue masih ada. Dia yang sering ngajak gue sama bokap liburan ke Villa. Kata dia sih udara Villa bisa buat kita lebih damai.” Romeo mulai melamun. Dalam lamunannya ia kembali mengingat peristiwa manis bersama mamanya. Saat Romeo baru berusia tujuh tahun. Di tempat ini biasanya mamanya akan menceritakan dongeng anak-anak atau menyanyikannya sebuah lagu. Dan Romeo kecil pun tertidur dipangkuan Sang mama, yang waktu itu ia kira malaikat dari Tuhan untuknya.
Ketika ia sadar dari lamunannya ia tersentak ketika merasakan Juliet tengah bersandar dibahunya.tiba-tiba perasaan itu keluar lagi. Ia juga tidak tahu apa sebabnya? Mengapa akhir-akhir ini gadis itu berhasil membuat jantungnya berdetak seakan-akan tersetrum oleh gelombang listrik berkekuatan seribu volt. “Gak gratis loh!” Katanya. “Nyokap gue juga suka maen gelembungan bareng gue dan bokap. Kadang gue sering lari-lari mecahin gelembung yang ditiup nyokap gue. Dulu gue pikir kita itu keluarga yang bahagia banget...” Kata perkata dilontarkan Romeo. Juliet saat ini memilih untuk menjadi pendengar setia. Ia mendengarkan semua kisah masa lalu cowok di sampingnya itu tanpa banyak bertanya. Sekarang barulah Juliet tahu, cowok semenyebalkan dia ternyata mempunyai sisi rapuh.
“Setelah nyokap gue pergi ngekhianati bokap..” Romeo berhenti sebentar. Mendadak hatinya begitu pilu. “Gue udah gak pernah lagi ketempat ini. Gue jadi benci tempat ini.” Air muka Romeo berubah. Kesal. Sama seperti yang Juliet lihat waktu didanau itu.
“Tapi pada akhirnya lo memilih ketempat ini lagi sama gue. Kalau gitu kita harus sering-sering ketempat ini. Cowok saiko, kalau lo kangen sama nyokap lo. Gue janji bakalan nemenin lo ketempat ini lagi. Kapanpun.” Juliet tersenyum lembut sambil memegangi pundak Romeo. “Ngomong-ngomong. Thanks banget ya buat hari ini. Gue seneng banget.”
Romeo menatap Juliet lurus-lurus. Kedua bola mata mereka bertemu. Masing-masing dari mereka saling merasakan keteduhan dalam tatapan itu. Kini wajah mereka lebih mendekkat dari sebelumnya. Semakin dekat. Tidak ada yang bergerak mundur. Mereka berdua saling memejamkan matanya. Kali ini bibir Romeo sudah hamir bertemu dengan bibir Juliet... Sedikit lagi kedua bibir itu akan saling bertemu...
Dan Juliet tersadar. Cewek itu segera membuka matanya “Uuuddaaahh so-o-re, Pulang aja yuk!”katanya terbata-bata.
Astaga!
Apa yang barusan terjadi? Romeo yang masih tidak habis pikir, apa yang bakalan terjadi kalau saja tadi Juliet gak membuka matanya? Ini gila. Benar-benar gila. Setan apa yang merasuki dia?  Romeo menggeleng kuat-kuat berharap ini tidak nyata.
                                                                        ***
Romeo mengantarkan Juliet pulang kerumahnya. Perjalanan pulang benar-benar berbeda dari perjalanan sewaktu pergi tadi. Dimobil, Keduanya saling diam-diamnya. Tak ada satupun yang berani mengeluarkan suaranya. Mereka masing-maisng kalut dengan hal yang terjadi didanau. Seharusnya itu gak boleh terjadi. Perasaann mereka yang berawal dari kepura-puraan mulai tumbuh. Pelan-pelan perasaan itu mulai memberontak untuk dijadikan kenyataan.
Mobil Inova itu berhenti tepat dipekarangan rumah Juliet. Julietbersiap-siap turun dari mobil. Dengan ragu ia memecahkan keheningan yang dari tadi mmengisi perjalanan “Gue pulang dulu, ya.” Pada saat ia akan menarik pintu mobil,  tangan besar Romeo menarik tangannya. “Ma---Maafin gue, Jul. Soal tadi aku tidak bermaksud. Gue Cuma kebawa suasana aja... Lupain aja ya masalah didanau tadi.Anggap aja tadi itu gak terjadi apa-apa..” Romeo tergagap. Ia berusaha mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskasn semua tindakan bodohnya. Juliet hanya tersenyum samar lalu perlahan pergi meninggalkannya.
Romeo menatap punggung Juliet sampai bayangan gadis itu benar-benar lenyap dari hadapannya. Ia tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya mengatakan Juliet tidak akan lagi kembali karena memang sebaiknya begitu.
                                                               ***
Wanita setengah baya itu sedang berbaring, ia menengadah, sambil menyangga kepanya dengan kedua tangan. Disebelahnya seorang anak berusia sekitar enam tahun juga sedang berbaring.
“Ma, kalau Romeo udah besar nanti. Mama masih mau gak nemenin Romeo kayak sekarang?”
Wanita itu tersenyum “Iya tentu saja. Tapi ada satu syaratnya.”
“Apa tuh, ma?” Anak itu meatao mata ibunya lekat-lekat. Mata coklat Hazzel yang mirp sekali dengan warna bola matanya itu membuatnya benar-benar nyaman. Ada banyak cinta dan kehangatan didalam sana. Saat ini hanya berharap ia bisa terus melihat tatapan itu.
“Kamu harus jadi anak yang baik sebaik papa kamu. Nurut sama kata papa, Ya?” Wanita setegah baya itu mengacungkan jari kelingkingnya
Romeo kecil mengangguk perlahan. Ia menyatukan jari kelingkingnya kepada jari besar wanita itu.
Wanita itu tersenyum.“Mama akan selalu ada disini buat temenin kamu,nak selama yang mama bisa.” Ia memeluk romeo kecil
Romeo kecil yang belum mengerti arti ucapan mamanya hanya bisa mengangguk saat berada dalam pelukan sang mama. Dia merasa ucapan, janji dan pelukan mamanya itu semuanya tulus.
Ia kembali merindukan tatapan dan pelukan dari seseorang yang sudah mengkhianatinya dan ayahnya. Bahunya berguncang keras. Berusaha menahan tangisnya yang ia simpan selama bertahun-tahun.
24 Desember 2003...
Romeo kira hari itu menjadi malam natal indahnya sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Mamanya benar-benar memanjakannya pada malam itu. Mamanya masih menyiapkan makanan besar-besaran untuk sekeluarga. Pokoknya semua yang dilakukan mamanya itu membuat dia sangat senang. Siapa yang sangka? Malam itu malah menjadi malam tragedi dalam hidupnya bersama sang Papa. Mama Romeo pergi begitu saja. Meninggalkan dia yang baru berumur delapan tahun dan sang papa. Melalui sebuah surat, wanita itu menjelaskan alasannya untuk pergi. Alasan yang membuat papanya terpukul. Ternyata perempuan yang dinikahinya tidak benar-benar mencintainya.
   Mendadak hatinya serasa dihantam palu yang sangat besar. Sebuah luka besar semakin menganga lebar. Peristiwa pahit itu mulai menyelubungi benaknya. Seharusnya mamanya adalah satu-satunya wanita yang paling ia sayangi. Sekarang menjadi sosok yang paling dia benci. Wanita itu pembohong. Harusnya Romeo tidak semudah itu mempercayai janjinya yang bilang bakal selalu ada untuk Romeo.
 Sejak saat itu banyak yang berubah. Laki-laki itu tidak mau berhubungan dekat lagi dengan wanita manapun. Ia masih setia dengan wanita itu. Lagian mereka juga belum sepenuhnya bercerai. Romeo jadi benci yang namanya cewek. Gak mau deket-deket dengan yang namanya cewek. Katanya takut menjadi bodoh seperti papanya. Seluruh dunia mungkin mengerti bagaimana rasanya kehilangan karena dikhianati seseorang yang sangat ia cintai dalam hidupnya. Menyakitkan.
Bola matanya terpejam perlahan..Ingatannya beranjak ke insiden tadi sore. Wajah cewek itu berputar-putar dalam otaknya. Pikirannya kembali terpenuhi oleh Juliet.
Bodoh!
Cowok itu mengerang keras sambil memegangi kepalanya yang semakin berat. Demi Tuhan! ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk mencium gadis itu? Cintakah? Bukan ini bukan cinta. Cowok iu menepisnya berkali-kali. Namun pada akhirnya ia menyerah pada kenyataan. Ia harus mengaku kepada alam semesta bahwa ia memang mencintai gadis itu. Perasaannya tumbuh dengan cepat tanpa bisa ia kendalikan. Seperti teroris, gadis itu sukses menyelundup dan mengebom semua tembok pertahanan dihatinya. Sayangnya hati itu terlalu pengecut. Ia tidak mau kembali mengulang luka lama. Ia tidak mau kehilangan orang yang  dicintai untuk kedua kalinya. Ia tidak akan pernah mungkin mencintai gadis itu dan memilikinya jika pada suatu hari gadis itu juga akan meninggalkannya. Dan terlebih lagi ia tak berani mengungkapkannya. Belum siap untuk terluka lagi seperti papanya dulu.
Cukup. Hentikan semua kebodohan ini! Jika cinta bodoh ini hanya akan kembali membawanya pada kehilangan. Ia lebih memilih untuk mengubur dalam-dalam sebuah rasa yang  dia sebut cinta itu. Biarlah cinta itu menggerogoti hatinya dan membuat sekeping luka kecil dari pada cinta itu kembali menghadirkan luka baru yang besar.
Berarti, Romeo harus melepaskan gadis itu. Menjauh. Mungkin itu cara yang terbaik. Dari pada mempertahankannya, namun suatu saat hatinya bisa saja terkoyak habis dimakan luka. Lalu menjadi semakin bodoh karena diperbudak oleh cinta.Ia benar-benar tidak sanggup.. Biarlah cinta ini ia pendam hingga suatu saat nanti cinta ini akan menguap lalu terbang  menghilang bersama awan yang mengapung.
Aku tak akan membiarkan kebodohanku menorehkan luka lagi, jika pada akhirnya aku harus kehilangan seseorang yang tak akan pernah bisa ku miliki...





Bab 14
            Pagi ini Juliet terkejut saat menuju ke tempat duduknya. Romeo pindah duduk kebelakangnya. Cowok itu duduk sendirian disana.  Beribu pertanyaan keluar dalam batinya. Apa ini gara-gara kejadian di danau itu? Tapi, Demi apapun. Aku sama sekali tidak marah kepadanya. Ya walaupun tadinya aku sempat kesal, tapi sungguh saat ini aku tidak bisa marah kepadanya. Aku sudah memaafkannya. Lagian aku yakin tadi sore itu memang murni ketidaksengajaan. Aku dan cowok itu saja yang dengan mudahnya terbawa perasaan. Toh juga ciuman  itu gak terjadi. Gak ada alasan aku buat marah. Terlebih lagi aku memang tidak mau marah kepadanya.
            Juliet meletakan tasnya dan duduk dikursinya. Cewek itu terlihat sedang berpikir keras. Ia mengetukan kuku tangan kirinya di meja, sementara tangan kanannya memegang pena yang ia sedang ia gigiti. Diam-diam ia memperhatikan wajah cowok itu yang kelihatannya sedang galau akut. Cowok itu menundukkan kepalanya dan meletakannya diatas kedua tangannya yang terlipat. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Menyinggung soal kemarin?  Juliet membatalkan rencananya karena ia tahu iu hanya akan membuatnya tambah malu saja.
            “My baby Romeo kenapa? Kok lesu amat sih?” Suara Nella terdengar dari kejauhan. Suara cewek  itu menarik beberapa sorotan mata, termasuk Juliet yang saat ini benar-benar mengamati gerak-gerik Nella. Dengan langkahnya yang seperti model, Nella mendekati Romeo dan duduk disampingnya. “Romeo kenapa? Lagi berantem sama Juliet?” tanya Nella. Romeo tidak menjawab pertanyaan Nella. Ia sedikit terkejut melihat Nella yang tiba-tiba sudah duduk manis disampingnya. Ingin rasanya ia marah, tapi ia tidak bisa meluapkan amarahnya kepada orang ini, terlebih lagi karena ia cewek.
            Tak kunjung mendapati jawaban Nella kembali berbicara “Kalau lagi berantem sama Juliet.Biarin aja. Cewek kayak dia itu gak penting.” Sesekali Nella melirik kearaah Julit. “Putusin aja. Masih ada aku kok yang mau jadi pacar kamu,” kata Nella dengan senyumnya yang sok manis yang membuat Juliet ingin mengeluarkan semua sarapan yang ia makan tadi pagi. Kali ini Juliet mendapati Romeo yang melirik kepadanya. Laki-laki itu kemudian menghambur pergi entah kemana, tanpa menggubris perkataan Nella sedikitpun.
            Cowok itu ternyata pergi ke Toilet. Ketika hendak masuk ke pintu toilet cowok yang berada disebelah kanan. Samar-samar Romeo mendengar suara tangisan cewek. Suaranya berasal dari WC cewek yang kabarnya memang terkenal angker. Pernah ada seorang siswa cewek yang bunuh diri disana. Romeo memperhatikan kanan kiri sekitarnya. Benar-benar lengang. Dijamin deh kalau ada jam disana bunyi detik jarum jam pasti akan kedengaran. Ia bergidik merinding. Pikirannya membawanya ke film sadako.
Tidak! Ini terlalu menakutkan. Ia bergegas meninggalkan WC itu. Dan...
BRUKKK!!!
Ia menabrak seseorang. Beruntungnya ia tidak terjatuh. Justru cewek yang ia tabraklah yang terjatuh. Romeo memperhatikan muka cewek itu dengan keraguan. Mana tahu yang ia tabrak bukan manusia!!! Gawatt!!!
              Sepertinya ia mengenal cewek ini. Cewek itu berbadan kurus. Tingginya kurang lebih sama seperti Juliet. Ia mempunyai rambut yang panjangnya hanya sebahu, yah meskipun agak sedikit berantakan. Tapi benar-benar gak mungkin kan kalau kuntilanak punya rambut yang panjangnya hanya sebahu? Setelah Romeo yakin bahwa makhluk yang ada didepannya ini bukan jadi-jadian ia membantu cewek itu berdiri.
              “Sorry,” kata Romeo sembari mengulurkan tangannya. Ia membantu cewek itu berdiri.
              “Makasih,” ucap cewek itu sembari tersenyum. Cewek itu menyambut uluran tangan Romeo.
              Tunggu dulu. Keduanya sama-sama saling berpandangan. “Lo Vella, kan?” tanya Romeo yang barusan ingat.
“Romeo?” Mata sipit Vella semakin menyipit.
              Romeo memandangi Vella baik-baik. Rambutnya berantakan, muka pucat, hidungnya merah, dan satu hal lagi matanya merah dan sembab. Ada bekas bulir-bulir air mata yang masih menempel dipipinya. Sejujurnya Romeo tidak mau terlalu ngambil pusing dengan urusan orang lain, tapi ia benar-benar tidak tega melihat cewek ini. Gini-gini walaupun sama semua cewek dia agak antipati (kecuali sama Juliet) tapi dia gak tegaan sama cewek. Rasa penasarannya muncul. Dengan ragu ia bertanya “Lo kenapa, Vel?”
“Gue diputusin Miko,” ucapnya lirih. Cewek itu benar-benar terlihat sangat depresi berat. Mukanya pucat mellebihi Juliet, bibirnya yan putih itu bergetar.
“Kok bisa?” tanya Romeo semakin prihatin.
“Gue juga gak tahu. Tadi Miko bilang gue sama dia itu udah gak cocok lagi. Miko bilang gue terlalu baik buat dia.”
     Romeo masih terdiam mendengarkan isak tangisan Vella. Tapi kata-kata Miko yang keluar dari mulut Vella sepertinya pernah ia dengar. Oh iya! Ia ingat. Waktu dia dengerin curhatan Juliet dengan Mario dan Lea sewaktu ia utus dengan Miko. Miko juga bilang begitu kepada Juliet. Romeo menggeram kesal sendiri. Tangannya seudah membentuk satu  kepalan yang siap ia luncurkan seandainya saja pemilik nama Miko itu ada disini.
     Vella berhasil mengendalikan isak tangisnya. Cewek itu kembali meneruskan kata-katanya lagi “Tapi gue gak yakin, Rom. Bukannya gue nuduh atau apa. Gue yakin Miko putusin gue karena dia masih ngejer-ngejer mantannya.”
     “Mantannya?” Romeo bertanya penasaran. Apa yang dimaksud Vella ini adalah Juliet?
     “Iya. Dan lo tau mantannya Miko yang gue maksud itu siapa? Dia itu Juliet, Rom. Cewek lo.” Tangisannya berhenti. Air muka Vella jadi berubah penuh emosi. Matanya melotot. Dia menggeram kesal terbakar kemarahannya sendiri. “Bilangin ya sama cewek lo. Jadi cewek itu gak usah kemenelan. Udah punya cowok juga. Masih bisa-bisaan ngerusak hubungan orang laen.” Vella berkata tegas. Lalu berlari pergi sambil menabrak sebelah lengan Romeo.
                                                          ***
            “Jul, gue mau ngomong sama lo.” Romeo menarik tangan Juliet yangs edang membaca novel didepan kelas. Hari ini kelas banyak pelajaran kosong. Guru-guru pada pergi mengikuti seminar.
            Juliet agak kaget degan sikap Romeo yang agak kasar barusan. Ia terpaksa pasrah megikuti tarikan Romeo yang akhirnya berhenti di sebuah lorong kelas tiga. Lorong ini memang sepi. Maklum, kakak kelas mereka sedang sibuk mempersiapkan ujian.
 “Maauu ngomong apa?” Tanya Juliet dengan segenap keberaniannya.
       “Masalah Kita dan Miko,” kata cowok itu serius.
“Emang kita ada masalah?” tanya Juliet pura-pura bego. Ia berpikir kalau Romeo masih mau mengungkit kejadian didanau itu.
Romeo mengangguk. Terlihat kesedihan yang terselubung dalam wajahnya “Gue...
          Juliet masih berdiri menunggu kata yang yang keluar dari mulut Romeo.
          “Guee.. Maauu kita mengakhiri hubungan pura-pura ini.” Dengan susah payah Romeo merangkai kata-kata yang sangat sulit untuk ia keluarkan.
          Tubuhnya terasa lemas seketika. Lidahnya berubah menjadi kelu.Kerongkongannya seakan tercekat.  Ia terlalu kaget mendengar kata-kata yang sebenarnya nantipun ia akan mendengarnya. Bukannya memang cepat atau lambat hubungan  pura-pura mereka memang akan berakhir? Tapi mengapa sepertinya saat mendengar kata-kata itu sebagian jiwanya telah menghilang. Terlalu banyak kata-kata yang ingin keluar, tapi saat ini yang keluar dari bibir mungil gadis ini hanya satu kata. “Kenapa?”
     “Karena...” Agak lama Romeo berpikir ‘Karena barusan gue liat Vella nangis diputusin Miko. Dan itu gara-gara Miko mulai ngejer-ngejer lo lagi, Jul. Gue gak tega, Jul sama Vella. Kasihan dia, Jul. Jadi gue mohon hentikan semua ini sekarang juga.” Gue udah jatuh cinta sama lo.
     “Loh? Bukannya bagus ya? Itu berarti rencana kita berhasil, kan? Bukannya gue juga dulu nangis-nangis gara-gara tahu Miko pacaran sama Vella. Sekarang Miko mutusin Vella karena dia suka lagi sama gue. Ini namanya karma, Rom. Cewek itu memang harus dapetin karmanya.” tandas Juliet.Juliet juga tidak tau mengapa kata-kata itu spontan keluar begitu saja. Sekarang dalam benaknya dipenuhi dengan dendam. Dendam yang membutakannya dengan segala hal, termasuk cinta.
     “Jul. Demi Tuhan! Gue gak nyangka lo seegois ini. Lo sadar gak? Perbuatan lo itu jahat banget. Gue gak nyangka lo sedendam itu sama Vella. Lo ngelakuin semua ini buat ngerusak hubungan Miko sama Vella cuma buat puasin semua ego lo!”
     “Enggak. Gue gak jahat. Gue gak dendam sama Vella. Gue... Gue..” Juliet terdiam. Tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulutnya sebagai jawaban.
            “Apa? Lo mau berkilah apa lagi? Lo mau bilang lo ngelakuin ini buat dapetin Miko lagi? Udah jul. Sekarang mending lo tanya diri lo baik-baik. Lo itu memang cinta atau lo itu hanya tenggelam dalam obsesi yang dipenuhi ego lo.”
            Glekk!! Kata-kata Romeo bagaikan ribuan panah yang tepat masuk menghujam hati Juliet. Ia mengulangi pertanyaan Romeo dalam benaknya Gue itu masih cinta atau ini hanya obsesi belaka?
Ia masih tidak bisa menjawabnya meskipun beribukali pertanyaan itu ia lontarkan.
     “Kenapa diam? Cepet jawab!” Teriak Romeo. Romeo mengembuskan nafas menahan amarahnya. Ia benar-benar tidak bisa marah didepan gadis ini. “Jul, meskiun gue gak tahu banyak tentang cinta yang bodoh itu, tapi seengaknya gue udah belajar banyak dari bokap. Cinta itu cuma perlu ikhlas karena hati yang berbicara. Disaat kita benar-benar cinta sama seseorang kita sseharusnya bisa  ikhlas melihat orang yang kita cintai bahagia sama orang laen, Yang lo rasain bukan itu Jul. Itu obsesi karena yang sekarang sedang berbicara bukan hati lo, tapi ego lo. Ego lu yang ingin tetap memiliki Miko. Coba pikirin baik-baik, Jul. Kalau memang menurut lo kata-kata gue barusan salah. Silahkan balik lagi sama Miko. Gue memang gak punya hak buat ngelarang lo balikan lagi Miko. Dan semoga Miko memang yang terbaik buat lo.”
     Juliet merasa seluruh kata-kata Romeo menyedot habis semua kekuatan dia. Ia lemas. Dadanya begitu sesak. Air matanya yang sedari tadi ia tahan mengalir jatuh. Didalam hatinya berselubung bayak hal. Terlalu banyak, hingga ia tidak bisa melihat rasa yang juga diam-diam bersembunyi di hatinya. Penyesalan.
     Romeo berjalan membalikan badannya meninggalkan Juliet. Butuh kekuatan tekad yang benar-benar bulat untuk tidak lagi memeluk Juliet ketika mendengar isakan tangis gadis itu. Sorry jul, Gue cuma gak mau ngeliat lo tersesat karena dibutakan ego lo. Gue janji, Jul. Gue gak akan pernah buat lo nangis lagi karena mungkin ini terakhir kalinya gue ngomong sama lo sebagai  Alexander Romeo, cowok bodoh yang masih memiliki cinta buat lo.


    
Bab 15
            Hari ini sepertinya Juliet belum siap untuk kembali sekolah. Ia berjalan lemas memasuki lorong kelas. Puluhan sorotan mata cewek-cewek disekitarnya menyorot tajam ke arahnya.
            “Stttt itu Juliet kan? Kayaknya dia nangis deh gara-gara kemarin baru diputusin Romeo,”bisik salah seorang cewek di depan kelasnya. Tiga orang cewek disebelahnya hanya mengangguk pelan.
            “Gue memang yakin cepat apa lambat mereka akan putus. Romeo itu Cuma punya gue tau! Buktinya gue yang ngelihat dia kemarin berantem sama Romeo dilorong kelas tiga. Tuhan emang baik banget udah mau nunjukin tontonan semenyenangkan itu sama gue,” bisik seorang cewek laennya.
            “Yang gue denger si Juliet ini pura-pura pacaran sama Romeo biar bisa dapetin Miko. Sumpah itu orang jahat banget.” Cewek itu kembali berbisik. Kali ini ditampah dengan nada sinis.
            Terdengar suara hentakan sepatu yang keras dari belakang. Langkah berat itu semakin mendekat dan dekat...
            “Lo orang ini kurang kerjaan banget sih. Gosip didepan orangnya. Kayak gak ada kerjaan lain.”
            Juliet yang sudah berjalan lumayan jauh dari jarak geromolan cewek itu terpaksa berbalik untuk mengetahui siapa orang yang sudah membelanya. Seperti suara...
            “Miko?” Ia begitu terkejut melihat Miko yang datang membelanya bagaikan superhero. Miko hanya tersenyum dan mensejajarkan langkahnya dengan Juliet. “Udah lo tenang aja ya. Gak usah dengerin apa kata mereka.”
            Juliet mengangguk. “Makasih ya, Mik.”
            “Jul, pulang sekolah ada cara gak?” tanya Miko sambil memegang kedua tangan Juliet.
            Juliet yang memang tidak mempunyai acara apa-apa waktu pulang hanya menggeleng pelan.
            “Ya udah. Ikut gue ya ke kafe biasa”. Gue mau ngomongin sesuatu sama lo.  menyangkut perasaan gue. Gue tunggu digerbang pulang sekolah, Sekarang Gue ke kelas dulu ya, Jul.” Miko membelai rambut Juliet dan pergi kekelasnya.
            Deg!
            Apa yang mau Miko omongin ke dia? Perasaan? Perasaan Miko? Jangan-jangan Miko mau ngajakin dia balikan? Lantas mengapa saat ini perasaannya berubah menjadi biasa saja. Bukankah ini impiannya?
            Tanpa ada yang menyadari, Romeo melihat mereka dari kejauhan. Cowok itu memegangi dadanya yang terasa sesak dipenuhi energi cemburu. Ia mencoba untuk berjalan biasa menuju kekelasnya. Susah juga buat mencoba gak peduli. Apalagi menajauh...Gue rasa kebodohan ini semakin bertambah...
                                                            ***
            Ketika pulang sekolah, Xenia Miko sudah menunggu Juliet di gerbang sekolah. Juliet langsung masuk agar tidak membuat Miko menunggunya lebih lama.
            Miko dan Juliet sampai di kafe lima belas menit kemudian. Miko langsung mengambil tempat duduk favorite mereka. Juliet duduk didepan Miko. Dari sini Miko dapat dengan jelas memandangi wajah Juliet.
            Begitu mereka datang pelayan kafe langsung menyambut mereka bagaikan tamu istimewa. Miko langsung memesan pesanan yang dulu sering mereka pesan dikafe ini.
            “Mau ngomong apa Mik?” tanya Juliet sambil memperhatikan sekeliling mereka. Tak biasanya kafe ini sepi.
            “Guee... Gue mau ngomong sesuatu sama lo,” kata Miko yang nampaknya sedang berumsaha berpikir sederetan kata yang mau ia ungkapkan.
            “Ya udah ngomong aja. Justru gue dari tadi nungguin lo ngomong, tapi lo gak ngomong-ngomong.”
            Miko tertawa sumbang. “Guee...” Miko berdeham. Juliet sedang memasang muka serius mencoba mendengarkan baik-baik perkataan Miko. Miko menghela nafasnya. Nampak jelas saat ini Miko sedang gugup berat. “Gue tahu ini mungkin bukan waktu yang pas. Tapi gue cuma mau ngungkapin semuanya. Kalau sebenernya gue itu masih cinta sama lo, Jul.” Ternyata dugaan Juliet tepat. Miko mengutarakan isi hatinya karena ia mengetahui fakta yang sebenarnya bahwa hubungan Juliet dan Romeo yang hanya pura-pura itu sudah END. Habis. Tamat. Lebih parahnya lagi sepertinya  Miko mengetahui alasan Juliet berpura-pura pacaran dengan Romeo itu karena cuma mau bikin dia cemburu.
            “Lo bukannya masih sama Vella ya?” tanya Juliet pura-pura tidak tahu. Juliet jadi serba salah. Ia bingung harus ngomong apa.
            “Gue sama Vella udah putus, Jul. Gue sadar ternyata gue masih sayang sama lo.” Kata-kata itu yang dulu sangat ingin Juliet dengar. Itu impiannya dari dulu. Juliet Danniela, apa yang lo lakukan? Kenapa lo diem aja. Cepet jawab iya! Sebagian otaknya membisikan itu, tapi hatinya malah meragu.
            “Jul, kok diem aja. Jadi gimana? Lo juga masih cinta sama gue kan? Gue yakin pasti iya.” tanya Miko memastikan jawaban yang keluar dari bibir Juliet. Cowok itu optimis Juliet akan menerimanya kembali.
            Bukan kata iya yang keluar dari bibir Juliet , melainkan “ Nggg..Mik,  guee..” Juliet memelintir rok sekolahnya. Tangannya serasa memegang bongkahan es. Jemarinya benar-benar dingin.  Pernyataan Miko yang dulu sangat ingin ia dengar kenapa sekarang berubah jadi  pernyataan yang sungguh tidak ingin dia dengar. Juliet menggiti bibirnya memikirkan kelanjutan ucapan yang seharusnya ia lontarkan. “Sorry Mik, gue butuh waktu.”
            JEDARRR!
            Ekspresi miko langsung berubah. Wajahnya yang tadi penuh binar keyakinan bergantikan dengan sedikit guratan kekecewaaan. Harusnya ia saat ini sudah memeluk cewek itu saat cewek itu berkata “Ya.” Dua kata yang ia yakin akan keluar dari mulut mantannya itu. “Untuk apa Jul? Bukannya lo masih sayang sama gue? Dari cara lo sms gue, dari cara lo ingat ultah gue, dan dari gosip yang bilang kalau lo purapura  pacaran sama Romeo karena lo pingin buat gue cemburu.” Miko memantapkan hati Juliet untuk segera mejawab “IYA”
            “Gak bisa Mik. Gue gak tahu. Tapi gue bener-bener butuh waktu buat mastiin perasaan gue sekali lagi.”
            “Berapa lama?” Tanya Miko dengan nadanya yang terdengar agak ketus. Mungkin dicampur rasa kecewa.
            “Gue gak tahu...
            “Besok?” desak cowok itu.
            Apa? Besok? Juliet pasti bisa langsung gila. Miko pikir untuk memastikan persaan itu butuh waktu yang singkat? Salah. Apalagi Juliet sekaranga masih belum benar-benar mengerti perasaan yang ia rasakan saat ini. Semuanya jadi Buram. Tidak jelas.
            “Terlalu cepet, Mik. Tiga hari lagi?” tawar Juliet.
            “Oke.” Miko menyetujuinya.
            Lepas dari perbincangan yang serius itu mereka langsung memakan pesanan makanan merka yang baru datang. Mereka makan tanpa banyak berkata-kata. Suasana berubah jadi penuh keheningan
Setelah itu Miko langsung mengantarkan Juliet keumahnya. Perjalanan dimobil terasa dingin, bukan karena AC mobil yang menyala tapi karena sikap Miko ke Juliet yang berubah.
                                                ***
Juliet meruntuki dirinya sendiri. Ternyata waktu tiga hari tidak cukup untuk membuat sebuah jawaban. Jawaban ini benar-benar lebih sulit dari pada soal-soal matematikanya Ibu Eva. Dua kali lebih sulit.
Apa yang harus gue lakuin?Gue mesti jawab apa besok?
Juiet berjalan mondar mandir dikamarnya yang tidak terlalu luas. Ia harus berpikir, meskipun saat ini otaknya tidak mau berpikir.
            Pegal mondar-mandir gak jelas, tapi masih belum dapat jawaban Juliet merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan memejamkan matanya. Tiba-tiba otaknya terpikirkan sesuatu. Rasanya otak Juliet sudah benar-benar konslet karena overload. Bukannya sibuk memikirkan jawaban untuk Miko, sekarang otaknya malah memutarkembali ingatannya disaat Romeo hampir menciumnya di Danau. Wajah cowok itu, tatapan cowok itu, bau nafas cowok itu.. aaaa...
Ya ampun Juliet. Apa yang kamu pikirkan? Miko, jul. Bukan Romeo. Kamu harus memikirkan jawaban untuk Miko besok. Juliet menepuk pipinya keras-keras berharap bisa menghilangkan wajah Romeo dari pikirannya?
GLEEKK!
Baru saja Juliet mau berkonsentrasi, semuanya buyar ketika ia mendengar seseorang yang menarik gagang pintudan langsung menyelonong masuk tanpa seijin pemilik kamar. Juliet spontan langsung bangun dari tempat ia berbaring.
“Kata mama lo. Tiga hari belakangan ini lo lebih sering sendirian dikamar. Ternyata benar.” Cewek itu langsung menghambur duduk di sebelah ranjang Juliet.
“Dytha.” Juliet kaget melihat Dytha kekamarnya. Sudah lama ia tidak melihat dua sahabatnya itu maen lagi kerumahnya setelah ia membeli buku lima jurus mendapatkan hati mantan.
“Lo lagi ada masalah apa, Jul? Biasanya kalau lo lagi ngurung diri dikamar pasti lagi terserang masalah. Lupa ya gue masih sahabat lo jadi kalo ada masalah ya cerita aja.” Dytha langsung menyuruh Juliet menceritakan masalahnya kepadanya. Dytha memang selalu menjadi ‘tong sampah’ curhatan Juliet.
Juliet baru sadar. Akhir-akhir ini ia lebih memilih memendam masalahnya  sendirian. “Enggg... Bukannya begitu, Tha. Terlalu banyak masalah yang jadi beban pikiran gue sampe-sampe gue gak tahu harus mulai cerita dari mana,” jawab Juliet ngasal. Alasan macam apa itu?
“Oke gini aja. Gue  mulai dari satu hal yang bikin gue penasaran banget. Lo emang bener pacaran sama Romeo?”
Juleit menggeleng pelan. Dytha tampak kaget dengan respon Juliet.  “Jadi bener lo cuma pura-pura pacaran sama Romeo? Jadi gosip itu bener?”
 Sekarang Juliet mengangguk. Memunculkan beribu pertanyaan diotak Dytha. 5 W + 1H sudah terangkum disana. Apa yang menyebabkan Juliet pacaran sama Romeo? Mengapa Juliet pacaran sama Romeo?? Kapan mereka punya inisiatif buat pura-pura paaran? Dimana mereka menyusun ide gila mereka itu? Bagaimana Juliet bisa melakukan hal segila itu?
Dari pada Dytha makin mati penasaran. Ia menyuruh Juliet menceritakan semuanya. Dari A-Z. Dari alfa sampai omega. Dari ujung sampai ujung lagi deh.
Perlahan-lahan pikiran Juliet flashback kemasa lalu memaparkan satu persatu cerita-cerita dalam chip memori ingatannya. Ia mulai dari saat ia membaca isi buku 5 Jurus Mendapatkan Hati Mantan, persetujuannya dengan Romeo untuk berpura-pura pacaran,  masalah Miko putus sama Vella, sampai dititik ini. Miko menembaknya dan ia pusing harus menjawab apa. Setelah menceritakan cerita yang panjangnya melebihi kereta babaranjang. Juliet menghela nafasnya yang engap. Lalu menelan ludah. Ia terdiam mengumpulkan kembali oksigen dan berharap Dytha menanggapi ceritanya itu dengan saran yang lebih panjang daripada ceritanya.
Didepannya Dytha malah masih terbengong-bengong menganga. Matanya membesar, mulutnya masih belum merapat dan dia hanya mengangguk-angguk. Ia shock. Bukan hanya shock tapi sangat amat shock mendengar cerita Juliet yang mirip cerita sinetron stripping.
“Tha, lo itu dengerin gue gak sih?” Juliet menepuk pundak Dytha dan saat itu juga mulut Dytha terkatup. Ia sadar Juliet sudah selesai berparagraf-paragraf (bukan lagi berkata-kata). “Ohh iya gue dengerin. Lo mau denger masukan dari cenayang cinta didepan lo ini gak?”
“Iyalah, Tha. Kalau gue gak mungkin capek-capek ceritain itu panjang lebar. Lagian kan lo yang minta gue cerita.” Juliet cemberut. Temannya ini masih saja sempat bercanda. Cenayang cinta macam apa dia itu? Pacaran aja baru sekali. Putus pula.
“Tapi biasanya juga lo kalo gue kasih saran gak pernah ada yang diturutin. Kayak waktu itu. Gue udah suruh lo buat gak usah berhubungan sama Miko....”
Juliet menutup mulut Dytha sambil nyengir lebar. “Ya itu kan dulu, Tha. Lagian lo ungkit-ungkit terus deh. Kali ini gue bener-bener butuh saran lo. Lagian kan lo yang maksain gue buat cerita. Lo harus kasih gue saran kek, tanggapan kek. Gue kan udah nyerocos begitu panjang.”
“Jadi menurut lo gue harus gimana? Gue harus jawab apa?” tanya Juliet .
“Tunggu sebentar. Ngomong-ngomong lo udah ngelakuin apa yang Romeo suruh? Lo udah coba tanyakan hati lo kalau lo sebenarnya masih suka sama Miko apa gak?”
Juliet mengangguk. “Gue malah dapet jawaban yang aneh. Gue sendiri gak ngerti. Malah gue makin pusing. Kayaknya memang hati gue ini selalu salah. Mungkin dia lebih parah begonya dari Nella.”
Tawa Dytha langsung menyembur keluar. Bisa-bisanya Juliet membandingkan hatinya dengan otak Nella yang rangking tigapuluh dari tigapuluh murid dikelasnya. “Makanya Jul, laen kali lo private’in hati lo biar pinternya sama kayak lo. Emang anehnya kenapa? Hati lo jawab apa?”
“Hati gue bikin gue ragu kalau gue masih suka sama Miko. Dan yang lebih anehnya lagi otak gue. Kayaknya gue kena semacam sindrome aneh atau kayaknya gue udah mulai kehilangan akal sehat gue deh. Masa diotak gue tiap hari isinya itu Romeo semua. Muka Romeo, suara Romeo, pokonya semua tentang Romeo deh.” Juliet mengacak-ngacak rambutnya yang tidak bersalah apa-apa.
Dytha ketawa lebih keras dari sebelumnya. Buru-buru cewek itu membekap mulutnya. Bisa-bisa Juliet marah-marah sama dia lagi. Atau bicara kayak gini “Lo ini, Tha. Temen apa bukan sih? Orang lagi bingung malah diketawain.”
“Apanya yang lucu, Tha. Dari tadi lo ini ketawa melulu. Gue ini lagi bingung malah lo ketwain. Gue kan minta lo ngasih saran ke gue. Bukan malah ketawain gue.”
“Gak, gak apa-apa. Sorry sih, Jul. Gue kelepasan. Sekarang gue kasih tau lo ya, Juliet temen gue paling cantik tapi juga paling oon. Jadi gini. Romeo itu bener. Kalau lo itu cuma terobsesi sama Miko. Lo itu cuma gak bisa terima harus kehilangan Miko. Yang lo inginin itu Miko minta balikan sama lo, tapi lo gak sadar kalo bukan itu yang lo bukan itu yang lo butuhin. Gue sih gak mau banyak komentar. Cuma mau kasih lo satu pesen aja. Jangan pernah jadi orang pengecut yang gak pernah bisa move on dari masa lalu lo. Cinta itu sama kayak manusia, Jul. Kalau udah bener-bener mati gak mungkin dia bisa hidup lagi. Dia hilang terus digantiin sama cinta baru. Selalu begitu. Bahagia itu sederhana, Jul. Kalau kita bisa mengikhlaskan kita pasti bisa bahagia. Coba deh ikhlasin Miko sama Vella. Buang jauh-jauh dendam lo yang cuma buat obsesi lo jadi semakin besar. Lagian keduanya juga gak ada yang salah. Baik Miko, maupun Vella, mereka sama-sama benar. Mereka juga manusia. Mereka berhak jatuh cinta dan bahagia juga, kan? Lo resepin tu kata-kata Gue, Dytha cucunya Mario Teguh.” Dytha menepuk dadanya kuat-kuat saat sadar dengann apa yang dia ucapkan. Dia mirip psikolog.
“Tapi, Tha. Miko barusan nembak gue.”
“Gue yakin itu karena dia merasa bersalah sama lo. Dia ngelihat lo segitu cintanya sama dia. Sampe ngelakuin apapun untuk buat dia balik lagi ke lo. Jadi Miko sedikit nyesel mutusin lo.”
“Tapi Miko cemburu liat gue sama Romeo makan direstoran pas waktu itu.” Juliet yang masih bingung.
“Itu cuma kecemburuan sesaat, Jul. Stop, Jul. Itu yang bicara ego lo. Sekarang gini aja. Miko sama Vella itu udah klop banget. Perasaan lo ke Miko sama perasaan Vella ke Miko. Kalau menurut gue pasti lebh besar perasaan Vella ke Miko. Buktinya setengah hati lo ragu kalau lo masih sayang sama Miko. Didalam cinta harusnya gak ada keraguan, Jul. Dulu mungkin lo sayang sama Miko, tapi sekarang udah gak. Semua udah berubah sejak ada seseorang yang diam-diam ngisi kekosongan dihati lo. Coba deh pake hati lo, anggap aja amal. Lo harus kasih barang sama orang yang lebih membutuhkan, kan? Yang lebih butuh Miko sekarang itu Vella, bukan lo.” Dytha tersenyum membelai rambut panjang Juliet. Aura kebijaksanaan dari cenayang cinta memancar keluar.
“Emang orang itu siapa, Tha? Emang ada orang yang masuk dihati gue? Tha, kalo ntar gue nyesel gimana? Terus nasib Miko sama gue gimana? Gue harus relain Miko, gitu?” Juliet mendesak Dytha dengan pertanyaan-pertanyaannya.
“Udah ah, Jul. Capek gue ngomong sama lo. Gue udah ngomong panjang kali lebar juga gak ditangkep-tangkep. Lo gak bakal ngerti-ngerti kalau nanya sama gue melulu. Harusnya lo ntar  malem nanya sama diri lo sendiri. Ya lo rasain aja sendiri. Sekarang, mendingan lo temenin gue nonton Running Man aja. Gue bawa kasetnya nih!” Dytha menarik tangan Juliet memberikan kaset Running man yang sudah ada ditangannya. Juliet hanya bisa pasrah mengikuti perintah sahabatnya. Itung-itung dengan menonton otak Juliet bisa fresh kembali dan mata Juliet bisa direfresh oleh ketampanannya Kim Joong Kook.
                                                            ***
Ini hari Minggu. Sudah tepat tiga hari waktu yang Miko berikan kepada Juliet untuk berpikir. Setelah semalaman otaknya mencerna perkataan Dytha dan hatinya sudah bisa memutuskan, Juliet sudah punya jawaban sendiri. Hatinya sudah mantap. Tidak ada lagi potongan-potongan keraguan. Semoga keputusan ini benar-benar yang terbaik.
Miko menagih janjinya. Ketika jam makan siang tiba, Miko menjemput Juliet di rumahnya. Ia memperlakukan Juliet seperti seorang putri dihatnya. Membuka pintu mobilnya untuk Juliet dan mempersilahkan dia masuk kemobil. Waduh. Keromantisan Miko ini bisa mempengaruhi keputusan Juliet gak, ya?
Ketika memasuki suasana kafe, Juliet tertegun. Atsmosfer kafe yang biasa itu seakan disulap menjadi benar-benar romantis. Apalagi ditambah dengan iringan-iringan musik klasik dari melodi biola.
Miko menarikan satu kursi untuk Juliiet.Juliet menyambutnya dengan senyum. Belum sempat memesan makanan. Miko sudah  memegang tangan Juliet dan menatapnya lekat-lekat. Buset. Usaha Miko untuk meluluhkan hati Juliet agar segera menjawab “iya” memang benar-benar patut diacungi jempol.
“Jadi Jul, gimana keputusan lo?” tanya Miko serius.
Rasa gugup kembali menyambar. Ternyata ini jauh lebih susah daripada saat ia latihan kemarin malam. Ia mencoba menghela nafas untuk mengurangi kegugupannnya. Otaknya kembali merangkai susunan kalimat yang sudah di buatnya.
“Mik, gue.. Pertama gue mau minta maaf sama lo terlebih dahulu. Sorry udah ngeganggu hubungan lo sama Vella dan bikin lo orang jadi putus padahal seharusnya lo orang kan masih sama-sama kalau aja gue gak hadir jadi pengganggu hubungan kalian... Juliet nampak berpikir lagi. Ia mencoba mengingat kata selanjutnya. Aduh kenapa jadi berbelit-belit begini sih?
“Iya udah lah Jul. Itu gak usah dibahas lagi. Yang penting sekarang apa jawaban lo?” Desak Miko yang langsung memotong ucapan Juliet. Menurutnya itu terlalu bertele-tele. Membuat dia semakin gugup. Ia cuma ingin mendapat jawaban singkat saja. Cukup dua huruf. Y dan A.
“Gue belum selesai, Mik. Dengerin gue dulu. Menurut gue lo sama Vella itu pasangan yang cocok banget. Gue emang jahat, Mik. Gue udah ngerusak semuanya hanya karena ego gue sendiri. Gue yang terlalu terobsesi sama lo. Gue yang gak bisa terima kalau gue udah kehilangan lo. Jadi gue putusin.... “
Juliet menggiigit bibir bawahnya, sementara Miko menatapnya dengan tatapan penuh harap. “Gue putusin sebaiknya kita temenan aja, Mik.” Juliet menghembuskan nafas lega. Akhirnya kata-kata yang sudah mengganjal itu keluar juga dari mulutnya.
Jawaban Juliet bagaikan geledek disiang bolong yang menyadarkan Miko dari mimpinya dan membawanya kedalam kenyataan Ia  tidak dapat memiliki mantannya kembali. “Kenapa?” hati Miko mecelos.
“Karena...  Juliet kembali mengatur nafasnya yang memburu. “Ada seseorang cewek yang lebih mencintai lo daripada gue.” Juliet langsung melepaskan genggaman tangannya. Tepat pada saat itu, seorang gadis memakai dress brukat hitam berjalan menghampiri meja mereka. Gadis itu tersenyum kepada Juliet lalu bergantian ke Miko. Syukurlah, ternyata gadis itu datang juga.Ternyata dia percaya sama omongan gue ditelepon kemarin malam. Ini saatnya gue tebus kesalahan gue, batin Juliet.
“Vella?” Miko dengan matanya yang membesar dan mulutnya yang hampir membentuk huruf “O” melihat gadis itu. Ini semua diluar dugaannya.
“Iya ini Vella, Mik. Gue sengaja suruh dia dateng kesini. Gue udah ngejelasin semuanya dan minta maaf ke dia.”
Miko yang masih tidak mengerti dengan perkataan Juliet bertanya “Apa maksud semua ini?” Miko menahan geram. “Lo mau mainin gue?” Miko beranjak pergi. Kesal, marah, kecewa, bingung. Semuanya bercampur jadi satu. Kalau saja di depannya saat ini bukan dua cewek yang sempet ada dihatinya, Miko sudah mengamuk di kafe itu.
“Mik, tunggu. Dengerin gue dulu!” Juliet menahan tangan Miko. Cowok itu sebenarnya bisa saja menepis tangan Juliet, tapi saat ini Miko memilih untuk diam merasakan tangan Juliet yang hangat menyentuh hatinya yang begitu dingin.
Juliet mengisyratkan Vella untuk maju. Gadis itu maju persis disebelah Juliet. Juliet menarik tangan keduanya dan mempersatukannya. Lalu perlahan Juliet melangkah mundur. Ia tidak boleh lagi menjadi penengah diantara mereka lagi.
Miko dan Vella saling berpandangan. Cukup lama. Perlahan tapi pasti benang-benang cinta yang sempat terputus diantaranya mulai terajut kembali.
“Mik, Vella ini cewek yang bener-bener mencintai lo. Jangan sia-siain dia lagi. Gue yakin dia yang terbaik buat lo, bukan gue. Sekali lagi gue minta maaf. Jaga’in dia baik-baik, Mik buat gue. Jangan nyakitin dia lagi. Longlast ya kalian berdua.”
Rasa penyesalan dihati Miko pun muncul. Dengan lembut ia menarik kedua tangan Vella ke atas lalu mengecupnya perlahan “Vel, maafin gue ya,” bisiknya lirih. Vella hanya mengangguk dan memeluk Miko. Ia menangis bahagia dipelukan dada bidang cowok itu.
Melihat pemandangan indah didepannya Juliet benar-benar bahagia. Ya, walaupun gak sebahagia perasaan Miko dan vella saat ini. Sekarang semua beban yang tadinya sudah terpelintir, mengggumpal, mengembung kini sudah mengempes hilang begitu saja. Benar kata Dytha. Bahagia itu sederhana ketika kita bisa mengikhlaskan, saat itulah kebahagiaan akan datang. Juliet pergi bersama kebahagian meninggalkan keduanya yang masih berpautan mesra....
                                                ***
Siang sudah berganti senja.. Matahari sudah mulai menunduk bersembunyi. Juliet sibuk membereskan kamarnya. Hatinya kan sudah rapi sekarang giliran kamarnya yang perlu ditata kembali. Dari tadi Juliet sibuk mengelap, mengepel, mengganti sprei, dan menyusun baju-baju dilemari yang berantakan. Baju kumel penuh debu. Lap masih mengggantung di bahu. Maklum sebagai anak perumahan yang tidak mempunya pembantu, Juliet terbiasa membereskan kamarnya sendiri.
Lelah sudah pasti. Ia memijat bahu kirinya dengan tangan sebelah kananya. Gila pegel juga rupanya. Ia baru sadar kamarnya ini sudah tidak di bereskan selama dua minggu lebih. Mamanya sudah ngomel-ngomel dari seminggu yang lalu, tapi Juliet tidak juga mengindahkan perkataan mamanya. Bagi Juliet selama ia masih bisa tidur, berantakan sedikit tak masalah.
Ya Ampun! Sangking keasyikan memijat bahunya, ia lupa kalau masih harus membereskan rak bukunya. Buku-buku sekolahnya sudah bercampur aduk dengan kumpulan kertas-kertas ulangan atau novel-novel yang ia beli. Jadi setiap pagi Juliet agak kesusahan menyiapkan buku yang sesuai jadwal pelajaran karena harus memilahnya lebih dahulu.
Dengan gesit ia mengumpulkan dan mengelompokan bukunya satu persatu. Buku pelajaran dengan buku pelajaran disusun sejajar dan diberi pematas. Pembatas dari besi berwarna cokelat berhiaskan bunga-bunga.
BUKKK!!
Sebuah buku jatuh tepat dibawah kaki Julit. Halaman buku itu terbuka. Juliet segera mengambil buku tersebt. Bibirnya sedikit mencuat keatas saat membaca lembaran yang terbuka.
Jurus Ke Lima: Nyatakan Perasaan Cintamu kembali
Ini Jurus terakhir di buku ini. Jurus ini hanya bisa kamu gunakan ketika kamu sudah benar-benar berhasil menguasai semua jurus. Selain itu kamu juga harus yakin dia memberikanmu kesempatan kedua untuk bisa bersama dirinya... Barulah kamu coba jurus ini. Kalau kamu bisa diterima mantan kamu kembali. Selamat kamu akan kembali melanjuti kisahmu yang sempat tertunda... dengannya.
 




                                   
Buku ini memang ampuh. Belum sampai jurus kelima saja aku udah ditembak duluan sama Miko. Tapi saat ini buku ini gak aku butuhin lagi. Aku keburu  sadar kalau gak selamanya melihat ke masa depan itu jauh lebih buruk. Satu hal yang aku pelajari dari peristiwa ini. Mengikhlaskan masa lalu itu jauh lebih baik.....
Juliet membawa buku bersampul merah itu ke gudang. Tempatnya biasa meletakan buku-buku yang sudah tak diperlukannya lagi. Masa lalu ya biarlah berlalu karena masa depan tentunya sudah pasti akan membuat harimu lebih baru...








Bab 16
            Dingin menusuk tulang. Hujan deras yang sesekali disertai kilat mengguyur sekolah Kasih Bangsa. Pendingin ruangan sudah sejak tadi dimatikan, namun beberapa siswa masih terlihat memakai jaket dikelas. Tidak Semua murid  menyimak pelajaran sejarah Proklamasi Bangsa Indonesia. Beberapa diantara mereka membantali kepalanya dengan kedua tangan yang dilipat di meja lalu mulai mencari posisi yang aman untuk tidur. Ada yang menutupi mukanya dengan buku, ada yang menunduk, ada juga yang vulgar tidak menutupi tidurnya. Memang selalu begitu kalau pelajaran sejarah.
            Juliet memperhatikan sekelilingnya. Ia menatap ke arah jendela kelas menatap kearah luar. Ada yang bilang hujau turun membawa kegalauan. Melihat rintik hujan yang jatuh, Juliet mengingat sikap Romeo yang berubah padanya. Dingin dan mendung. Semenjak hubungan Juliet dan Romeo merenggang, setiap jam dikelas adalah hari Cloudy nya. Apalagi ketika berpapasan muka dengan Romeo. Cowok itu mengapa sih berubah tiba-tiba? Dia pikir hati Juliet ini minimarket kali bisa dimasukin tiba-tiba terus keluar tiba-tiba. Kenapa dia justru malah pergi saat sudah membuat Juliet jatuh cinta kepadanya? Dasar cowok payah!
 Juliet kembali berpikir, mengingat waktu pertama kali ia berjumpa dengan cowok payah itu. Bukankah selama ini ia menginkan Romeo menjauhinya? bahkan ia ingin Romeo segera lenyap dari hadapannya. Namun akhir-akhir ini dia sendiri tidak yakin. Apa ini yang benar-benar ia inginkan? Juliet menyerah. Ia harus mengaku kepada seluruh semesta bahwa dirinya benar-benar merindukan sosok Romeo kembali kesisinya. Jadi  pacar bohonganpun juga gak-apa-apa. At least she really wants him back to her side.
            Lagi dan lagi Juliet melirik ke arah bangku kosong dibelakangnya. Romeo tampak serius memperhatikan pelajaran. Juliet menyesali diri. Cinta ini begitu menyiksanya. Saat sadar dirinya menyukai Romeo, justru cowok itu tidak menyukainya. Lebih parahnya lagi Juliet dijauhi oleh cowok itu seakan-akan Juliet adalah virus besar.
Ia harus sadar memangnya siapa dia dimata Romeo. Hanya pacar pura-puranya saja. Perlu digaris bawahi, di perbesar, ditebalkan “PACAR PURA-PURANYA SAJA” .Tameng yang ia gunakan untuk menolak cewek-cewek cantik yang mengejarnya. Cowok itu pun tidak tergoda dengan penampilan cewek-cewek cantik yang mengaku fans beratnya, mana lagi mungkin cowok itu menyukai dia? Apa lagi yang dapat ia perbuat? Juliet mencoba fokus dan mengalihkan pandangannya kedepan papan tulis. Sudahlah, Jul. Tak usah mengharapkan sesuatu yang terlalu tinggi. Kamu sudah terlalu cukup disakitkan oleh cinta.
            Juliet menarik nafas kecewa. Rupanya memang Romeo menjauhinya. Salah, lebih tepatnya Romeo sudah tidak lagi membutuhkan tameng. Mungkin dia sudah punya tameng baru alias cewek barunya yang benaran. Hingga pelajaran terakhir Romeo tidak menegornya sama sekali. Lebih parahnya lagi hari ini Juliet tidak menangkap basah cowok itu sedang meliriknya seperti kemarin-kemarin. Malah begitu bel berbunyi, cowok itu langsung pergi meninggalkan kelas.
                                                                        ***
            Jam dinding dikamar Romeo sudah menunjukan pukul sepuluh Malam. Tapi Romeo bukannya tidur, malah memeluk gitar kesayangannyya. Jari-jarinya menari diatas senar-senar gitar. Suara irama lagu Talking To the Moonnya Bruno Mars muai terdengar. Cowok itu  memainkannya lagu penyanyi favoritenya itu sambil menatap bulan dari balik kaca kamarnya.
            At the night when the stars light up my room
            I Sit by my self
            Talking to theMoon.. Try to get to youu..
            In hopes you’re on the other side
            Talking to me too
           
            Kunci nada demi kunci nada dimainkan tanpa ada nada sumbang. Di lirik terakhir ia berhenti memainkan lagunya. Dengan tangan  yang masih memegang gitarnya. Cowok itu menatap nanar ke langit-langit. Berpura-pura tidak mencintai orang yang setiap hari kita temui ternyata juga menyakitkan. Ia menghela nafas panjang. Mengapa ini begitu sulit? Bahkan ketika ia mulai merindukan gadis itu, bernafas saja terasa sesak. Gadis itu bagaikan tato permanen baginya yang sulit sekali untuk dihilangkan dalam pikiran. Semakin ia meinginkan untuk menjauh, cinta ini semakin menggerogotinya hari demi hari. Semakin dalam, hingga hatinya seperti berkarat.
            Romeo tersentak dari lamunannya. Ia langsung meletakan gitarnya.Ponselnya bergetar. Ada satu SMS masuk. Ah. Nomor tidak dikenal. Sebenarnya ia malas untuk membaca pesan yang barusan masuk, tapi sekilas ia melihat tulisan Juliet disana. Apa matanya mulai dikaburkan juga oleh gadis itu?
            08199697.....
                Rom, ini gue Dytha. Kita bisa ngomong gak? Bsk di mana aja lah. Gue Cuma mau ngebahas mslh lo sm Juliet.
Romeo segera membalas pesan dari Dytha.
Bodoh.  Kenapa ia mau? Harusnya dia tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan gadis itu? Cinta ini bahkan mengalahkan logikanya. Dia benar-benar sudah dibuat bodoh.

08199697...
Oke, kalo lo tanya maslh apa? Keknya gue ksh tahunya bsk aja deh.

Ia menatap layar ponselnya lagi. Pesan terakhir sengaja tak ia balas. Ia memutuskan untuk pergi menginjakan kakinya didunia lain. Dunia Mimpi. Hanya disana pedih yang saat ini menjalar keseluruh hatiny adapat diobati.
                                                ***
Sepulang sekolah, tanpa sepengetahuan Juliet, mereka pergi ke Kafe. Kafe yang agak jauh dari sekolah.
Mereka hanya memesan dua minuman ketika pelayan Kafe mengantarkan menu. Tak lama pesanan mereka datang. Romeo menghisap segarnya orange juice yang baru hadir dimejanya.  “Mau ngomong apa?” Tanya kemudian dengan nada yang benar-benar dingin melebihi suhu minus sepuluh derajat celcius.
Dytha berdeham. Ia berusaha mengeluarkan kata-kata didala pikirannya dan memberantas hangus kecanggungannya.
“Gue minta maaf, bukannya gue mau ikut campur masalaah lo orang atau apa. Juliet juga gak pernah minta gue buat ngmong sama lo. Ini semata-mata inisiatif gue sendiri buat nolongin sahabat gue sekaligus temen sekelas gue....
Romeo memotong perkataan dytha yang lagi serius-eriusnya dengan seenak jidatnya “Langsung aja ke intinya!” Sekarang kata-kata yang keluar dari mulut cowok ini lebih dingin dari awal.
Dytha berpikir. Ragu-ragu ia mengatakan “ Engg..Juliet mencintai lo.” Cewek itu langsung menggigit bibir bawahnya berharap semoga tidak ada efek yang menyeramkan sehabis ia mengeluarkan kata-kata itu.
Kata-kata Dytha bagikan peluru yang tepat mengenai sasaran.
“Terus?” Romeo berusaha tetap dingin untuk tidak memperlihatkan apa yang sebenarnya ia rasakan.
Dytha terdiam. Nada bicara omeo yang sedikit membentaknya membuat dia menjadi sedikit gentar.
“Terus kalau dia suka sama gue, gue mesti ngapain? Selama ini aja banyak fans-fans gue yang suka sama gue. Tapi gue biasa aja.”  Romeo melanjutkan kata-katanya melihat Dytha masih teerdiam.
‘PLAK!’ Satu tamparan yag cukup keras mendarat dipipi Romeo. Romeo memegangi pipinya yang sakit sambil terdiam.
“Berhenti jadi orang pengecut! Cuma orang pengecut yang lari dari kenyataan. Gue tau lo suka sama Juliet juga, kan?”
Sekarang gantian Romeo yang terdiam.
“Gue tahu lo sering ngelirik Juliet pas waktu jam-jam pelajaran. Gue tahu lo sengaja pindah tempat duduk karena lo mulai sadar lo udah suka sama  Juliet, jadi lo takut tambah jatuh cinta sama dia. Nyatanya semakin lo ngejauhin dia, rasa cinta lo sama dia semakin tumbuh.” tandas Dytha.
Romeo memucat. Semudah itukah perasaannya dibaca? Tak usah banyak tanya Dytha juga sudah tahu kalau Romeo kaget mendengar ternyata Dytha tahu mengenai perasaan yang sudah ia sembunyikan sebaik mungkin.
“Pliss, Rom. Lo tahu kan ini semua cuma buat kalian berdua sama-sama sakit. Kenapa coba lo harus memunafikan cinta lo?”
Tergagap-gagap Romeo mengeluarkan kata yang sebenarnya tidak ingin ia ucapkan “Gu.. Guee... Gue gak cinta sama dia.”
Dytha hampir saja kesal dan ingin rasanya menggebrak meja didepannya kala saja ia tidak memperhatikan banyak orang yang sudah memperhatikan mereka dari tadi. Ya Tuhan.. cowok ini benar-benar menguji emosinya.
“Lo bohong. Coba ngomong sekali lagi kalau lo gak suka sama Juliet.”
Mata Dytha menatap Romeo tajam. Saat ini tatapan Dytha seperti mesin pengetes kebohongan bagi Romeo. Samar-samar, ia melihat bayangan Juliet dimata Dytha. Ya, Dia sudah menyakiti gadis itu atau gadis itu yang menyakitinya.
Romeo mengerang kesal. “Ya, Gue emang cinta sama dia. Iya lo bener. Terus gue bisa apa? Gue harus apa?” Romeo berteriak keras-keras.
Demi apapun Dytha bener-bener murka sama cowok didepannya ini. Ya Tuhan. Dia nanya dia harus apa? Ini cowok idiot atau apa sih Nyesel gue sempet ngasih predikat the most wanted man sama dia dulu.
“Ya lo gak usah lagi munafikin cinta lo. Lo ungkapin semua. Udah. Gitu aja kok susah.” Dytha menahan geram. Kalau sampe cowok ini mengeluarkan kata-kata yang bisa membuatnya emosi lagi. Ia tidak segan-segan berteriak lebih kencang dari pada yang cowok itu lakukan. Biarin saja orang-orang menatap mereka aneh. Biarin orang menganggap mereka gila atau apa.
Romeo menangkupkan kedua tangannya dimeja dan memegangi kepalanya yang teraasa berat. “Udah lah, Tha. Lo pulang aja. Lo gak usah ngurusin urasan yang gak penting ini. Toh lo juga gak tahu apa yang gue rasain karena lo gak jadi gue.” tandas Romeo.
“Gak Penting? Lo udah gila. Dia itu sahabat gue.  Dan menurut lo, gue bisa dengan mudahnya ngomong ini gak penting? Ini ciri-ciri kedua dari orang-orang pengecut. Menganggep semua masalah itu gak penting.” Sekarang dytha benar-benar berteriak.
Romeo menatap Dytha nanar.”Lo gak pernah tahu rasanya kehilangan dan dikhianti sekaligus, kan? Jadi lo bisa dengan gampangnya ngomong kayak giu. Gue cuma gak mau berniat memiliki jika pada akhirnya gue akan kehilangannya. Cinta itu sesuatu yang bodoh. Mencintai seseorang juga sama bodohnya.“
“Ya Tuhan Romeo, dari mana lo dapet presepsi kayak gitu? Emang kenapa lo bakalan kehilangan Juliet? Terus Juliet bakal ngekhianati lo?” Dytha menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mengerti.
“Iya bisa aja. Disaat gue bener-bener udah ngungkapin semuanya, tapi dia malah ninggalin gue terus berlari ke Miko. Bukannya dia suka sama Miko?”
“Masyaoloh... Gue kan bilang tadi diawal. Juliet cinta sama lo. Sama Lo. Bukan sama Miko.” Dytha sudah sangat memanas. Nafasnya masiih memburu cepat. Romeo malah terdiam. Dua wajah bergantian muncul di benaknya. Wajah mamanya dan wajah Juliet. Selama hidupnya ia hanya mencintai satu wanita, Mamanya yang tega mengkhianati cintanya. Tapi sekarang cinta membawanya ke orang lain. Dan dia takut mencintai seorang wanita jika akhirnya cinta itu hanya akan membawanya kembali menapaki kehilangan yang sama.
“Gue emang gak tahu gimana masa lalu lo. Lo udah kehilangan siapa? atau kenapa lo bisa dkhianati seseorang yang lo sayang sampe lo benar-benar jadi kayak gini? Satu hal Rom. Semua orang pernah kehilangan. Semua orang juga pernah dikhianati. Gue juga pernah.” Ekspresi Dytha berubah sedih. Ia teringat masa lalunya yang suram karena harus kehilangan sang ayah pada saat usianya baru menginjak 13 tahun. Saat itu ayah dan ibunya resmi bercerai. Ayahnya tidak lagi memikirkan perasaan ibunya, dan ayahnya malah kawin lagi. Matanya memanas. Tapi sebsisa mungkin gadis itu tidak menangis. Ia mengarahkan bola matanya keatas menatap langit agar air matanya yang sudah menumpuk dipelupuk mata tidak jatuh. “Kita harus bisa move on dari masa lalu kalo gak mau jadi orang pengecut. Menurut gue cinta sejati itu bertahan. Dia akan tetap bertahan sendirian walaupun dikhianati. Memang bodoh. Tapi tau gak lo? Mencintai dan dicintai seseorang itu adalah hal terindah. Banyak orang yang sampai rela berjuang mati-matian demi keindahan itu.”
“Ya terus itu bodoh kan? Gue gak mau berjuang mati-matian kayak gitu? Gak ada gunanya. Cuma bikin kita sakit hati.”
“Tapi kasus lo itu beda, Rom. Lo dan Juliet sama-sama saling cinta. Lo gak mencintainya sendirian. Dia juga mencintai lo. Lo gak perlu takut buat kehilangan dia. Ada satu hal lagi yang mesti lo tahu, Rom. Ketika dua orang saling mencintai, maka dengan segala kekuatannya, cinta akan melenyapkan segala bentuk pengkhianatan dan menggantikannya dengan kesetiaan.”
Romeo masih terpengkur menelan mentah-mentah apa yang dikatakan Dytha.  
“Setiap orang punya kisah cintanya sendiri, Rom. Masa lalunya tentang cinta, tapi gak akan ada orang yang tahu gimana masa depan cintanya yang pastinya mungkin bakalan beda dengan yang lalu karena setiap cerita cinta itu berbeda,Rom. Masa lalu itu buat dijadiin pelajaran, bukan buat ngehambat masa depan,” papar Dytha panjang kali lebar kali tinggi. Sebagai seseorang yang juga pernah kehilangan sekaligus dikhianati orang yang begitu ia sayangi.Ia mengerti betul perasaan Romeo.
Romeo mencoba menyerap makna yang tersirat dari kata-kata panjang yang diucapkan dytha tadi. Bagaikan lampu penerangan. Kata-kata itu mampu menerangi kembali langkahnya yang gelap.
“Thanks, Tha. Buat semuanya,” ucap Romeo. Tatapannya mulai melembut. Ia yang tengah kagum pada sosok kebijakan pada sosok Dytha.
Dytha hanya tersenyum “ Ya udah lo coba pikirin kata-kata bijak gue.” Kali ini cewek itu membanggakan dirinya dengan cengiran lebar
“Gue gak nyangka ternyata ada juga Mario Teguh versi cewek.”
“Gue cucunya kali, gue kira lo Cuma bisa ngomong panjang sama Juliet aja. Ternyata lo bisa juga bercanda sama gue.”
Mereka tertawa bersamaan. Setelah minuman dimejanya benar-benar telah kosong. Romeo membayar semuanya sebagai bentuk ungkapan terima kasih dia kepada seorang Dytha, malaikat dari Tuhan yang memberikannya secercah cahaya.
                                                ***

Juliet melirik berulang kali bangku belakangnya yang kosong. Sudah tiga hari, semenjak pembicaraan dikafe itu, Romeo tidak masuk kelas. Tidak ada yang tahu persis mengapa. Banyak fans-fans Romeo yang berduka karena tidak melihat ‘pencuci mata’ mereka. Kabar burung yang ada mengatakan kalau Romeo akan pindah ke Amerika lagi. Entah benar atau tidak yang pasti kabar itu membuat hati Juliet mencelos.
Juliet menompang dagunya dengan tangan kirinya. Pikirannya kembali mengingat moment-moment bersama keresehan cowok itu. Apakah ini yang disebut kehilangan?
“Woii, Jul. Ngelamun aja. Pelajaran udah selesai masih juga ngelamun.” Lea menepuk pundak Juliet cukup keras hingga membuat Juliet melonjak kaget.
“Apaan sih, Le. Untung gue gak kena penyakit jantung. Lagian siapa yang ngelamun? Dari tadi gue liatin pelajaran kok.”
“Liat pelajaran apa liatin kursi dibelakang?” goda Dytha. Juliet memelototi cewek itu yang malah mesam-mesem senyum-senyum gak jelas.
“Enak aja. Ngapain gue liatin bangku yang kosong?” Ungkap Juliet bohong Sebisa mungkin ia menutupi pipinya yang saat ini mulai memanas.
“Bau-baunya ada yang merindukan pujaan hati.” Dytha menyengggol bahu Lea. Lea cepat-cepat menarik suaranya. Dia menyanyikan senandung lagunya Kangen Band, Pujaan Hati.
Hei Pujaan Hati..
Apa kabarmu?
Kuharap kau baik-baik saja...

Kuping Juliet seperti terbakar. Ia benar-benar sebal melihat kedua temannya tidak pernah berhenti meledekinya. Bahan Lea juga. Kenapa dia bisa tiba-tiba tahu dan ikut-ikut meledekinya? Ini pasti gara-gara mulut congornya Dytha yang terlalu besar sebesar baskom.
“Lo orang berdua itu ya sama-sama gila tau gak?”
“Mending kita orang gila karena ulah kita sendiri. Nah lo dibuat gila sama cowk yang bernama Alexander Romeo.” Kali ini Lea yang menunjukan ledekannya.
“Apa sih?!” Juliet sengaja sok cuek. Gadis itu menutup telinganya dengan kedua tangannya. Dia tak mau dengar ledekan atau apa-apa lagi dari kedua sahabatnya itu. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Dytha kan sekretaris kelas. Masa iya di surat Romeo gak ada keterangannya dia ijin kemana? Tapi kalau gue nanyain. Dia pasti ngeldekin gue. Juliet mendengus. Ia lagi berusaha menemukan lampu ide dari kepalanya. Ting-Tong! Lampu idenya menyala.
“Eh hari ini kok pada gak masuk ya?” Tanya Juliet yang sedang bertele-tele.
“Gak tahu juga gue. Cuacanya kali lagi gak enak.” Jawab Lea ngasal.
“Emang pada sakit ya, Tha?”
“Gak juga sih. Ada yang ijin juga.” 
“Ohh.. Emang siapa aja yang ijin?” Juliet mulai bertanya ke inti pertanyaannya dari tadi. Seakan tahu pembicaraan akan dibawa kemana, Dytha menyeringai lebar “Romeo ijin kok, Jul. Cuma gak ditulis dia ijin kenapa. Selamat yak! Lo orang ke 99 yang nanyain Romeo ijin kenapa pada hari ini.”
Juliet tampak salah tingkah. Ternyata niatnya terbaca juga dengan Dytha. Sambil tetap menutupi ekspresi saltingnya dia buru-buru menyanggah Dytha. “Emang siapa juga yang nanyain Romeo. Penting amat kali nanyain dia. “ Juliet mulai sewot.
Gak tahu dimana kamu sekarang... Kamu benar-benar membuatku sukses mejadi gila karena merindukanmu...














Bab17
      Happy birthday to you.. Happy birthday to you.. Happpy birthday.. Happy birthday.. Happy birthday My girl...
Juliet terkejut saat melihat Sang mama yang sudah membawa kue blackforrest kesukaannya memasuki kamarnya yang memang sering tidak dikuncinya.
“Selamat ulang tahun, ya sayang,” ucap mama Juliet sambil mencium kedua pipi putrinya. Juliet dengan tampangnya yang masih kacau banget. Bau iler dan belek-belek masih pada nongkrong disepenghujung matanya. Dia hanya bisa terharu menatap sang mama. Bahkan ia saja lupa kalau hari ini, tanggal 13 Juli adalah hari ulang tahunnya.
Juliet meniup 17 lilin keci yang menyala terang benderang dihadapannya sambil memjamkan mata dan mengucapkan tiga ppermohonan.
“Horee!” Mama bertepuk tangan keras.” Juliet baru sadar ini adalah hari ulang tahun dia yang ke tujuh belas, istilahnya sweet seventeen lah. Ulang tahunnya yang spesial ini justru malah sangat sepi. Ya, walaupun dia cukup terkesan dengan kejutan yang diberikan sang mama, tapi tetap saja ia mengingkan papanya ada disini.
“Udah make a wish, sayang?”
“Udah dong..” Ucap Juliet semangat.
“Mama tahu apa salah satu permohonan kamu.” Mamanya Juliet tersenyum penuh arti dengan wajah yang berpura-pura menebak.
“Apa coba, ma?” Tanya Juliet
“Gak usah mama jawab lah. Mama langsung kabulin aja.” Mamanya kemudian berjalan menuju ruang tamu. Begitu juga dengan Juliet. Ketika sudha menginjakan langkahnya diruang tamu, ia melihat sosok pria pertengahan lima puluhan, memakai jas dan membawa kopernya. Pria itu merentangkan tangannya seakan mengisyratkan Juliet untuk memeluknya.
Langsung saja Juliet mennghambur kepelukan sang papa. “Papa....” Teriaknya senang
Papa memeluknya erat, mencium kedua pipinya dan berbisik “Selamat ulang tahun Juliet. Papa punya kado spesial buat kamu.”
“Apa itu, pa?” Tanya Juliet. Papanya membelai rambut anaknya dengan sayang. Ia tersenyum menatap Putri semata wayangnya kini telah menginjak dewasa.  Juliet dibawa papa ke perkarangan depan. Mama mengikuti mereka berdua.
Honda jazz merah itu terlihat masih mulus dibagian depannya tampak dihiasi pita seperti kado ulang tahun. Jangan-jangan ini kejutan dari papa untuknya. Berulang kali ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Berharap yang didepannya bukan mimpi.
“Taddaaaa.. Mobil buat kamu. Sekarang kamu udah bisa bawa mobil sendiri. Kan anak papa udah gede. Gimana sayang, kamu suka?” Tanya sang Papa.
Juliet mengangguk semangat. Bisa membawa mobilnya sendiri itu merupakan impiannya dari dulu. Dan sekarang ini terwujud. Sumpah, Juliet masih benar-benar belum bisa percya ini nyata. Ia masih terpaku dengan mobil itu, meraba mobil itu perlahan-lahan dan masuk kedalam mobilnya. Sesekali ia menampar pipinya keras-keras untuk membuktikan ini bukan mimpi.
Aduh! Teriaknya. Sakit. Ini beneran nyata. Bukan mimpi. Sambil bersoraksorak ala orang kesenangan dapet mobil baru, Juliet menghampiri kedua orang tuanya. Dia memeluk mereka erat. Juliet hanya bisa mengucapkan terima kasih berkali-kali.
KRIIINGGG!!!
Bunyi telepon yang cukup keras dari ruang tamu terdengar.Mamanya langsung berlari mengangkat telepon itu. Ternyata telepon itu dari Dytha.
“Halo?”
“Halo tante, Julietnya ada? Tadi Dytha hubungin handphonenya gak aktif-aktif. Dytha mau ucapin selamat ulang tahun ke Juliet, tante. Hari ini kan Jul ulang tahun.”
Mama Juliet tersenyum. “Ada kok, Tha. Bentar ya tante panggilin dulu!” Mamanya Juliet langsung memanggil nama anaknya itu keras-keras, tanpa menutup telepon.Dytha yang mendengar suara mamanya hanya bisa cekikikan dari ujung sana. Juliet langsung saja mengambil alih pembicaraan di telepon.
“Halo?!” Ucapnya agak kesal. Orang lagi asyik-asyik dengan mobil barunya udah diganggu aja.
Happy birthday, Jul. Ciiee yang udah tujuh belas tahun juga akhirnya.”
Mendengar suara Dytha yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Gadis itu tidak jadi marah-marah.“Makasih ya, Tha. Gila gue seneng banget....”
Baru saja Juliet mau berbagi kabar tentang mobil barunya. Dytha malah memotong ucapannya.
“Udah lo ceritanya nanti aja. Pokoknya sekarang juga lo mesti kerumah gue. Gue ada kejutan buat lo.”
“Sekarang, Tha?” Juliet kaget pake banet. Dia aja sekarang masih dengan piyama tidur dan belek dimana-mana.
“Iyalah masa tahun depan. Cepetan gue tunggu.”
“tapii, Tha.. gue belom...”
“Udah gak ada tapi-tapian. Pokoknya lo arus dateng sekarang. Kalau gak gue sama Lea yang udah nungguin lo dari tadi bener-bener ngambek.”
TUTTUTTUTT... Telepon terputus. Dytha memutuskan teleponnya. Juliet masih terdiam kayak orang bego. Untung dia cepat sadar dan langsung berlari kekamarnya.
Bak buk bak buk! Juliet naek tangga ala orang yang sedang dikejar-kejar setan.
Sleerrppp!! Ckitttt! Sebelah kakinya berhenti diudara. Untung dia berhasil menjaga keseimbangannya. Kalau tidak,  pastilah bibirnya yang mungil itu akan bertambah maju lima centi meter.
“Mau kemana, Jul?” Tanya mamanya melihat Juliet yang terburu-buru.
“Dytha suruh jul kerumahnya, Ma.”
Mama hanya menggeleng-geleng saja melihat tingkah putrinya begitu.
                                                           
Setelah mandi bebeknya yang hanya lima menit, buru-buru ia berpamitan kepada orang tuanya dan menghambur keluar mencari Pak Udin. Mobil barunya belum bisa digunakan karena Plat mobilnya belum dipasang.
“Tancap gas, Pak!” Serunya.
Pak Udin tidak menyahuti permintaan Juliet, tapi dia menambah kecepatan mobilnya. Dengan kecepatan yang super penuh mobil Juliet sampai jugadi rumah Dytha dalam keadaan selamat, tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Juliet langsung disambut oleh Dytha dan Lea yang menunggunya digerbang.
“Gilaa lo. Lama amat.” Dytha mulai sewot.
“Gue kan belom mandi, Tha. Lo tahu gue mandi berapa menit? Cuma lima menit.”
Dytha dan Lea tertawa berbarengan. Mereka berdiri dibelakang Juliet. Dytha menyenggol tangan Lea seakan memberi kode kepadanya. Dengan sekali sergap. Dytha sudah berhasil menangkap tangan Juliet lalu mengikatnya dan Lea secepat kilat menutup mata Juliet. Juliet menggeliat sedikit memberontak dengan kelakuan sahabatnya yang aneh
“Ahhh! Ini apa-apaan sih?!” Kenapa mata gue ditutup? Kok gue kayak buronan sih?” Pertanyaan berbondong-bondong itu tidak mendapat jawaban. Juliet malah merasakan tangannya sedang ditarik dan dipaksa berjalan. Entah Dytha atau Lea yang menariknya saat ini. Pokoknya awas aja kalau mereka aneh-aneh.
“Ini gue mau dibawa kemana sih?” tanya Juliet bingung.
“Masuk jul,” perintah Dytha yang sudah siap duduk di kursi kemudi mobilnya.
“Masuk kemana sih? Orang gelep gini. Ntar kalau gue nabrak gimana?” tanya Juliet Ia meraba-raba jalan didepannya.
Aduhh! Pekiknya keras saat kepalanya berbenturan dengan bagian atas mobil Dytha. Lea dan Dytha tertawa keras.
“Lo orang ini ya awas aja! Pokoknya gak ada sebor-seboran kayak waktu itu.”
“Lucu ya isengin lo. Sinilah Jul gue bantuin. Pelan-pelan lo agak nunduk kita masuk ke mobilnya Dytha.” Lea memberi arahan kepada Juliet. Cewek itu masuk kemobil Dytha tanpa terbentur lagi. Lea langsung mengambil kursinya dibelakang Juliet dan Dytha. Pintu ditutup. Mereka langsung tancap gas.....
“Bentar deh, kita ini mau kemana sih? Lo orang mau apain gue sih? Mau culik gue ya?” tanya juliet curiga.
“Yee.. GR. Males banget nyulik lo. Lo itu makannya banyak,” ledek Dytha.
“Ini bagian dari surprise, Jul,” sambung Lea. Dytha memelototi Lea yang keceplosan. Akhirnya cewek itu menutup mulutnya.
“Siapa yang bilang ini surprise? Lea itu Cuma bohongan tahu. Ini itu bagian dari hukuman lo . Lo dateng kerumah gue kelamaan sih. Gak tahu apa kita orang udah nungguin lo lama banget tadi,” omel Dytha.
“Iya maap.. Kan gue tadi bilang gue belom mandi. Ya ampun masa segitunya sih.” Juliet mulai panik.
Sepanjang perjalanan Juliet hanya mengoceh saja. Baerhenti sebentar, nelan ludah atau sekkedar minum, terus kembali goceh lagi. Gadis itu mengajukan ribuan pertanyaan kepada dua orang sahbatnya itu. Malangnya tidak ada yang menjawab satupun pertanyaan darinya sampai akhirnya dia terdiam karena sangking kesalnya.Dalam batinnya ia mengumpat.
“Jul, bangun udah sampe,” ucap Dytha. Dytha menepuk pipi Juliet perlahan. Akhirnya cewek itu bangun juga. Lea cekikikan melihat Juliet. Dia itu, orang lagi panik bisa-bisaan tidur juga.
“Gilaa lo orang bawa gue kemana sih? Jauh banget.”  tanya Juliet ketika dia sudah sadar dari alam mimpinya
“Alahh orang dari aja lo tidur. Mana lagi lo tahu ini jauh apa gak,” protes Lea.
“Ya tahulah. Orang gue tidurnya lama,” balas Juliet gak mau kalah.
Mereka menarik tangan Juliet pelan-pelan dan menuntunnya kes uatu tempat. Sekarang dia bagaikan Si Buta dari gua Hantu yang dituntun oleh dua orang sahabatnya.  Juliet merasa ini saat ini dia tidak lagi berpijak dijalan raya. Ya, jelas lah. Kalau ini jalan raya mungkin dia sudah mati ketrabak. Lagian disini tidak terdengar suara deru kendaraan. Udaranya juga begitu sejuk belum terkontaminasi dengan bau asap knalpot atau polusi lainnya. Jalanan ini tidak rata, sedikit bergelombang. Kadang naik kadang turun. Kelihatannya seperti bukit. Apalagi sahabatnya juga sesekali mengucapkan kata ‘hati-hati’ kepadanya. Mendadak, Juliet merasa de Javu. Ini seperti waktu Romeo membawanya ke puncak. Jangan-jangan ini di PUNCAK.
Setelah berjalan cukup jauh. Mereka berhenti. Lea melepaskan ikatan di tangan Juliet. Dytha dan Lea kemudian perlahan-lahan melangkah meninggalkan gadis itu ditempat itu. Sendirian!
“Akhirnya.. Tangan gue dilepas.” Juliet menghempaskan tangannya yang begitu ikatan itu terlepas. “Le, Tha. Kok ikatan dimata gue belom dibuka?”
Tak ada jawaban.
Hening.
Juliet ketakutan . Dia meraba-raba kebelakang, berharap mendapati sosok seseorang. Yang benar saja masa sahabat tega meninggalkan dia ditempat yang dia sendiri gak tahu ini dimana.
Cewek itu melepaskan ikatan matanya yang cukup kencang dengan tangannya untuk memastikan sahabatnya masih ada disana dan mereka sedang tertawa penuh kemenangan karena  berhasil membuatnya ketakutan.
Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Terlalu lama ditutupi kaen hitam pandangan matanya jadi sedikit kabur. Samar-samar ia melihat sekelilingnya.Ternyata kosong.
Lenggang.
 Ia benar-benar sudah dipuncak. Lebih tepatnya lagi di suatu tampat yang sepertinya tidak asing baginya. Sial ini kan jalan keVilla nya Romeo. Villa mewah itu terlihat dari sini. Artinya saat ini jarak tempatnya berpijak dengan Villa itu tidak begitu jauh. Hanya sekitar tiga sampe empat meter saja.
“Mampus gue! Tha, Le, gak lucu lah. Lo orang dimana? Gue mau pulang sekarang juga cepetan. Lo orang dimana?”
Pertanyaannya masih belum juga dijawaban. Ia gelagapan gelisah bukan maen. Gadis itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak datang berlari-lari kesekitar mencari –cari.
“Tha, Le.. gue itung satu sampe tiga nih! Kalau gak muncul juga gue bener-bener ngambek setahun sama lo orang.” Ancamnya. Iapun mulai menghitung untuk membuktikan ucapanya. “Satuu... Duaa... Duaa setengah.. Tii...” Juliet mulai belingsatan. Berteriak-teriak kencang-kencang.mSaat hitungannya mencapai diangka tiga cewek itu berhenti, bukan karena Dytha dan Lea muncul dihadapannya, tapi samar-samar dia mendengar sebuah lagu yang amat dia kenal... Bahkan lagu favoritenya..
We were both young when first saw you
I close my eyes and the flashback starts
I’m standing there, on balcony of summer air
I see the lights: see the party, the ball gowns
See you make your way through the crowd
You say hello.. Litle did i know...
Lagu itu terus membahana. Juliet bercari-cari menggunakan pendengarannya yang pas-pas’an untuk berharap menemukan sumber bunyi tersebut. Ia berhenti dibawah pohon cemara yang tidak terlalu besar. Disana ia menemukan tape recorder yang dari tadi membunyikan lagu itu. Ia menatap pohon ini dengan saksama berharap menemukan Lea dan Dytha yang lagi bersebunyi dibalik sana.
Tidak ada. Yang ada hanya sebuah tanda panah berwarna biru. Ia mengikuti tanda panah itu tanpa melihat kebawah. “Tha, Le. Bener-bener ya lo orang kualat tahu gak udah ngerjain gue yag hari ini ulang tahun. Dimana sih lo orang? Cepetan lah muncul. Masa gue harus nangis dulu sih?” Juliet berteriak kencang lagi dan lagi. Teriakannya melalang buana. Hanya terdengar semilir angin yang menjawab teriakan Juliet.

PLUKKK!! Aduhh!!!
Sangking kalutnya Juliet jatuh. Ia tersandung batu yang cukup besar. Dia melihat kearah bawah dan kebatu itu. Ternyata di samping batu itu terdapat satu batu lagi yang ukurannya jauh lebih kecil. Batu itu diletakan disebuah kertas origami berbentuk hati. Ia mengernyitkan sebelah alisnya sambil mengambil origami hati yang bertuliskan nomor satu.
Ia melangkah lagi. Tidak jauh dari tempatnya tadi. Ia kembali menemukan sebuah origami hati bertuliskan angka dua. Ukurannya agak jauh lebih besar sedikit. Begitu seterusnya. Setiap langkahnya ia menemukan origami hati dengan warna, ukuran, dan angka yang berbeda hingga limas belas origami. Tentunya origami kelima belas-lah yang terbesar.
15
 








       Origami terakhir itu membawanya beridiri tepat disebuah pohon besar yang jaraknya kurang lebih SATU METER DARI VILLA ROMEO. Firasatnya buruk. Jangan-jangan Dytha dan lea menjebaknya untuk menembak Romeo. Ia harus cepat kabur dari sini. Celakanya, sebelum kakinya beranjak. Lagu Taylor Swift itu berbunyi lagi. Cewek itu bergidik. Ia menemukan tape recorder yang tiba-tiba terjatuh dari pohon itu. Dia menghampiri pohon itu dan kembali meletakan tape recorder itu diatas salah satu ranting pohon. Samar-samar dia menemukan tanda love yang lebih besar lagi dengan ukiran RJ di dalam love itu. Tanpa mau berpikir lebih panjang lagi dia langsung membalikan tubuhnya dan bermaksud melarikan diri. Dia sudah tidak tahan lagi. Sekarang firasatnya tambah buruk. Ini benar-benar konyol. Dytha dan Lea mengerjainya habis-habisan.
     Sebuah tangan besar menghadang langkahnya. Dia berhenti, tapi ketakutan untuk berbalik. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang. Entah karena ia deg-deg’an atau karena merasa takut. Juliet mengumpulkan segenap keberaniannnya untuk menengok kebelakang, mengetahui siapa sosok yang saat ini memegang tangannya. Semoga saja bukan makhluk jadi-jadian.
     Begitu berhasil membalikan wajahnya dengan matanya yang terpejam. Ia membuka matanya perlahan-lahan dan dibuat kaget dengan sosok makhluk yang sudah berdiri dan memegang erat tangannya. Bukan makhluk jadi-jadian. Bukan juga Dytha dan Lea, tapi....
     “Ro.. romeo?” tanyanya terbata-bata.
     Cowok yang dipanggil namanya itu hanya tersenyum. “Happy birthday, Jul.” Rasanya Juliet ingin berteriak, ingin melompat, ingin terjun dari puncak ini. Dia tidak dapat menahan aliran darahnya adrenalinnya yang semakin kencang. Muka gadis itu memerah seketika. Sekarang jantungnya sudah melompat-lompat dan siap-siap keluar.
     “Ma.. ma.. makasih.” Juliet tersipu malu.
     “BIASA AJA KELES MUKANYA.” Teriakan itu berasal dari dalam Villa. Dytha dan Lea keluar dari sana. Ternyata dari tadi Dytha dan Lea mengintainya melalui jendela Villa itu. Awas saja mereka!
     “BERISIK SIH WOI! AWAS AJA LO ORANG!” Juliet berteriak lebih keras.
     “Ya udah lah kita gak mau gangggu acara romantis-romantisanyya. Bubay.” Dytha dan Lea berlari kembali mask mengunci mereka dari luar. Juliet mulai berpikir kedua sahabatnya sudah benar-benar tidak waras. Yang punya Villa siapa? Yang masuk siapa?
     “Oh iya, Jul. Gimana sama kado dari gue? Suka?” tanya Romeo kemudian. Juliet seketika terbengong-bengong dengan tampang blo’onnya. Mungkin didepan orang ganteng kita terkadang sering tiba-tiba menjadi bodoh. “Ka.. kado a.. apa?” Juliet masih terbata-bata karena kegugupannya yang sebesar raksasa.
     “Yang tadi dari yang bentuknya hati” Sekarang muka Romeo yang memerah. Cowok itu buru-buru memalingkan mukanya. Dia terlihat salah tingkah.
     “Ohh origami yang bentuk hati itu.” Juliet mengingatnya. Aduhh saat ini untuk ngomong aja susah.
     “Jadi udah dapetin berapa hati?”
     “lima belas,” ucapnya bingung. Kenapa coba cowok ini nanya-nanya pertanyaan yang bikin dia tambah menggila?
     “Yakin lima belas? Gak salah?”
     Juliet ragu. Ia mulai mengingat-ingatnya. Jangan-jangan yang dipohon itu. R J tu. Singkatan dari nama mereka berdua Romeo Juliet. Juliet jadi salah tingkah. Dia mengumpat kesal dihatinya apa-apaan sih Jul. Lo ini malah sempet-sempetnya berpikir kayak gitu.
     “Jul, lo gak salah ngitung kan? Masa orang yang jago matematika kayak lo bisa salah hitung.”
     APA??? Romeo memujinya? Ini pertama kali dia memujinya. Tanpa embel-embel jelek terlebih dulu. Demi apapun Juliet bisa merasakan dirinya ta lagi berpijak dibumi. Mukannya serasa panas terbakar api, bukan api neraka. Mungkin api dari surga.“Enam belas, ya?” tanyanya ragu.
     “Iya. Enam belas. Sebenarnya ada tujuh belas.” Kernyitan muncul diwajah Juliet, Romeo pun melanjutkan perkataannya. “Dan... Dan.. setiap hati ukurannya lebih besar daripada yang sebelumnya kan, Jul. Gak mungkin lo gak bisa bedain ukurannnya. Jadi kesimpulannya nomor tujuh belas ini yang ukurannya paling besar dari keneam-belas laennya. Hatii yang ke tujuh belas ini. Itu bukan dari origami atau ukiran, tapi ini hati gue, Jul. Jadii.. Mau gak .. Loo.. Lo nerima kado terakhir dari gue hari ini?”
     Eksppresi wajah Juliet melongo total. Apa dia gak salah dengar? Apa barusan itu berati Romeo nembak dia? Jantungnya berdetak lebih kencang dan nafasnya memburu.
     “Jadii.. gimana, Jul? Ma..mau nerima hati gue?” tanya Romeo ragu-ragu. Romeo merasakan pipinya yang mulai menghangat lagi. Ini pertama kalinya dia nembak cewek.
     Ini melebihi permohonannya saat meniup lilin. Romeo menembaknya. Dia benar-bnar-benar tidak salah denger. Hati Juliet berbunga-bunga. Bunga mawar, melati, kemoja anggrek, semuanya indah. “Karena di akhir ending lagu love story itu ‘say yes’ jadi gue say yes aja deh. Daripada ngubah lirik lagu.” Semburat merah muncul diwajah Juliet setelah berhasil mengatakan kata-kata didalam hatinya. Sejenak Romeo terdiam tak percaya. Ia harus menyakinkan sekali lagi bahwa pendengarannya tidak salah.
     “Jadi. Itu artinya?”
     “Ihh.. Ya udah lah kalau gak denger.” Juliet jadi semakin salah tingkah.
     “Lo nerima gue, Jul?”
     “Iya gue mau nerima kado terakhir dari lo.” Juliet menunduk malu.
     Romeo tertawa keras-keras, tak bisa menyembunyikan kebahagiannya. Spontan ia langsung memeluk Juliet. Cukup lama. Hingga kedua detak jantung mereka beradu. Perlahan Romeo melepaskan pelukannya dan sekarang memgang jari-jari mungil Juliet. Romeo menatap Juliet hangat. Tatapan seperti ini yang Juliet lihat saat Mario menatap Lea.
     “Disini gue mau kasih satu dari tiga bukti ke lo. Kalau pandangan lo tentang cinta yang hanya bertahan tiga sampe enam bulan. Gara-gara percaya sama hipotesis lo. Gue jadi gila. Sebenarnya gue gak tahu dari kapan gue udah mulai suka sama lo. Yang gue tahu ada sesuatu didalam diri lo yang buat gue tertarik. Terus setelah waktu gue sadar rasa suka ini udah terlanjur berubah jadi cinta. Gue cinta sama lo. Seperti yang gue katakan. Gue gak mau dibodohin sama cinta. Oleh karena itu gue mutusin untuk ngejauh. Gue kira ini gak begitu sulit. Kayak kata lo.. Cinta cuma bertahan dalam waktu tiga bulan. Setelah itu dia akan dengan mudahnya hilang. Tapi tetap aja gak bisa. Gue tetap cinta sama lo. Gue hampir frustasi tersiksa sama perasaan gue sendiri dan masa lalu gue. Lo tahu kan? Sampe akhirnya gue sadar satu hal. Semakin jauhin lo semakin buat gue tambah pingin berada didekat lo, mulai dari detik ini dan semoga untuk selamanya.”
     Terpukau, Juliet mencerna kata perkata dari ucapan Romeo yang masih memandanginya. “Makasih buat bukti pertamanya.” Juliet tersenyum manis membalas tatapan cowok didepannya.
     “Sama-sama, makasih juga udah ngasih kesempatan buat gue ngebuktiin hipotesis lo itu. Gue akan kembali bawa bukti yang kedua dan yang ketiga nanti setelah ini. Dan gue benar-benar mau bikin lo percaya kalau cinta gue ke lo itu lebih dari itu. Gue rela deh dibodohi sama cinta.” Romeo tersenyum. Demi apapun senyuman cowok itu terlihat sangat mempesona. Senyuman itu sepuluh kali lebih mempesona dari senyuman Kimbum atau cowok keren manapun. Senyuman itu sungguh mampu membuat hatinya yang mati kembali hidup dan menyimpan nama cowok itu didalamnya.
     Perlahan kedua tangan yang dari tadi bersatu kini saling bergenggaman lebih erat, seakan tak akan terlepas lagi....
     Mungkin kisah cinta ini gak seromantis kisah cinta Romeo dan Juliet sesungguhnya. Ini cerita cinta biasa. Antara aku dan dia. Bukan cinta sehidup-semati. Ini cinta hanya cinta sederhana, cukup menyebutnya dengan cinta.











EPILOG
            Setahun Kemudian..
Hari ini sekolah Kasih Bangsa sudah  berhasil meluluskan seratus persen muridnya. Perjuanga dari  murid-murid yang sudah mati-matian, menempuh banyak cara dari yang halal sampai yang tidak halal berbuah manis. Inilah akhir bahagia dari perjuangan mereka. Liburan selama empat bulan sebelum akhirnya mereka menjadi Mahasiswa di Universitas yang mereka pilih.
            Juliet bersenandung kecil menyanyikan lagu Love Story nya Taylor Swift yang sudah ia putar berkali-kali disepanjang perjalannannya, tentunya bersama Romeo.Hebatnya sepanjang Juliet menyanyikan lagu itu dia sama sekali tidak mengantuk. Mereka menghabiskan hampir setiap harinya mereka pergi ke Villa Romeo dipuncak. Sebuah bentuk liburan yang menyenangkan setelah kepenatan saat menempuh ujian.
            Pada saat Juliet hendak menyanyikan bait Reef lagu Taylor Swift yang masih terputar tiba-tiba lagu itu pun mati. Bukan karena pemutar musik di mobil Romeo yang rusak, tapi Romeo sendiri yang mematikannya.
            “Ya Ampun! Kamu reseh banget kali jadi orang. Orang lagi nanyi-nyanyi juga.” Juliet sewot langsung saja dia menghidupkan kaset itu lagi.
            “Ya habisnya dari kemarin-kemarin kamu puter lagu ini terus. Gak bosen apa?”
            “Ini nih..” Juliet mengibaskan tangannya “Susah punya cowok yang jarang romantis. Coba deh! Selama pacaran aku cuma nemuin keromantisan kamu pas kamu nembak aku. Udah itu tok. Aku kan muter lagu itu biar kita bernostalgia sedikit kek atau apa kek. Gak peka-peka sih!”
            Romeo menyeringai. “Jadi pingin aku romantis, nih?” Cowok itu mulai menggoda Juliet.
            “Eng... Enggaakk kok. Siapa yang bilang?” Juliet mendadak gugup menyadari wajah Romeo yang semakin mendekati wajahnya. Mata mereka sudah bertemu.
            “Tapi kalau menurut buku yang aku baca. Omongan yang keluar dari mulut cewek berbanding terbalik dengan yang ada dihatinya.” Romeo malah semakin mendekati wajah Juliet sambil menatapnya lekat-lekat.
            “Buu.. Bukuu apaan kali? Salah kali itu buku.” Juliet cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari cowok itu. Bisa mati kena serangan jantung dia kalau lama-lama melihat wajah sekeren itu. Sial. Kenapa sampai sekarang Juliet asih belum bisa membiasakan diri dengan pacarnya yang  suka tebar pesona itu?
            “Oke, berarti bener. Kalau lo mau gue romantis.”
            “Engg...”
            Juliet tidak bisa melanjutkan perkataannya. Bibir Romeo sudah mendarat dipipinya. Bibir itu mengecupnya lembut. Begitu lembut hingga membuat semburat merah keluar dari wajahnya.
            Hening.
            Juliet masih memegangi pipinya. Sementara Romeo masih terpaku memandang gadis manis disebelahnya. Tak lama mereka saling bertatapan, sebelum akhirnya Romeo meraih bahu Juliet dan memeluknya.
            “Gilaaa kamu!” Juliet memukuli Romeo pelan-pelan. Tindakan gila Romeo tadi membuatnya hampir kehilangan jantungnya yang kini sedang berlarian.
            “Jul, waktu itu aku pernah bilang kasih kamu tiga bukti. Aku masih utang dua bukti kan?”
            Juliet mengangguk cepat. Kepingan-kepingan memori di Puncak itu sudah mendarah daging dalam otaknya. Ia tidak mungkin lupa peristiwa manis yang terjadi waktu itu.
            “Sebenarnya aku udah lunasin bukti kedua. Kamunya aja yang gak sadar. Gak peka sih!”
            “Apaan? Emang bukti kedua apa?” tanya Juliet bingung.
            “Bukti kedua, aku bisa bertahan lebih dari enam bulan sama kamu. Ini malah mau satu setengah bulan. Berarti hipotesis kamu salah lagi.” Romeo mencubit pipi Juliet gemas.
            “Iya deh. Iya salah.” Juliet berpasrah disalahkan. Lagian kan waktu itu dia nemuin hipotesis begitu bukannya tanpa alasan. Alasan pertama setiap dia pacaran dia selalu putus di waktu hari jadian keenam bulan, alasan kedua ya karena  teman-temannya juga kebanyakan galau pas apcaran waktu sudah mulai tiga bulanan. Ini kan juga termasuk observasi.
            “Jadi aku masih punya satu utang, ya?”
            “Gak usah utang-utangan sih. Udah kayak pacaran sama rentenir aja.”
            Romeo tertawa. Begitupun dengan Juliet. “Tapi kalau aku udah ngomong sesuatu pantang buat ngelanggarnya.”
            “Emang bukti apaan lagi sih? Aku kan udah ngaku salah.”
            “Bukti terakhir itu kesetiaan. Aku  mau pergi ke Amerika, Jul. Buat nemenin papa sekalian juga mau nerusin kuliah disana.”
            Nafas Juliet terasa tercekat. Romeo mau pergi. Hei ini terlalu terburu-buru. Dia baru bahagia selama satu tahun, haruskah kebahagiaannya itu pergi?”
            “Aku bilang aku gak mau bukti apa-apa dari kamu. Cukup, Rom. Ini gak lucu.”
            “Siapa yang lagi ngelawak coba?” Cowok itu malah bercanda. Lalu Romeo memperhatikan ekspreesi wajah Juliet yang berubah manyun. “Gak usah dilipet gitu geh. Jelek tau. Aku cuma pergi tiga tahun kok. Waktu aku pulang pasti aku langsung nemuin kamu. Tunggu aku ditempat ini tiga tahun lagi.”
            Juliet masih diam.
            “Kamu gak percaya aku bakalan balik?” Romeo masih menyakini Juliet. Cowok itu menggengam tangan Juliet lalu menatap matanya dalam-dalam.
            Juliet melihat tatapan dari kedua bola mata berwarna coklat Hazzel milik Romeo. Tatapan ketulusan tanpa ada sedikitpun kebohongan didalamnya. Cowok didepannya itu memang telah mengajarkannya banyak hal, terutama tentang cinta. Perlahan-lahan hatinya mulai membuka jalan untuk merelakan cowok itu pergi. Saat ini hati yang sedang berbicara mengalahkan semua egonya, karena ini cinta. Cinta hanya butuh keikhlasan dan kepercayaan. Dan hati Juliet memilih untuk mengikhlaskannya pergi tanpa takut kehilangan cowok itu karena ia yakin cintanya akan menuntun Romeo kembali pulang kehatinya.
            Juliet tersenyum samar. “ Ya udah. Pergilah. Awas aja ya kalau disana matanya jelalatan ngeliatin bule.. awas kalo lupa makan... awas kalo lupa...” sebelum Juliet meneruskan omelannya yang melebihi panjangnya jalan raya Anyer ke Panarukan, Romeo langsung memeluk cewek itu kedalam dekapannya.
            “Aku pasti akan merindukanmu.” Bisik Juliet pelan.
           
Untuk dia yang tercinta dan untuk dia yang mengajariku cinta. Pergilah! Aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Sebab hatiku sudah berbicara dia mempercayaimu. Kamu akan kembali dan mengakhiri cerita ini menjadi Happy Ending. Rumahmu hanya satu, Rom. Tepat dihatiku. Ingatlah untuk cepat pulang kerumahmu karena dia sangat membutuhkanmu untuk tetap tinggal didalam sana, menetap hingga selamanya... (Juliet)
Jika suatu hari aku sudah berhasil membawakanmu satu bukti lagi, aku akan membuatmu dan diriku sendiri benar-benar meyakinkan ini cinta.Terima kasih sudah mengajarkan aku banyak hal tentang cinta. Aku tak akan menyia-nyiakan penantianmu selama tiga tahun dengan kerinduan yang bertubi-tubi menyerang. Aku janji, saat kamu berada di tempat ini kembali, kau akan melihatku dan cinta itu akan kembali menggengammu... (Romeo)